Anda di halaman 1dari 35

Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya
diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum
dalam rukun iman dan rukun Islam.

Kata Islam setelah Ekonomi dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa
mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan oleh
perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai.

Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia, sehingga
manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di
dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas yang kolektif.
Berikut ini definisi Ekonomi dalam Islam menurut Para Ahli :

S.M. Hasanuzzaman, ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran
dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran
sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka
melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.

M.A. Mannan, ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan social yang
mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang memiliki nilai-nilai Islam.

Khursid Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah suatu upaya sistematis untuk mencoba
memahami permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan
permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam.

M.N. Siddiqi, ilmu ekonomi Islam adalah respon para pemikir muslim terhadap
tantangan-tantangan ekonomi zaman mereka. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al
Quran dan As Sunnah maupun akal dan pengalaman.

M. Akram Khan, ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia


(falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama
dan partisipasi.

Louis Cantori, ilmu ekonomi Islam tidak lain merupakan upaya untuk merumuskan ilmu
ekonomi yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat yang menolak ekses
individualisme dalam ilmu ekonomi klasik.
Ciri Ekonomi Islam
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar
saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas
tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan
pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Ekonomi dalam Islam harus mampu
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi islam
menekankan empat sifat, antara lain:

Kesatuan (unity)

Keseimbangan (equilibrium)

Kebebasan (free will)

Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena
semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah
kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat
mengharamkan
kegiatan
riba,
yang
dari
segi
bahasa
berarti
"kelebihan".

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam


Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:

Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada
manusia.

Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.

Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja.

Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk


kepentingan banyak orang.

Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.

Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)

Islam melarang riba dalam segala bentuk.


Konsep Dasar
Melihat keadaan keuangan modern saat ini yang banyak dipengaruhi oleh konsep kapitalis yang
membolehkan banyak apa yang telah dilarang dalam agama Islam, ummat Islam akhirnya
berusaha mencari suatu alternatif sistem keuangan yang dapat menghindarkan diri mereka dari
berbagai macam kegiatan dan transaksi yang bertentangan dengan hukum yang mereka fahami
dalam
agama
mereka.

Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk mewujudkan suatu konsep keuangan (dan ekonomi)
alternatif yang dapat menghindarkan ummat Islam dari berbagai transaksi yang bersifat paradoks

tersebut. Seperti bunga (interest) yang sangat diharamkan dalam ajaran Islam dan sangat
bertentangan dengan Al-Quran dan Al-Hadits dilaksanakan dalam banyak transaksi perbankan
dan pasar keuangan modern. Belum lagi elemen gharar (uncertainty) dan maysir (gambling)
yang terdapat dalam beberapa kontrak asuransi dan beberapa pasar keuangan derivatif lainnya,
yang
menyebabkan
kegelisahan
di
hati
banyak
Ummat
Islam.

Dengan konsep dasar merujuk kepada Ayat-ayat dan Hadits-hadits yang menolak banyak
kegiatan transaksi dan kontrak ini, beberapa usaha kaum Muslim telah berhasil membuat suatu
konsep dasar keuangan Islam untuk mewujudkan suatu konsep keuangan alternatif yang
berlandaskan Syariah yang mereka dambakan selama ini. Bermula dengan usaha Ahmed ElNaggar pada tahun 1963 di Mesir dengan mendirikan sebuah bank lokal yang menghindarkan
segala transaksinya dari riba (berlandaskan syariah) dan diikuti oleh banyak usaha akademisi
dan
praktisi
dari
kaum
Muslim
lainnya.

Dan kini, perkembangan keuangan Islam semakin pesat di berbagai belahan dunia Timur dan
Barat, dan semakin diminati oleh banyak orang untuk dipelajari secara lebih mendalam.

Perbedaan Ekonomi Islam Dengan Ekonomi Konvensional.


Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang
mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang
ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil. Sistem
ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi
syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang
dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua
tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan
bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi
dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa
adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha.

Tujuan ekonomi islam

TUJUAN EKONOMI ISLAM

2 Votes

TUJUAN EKONOMI ISLAM


Oleh : Muhammad Hambali
Abstrak

Marx Achmad
Di awal kemunculannya, ekonomi Islam mendapat tanggapan beragam dari para pakar Islam. Tanggapan
tersebut berakar pada perbedaan sudut pandang dalam memaknai konsep-konsep dalam al-Quran dan
al-Hadis. Perbedaan sudut pandang tersebut meliputi 3 hal. Pertama Metodologi yang di pakai dalam
membangun ekonomi Islam dan sistem ekonomi Islam. Kedua Perbedaan tafsir konsep ekonomi yang
ditemukan dalam al-Quran seperti istilah khilafah dan implikasi kepemilikan. Ketiga penafsiran yang
berbeda terhadap bangunan sistem ekonomi. Dari perbedaan sudut pandang tersebut, setidaknya dalam
diskursus pemikiran ekonomi kontemporer terbagi menjadi 3 mazhab utama, pertama mazhab Baqir Sadr
yang berpandangan antara ekonomi dengan Islam sama sekali tidak ada hubungannya. Kedua Mazhab
Mainstreem yang dipelopori M.A Mannan dengan pola pendekatan ekletisnya dan Ketiga mazhab
alternatif-kritis yang di pelopori Dr. Timur Kuran. Dari sudut tujuan ekonomi Islam pada dasarnya para
pakar ekonom kontemporer sepakat bahwa tujuan ekonomi Islam adalah mewujudkan kehidupan yang
sejahterah (hayyah toiyibah) baik di dunia maupun di akhirat. Dr. Muhammad Ruwasi Qalaji salah
satunya menyatakan bahwa tujuan ekonomi Islam terdiri atas 3 hal yakni pertama mewujudkan
pertumbuhan ekonomi dalam Negara, kedua mewujudkan kesejahteraan manusia dan ketiga
mewujudkan mekanisme distribusi kekayaan yang adil.
A. Pendahuluan
Dalam paradigma konvensional, ilmu ekonomi merupakan ilmu mengenai cara-cara manusia

dan masyarakat dalam menentukan atau menjatuhkan pilihan dengan atau tanpa uang
untuk menggunakan sumber-sumber produktif yang langka yang dapat mempunyai
pengunaan-penggunaan alternatif untuk memproduksi berbagai barang serta membaginya
untuk dikonsumsi baik untuk waktu sekarang maupun yang akan datang kepada berbagai
golongan dan kelompok di dalam masyarakat.1
Dari difinisi di atas, dapat di pahami bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang membahas
permasalahan-permasalahan seperti problem of choise, kelangkaan sumber produktif,
penggunaan uang, serta permasalahan produksi dan distribusi. Oleh karena itu, setiap
sistem ekonomi pada hakekatnya bertujuan memecahkan permasalahan tersebut terutama
dalam bidang produksi dan distribusi yang dijabarkan dalam 3 terminologi pokok yakni what,
haw dan for whom.
Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup (world view) berpendapat bahwa segala
sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan manusia pada dasarnya telah di desain
sedemikian rupa oleh Allah SWT, sehigga segala permasalahan yang muncul pada
hakekatnya telah dipersiapkan jawabannya. Dalam konteks ini paradigma konvensional di
atas yang memandang masalah ekonomi muncul karena faktor kelangkaan sumber daya
produktif yang dihadapkan dengan pola kebutuhan manusia yang tidak terbatas, di pandang
sebagan kalangan ekonom Muslim kontemporer tidak tepat.2 Sebab, dalam al-Quran telah
dijelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang benar
sebagaimana dalam S. al-Qomar: 49 yang berbunyi :
$R) @. >x moY)n=yz 9ys)/
Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran
Bagi kalangan ini, permasalah ekonomi muncul karena adanya sistem distribusi yang tidak
merata dan tidak adil sebagai akibat atas sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi
pihak yang kuat terhadap yang lemah. Oleh karena itu kalangan ini menilai bahwa istilah
ekonomi tidaklah pernah ada dalam Islam, sebab antara Islam dengan ilmu ekonomi sama
sekali tidak ada hubungannya. Pandangan seperti ini sebagaimana diungkapkan oleh
kalangan yang mengamini mazhab Baqr Sadr.
Sedangkan bagi mazhab mainstream yang dipelopori M.A Mannan menyatakan yang
dihadapi oleh ekonomi Islam pada hakekatnya tidaklah berbeda dengan permasalahan yang
di hadapi oleh ilmu ekonomi konvensional. Oleh karena itu, dalam beberapa hal golongan ini
berpandangan bahwa ekonomi Islam merupakan upaya untuk memecahkan permasalahanpermasalahan masyarakat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam. Dalam hal ini, pola pendektan
yang dipakai golongan ini terkenal dengan paradigma ekletisme.3
Adapun golongan ketiga, mazhab alternatif-kritis yang dipelopori oleh Dr. Timur Kuran
berpendapat bahwa gagasan yang disuguhkan oleh 2 mazhab sebelumnya haruslah
mendapatkan analisa kritis dari golongan umat Islam. Bagi mazhab ini apa yang telah
ditemukan oleh mazhab Baqr Sadr pada hakekatnya telah ditemukan oleh ilmu ekonomi
konvensional. Sedangkan yang dilakukan oleh mazhab maenstreem pada dasarnya sebagai
upaya legitimasi ilmu konvensional dengan ajaran-jaran Islam.4
Makalah ini hendak mengkaji keberadaan sistem ekonomi Islam yang di gali dari pemikiran
ekonom muslim yang berkompeten dalam bidangnya seperti M.A Mannan, Muhammad
Najtullah Siddiqi, M. Umer Chapra, Taqiyuddin an-Nabhani, serta ekonom muslim lain, yang
meliputi 2 aspek yakni asumsi dasar (difinisi ekonomi Islam) dan tujuan ekonomi Islam

B. Difinisi Ekonomi Islam


Adalah menjadi penting bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang komperhensif
mengenai tujuan ekonomi Islam, maka pertama kali yang harus kita lakukan adalah
membangun persepsi yang sama tentang difinisi ekonomi Islam. Dari beberapa pendapat
para ahli yang dapat penulis himpun, definisi ekonomi Islam terjabarkan dalam paparan
berikut ini.
Dr. Rofiq Yunan al-Misri dalam bukunya yang berjudul Ushulul Iqtishad Al-Islamiyah
berpendapat bahwa istilah Iqtishad yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ekonomi
pada hakekatnya bermakna al-Qasdu yang berarti al-tawasud (Pertengahan) dan al-Itidl
(adil/berkeadilan). Difinisi ini mengacu pada ayat al-Quran yang terdapat dalam S. Lukman:
19 dan S. al-Maidah : 66.5
Menurut Baqr Sadr ekonomi Islam merupakan sebuah ajaran atau doktrin dan bukan hanya
ilmu ekonomi murni, sebab apa yang terkandung dalam ekonomi Islam bertujuan
memberikan solusi hidup yang paling baik.6 Oleh karena itu, menurut Baqr Sadr, haruslah
dibedakan antara ilmu ekonomi (science of economic) dengan doktrin ilmu ekonomi
(doctrine of economic). Dengan kata lain, Baqr Sadr memandang ilmu ekonomi hanya
sebatas mengantarkan manusia pada pemahaman bagaimana aktifitas ekonomi berjalan.
Sedangkan doktrin ilmu ekonomi bukan hanya sekedar memberikan pemahaman pada
manusia bagaimana aktifitas ekonomi berjalan, namun lebih pada ketercapaian kepentingan
duniawi dan ukhrowi. Oleh karena itu, perbedaan pokok antara ekonomi Islam dengan
ekonomi konvensional adalah terletak pada landasan filosofisnya bukan pada sainnya.
Sedangkan menurut M.A Mannan, ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam.7 Bagi
Mannan ekonomi Islam merupakan studi tentang masalah-masalah ekonomi dari setiap
individu dalam masyarakat yang memiliki kepercayaan terhadap nilai-nilai kehidupan Islam
atau Homo Islamicus. Secara keseluruhan gagasan ekonomi M.A Mannan dapat
dikategorikan sebagai gagasan Islamisasi ekonomi konvensional. Hal ini nampak dalam pola
pendekatan yang di pakai yang di awal dikatakan sebagai pola pendekatan ekletis.
Di sisi lain, Najtullah Siddiqi berpendapat bahwa ekonomi Islam merupakan jawaban dari
pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada zamannya. Tidak berbeda
dengan Mannan, Siddiqi juga menerima gagasan ilmu neoklasik (Konvensional) yang
diselaraskan dengan nilai-nilai universal Islam seperti keadilan dan persaudaraan. Dalam hal
ini, Siddiqi berpandangan bahwa ekonomi merupakan aspek budaya yang lahir dari
pandangan hidup (world View) seseorang. Dengan kata lain, world view seseoranglah yang
melahirkan sistem ekonomi bukan sebaliknya.8
Sementara Hasanuzzaman mengemukakan bahawa ekonomi Islam merupakan pengetahuan
dan aplikasi ajaran-ajaran Syariah yang mencegah ketidak adilan dalam pencarian dan
pengeluaran sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan
memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah SWT dan
masyarakat.9
Dari paparan difinisi ekonomi Islam di atas, dapat kita tarik inti pemahaman bahwa pada
dasarnya ekonomi Islam merupakan bentuk aktualisasi nilai-nilai universal Islam seperti alAdl (keadilan) yang tertuang dalam al-Quran dan al-Hadis yang mengarahkan manusia pada
tujuan pencapaian kebagagiaan di dunia dan akhirat. Perbedaan yang muncul dalam

pemikiran ekonom muslim di atas seyogyanya berpusat pada pemakaian metodologi,


penafsiran kosep ekonomi dalam Al-Quran seperti khilafah dan implikasi terhadap konsep
kepemilikan serta penafsiran terhadap sistem ekonomi Islam.
C. Tujuan Ekonomi Islam
Islam memiliki seperangkat tujuan dan nilai yang mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia, termasuk didalamnya urusan sosial, politik dan ekonomi. Dalam hal ini tujuan
Islam (Maqasid al-Syari) pada dasarnya ingin mewujudkan kebaikan hidup di dunia
dan akhirat.10 Dalam pada itu, permasalahan ekonomi yang merupakan bagian dari
permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam ajaran Islam, tentu memiliki tujan yang
sama yakni tercapainya maslahah di dunia dan akhirat.
Beberapa pemikiran tokoh Islam mengenai tujuan dari ekonomi Islam dapat dijabarkan
dalam uraian sebagai berikut. Dr. Muhammad Rawasi Qalaji dalam bukunya yang berjudul
Mabahis Fil Iqtishad Al-Islamiyah menyatakan bahwa tujuan ekonomi Islam pada dasarnya
dapat dijabarkan dalam 3 hal, yakni :
Mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara
Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat fundamental, sebab dengan
pertumbuhan ekonomi negara dapat melakukan pembangunan. Salah satu langkah yang
dapat dilakukan dalam rangka menumbuhkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara adalah
dengan jalan mendatangkan investasi.
Berbicara tentang pembangunan, Islam memiliki konsep pembangunan tersendiri yang di
ilhami dari nilai-nilai dalam ajaran Islam. Dalam hal ini konsep pembangunan ekonomi yang
ditawarkan oleh Islam adalah konsep pembangunan yang didasarkan pada landasan filosofis
yang terdiri atas tauhid, rububiyah, khilafah dan tazkiyah.
Mewujudkan kesejahteraan manusia
Terpenuhinya kebutuhan pokok manusia dalam pandangan Islam sama pentingnya dengan
kesejahteraan manusia sebagai upaya peningkatan spiritual. Oleh sebab itu, konsep
kesejahteraan dalam Islam bukan hanya berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan
material-duniawi, melainkan juga berorientasi pada terpenuhinya kesejahteraan spiritualukhrowi.
Menurut Umer Chapra, keselarasan kesejahteraan individu dan kesejahteran masyarakat
yang senantiasa menjadi konsensus ekonomi Islam dapat terealisasi jika 2 hal pokok
terjamin keberadaannya dalam kehidupan setiap manusia. 2 hal pokok tersebut antara lain :
Pelaksanaan nilai-nilai spiritual Islam secara keseluruhan untuk individu maupun
masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan pokok material manusia dengan cukup.
Bagi Islam, kesejahteraan manusia hanya akan dapat terwujud manakala sendi-sendi
kehidupan ditegakkan di atas nilai-nilai keadilan. Dalam hal ini, konsep keadilan dalam
ekonomi Islam bermakna 2 hal yakni :11
Bentuk keseimbangan dan porsi yang harus dipertahankan di antara masyarakat dengan
mengindahkan hak-hak setiap manusia.
Bagian yang menjadi hak setiap manusia dengan penuh kesadaran harus diberikan
kepadanya. Dalam hal ini, yang di tuntut ekonomi Islam adalah keseimbangan dan porsi
yang tepat bukan persamaan.

Oleh karena itu , konsep kesejahteraan dalam Islam yang di atas dikatakan sebagai upaya
untuk menselaraskan kepentingan dunia dan akhirat merupakan ciri pokok tujuan ekonomi
Islam yang sekaligus di sisi lain membedakan konsep kesejahteraan ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi lain seperti kapitalisme yang berorientasi pada materialisme individual dan
sosialisme yang berorientasi pada materialisme kolektif.
Mewujudkan sistem distribusi kekayaan yang adil
Dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang sudah menjadi ketentuan bahwa setiap
manusia memiliki kemampuan dan kecakapan yang berbeda-beda. Namun demikian
perbedaan tersebut tidaklah dibenarkan menjadi sebuah alat untuk mengekspliotasi
kelompok lain. Dalam hal ini kehadiran ekonomi Islam bertujuan membangun mekanisme
distribusi kekayaan yang adil ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Islam
sangat melarang praktek penimbunan (ikhtikar) dan monopoli sumber daya alam di
sekolompok masyarakat.
Konsep distribusi kekayaan yang ditawarkan oleh ekonomi Islam dalam hal ini antara lain
dengan cara :
Menciptakan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.
Keseimbangan ekonomi hanya akan dapat terwujud manakala kekayaan tidak berputar di
sekelompok masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan keseimbangan
ekonomi, Islam memerintahkan sirkulasi kekayaan haruslah merata tidak boleh hanya
berputar di sekelompok kecil masyarakat saja.
Kondisi demikian dijelaskan dalam al-Quran S. al-Hasyr: 7 yang berbunyi :
s1 w tbq3t Ps!r tt/ !$uYF{$# N3ZB
Artinya :supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang kaya saja di antara kamu
Larangan Penimbunan Harta
Sistem ekonomi Islam, melarang individu mengumpulkan harta secara berlebihan. Sebab,
dengan adanya pengumpulan harta secara berlebihan berakibat pada mandegnya roda
perekonomian. Oleh karena itu, penimbunan merupakan prilaku yang dilarang dalam ajaran
Islam. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran S. at-Taubah: 34 yang berbunyi :
3 %!$#ur cr\3t |=yd%!$# sp9$#ur wur $pktXq)Z @6y !$#
Ndet7s A>#xy/ 5O9r&
Artinya : Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, beritakanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih. (QS. At-Taubah : 34)
Sedangkan dalam rangka mencegah praktek monopolistik, ekonomi Islam menawarkan
langkah prioritas yang perlu dilakukan oleh otoritas yang berwenang yang dalam hal ini
adalah pemerintah.12 Langkah-langkah tersebut meliputi :
Zakat sebagai mekanisme pendistribusian harta dari golongan kaya kepada golongan
miskin.
Negara harus mengamati dan mengatur pemerataan distribusi sumber daya alam.
Kekayaan masyarakat harus di kelolah negara dalam rangka optimalisasi hasil yang

maksimal.
Jasa layanan masyarakat yang menghasilkan keuntungan seperti kereta api, pos dan
telegraf, listrik, air dan gas harus dikelola negara dalam rangka untuk menjamin
pengelolaan yang efisien dan hasil yang terbaik.
Jasa layanan masyarakat yang bersifat non profitables seperti jalan, sumur umum, tempat
parkir dan yang lain harus di subsidi negara .
Sementara itu, pakar lain juga berpendapat bahwa tujuan ekonomi Islam tidak lain adalah
mendorong tercapainya kesejahteraan dan keberhasilan di dunia dan akhirat. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Amin Akhtar yang menyatakan tujuan ekonomi Islam hanya
dapat dipahami dalam konteks pandangan hidup Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu,
pada hakekatnya ekonomi Islam merupakan sistem yang berlandaskan pada nilai-nilai
keadilan , kedermawanan, kemanfaatan serta kebajikan dan kemakmuran.13Nilai-nilai
tersebut jika dirujuk dalam al-Quran, maka akan di dapat beberapa nash yang melegitimasi
nilai-nilai di atas.
Nilai keadilan dapat dijumpai dalam al-Quran S. an-Nisa: 135 yang menyatakan :
$pkrt t%!$# (#qYtB#u (#qRq. tBqs% )9$$/ u!#ypk ! qs9ur
#n?t N3Rr& rr& y9uq9$# t/t%F{$#ur 4 b) 3t $Yx rr& #Z)s !
$$s 4n$s)9$#
Artinya : . dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Bagi Amin Akhtar konsep keadilan dalam Islam meliputi 3 hal pokok yakni keadilan dalam
produksi (al-intaj), keadilan dalam konsumsi (al-istihlaq) dan keadilan dalam Distribusi (alTauzi). Keadilan dalam produksi berorientasi pada pengakuan hak manusia mencari nafkah
sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan bakat alam, namun tidak memperkenankan
merusak moral dan tatanan sosial.
Keadilan dalam konsumsi berorientasi pada pelarangan segala bentuk pengeluaran yang
dapat merusak moral dan masyarakat, seperti minuman keras, zina dan semua bentuk
pengeluaran yang dapat merusak jiwa. Sedangkan keadilan dalam distribusi berorientasi
pada keharusan terwujudnya pemerataan kekayaan dan faktor produksi.
Di sisi lain, M. Umer Chapra berpendapat tujuan sistem ekonomi Islam adalah mewujudkan
masyarakat yang adil dan sejahterah.14 Dengan kata lain, bagi chapra keberadaan ekonomi
Islam merupakan upaya merealisasikan pandangan hidup Islam (World Vieu) yang di gali
dari maqasid al-syarI. Pandangan hidup tersebut chapra menjabarkannya dalam 3 prinsip
pokok yakni tauhid, khilafah dan al-adl (Keadilan)
Dalam rangka mewujudkan keselarasan tujuan dan pandangan hidup (world view) tersebut,
maka bagu Chapra diperlukan sebuah setrategi tersendiri yang merupakan hasil logis dari
landasan filosofis yang mendasarinya. Beberapa setrategi yang ditawarkan chapra dalam
hal ini terdiri atas 4 unsur penting yang satu dengan yang lainnya saling mendukung. 4
unsur penting tersebut antara lain sebagai berikut :
Suatu mekanisme filter yang di sepakati oleh masyarakat. Mekanisme filter yang dimaksud
adalah dengan meletakkan moralitas sebagai parameter dalam memanfaatkan sumbersumber daya alam produktif. Dengan kata lain, bagi chapra mekanisme filter moral di sini
mengharuskan setiap komponen masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam

hanya diorientasikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat bukan tujan


lainnya.
Suatu sistem motivasi yang kuat yang mendorong individu agar berbuat sebaik-baiknya bagi
kepentingannya sendiri dan masyarakat.
restrukturisasi seluruh ekonomi, dengan mewujudkan maqasid.
Peran pemerintah yang berorientasi tujuan yang positif dan kuat.
Tidak jauh berbeda dengan tokoh sebelumnya, Taqiyuddin an-Nabhani dalam maqnum
opusnya al-Nidzami al-Iqtishadi fi al-Islam menyatakan bahwa keberadaan ekonomi Islam
memiliki tujuan mewujudkan sistem tata kelolah harta kekayaan yang selaras dengan ajaran
Islam, dalam rangka menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pandanag Taqiyuddin
tersebut, tidak bisa kita lepaskan dari konsepsinya mengenai istilah ekonomi. Menurut
Taqiyuddin, istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani kuno yakni greek yang memiliki arti
mengatur urusan rumah tangga.15
Berakar dari pengertian tersebut, Taqiyuddin menyatakan bahwa ekonomi Islam bermaksud
memberikan aturan dasar yang berkaitan dengan tata cara mengatur urusan harta
kekayaan. Oleh karena itu, permasalahan pokok yang ditangani oleh ekonomi Islam terkait
pengaturan harta kekayaan tadi, dijabarkan dalam 3 permasalahan pokok yang terdiri atas
kepemilikan (al-milkiyah), pengelolaan kepemilikan (tasharuf al-milkiyah) dan mekanisme
distribusi harta yang adil di antara manusia.16
E. Kesimpulan
Ekonomi Islam pada dasarnya merupakan aktualisasi nilai-nilai Islam dalam aktifitas
kehidupan manusia dalam rangka mewujutkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat.
Perbedaan pandangan diantara para tokoh ekonom Islam pada dasarnya berakar pada 3
permasalah utama yang diantaranya adalah Pertama Metodologi yang di pakai dalam
membangun ekonomi Islam dan sistem ekonomi Islam. Kedua Perbedaan tafsir konsep
ekonomi yang ditemukan dalam al-Quran seperti istilah khilafah dan implikasi kepemilikan.
Ketiga penafsiran yang berbeda terhadap bangunan sistem ekonomi.
Keberadaan ekonomi Islam tidak lain bertujuan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia di dunia dan akhirat. Tujuan tersebut dalam pandangan para ahli dijabarkan dalam
3 permasalah pokok yang terdiri atas pertama mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam
Negara, kedua mewujudkan kesejahteraan manusia dan ketiga mewujudkan mekanisme
distribusi kekayaan yang adil.
DAFTAR PUSTAKA

Karakteristik ekonomi islam

KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM


Pengertian ekonomi islam

Sebagian ahli memberi definisi ekonomi islam adalah mazhab ekonomi islam yang didalam terjelma
cara mengatur kehidupan perekonomian dengan apa yang dimiliki dan ditujukan oleh mazhab ini,
yaitu tentang ketelitian cara berfikir yang terdiri dari yang nilai-nilai moral islam dan nilai-nilai
ekonomi atau nilai-nilai sejarah yang berhubungan dengan masalah-masalah siasat perekonomian
maupun yang berhubungan dengan uraian sejarah masyarakat manusia.

Sebagaian lainnya berpendapat bahwa ekonomi islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang di simpulkan dari Al-Quran dan As-Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian
yang didirikan atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan lingkungan dan masanya.

Yang pertama adalah yang diistilahkan dengan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang
disimpulkan dari Al-quran dan As-Sunah yang berhubungan dengan urusan-urusan ekonomi,
misalnya firman Allah SWT.:

Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. (Q.S. Al-Baqarah:29).

Hadis ini meletakan prinsip umum, yakni haram menganiaya dan mengganggu hak atas harta orang
islam lainnya. Hal ini juga disebutkan pada hadis-hadis lainnya yang meletakan prinsip-prinsip
ekonomi yang penting.

Ciri asasi prinsip-prinsip umum adalah prinsip-prinsip ini tidak berupah ataupun berganti serta sesuai
untuk setiap saat dan tempat, tanpa dipengaruhi oleh tingkat kemajuan ekonomi dalam masyarakat.
Sebagaian ahli mengistilahkan dasar-dasar ini dengan istilah Mazhab Ekonomi Islam.

Yang kedua diistilahkan oleh Profesor Doktor Muhammad Abdullah Al-Arabi dengan bangunan
perekonomian yang kita didirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap
lingkungan dan masanya.

Dengan kata tersebut di atas ia maksudkan cara-cara penyesuaian atau pemecahan masalah
ekonomi yang dapat dicapai oleh para ahli dalam Negara islam, sesuaian dengan pelaksanan dari

prinsip-prinsipyang lalu itu. Seperti keterangan tentang riba yang di haramkan dan juga perbuatanperbuatan yang mengandung sifat riba, batas harta yang cukup dalam hubungannya dengan zakat,
praktek perimbangan antara kehendak-kehendak Negara dan belanjanya, dan bagaimana cara
merealisasikan perimbangan di dalam masyarakat, dan seterusnya.

Ciri asasi dari cara pemecahan dan penyesuaian-penyesuaian ini berbeda dengan prinsip-prinsip
umum yang tercakup dalam bagian pertama karena prinsip ini dapat berubah-ubah sesuai dengan
perubahan situasi, tempat, dan waktu. Cara pemecahan dan penyesuaian-penyesuaiannya pun
dapat berupah dari satu lingkungan pada lingkungan juga masih dapat berupah dari satu waktu ke
waktu lain menurut perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan tersebut dari waktu ke
waktu.

Sebagian ahli mengistilahkan cara-cara penyesuaian yang berubah-ubah ini dalam bidang ekonomi
dengan istilah system atau system-sistem ekonomi islam, untuk membedakan dari prinsip-prinsip
umum ekonomi yang diistilahkan dengan mazhab ekonomi yang tidak menerima perubahan maupun
pergantian, seperti pernah diterangkan.

Ingin kami alihkan pandangan bahwa keterikatan dengan prinsip-prinsip ekonomi umum yang
tercakup dalam bagian pertama tadi, bukan berarti menghentikan kaum muslimin, tidak pula
bermaksud mencegah mereka dari ijtihad (usaha) menemukan cara pemecahan yang cocok bagi
problema-problema mereka.

Hal itu dikarenakan:


1. Prinsip-prinsip umum ini hanya sedikit dan terbatas, dan gandengannya hanya dengan
kebutuhan-kebutuhan pokok yang pasti dihajatkan oleh setiap masyarakat, tanpa terpengaruh oleh
tingkat kamajuan ekonominya. Itulah sebabnya mengapa prinsip-prinsip umum ini cocok untuk
setiap saat dan tempat.

2. Dalam bidang pelaksanaan prinsip-prinsip ini atau dalam bidang-bidang lain yang tidak
diputuskan hukumnya oleh salah satu dari prinsip-prinsip ini, tiap masyarakat dari masyarakatmasyarakat Islam berhak, bahkan wajib berijtihad menemukan pendapat bagi pemecahan
problema-problema ekonomi, menurut situasi masyarakat yang berubah-ubah tersebut, dengan
petunjuk dari Al-Quran dan As-Sunnah.

KAPITALISME
Kapitalisme adalah istilah yang dipakai untuk menamai system ekonomi yang mendomonasi dunia
Barat. Sistem ini muncul setelah hancurnya sistem feodalisme sekitar abad 16. Pada zaman kuno
sistem ini sebenarnya sudah ada namun belum berada dalam sistem seperti sekarang.

Sistem ini mulai muncul kepermukaan ketika meningkatnya perniagaan jarak jauh di antara pusatpusat kota abad pertengahan di Eropa. Lintasan dagang jarak jauh ini berkembanglah semangat
kapitalisme disertai peningkatan sistem dan metodenya.

Sebagai sistem pemikiran dalam bidang ekonomi, kapitalisme ditandai oleh tiga semangat yaitu
pemilikan, persaingan dan rasionalitas. Meski demikian konsep ini tetap tidak jelas. Istilah
kapitalisme mengandungan banyak versi yang bersumber pada berbagai teori. Karena itu konsep ini
lebih dinilai sebagai pemikiran yang berpretensi netral kerana sistem ini dilihat sebagai hal empiris.
Ia berkembang dalam perjalanan sejarah. Dan dalam perkembangan sistem ini baik maupun
bentuknya senantiasa berubah.

Persoalan kapitalisme dan sosiolisme barangkali tidak disukai oleh ahli-ahli ekonomi dan penguasa
politik. Tetapi bagaimanapun para ahli sejarah ekonomi dan sejarah sosial mempunyai rasa
kewajiaban untuk memberikan hibotesa tentang dua sistem itu.

Pemikiran dan penelitian terhadap dua sistem ini senantiasa berkembang seirama perkembangan
kegiatan sosio-ekonomi manusia. Dalam perkembangannya, dua sistem ini saling membayangi dan
sudah sampai pada persoalan-persoalan yang rumit. Dua Negara adikuasa Soviet yang
mengembangkan ekspansi sosialismenya dan Amerika Serikat menyebarkan paham kapitalisme
sudah berada dalam suatu iklim yang yang daling menyerang.

Warner Sombart dalam karyanya Der moderne capitalism mengukuhkan sistem kapitalisme itu
sebagai konsep dasar dari suatu sistem pemikiran ekonomi. Di sini ia mengungkapkan kapitalisme
sebagai suatu sistem, dalam arti tidak dikaitan dengen konotasi politis, ideologi dan konotasi etis
yang negative. Sebagai sistem pemikiran. Sistem ini ditandai semangat pemilikan, persaingan dan
rasionalitas.

Perkembangan kapitalisme pada zaman modern ini sudah sangat berbeda dengan kapitalisme pada
awal revolusi Inggris. Krisis demi krisis yang dialami kapitalisme, baik bergerak sebagai sistem
ekonomi Negara maupun sebagai sistem pemikiran sudah merupakan pola perkembangan yang
selalu berkembang sesuai pemikiran zaman.

Ketika pamor sistem kapitalisme anjlok pada krisis besar dunia tahun 1930-an dan runtuh sama
sekali akhir perang dunia ke dua, namun sistem ini tetap bertahan dan bangun kembali bahkan
sampai sukses yang luar biasa. Negara Amerika Utara, Eropa barat, jepang dan sekarang Negara
industri baru seperti beberapa Negara Asia seperti Korea, Taiwan dan beberapa Amerika Latin
muncul sebagai kekuatan yang sangat mengagumkan dibawah sistem kapitalisme. Gambaran
ekonomi di negara-negara kapitalis pada zaman ini sudah terjadi lompatan kehidupan sosioekonomi yang sangat tinggi.Setidaknya untuk nagara-negara kapitalis yang maju, paham kapitalis
tidak lagi konotasi negatif dan tetap dipertahankan. Karena banyaknya bendukung, maka sistem ini
berkembang sebagai ideologi bangsa yang berusaha menentang pemikiran sosialisme yang selalu
membayangi kapitalisme. Bahkan Milton Friedman mengutuk sistem sosialisme dan menurut dia
kalau bisa hancurkan sosialisme.

Pandangan bahwa kapitalisme sekarang berbeda dengan kapitalisme awal abad 19, sering
dikemukakan sebagai argumen untuk mempertahankan sistem ini. Pada awal perkembangan
kapitalisme mungkin sangat tidak baik,seperti terungkap kondisi kaum buruh yang dikecam oleh
Marx. Namun pada zaman ini perkembangan kapitalisme sudah memperlihatkan perbaikanperbaikan. Bahkan unsure-unsur sosialisme sudah masuk dalam kapitalisme. Maka trend sekarang
adalah kapitalisme campuran. Yakni selain menekan mekanisme pasar dalam kegiatan ekonomi
juga prinsip menerapkan prinsip sosialisme. Kritik Marx terhadap kapitalisme klasik disebabkan cirriciri sistem ini menguntungkan pihak tertentu saja. Roda perekonomian dipegang oleh perusahaanperusahaan tertentu. Dan dalam kapitalisme klasik ini Negara tidak campur tangan kegiatan
ekonomi. Negara berperan sebagai pendukung sistem ini. Keadaan inilah yang dikutuk oleh Marx
dan ingin menghancurkan sistem kapitalisme diganti dengan sosialisme.

Dalam sistem kapitalisme rotasi perekomian tergantung pada mekanis pasar. Pengaturan distribusi
pendapatan juga diatur oleh pasar. Ketergantungan ini tidak hanya untuk mengadakan alokasi
sumber-sumber untuk berbagai penggunaan tetapi juga untuk menentukan tingkat pendapat di
antara berbagai kelas masyarakat.

SOSIALISME
Untuk memperoleh gambaran jelas tentang sosialisme kita perlu memahami teori-teori Marx tentang
struktur ekonomi, pertentangan kelas, dan Perubahan Sosial.

Peristiwa-peristiwa ini adalah kenyataan-kenyataan sosial. Marx menekankan kenyataan sosial itu
bukan berada pada impian yang naf atau idealistik yang dibuat oleh ilmu pengetahuan, teknologi
dan pertumbuhan industry tetap lebih melihat pada keberadaan sosial.

a. Pertentangan Marx dan Hegel


Marx menolak pandangan-pandangan Hegel yang bersifat idealistik. Pandangan Hegel tentang
filsafat idealistic berusaha menjelaskan pola-pola perubahan dan perkembangan sejarah dengan
analisa dialektik. Dalam analisa dialektinya berintikan pandangan mengenai pertentangan antara
tesis dengan antithesis.

Perkembangan sejarah menurut analisis dialektik Hegel meliputi penolakan atas ide-ide yang ada
diganti dengan ide-ide baru yang bertentang. Melalui proses ini tahap-tahap sejarah yang berurut
sebagai satu seri ide-ide yang bertentangan yang dipertemukan pada tingkat-tingkat yang lebih
tinggi. Di sini Hegel menekankan kesadaran diri adalah kesadaran akal budi dalam manifestasi diri
seseorang yang senantiasa berkembang. Hegel menjelaskan bahwa struktur sosial dan politik dan
keadaan sosio-ekonomi suatu masyarakat adalah perwujudan roh akal budi yang lengkap. Disini
Hegel mengemukakan perubahan menuju posisi konservatif yang kemudian justru ditentang oleh
pengikut Hegel.

Reaksi Hegelian muda ini mempengaruhi Marx. Marx akhirnya menolak asumsi bahwa
penyalahgunaan sistem kapitalis yang meluas di Eropa pada masa itu dapat dihilangkan dengan
suatu perubahan sosial yang diprakarsai oleh kaum elit intelektual. Marx menganggap pendekatan
ini hanya mengabaikan kondisi-kondisi material dan sosial yang sebenarnya kelas buruh.

Kritik Marx terhadap sistem kapitalisme juga diarahkan pada pemikir ekonomi politik seperti Smith
dan Ricardo. Menurut Marx teori-teori ekonomi ini mengesampingkan hakikat sosial manusia.

Di sini Marx menolak pandangan-pandangan Hegel yang bersifat idealistik. Ia tidak menerima
bahwa kekuatan yang mendorong perubahan sejarah adalah munculnya ide-ide dengan roh akal
budi untuk melengkapi menifestasi diri.

Marx mengatakan bahwa kondisi-kondisi materil serta hubungan-hubungan sosial yang muncul dari
kondisi itu merupakan dasar perkembangkan intelektual atau kekuatan yang menyebabkan
perubahan sejarah. Ia tidak menerima pandangan Hegel yang menekankan ide-ide itu yang
berperan dalam perubahan sejarah.

Istilah materialism sejarah sangat tepat untuk menggambarkan aumsi-asumsi dasar tentang teoriteori Marx. Dalam karya The Communist Manifesto dan Das Capital secara tradisional sudah
diasumsikan bahwa tekanan utama Marx adalah pada kebutuhan material dan perjuangan kelas
sebagai usaha memenuhi kebutuhan hidup seseorang.

Marx tidak sepaham dengan ahli filsafat materialistik yang menekankan bahwa semua kenyataan
tidak lebih dari benda-benda yang bergerak. Menurut Marx, suatu pemahaman ilmiah yang dapat
diterima tentang suatu gejala sosial adalah dengan melihat langsung hakikat masalah sosial. Hal ini
mencakupi bahwa manusia tidak hanya sekedar organisme materil tetapi sebaliknya manusia itu
memiliki kesadaran diri subyektif dan kondisi materialnya.

Ia mengnggap teori Hegel ini mengabaikan suatu kenyataan bahwa ide-ide itu tidak mungkin asing
dari kehidupan material dan kehidupan sosial yang riil. Ide-ide adalah produk kesadaran subyektif
individu-individu, tetapi kesadaran tidak terpisah dari lingkungan material dan sosial. Tujuan akhir
adalah mengalihkan pengaruh filsafat yang bersifat membingungkan, yang terpisah dari kehidupan
manusia yang riil, menuju realisasi tujuan dari kritisisme filosofis dalam kegiatan ekonomi dan politik
praktis.

The German Ideology yang disusun bernama Engles. Dalam karya ini Marx mengatakan bahwa
perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk kesadaran, ideologi atau asumsi filosofis hanya
mencerminkan perubahan-perubahan kehidupan sosial, bukan penyebab perubahan kehidupan
sosial dan material manusia. Menurut Marx kesadaran individu subyek ini adalah kesadaran palsu.

Ideologi yang menyebabkan kesadaran palsu itu secara tajam Marx lemparkan pada agama. Agama
yang menekan kehidupan dunia akhirat dan harapan akan hidup sesudah mati menyebabkan orang
menganggap penderitaan fisik di dunia ini akan mendapat pahala di dunia akhirat nanti.
Keadaan ini menurut Marx adalah kesesatan yang perlu di robah secara revolusioner. Dan untuk itu
setiap langkah sistem yang ada perlu sikap keterbukaan adan kritis. Setiap ideology yang
menyimpang ini, menurut Marx sebagai salah satu penyebab individu itu tidak sadar akan kehidupan
yang riil.

Perubahan struktur sosio-ekonomi tergantung pada pembentukan kekuatan-kekuatan materil yang


terus bermunculan.

Marx menekankan bahwa perkembangan ide-ide revolusioner tergantung pada pembentukan


kekuatan-kekuatan materil yang baru yang melahirkan perubahan-perubahan dalam hubungan
sosial.
Keadaan zaman modern ini sudah semakin tajam masalah alienasi. Hasil kegiatan manusia menjadi
benda dalam yang asing atau sebagai benda dalam dunia yang berada di luar dirinya. Bahkan
manusia harus menyesuaikan diri dengan benda-benda itu. Misalnya manusia berada di bawah
kerja komputer atau mesin. Benda-benda yang diciptakan manusia itu berubah membatasi
kebebasab manusia itu sendiri. Meski secara sadar kita memahami bahwa keadaan itu disebabkan
oleh kita sendiri.

Alienasi ini bukan saja dalam soal kegiatan produksi manusia tetapi juga dalam kebuyaan
nonmaterial. Misalnya dalam Negara atau suatu perkumpulan, manusia membuat kebijaksanaan
atau peraturan. Peraturan yang diciptakan oleh manusia inimenjadi asing karena aturan itu akan
mengatur manusia.

Menurut Marx untuk mengatasi masalahalienasiperlu adanya identifikasi antara kondisi materil
dengan kondisi sosial.

Bagi marx teori-toeri ekonomi yang menekan individu, telah membuka persaingan bebas dengan
moto siapa yang kuat dia yang menang dan siapa yang kalah akan mundur. Kondisi ini hanya akan
membawa dampak yang lebih jauh yaitu kelompok bawah, menengah dan atas.

Keadaan ini menurut Marx sebagai akibat sistem kapitalisme yang hanya menekankan kepentingan
pribadi. Dalam sistem pembagian kerja ini kelompok buruhlah yang paling menderita. Terhadap soal
ini dengan keras Marx menjelaskan sebagai berikut: kalau produk buruh itu menjadi asing bagi saya
dan mengkonfrontasikan saya sebagai suatu kekuatan asing, siapa yang memilikinya? Kalau
kegiatan saya sendiri bukan milik saya tetapi sebagai suatu kegiatan yang asing dan memaksa, lalu
siapa yang memilikinya? bukan diri saya, tetapi orang lain di luar diri saya. Dan siapa yang lain itu?
Jawabannya adalah majikan kapitalis.

Masyarakat tanpa kelas yang diimpikan Marx ini samapai sekarang tetap utopi. Karena ternyata
perkembangan Negara-negara kapitalis pada jaman ini lebih memperlihatkan peningkatan hidup
yang lebih sejahtera dibandingkan dengan masyarakat yang sosialis.

b. Perjuangan kelas
Pengertian kelas adalah suatu kelompok yang berbeda dengan kelompok yang lain. Terbentuknya
kelas-kelas dalam masyarakat berkaitan dengan perjalanan sejarah.

Hierarki kelas-kelas ini muncul oleh adanya pembagian kerja yang bersifat sosial dan oleh adanya
hak milik atas benda-benda material. Ketika pemikiran tentang dunia ide sebagai kekuatanyang
berdiri sendiri dari kondisi-kondisi materil praktis maka terciptanya kerja kasar dan kerja otak.

Menurut paham sosialisme, keberadaan sosialah yang menentukan kehidupan masyarakat


sedangkan sesadaran itu hanyalah sebagai refleksi terhadap keberadaan sosial.

Kehidupan yang riil adalah struktur ekonomi masyarakat. Menurut Marx, bidang-bidang lain seperti
politik, pendidikan, agama, keluarga dan semua institusi sosial lainnya berlandaskan pada struktur
ekonomi. Marx menjelaskan bahwa ada dua bangunan yakni bangunan bawah dan bangunan atas.
Bangunan bawah adalah persoalan-persoalan ekonomi sedangkan bangunan atas adalah persoalan
sosial-budaya. Menurut Marx kalau bangunan bawah sudah kuat maka dengan mudah terbentuknya
bangunan atas, tetapi bukan sebaliknya.

Konsep perjuangan kelas dimulai dari pemikiran bahwa setiap individu dapat mengubah lingkungan
materilnya

melalui

kegiatan

produktif

untuk

bertahan

hidup

dalam

memenuhi

perbagai

kebutuhannya. Relasi ini menggalmbarkan perbedaan antara anggota-anggota dalam masyarakat


dalam kelompok-kelompok struktur ekonomi.

Menurut versi sosialis, kontradiksi yang paling mendalam-dalam setiap masyarakat adalah
pembagian kerja dan pemilikan pribadi. Menurut Marx pembagian kelas adalah factor dasar yang
paling mempengaruhi gaya hidup dan kesadaran individu.

Struktur kelas yang berbeda dalam masyarakat dapat kita kaitkan dengan konsep materialism
sejarah yang bergerak menurut hokum dialektika. Bagi Marx pemilikan atau control atas alat
produksi adalah dasar utama bagi kelas-kelas sosial dalam semua bentuk masyarakat.

Persoalan kelas ini pada awalnya seolah-olah diterima begitu saja tanpa dipermasalahkan.
Mengapa demikian? Keyakinan ini dipengaruhi agama yang mengajarkan bahwa hidup ini adalah
fana, yang penting dalam hidup ini adalah kita berbuat naik dan saleh.

Hubungan sosial yang ada dalam produksi akan menjadi hambatan bagi perkembangan kekuatankekuatan produksi dalam masyarakat. Keadaan ini akan terus berkembang dalam masyarakat
berikutnya dan dalam keadaan ini kelas-kelas tertentu yang mempunyai kepentingan akan
memperoleh kemajuan karena mempertahankan suatu sistem perkembang-perkembang tertentu.

Tetapi ada hambatan cita-cita Marx-Lenin akan masyarakat tanpa kelas itu yakni, oleh adanya
revolusi ilmiah dan teknologi pada zaman modern ini. Kemajuan teknologi modern telah
memperlemah perjuangan kelas. Meski menurut paham sosialisme bila keadaan ini dibiarkan maka
akan mempertajam kontradiksi-kontradiksi antagonistic lama dan memunculkan kontradiksi
antagonis yang baru.

Menurut versi sosialisme perjuangan kelas itu selalu mengadakan relasi-relasi dengan dunia
kapitalis. Sambil memperkuat sosialisme, serta berjuang untuk perdamaian dunia, perjuangan kelas
itu melawan kekuatan-kekuatan imperalisme. Demikian cita-cita sosialisme dalam menata dunia ini
dengan perjuangan kelas. Apakah ini menjadi persoalan yang satu-satunya perlu disoroti? Kita akan
terus berdiskusi dalam uraian selanjutnya buku ini.

c. Utopi Masyarakat Tanpa Kelas

Visi Marx mengenai masyarakat setelah sosialisme adalah masyarakat komunis.sebelum sampai
pada fase masyarakat komunis ada fase awal yang mempersiapkan fase itu yakni sosialisme.
Antara fase sosialisme dan komunisme mempunyai perbedaan dalam tingkat kematangan ekonomi,
sosial dan rohani.

Ciri masyarakat sosialisme adalah mengukukuhkan bahwa relasi-relasi yang dominan dalam
ekonomi itu berkaitan dengan hakikat sosial dari kekuatan-kekuatan produksi. Pada fase ini ada dua
kelas yang dominan yakni kelas pekerja dan kaum tani berkebunan kolektif, ini setidaknya bayangan
masyarakat sosialis yang diimpikan Marx pada masa hidupnya.

Ciri selanjutnya sosialisme menurut Marx adalah hilang antithesis historis antara kota dan desa,
meski ini belum hilang pembedaan-pembedaan tingkat perkembangan materi dan rohani, organisasi
kerja dan cara hidup, pelayanan medis dan fasilitas budaya dan lain-lain.

Pada fase sosialisme itu belum mampu menghilangkan pembedaan-pembedaan yang sungguhsungguh antara pekerjaan mental dan pekerjaan fisik tetapi dalam perkembangan ke tingkat yang
lebih tinggi, sosialisme itu sudah mampu mendistribusi barang-barang konsumsi menurut kuantitas
dan kualitas pekerjaan yang dilakukan.

Pada tahap akhir perkembangan sosialisme adalah pembentukan manusia yang memiliki kesadaran
komunis untuk masuk tahap tertinggi, yaitu masyarakat komunisme. Ketika masuk dalam fase
komunisme sudah tidak ada lagi kelas primer dan sekunder, yang ada adalah pemilikan seragam
atas sarana-sarana produksi oleh seluruh rakyat.

Komunisme merupakan suatu masyarakat yang sangat terorganisasi dari rakyat pekerja yang bebas
dan secara sadar. Komunisme merupakan wadah dalam suatu ikatan tempat perkembangan yang
bebas dari setiap individu dan menjadi suatu kondisi bagi perkembangan semua masyarakat yang
akan membawa dampak akan terbentuk deselarasan anatara individu dan masyarakat.

Bentuk masyarakat di bawah komunisme adalah organ-organ dan fungsinya tidak lagi akan bersifat
politik dan bukan suatu manajemen sosial terhadap suatu profesi khusus.

Kesempurnaan dalam prinsip-prinsip demokrasi, perluasan pengendalian masyarakat atas kegiatankegiatan badan-badan administrative kemudian perluasan jenjang prinsip pemilihan dan
bertanggung jawab mencakup semua pejapat tinggi Negara dan organisasi sosial.

Karena itu usaha dari masyarakat komunisme adalah menghilangkan kapitalisme dan membangun
masyarakat sosialis menuju masyarakat komunis. Kekuatan yang mendorong dan memimpin
kegiatan ini adalah kelas pekerja. Kelas ini yang mempersatukan semua rakyat yang tertindas dan
yang dieksploitir, serta memiliki simpati-simpati umat manusia yang progresif.

Untuk merealisasikan masyarakat tanpa kelas, konsep komunisme ilmiah menjadi salah satu
tonggak dalam mempelajari gerakan-gerakan sosial. Konsep ini menekankan bahwa kaum
proletariat akan memperlihatkan misi dunia-historisnya.

Sudut Hukum | Karakteristik Ekonomi Islam

Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam al-Mawsuah alIlmiyah wa al-Amaliyah al-Islamiyah dalam Ghufran, yang dapat diringkas sebagai berikut:

Pertama: Harta kepunyaan Allah dan manusia khalifah harta. Karakteristikpertama ini terdiri dari
dua bagian, yaitu semua harta, baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah),
dan manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Hak milik pada hakikatnya adalah milik Allah.
Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah.

Kedua: Ekonomi Islam terikat dengan akidah, syariat (hukum) dan moral. Hubungan ekonomi
Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam
semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Di antara bukti hubungan ekonomidan moral
dalam Islam adalah:
1.

Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan

kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat.


2.

Larangan melakukan penipuan dalam transaksi.

3.

Larangan menimbun emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga

mencegah

peredaran

uang,

karena

uang

sangat

diperlukan

buat

mewujudkan

kemakmuran perekonomian dalam masyarakat. Menimbun uang berarti menghambat


fungsinya dalam memperluas lapangan produksi dan penyiapan lapangan kerja buat para
buruh.
4.

Larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam

masyarakat.

Ketiga: Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan. Islam adalah agama yang menjaga diri,
tetapi juga toleran (membuka diri). Selain itu, Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan
(mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).

Keempat: Keadilan dan keseimbangan dalam melindungi kepentingan individu dan masyarakat.
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan
mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya
keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam
sistem islam untuk kepemilikan individu dan umum.

Kelima: Bimbingan Konsumsi. Dalam konsumsi Islam mempunyai pedoman untuk tidak
melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan.

Keenam: Petunjuk Investasi. Kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, memandang
ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi.

Ketujuh: Zakat. Zakat adalah sedekah yang diwajibkan atas harta seorang muslim yang telah
memenuhi syarat, bahkan ia merupakan rukun Islam yang ketiga. Zakat merupakan sebuah sistem
yang menjaga keseimbangan dan harmoni sosial di antara muzzaki dan mustahik. Zakat juga
bermakna komitmen yang kuat dan langkah yang konkret dari negara dan masyarakat untuk
menciptakan suatu sistem distribusi kekayaan dan pendapatan secara sistematik dan permanen.

Kedelapan: Larangan riba. Islam telah melarang segala bentuk riba karenanya itu harus
dihapuskan dalam ekonomi Islam. Pelarangan riba secara tegas ini dapat dijumpai dalam al-Quran
dan hadist. Arti riba secara bahasa adalah ziyadah yang berarti tambahan, pertumbuhan, kenaikan,
membengkak, dan bertambah, akan tetapi tidak semua tambahan atau pertumbuhan dikategorikan
sebagai riba.

Kesembilan: Pelarangan Gharar. Ajaran islam melarang aktivitas ekonomi yamg mengandung
gharar. Gharar adalah sesuatu dengan karakter tidak diketahui sehingga menjual hal ini adalah
seperti perjudian.

Kesepuluh: Pelarangan yang haram. Dalam ekonomi Islam segala sesuatu yang dilakukan harus
halalan toyyiban, yaitu benar secara hukum Islam dan baik dari perspektif nilai dan sesuatu yang
jika dilakukan akan menimbulkan dosa. Haram dalam hal ini bisa dikaitkan dengan zat atau
prosesnya dalam hal zat, Islam melarang mengonsumsi, memproduksi, mendistribusikan, dan
seluruh mata rantainya terhadap beberapa komoditas dan aktivitasnya.

Latar belakang Ekonomi Islam


LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

Sebagai muslim kita yakin bahwa melalui Al-Quran dan As-Sunnah, telah diatur garis besar aturan untuk
menjalankan kehidupan ekonomi, dan untuk mewujudkan kehidupan ekonomi, sesungguhnya Allah telah

menyediakan sumber daya Nya dan mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya, sebagaimana
firman-Nya dalam:

QS. Al Bagaroh (2) ayat 29:

Dia lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menciptakan
langit, lalu dijadikan Nya tujuh langit, dan dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Namun, pada kenyataannya, kita dihadapkan pada system ekonomi konvensional yang jauh lebih kuat
perkembangannya daripada system ekonomi islam. Kita lebih paham dan terbiasa dengan tata cara
ekonomi konvensional dengan segala kebaikan dan keburukannya..

Sebagai muslim, kita dituntut untuk menerapkan keislamannya dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk
dari aspek ekonomi. Maka mempelajari sistem ekonomi Islam secara mendalam adalah suatu keharusan,
dan untuk selanjutnya disosialisasikan dan diterapkan.

Makalah ini disusun dari berbagai sumber dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang ekonomi
Islam. Untuk memudahkan pemahaman, pendekatan yang digunakan adalah melalui analisis
perbandingan dengan system ekonomi konvensional.

I. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Perbedaan Ekonomi Islam dan Konvensional

1. Sumber (Epistemology) dan Tujuan Kehidupan

Ekonomi Islam berasaskan kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Perkara-perkara asas muamalah
dijelaskan di dalamnya dalam bentuk suruhan dan larangan. Suruhan dan larangan tersebut bertujuan
untuk pembangunan keseimbangan rohani dan jasmani manusia berasaskan tauhid.

Ekonomi konvensional lahir berdasarkan pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu
sehingga tidak bersifat kekal dan selalu membutuhkan perubahan-perubahan.

Tujuan yang tidak sama tersebut akan melahirkan implikasi yang berbeda. Pakar ekonomi Islam
bertujuan untuk mencapai al-falah di dunia dan akhirat, sedangkan pakar ekonomi konvensional
mencoba menyelesaikan segala permasalahan yang timbul tanpa ada pertimbangan mengenai soal
ketuhanan dan keakhiratan tetapi lebih mengutamakan untuk kemudahan dan kepuasan manusia di
dunia saja. Ekonomi Islam meletakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dimana segala bahanbahan yang ada di bumi dan di langit adalah diperuntukan untuk manusia, firman Allah SWT dalam QS
an-Nahl ayat 12-13:

Dan dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu
ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), (QS an-Nahl:12)
Dan dia (menundukan pula) apa yang dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan
macamnya. Sesungguhna pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang mengambil pelajaran (QS an-Nahl:13)

Harta dalam ekonomi islam bukan tujuan kehidupan tetapi sebagai jalan untuk mencapai nikmat dunia
akhirat. Sedangkan ekonomi konvensional meletakan keduniawian sebagai tujuan utama yang

mengutamakan kepentingan individu atau golongan tertentu serta menindas golongan atau individu yang
lemah.

2. Masalah Kelangkaan dan Pilihan

Dalam ekonomi konvensional masalah ekonomi timbul karena adanya kelangkaan sumber daya yang
dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Dalam Islam, kelangkaan sifatnya relatif bukan
kelangkaan yang absolut dan hanya terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu dan kelangkaan
tersebut timbul karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumberdaya yang telah
diciptakan Allah.

Kelangkaan membutuhkan pengetahuan untuk melakukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional,


masalah pilihan sangat tergantung pada macam-macam sifat individu. Mereka mungkin tidak
memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Dalam ekonomi Islam, kita tidak berada pada
kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang
tegas berdasarkan kitab suci Al-Quran dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam kesejahteraan
sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga
dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorangpun menjadi lebih baik dengan menjadikan orang
lain lebih buruk di dalam kerangka Al Quran atau Sunnah.

3. Konsep Harta dan Kepemilikan

Semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah (QS al-Baqaroh ayat 284) dan manusia
adalah khalifah atas harta miliknya (QS al-Hadid ayat 7). Maksud dari kalimat tersebut adalah bahwa
semua harta yang ada ditangan manusia pada hakekatnya kepunyaan Allah, karena Dia yang
menciptakan. Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.

Jelaslah bahwa dalam Islam kepemilikan pribadi, baik atas barang-barang konsumsi ataupun barangbarang modal, sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan orang lain dan dengan ajaran Islam. Sementara dalam ekonomi
kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas, sedangkan dalam ekonomi
sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan negara.

Salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain
adalah Zakat. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta,
agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
Jika dalam ekonomi konvensional pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai dan
pungutan, maka Islam lebih memperkayanya dengan zakat, jizyah, kharas (pajak bumi) dan pampasan
perang.

4. Konsep Bunga

Suatu system ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba) karena riba merupakan pemerasan kepada
orang yang terdesak atas kebutuhan. Islam sangat mencela penggunaan modal yang mengandung riba.
Dengan alasan inilah, modal telah menduduki peranan penting dalam ekonomi Islam. (tambahin dong)

B. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

1. Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah suatu ilmu yang multidimensi/interdisiplin, komprehensif dan saling terintegrasi,
meliputi ilmu syariah yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunah, dan juga ilmu rasional (hasil

pemikiran dan pengalaman manusia), dimana dengan ilmu ini manusia dapat mengatasi masalahmasalah keterbatasan sumberdaya untuk mencapai falah.

Falah yang dimaksud adalah mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia, yang meliputi aspek
spiritualitas, moralitas, ekonomi, sosial, budaya, serta politik baik yang dicapai didunia maupun di akhirat.
(Mustafa Edwin Nasution & tim)

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang memiliki empat nilai utama, yaitu: Rabbaniyyah, Ahlak, Kemanusian
dan Pertengahan, dimana nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan atau keunikan yang utama bagi
ekonomi Islam.

Nilai-nilai ekonomi Islam itu adalah:

a. Ekonomi Ilahiah, karena titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah dan cara-caranya
tidak bertentangan dengan syariatNya. Kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, penukaran, dan
distribusi, diikatkan pada prinsip Ilahiah dan pada tujuan Ilahiah, sebagaimana firman-Nya:

Dia-lah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya, dan
makanlah dari sebagian rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu kembali setelah dibangkitkan (QS
al-Mulk:15)

Ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan kebutuhan manusia dan
sarana yang lazim baginya agar bisa bertahan hidup dan bekerja untuk mencapai tujuannya yang tinggi..
Ekonomi merupakan sarana penunjang baginya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan risalahnya. Islam
adalah sistem yang sempurna bagi kehidupan, baik kehidupan pribadi, umat, kehidupan semua segi
seperti pemikiran, jiwa, dan ahlak. Juga pada segi kehidupan dibidang ekonomi, social maupun politik.

Ekonomi adalah bagian dari Islam. Ia adalah bagian yang dinamis dan bagian yang sangat penting, tetapi
bukan asas dan dasar bagi bangunan Islam, bukan titik pangkal ajarannya, bukan tujuan risalahnya,
bukan ciri peradabannya dan bukan pula cita-cita umatnya

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang memiliki pengawasan internal atau hati nurani, yang ditumbuhkan
oleh iman didalam hati seorang muslim, dan menjadikan pengawas bagi dirinya. Hati nurani seorang
muslim tidak akan mengizinkan untuk mengambil yang bukan haknya, memakan harta orang lain dengan
cara yang batil, juga tidak memanfaatkan keluguan dan kelemahan orang yang lemah, kebutuhan orang
yang mendesak, atau memanfaatkan krisis makanan, obat-obatan, dan pakaian dalam masyarakat.
Seorang muslim tidak akan memanfaatkan kesempatan untuk meraup milyaran rupiah dari kelaparan
orang yang lapar dan penderitaan orang yang menderita.

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada Hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian dari harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahuinya, (QS
al-Baqarah:189)

b. Ekonomi Ahlak, Bahwa ekonomi Islam memadukan antara ilmu dan ahlak, karena, ahlak adalah daging
dan urat nadi kehidupan Islami. Karena Risalah adalah risalah ahlak, sesuai sabda Rasulullah saw:

Sesungguhnya tiadalah aku diutus, melainkan hanya untuk menyempurnakan ahlak, (al-Hadits)

Sesungguhnya Islam sama sekali tidak mengizinkan ummatnya untuk mendahulukan kepentingan
ekonomi di atas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama.

Kesatuan antara ekonomi dan ahlak ini akan semakin jelas pada setiap langkah-langkah ekonomi, baik

yang berkaitan dengan produksi, distribusi, peredaran, dan konsumsi. Seorang muslim baik secara
pribadi maupun secara bersama-sama tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya atau apa
yang menguntungkannya.

Masyarakat muslim juga tidak bebas sebebas-bebasnya dalam memproduksi berbagai macam barang,
mendistribusikan, mengeluarkan dan mengkonsumsinya, tetapai terikat oleh undang-undang Islam dan
hukum syariatnya.

c. Ekonomi Kemanusiaan, ekonomi Islam adalah ekonomi yang berwawasan kemanusiaan, karena tidak
ada pertentangan antara aspek Ilahiah dengan aspek kemanusiaan, karena menghargai kemanusiaan
adalah bagian dari prinsip Ilahiah yang telah memuliakan manusia dan menjadikannya sebagai KhalifahNya dimuka bumi ini. Jika prinsip-prinsip ekonomi Islam berlandaskan kepada al-Quran dan as-Sunnah,
yang merupakan nash-nash Ilahiah, maka manusia adalah pihak yang mendapatkan arahan (mukhathah)
dari nash-nash tersebut. Manusia berupaya memahami, menafsirkan, menyimpulkan hukum, dan
melakukan analogi (qiyas) terhadap nash-nash tersebut. Manusia pula yang mengusahakan
terlaksananya nash-nash tersebut dalam realitas kehidupan. Manusia dalam system ekonomi adalah
sasaran, sekaligus merupakan sarana.

Ekonomi islam juga bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang
disyariatkan. Manusia perlu hidup dengan pola kehidupan yang Rabbani dan sekaligus manusiawi,
sehingga ia mampu melaksnakan kewajibannya kepada Tuhannya, kepada dirinya, kepada keluarganya,
dan kepada sesama manusia.

Sesungguhnya Aku jadikan di muka bumi ini Khalifah.. (QS al-Baqarah: 30)

Nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam pada sejumlah nilai yang ditunjukkan Islam di dalam
al-Quran dan as-Sunnah. Dengan nilai tersebut muncul warisan yang berharga dan peradaban yang
istimewa.

d. Ekonomi Pertengahan, artinya bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan pada prinsip
pertengahan dan keseimbangan yang adil. Islam menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, antara
individu dan masyarakat. Di dalam individu diseimbangkan antara jasmani dan ruhani, antara akal dan
hati, antara realita dan fakta.

Dalam bidang ekonomi kita menemukan pelaksanaan prinsip keseimbangan pada semua bidang. Ia
menyeimbangkan antara modal dan aktifitas, antara produksi dan konsumsi, antara barang-barang yang
diproduksi antara satu dengan yang lainnya.

Ekonomi Islam tidak pernah melupakan unsur materi, pentingnya materi bagi kemakmuran dunia,
kemajuan ummat manusia, realisasi kehidupan yang baik baginya, dan membantu melaksanakan
kewajibannya. Akan tetapi Islam senantiasa mempertegas bahwa kehidupan ekonomi yang baik,
walaupun merupakan tujuan Islam yang dicita-citakan, bukanlah tujuan akhir. Ia, pada hakikatnya, adalah
sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan lebih jauh.

Sedangkan ekonomi Islam menjadikan tujuan di balik kesenangan dan kesejahteraan kehidupan adalah
meningkatkan jiwa dan ruh manusia menuju kepada Tuhannya. Manusia tidak boleh disibukkan semata
oleh usaha pencarian kemenangan dan materi, sehingga lupa akan marifah kepada Allah, ibadah
kepada-Nya, berhubungan baik dengan-Nya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan yang
lebih baik dan lebih kekal.
(Dr, Yusuf Qardhawi)

Islamic Economics is the knowledge and applications and rules of the syariah that prevent injustice in the
requisition and disposal of material resources in order to provide satisfaction to human being and enable
them to perform they obligation to Allah and the society
(Hasanuz Zaman)

Islamic economics is the Muslim thinkerresponse to the economic challenges of their times. In this
endeavor they were aided by the Quran and the Sunna as well as by reason and experience
(M Nejatullah Siddiqi)

Islamic Economics aims at the study of human falah (well being) achieved by organizing the resources of
the earth on basis of cooperation and participation
(M Akram Khan)

2. Prinsip-Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi Rabbani
karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiah. Dikatakan ekonomi Insani karena system ekonomi ini
dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.

Keimanan sangat penting dalam ekonomi Islam karena secara langsung akan mempengaruhi cara
pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera dan preferensi manusia. Berbeda
dengan paham naturalis yang menempatkan sumberdaya sebagai factor terpenting atau paham
monetaris yang menempatkan model financial sebagai yang terpenting, dalam ekonomi Islam sumber
daya insani menjadi faktor terpenting. Manusia menjadi pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai
sumber daya yang ada.

Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan
kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi
guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat
nanti.
Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan
faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam
menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan
masyarakat.

Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai
pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan
Allah SWT dalam Al Qur'an: 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara
kamu' (QS 4 : 29).

Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran
produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkap kan bahwa, 'Apa
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu' (QS
57:7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan
industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan
umum.

Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang
banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak yang

sama atas air, padang rumput dan api" (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua
industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan
harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri
dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.

Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur'an sebagai
berikut: 'Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing
diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya' (QS 2:281). Oleh karena
itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil,
dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.

Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat
merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta
tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat
para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak
produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata,
pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari
pendapatan bersih investasi.

Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu
berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara
bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya
ayat-ayat Al Qur'an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.

II. KESIMPULAN

Ekonomi Islam sangat berbeda dengan ekonomi konvensional, dimana ekonomi konvensional lahir dari
pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu sehingga tidak bersifat kekal dan selalu

membutuhkan perubahan-perubahan, sedangkan ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan


nilai-nilai utama seperti Rabbaniyyah, ahlak, kemanusian dan pertengahan.

Ekonomi Islam didasari oleh pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti, arahan-arahan prinsip yang
bersumberkan dari nash-nash Quran dan Hadist yang bersifat kekal tidak akan mengalami perubahan.

Ekonomi konvensional muncul sebagai akibat dari kelangkaan sumber daya dibandingkan dengan
keinginan manusia yang serba tidak terbatas, sementara ekonomi Islam tidak menjadikan kelangkaan
dan pemenuhan keinginan manusia menjadi penyebab timbulnya permasalahan ekonomi, melainkan
hanya bersifat relatif bukan absolute dan hanya terjadi pada suatu dimensi ruang dan waktu.

Anda mungkin juga menyukai