Anda di halaman 1dari 8

Limbah logam berat Pb, Cu, Zn, Mn dan Fe sebagai hasil dari proses konsentrasi bijih emas

rakyat di daerah Sangatta, Kalimantan Timur yang dibuang ke badan perairan, sudah mencemari
lingkungan dan sungai di sekitarnya hingga ke daerah hilir. Hal ini perlu penanganan serius
mengingat bahwa pencemaran limbah logam berat tersebut dapat membahayakan kesehatan
manusia, seperti yang terjadi di Jepang yaitu kasus Minamata. Pencemaran ini dapat diatasi
dengan proses penangkapan logam berat pada daerah pembuangan pertama, untuk mencegah
masuknya logam berat tersebut ke badan perairan di daerah hulu sungai. Penangkapan limbah
dilakukan melalui proses biosorpsi dengan memanfaatkan media biomasa yang mudah diperoleh
di daerah setempat, seperti jarong, jerami, alang-alang, eceng gondok, sekam padi dan bagas.
Metode yang digunakan adalah absorbsi kation logam berat oleh dinding sel media bio yang
bermuatan negatip dari gugus karboksil, hidroksil, sulfidril, amina dan fosfat. Gugus fungsi yang
tidak bermuatan seperti atom N dalam peptida berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk
senyawa koordinasi dengan kation logam. Ikatan koordinasi antara dinding sel dan logam
melibatkan ligan dan sisi aktif yang berbeda untuk setiap species, antara lain gugus karboksil dan
fosforil yang membentuk ikatan primer dengan logam. Ikatan sekunder yang lemah terbentuk
antara gugus hidroksil dan amil. Untuk itu dilakukan percobaan menggunakan berbagai media
bio yang mudah diperoleh di daerah setempat seperti jarong, jerami, alangalang, eceng gondok,
sekam padi dan bagas. Teknologi yang digunakan berupa unggun media bio yang ditempatkan
masing-masing dalam 6 buah kolom tegak yang terbuat dari PVC dan persfex berdiameter 20 cm
dengan tinggi 180 cm. Setiap kolom dilengkapi dengan keran pengatur debit air, kontrol tinggi
air dan pompa sirkulasi.
Percobaan yang dilakukan secara aliran batch dan kontinu memberikan hasil bahwa penyerapan
ion logam Fe tertinggi diperoleh untuk keseluruhan media biomasa jarong, jerami, alangalang,
eceng gondok, sekam padi dan bagas, yaitu sekitar 1100 mg/g. Ion logam lainnya seperti Pb, Cu,
Zn dan Mn berada pada tingkat yang lebih rendah, yaitu sekitar 1/5 kemampuan serapan
terhadap ion Fe. Serapan terendah diperoleh untuk ion logam Cu yaitu sekitar 7 mg/g.
Untuk aplikasi di lapangan, dilakukan penyaringan fisik terlebih dahulu, guna mencegah
banyaknya partikel solid yang menutupi permukaan media biomasa, sehingga dayaserapnya
lebih baik.
Anonim. 2011. Biosorpsi. http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Lingkungan/biosorpsi.asp (diakses
tanggal 04-11-2013)

Salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran logam berat di perairan adalah dengan
bioakumulasi yaitu proses yang memanfaatkan mikroba sebagai bioadsorben untuk
mengakumulasi berbagai logam.


Metode atau teknologi ini sangat menarik untuk dikembangkan dan diterapkan, karena
memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi yaitu penggunaanya lebih efektif
daripada ion exchange dan reverse osmosis dalal kaitannya dengan sensitivitas kehadiran
padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari
proses pengendapan (presipitation) jika dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan
perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Selain itu penanganan logam berat dengan
mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan
(Anonymous, 2009).

Bioakumulasi merupakan pengikatan ion-ion logam pada struktur sel mikroba khususnya
pada dinding sel yang disebabkan oleh beberapa macam cara yaitu system transport aktif karbon,
ikatan permukaan dan mekanisme lain yang tidak diketahui (Atlas and Bartha, 1993;Mallick and
Rai, 1992). Beberapa contoh bakteri dan jamur yangd apat mengakumulasi logam berat (Gadd,
1992).
Dian. 2012. Pencemaran Logam Berat.
http://dsaloveskat-tun.blogspot.com/2012/02/pencemaran-logam-berat.html (diakses tanggal 0411-2013)
Penanggulangan pencemaran logam berat dengan menggunakan bahan organik dapat membuat
logam berat yang ada di tanah menjadi tidak tersedia bagi tanaman sehingga tidak berbahaya.
Penggunaan bahan organik tentu tidak berbahaya bagi tanaman karena tidak akan merusak sifatsifat tanah bahkan akan membuat sifat-sifat tanah tersebut menjadi lebih baik. Namun
kekurangan dari cara ini adalah diperlukan jumlah bahan organik yang cukup banyak untuk bisa
mengatasi masalah pencemaran logam berat ini. Ditambah lagi bahan organik tidak selalu cepat
tersedia dan tidak bisa langsung bisa di aplikasikan di lahan pertanian. Hal ini karena bahan
organik harus memiliki C/N rasio yang rendah agar bisa diaplikasikan di tanah dengan aman.
Penanggulangan pencemaran logam berat dengan cara pencucian pada prinsipnya melarutkan
unsur-unsur logam berat dengan air dan membawanya keluar dari lahan tersebut melalui saluran
drainase. Cara ini dilakukan dengan menggenangi lahan yang tercemar logam berat dengan air
dari saluran irigasi yang tidak terkontaminasi logam berat. Setelah tergenang maka unsure logam
berat tersebutr akan terlarut dengan air sehingga dapt di keluarkan dari lahan yang tercemar
tersebut melalui saluran drainase. Tetapi cara ini tidak menyesaikan masalah secara tuntas. Cara
ini hanya memindahkan lokasi pencemaran logam berat tersebut dari satu tempat ketempat lain.
Air sisa penggenangn yang mengandung logam berat akan mencemari tempat lain. Sehingga cara
ini tidak akan efektif bila air sisa penggenangan tidak di berikan perlakuan khusus agar tidak
mencemari tempat lain. Kendala lain yang akan dihadapi apabila menggunakan cara ini adalah
sulitnya mencari sumber air yang benar-benar bersih dari unsur pencemar ( logam berat).
Cara penanggulang lain yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran logam berat di
tanah pertanian adalah pengapuran. Cara ini cukup efektif untuk menanggulangi pencemaran

logam berat di tanah terutama untuk unsur logam berat Pb. Pb di dalam tanah hanya tersedia bila
kondisi tanah tersebut masam. Kalsium yang ada pada kapur yang bereaksi dengan air akan
menghasilkan ion hodroksil yang akan mengimbangi keberadan (kosentrasi) ion hydrogen pada
tanh masam sehingga kondis tanah tidak lagi terlalu masam. Kondisi ini menyebabkan
kemampuan koloid tanah dalam menjerap kation meningkat. Ketika kondisi ini terwujut Pb
tidak lagi tersedia bagi tanaman dan tidak akan bersifat racun bagi tanaman. Cara ini memang
efektif untuk menanggulangi pencemaran logam berat Pb namun masih belum terbukti secara
efektif bisa menanggulagi pencemaran logam berat lain.
Metode Bioremediasi dilakukan dengan memanfaatkan mikrobia sebagai perantara proses fisika
dan reaksi kimia yang berlangsung secara metabolic. Bakteri yang dapat digunakan untuk
metode ini antara lain bakteri Pseidomonas, Bacillus,Thiobacillusdan bakteri penambat N.
Namun apabila unsur logam berat terlalu heterogen maka tidak semua unsure tersebut dapat
diolah oleh mikrobia tersebut. Apabila konsentrasi logam berat terlalu tinggi mikrobia juga tidak
bisa mengolahnya menjadi makanannya bahkan akan bersifat racun bagi mikrobia itu sendiri.
Selain itu bakteri-bakteri yang dapat digunakan untuk menanggulangi pencemaran logam berat
tersebut sebagiannya adalah bakteri penyebab penyakit bagi tanaman.
Metode terakhir yang bisa ditawarkan dalam tulisan ini adalah metode fitoremediasi. Metode
fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan. Tumbuhan tertentu yang dapat menyerap logam
berat dan tahan terhadap sifat racun dari logam berat tersebut. Salah satu tumbuhan yang dapat
digunakan dalam metode ini adalah tumbuhan Eceng Gondok (Eichomia crassipes). Tumbuhan
eceng gondok yang hidup di atas air dapat menyerap logam berat Pb sebanyak 5,167 ppm atau
96,4 % dan logam berat Fe turun sebanyak 3,177 ppm atau 65,45 % dalam kurun waktu tujuh
hari. Cara ini dapat diaplikasikan di sumber atau saluran irigasi yang tercemar logam berat
sehingga air tersebut dapat digunakan untuk proses pencucian lahan yang telah tercemar dan di
apliksikan juga di saluran drainasi sehingga logam berat hasil pencucian tadi tidak mencemari
tempat lain.
Cara penanggulangan secara fisika dengan panggenagan tidak terlalu efektif karena sulit untuk
mencari sumber air irigasi yang bersih dari logam berat dan sisa logam berat yang ada di tanah
yang di genangi tersebut akan mencemari tempat lain jika tidak ada perlakuan khusus yang bisa
mengurangi konsentrasi logam berat yang ada di air sisa penggenangan. cara pengapuran belum
terbukti bisa mengatasi pencemaran logam berat selain Pb jadi belum efektif di gunakan untuk
tanah yang terkontaminasi jenis logam berat yang cukup banyak dan bervariasi.
Penanggulangan dengan mikrobia (bioremediasi) membutuhkan pertimbangan yang panjang
untuk memilih jenis mikrobia yang akan digunakan. Selain karena sulit mencari jenis mikrobia
yan g benar-benar tahan terhadap sifat racun logam berat sebagian dari jenis mikrobia yang bisa
di gunakan merupakan mikrobia penyebab penyakit tanaman. Sehingga tidak efektif jika harus
diaplikasikan di lahan pertanian. Cara fitoremediasi adalah cara yang paling efektif untuk

menyerap logam berat yang ada di air sehingga tidak ada lagi akumulasi logam berat yang dapat
menambah pencemaran logam berat yang jenis unsurnya sanagt banyak.
Dari metode- metode di atas ada dua cara yang dapat digunakan dalam waktu yang bersamaan
dan dapat menutupi kekurangan dari tiap metode tersebut satu sama lain. Kedua cara tersebut
adalah metode fitoremediasi dengan eceng gondok dan metode pencucian. Cara ini
relatif mudah dan cukup efektif dalam menanggulangi unsur logam berat. Cara ini hanya
memerlukan kontrol populasi eceng gondok secra rutin agar tidak tibul sedimen.
Ikram. 2010. Pencemaran Logam Berat.
http://ikramilmutanah.blogspot.com/2010/12/pencemaran-logam-berat.html (diakses tanggal 0311-2013)
Prioritas untuk memberhentikan atau mengeliminasi logam yang bersifat toksik dari
proses produksi harus dilakukan. Contohnya logam krom heksavalen (Cr+6) sebuah logam yang
sangat beracun bahkan dalam konsentrasi rendah.

Logam yang bersifat karsiogenik

(menyebabkan kanker) ini masih digunakan oleh indsutri penyamakan kulit. Bahan Cr +6 ini
terdeteksi di titik sampel Majalaya, Rancaekek, Margaasih, Batujajar, Cihaur, Jatiluhur.
Dari kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengendalian pencemaran air
di Indonesia masih mengandalkan model pendekatan atur dan awas (command and control ),
di mana pemerintah menerapkan baku mutu dan persyaratan yang harus dipatuhi oleh pelaku
usaha.
Untuk memenuhi aturan baku mutu, pelaku usaha mengandalkan instalasi pengolahan
akhir limbah (IPAL) atau sistem end of pipe . Terlepas dari masalah kurangnya kemampuan
pemerintah dalam mendeteksi dan menindak pelanggaran, terutama buangan ilegal; terdapat
masalah mendasar/intrinsik yang tidak dapat ditangani oleh sistem end of pipe .
Bagaimana mengolah materi yang sulit terurai? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah
dengan cara memastikan nol buangan bahan berbahaya beracun di sepanjang proses hingga akhir
produksi adalah dengan memastikan tidak ada toksik persisten yang digunakan di awal produksi.
Satu-satunya cara adalah dengan program produksi bersih (Cleaner Production ).
Produksi bersih adalah usaha berkelanjutan pada seluruh siklus hidup produk dan proses untuk
mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada
pencegahan dan terpadu untuk diterapkan pada seluruh siklus produksi. Produksi bersih
merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau pencegahan dan

terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk
dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut, memiliki
tujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik
pada penggunaan bahan mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih
baik, melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi
dampak produk terhadap lingkungan. Produksi bersih berfokus pada usaha pencegahan
terbentuknya limbah, yang merupakan salah satu indikator inefisiensi. Dengan demikian, usaha
pencegahan tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi
terbentuknya limbah serta pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang. Keberhasilan
upaya ini akan menghasilkan penghematan yang besar karena penurunan biaya produksi yang
signifikan sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan. Istilah produksi bersih
mulai diperkenalkan oleh UNEP (United Nations Environment Program) pada bulan Mei 1989
dan diajukan secara resmi pada bulan September 1989 pada seminarThe Promotion of Cleaner
Production di Canterbury, Inggris. Indonesia sepakat untuk mengadopsi definisi yang
disampaikan oleh UNEP tersebut.
Beberapa kata kunci yang perlu dicermati dalam produksi bersih adalah pencegahan,
terpadu, terus-menerus dan mengurangi risiko. Dalam strategi pengelolaan lingkungan melalui
pendekatan produksi bersih, segela upaya dilakukan untuk mencegah atau menghindari
terbentuknya limbah. Keterpaduan dalam konsep produksi bersih dicerminkan dari banyaknya
aspek yang terlibat seperti sumber daya manusia, teknik teknologi, finansial, manajerial
dan lingkungan. Strategi produksi bersih menekankan adanya upaya pengelolaan lingkungan
secara terus-menerus. Suatu keberhasilan atau pencapaian target pengelolaan lingkungan bukan
merupakan akhir suatu upaya melainkan menjadi input bagi siklus upaya pengelolaan lingkungan
berikutnya. Mengurangi risiko dalam produksi bersih dimaksudkan dalam arti risiko keamanan,
kesehatan, manusia dan lingkungan serta hilanganya sumber daya alam dan biaya perbaikan atau
pemulihan. Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk mengharmonisasikan upaya
perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan
pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta memperkuat daya
saing produk di pasar internasional.

Prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih adalah :

Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta
menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya
limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau mengurangi timbulnya masalah
pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap manusia.

Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun
produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.

Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam
pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik dari pihak pemerintah,
masyarakat maupun kalangan dunia (industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan pola
manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan
aspek lingkungan.

Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi


sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu
membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkaliwaktu yang
diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.

Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan
peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada pengaturan secara command
control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan
peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap
dan tingkah laku.
Produksi bersih dapat dijadikan sebuah model pengeloaan lingkungan dengan

mengedepankan efisiensi yang tinggi pada sebuah industri, sehingga timbulan/hasil limbah dari
sumbernya dapat dicegah dan dikurangi. Penerapan produksi bersih akan menguntungkan
industri karena dapat menekan biaya produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan
menjadi lebih baik. Penerapan produksi bersih di suatu kawasan industri dapat digunakan
sebagai pendekatan untuk mewujudkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan. Dampak
terhadap lingkungan dapat dievaluasi sejak awal merancang produk dan proses, hingga
bagaimana produk tersebut dikonsumsi.
Anonim. 2013. Produksi Bersih cara Mengatasi Pencemaran limbah b3.

http://satuharapan.com/read-detail/read/produksi-bersih-cara-mengatasi-pencemaran-limbah-b3di-sungai/ (diakses tanggal 04-11-2013)


Salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran logam berat di perairan adalah dengan
bioakumulasi yaitu proses yang memanfaatkan mikroba sebagai bioadsorben untuk
mengakumulasi berbagai logam.
1. Metode atau teknologi ini sangat menarik untuk dikembangkan dan diterapkan, karena
memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi yaitu penggunaanya lebih
efektif daripada ion exchange dan reverse osmosis dalal kaitannya dengan sensitivitas
kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta,
lebih baik dari proses pengendapan (presipitation) jika dikaitkan dengan kemampuan
menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Selain itu penanganan
logam berat dengan mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak
berbahaya bagi lingkungan (Anonymous, 2009).
2. Bioakumulasi merupakan pengikatan ion-ion logam pada struktur sel mikroba khususnya
pada dinding sel yang disebabkan oleh beberapa macam cara yaitu system transport aktif
karbon, ikatan permukaan dan mekanisme lain yang tidak diketahui (Atlas and Bartha,
1993;Mallick and Rai, 1992). Beberapa contoh bakteri dan jamur yangd apat
mengakumulasi logam berat (Gadd, 1992).
ORGANISME
Thiobacillus ferrooxidans
Bacillus cereus
Oogloea sp
Citobacter sp
Rhizophus arrhizus

ELEMEN

AKUMULASI

Perak
Cadmium
Nikel
Plumbum
Cadmium
Cadmium
Plumbum
Merkuri

KERING)
25
4-9
13
34-40
170
3
10
6

Logam berat yang dapat mencemari lingkungan

(%BERAT

1. Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 sehingga tidak dapat terurai
melalui proses biodegradasi seperti pencemar organik logam berat dapat terakumulasi
dalam lingkungan terutama dalam sedimen sungai karena dapat terikat dengan senyawa
organik dan anorganik melalui proses absorbsi dan pembentukan senyawa kompleks.
2. Logam berat yang umumnya membentuk senyawa toksik yang sering terdapat dalam
pencemaran air adalah merkuri (Hg), cadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), raksa
(Hg), nikel (Ni), zink (Zn) dan timah hitam (Pb). Penyebab terjadinya pencemaran logam
berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah
buangan industri dan pertambangan. Berikut jenis-jenis indsutri pembuang limbah yang
mengandung logam berat (Najazi, 2010).
Jenis Industri

Logam

Berat

yang

Terkandung

Kertas
Petro-chemical
Pengelantang
Pupuk
Kilang minyak
Baja
Logam bukan besi
Kendaraan bermotor, pesawat terbang
Gelas, semen, keramik
tekstil
Industri kulit
Pembangkit listrik tenaga uap

Limbah
Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
Cr
Cr
Cr
Cr, Zn

dalam

Dian. 2012. Pencemaran Logam Berat.


http://dsaloveskat-tun.blogspot.com/2012/02/pencemaran-logam-berat.html (diakses tanggal 0411-2013)

Anda mungkin juga menyukai