Anda di halaman 1dari 18

1

Pendahuluan
A. Definisi Asma
Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat
di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan
dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi
berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest
tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari.1
Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini
menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga
memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi kelenjar,
yang menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan
manifestasi klinik yang bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat, batuk-batuk terutama malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini
berhubungan dengan luasnyainflamasi, yang derajatnya bervariasi dan bersifat
reversibel secara spontan maupun dengan atau tanpa pengobatan.2
B. Epidemiologi Asma
Sampai saat ini, penyakit asma masih menujukkan prevalensi yang
tinggi. Berdasarkan data dari GINA, di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300
juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma
mencapai 400 juta. Selain itu setiap 250 orang, ada satu orang meninggal
karena asma setiap tahunnya. Data dari berbagai negara menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit asma berkisar antara 1-18%.2 Peningkatan prevalensi asma

terutama meningkat pada kelompok anak dan cenderung menurun pada


kelompok dewasa.3
Data riskesda (2013) prevalensi asma, di Indonesia 4,5 persen, 3,7
persen, dan 1,4 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%).4
C. Faktor Resiko2
Secara umum faktor resiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor host
a. Genetik
b. Gender
c. Obesitas
2. Faktor lingkungan
a. Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur)
b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,beta-blocker
e.
f.
g.
h.
i.

dll)
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dll)
Ekspresi emosi berlebih
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif.
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
Exercise induced asthma , mereka yang kambuh asmanya ketika

melakukan aktivitas tertentu


j. Perubahan cuaca.
D. Mekanisme Asma5
Imunopatogenesis. Akibat adanya faktor perangsangan dan pencetus ini
terjadi reaksi imun tipe I, II, III dan IV yang diikuti reaksi mediator, inflamasi,
kerusakan jaringan dan gejala klinik. Disebutkan bahwa pada 85% pasien

inflamasi dimulai oleh IgE ( asma alergi ) dan sisanya oleh proses yang
independen terhadap IgE ( asma non alergi ). Pada atopi paparan awal terhadap
antigen menimbulkan sensitisasi. Antigen-presenting cell ( APC ) seperti
makrofag menelan antigen dan mempresentasikannya kepada sel T ( Th0 )
yang kemudian mengalami diferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th2
mengeluarkan sitokin antara lain IL4 dan IL13 yang menyebabkan sel B
memproduksi IgE yang spesifik untuk antigen tersebut.
Pada respon dini akibat adanya paparan selanjutnya menimbulkan
reaksi Ag-Ab pada permukaan sel mastosit, yang diikuti aktivasi dari sel dan
pelepasan berbagai mediator (histamin dan heparin) serta mediator lain
(prostaglandin, leukotrin, faktor aktifasi trombosit-PAF dan bradikinin ).
Terjadi efek langsung berupa bronkokonstriksi dan peningkatan hiperesponsif
bronkus. Pelepasan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL6 mengaktifasi limfosit
T dan B, yang merangsang sel mastosit dan menarik eosinofil, sehingga
meningkatkan proses inflamasi. Respon lambat terjadi 4-12 jam setelah
paparan antigen, berupa dilatasi vaskuler dan peningkatan permiabilitas
kapiler, pembentukkan edema dan akumulasi sel radang. Akibat adanya
aktifasi, sel eosinofil melepaskan berbagai mediator ( eosinophilic cation
protein-ECP, leukotrin, prostaglandin, histamin ) yang menimbulkan
bronkokonstriksi dan perpanjagan hiperesponsif bronkus. Sekresi sitokin
seperti IL3, IL4, IL5 lebih lanjut menimbulkan inflamasi yang berkelanjutan.
Dengan demikian proses inflamasi kronik yang kompleks pada asma ditandai
oleh adanya sel radang dan elemen seluler, perubahan struktur saluran nafas
dan peningkatan mediator.

Reaksi inflamasi pada saluran nafas menimbulkan penyempitan yang


ireversibel pada saluran nafas ( airway remodeling ) akibat fibrosis subepitelial,
hipertrofi otot polos saluran nafas, penebalan pembuluh darah dan hipersekresi
mukus. Hal ini merupakan langkah terakhir terjadinya gejala dan perubahan
fisiologik saluran nafas pada asma, yaitu berupa kontraksi otot polos, edem,
penebalan dinding dan hipersekresi mukus. Hiperesponsif ini bersifat responsif
secara parsil terhadap obat.

E. Gejala Klinis
Mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama malam hari atau
dini hari/subuh.

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :5
1. Anamnesa
Riwayat pengulangan batuk mengi, sulit bernafas, atau berat dada yang

memburuk pada malam hari atau secara musiman.


Riwayat asma sebelumnya
Manifestasi atopik misalnya rhinitis alergika, yang bisa juga ada pada

keluarga
Keluhan timbul atau memburuk oleh infeksi pernafasan, rangsangan bulu
binatang, serbuk sari, asap, bahan kimia, perubahan suhu, debu rumah,
obat obatan ( aspirin, penghambat beta ), olah raga, rangsang emosi yang

kuat
Keluhan berkurang dengan pemberian obat asma

2. Pemeriksaan Fisik : Dapat dijumpai adanya sesak nafas, pernafasan mengi


dan perpanjangan ekspirasi tanda emfisema pada asma yang berat

a) Vital Sign Fitur umum dicatat selama serangan asma akut tingkat
pernapasan cepat (sering 25 sampai 40 napas per menit), takikardia,
dan pulsus paradoksus.6
b) Pemeriksaan Thorak
Pemeriksaan dapat mengungkapkan bahwa pasien yang mengalami
serangan asma dapat dijumpai:7

Inspeksi: sesak (napas cepat, retraksi sela iga, retraksi

epigastrium, retraksi suprasternal)


Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat

dapat terjadi pulsus paradoksus


Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi: ekspirasi memanjang,wheezing
3. Pemeriksaan Penunjang :5
a) Spirometri :
( Volum Ekpirasi Paksa 1 detik ) VEP1 < 70% dari nilai prediksi

menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas


Tes reversibilitas : peningkatan VEP1 12% dan 200 ml

menunjukkan reversibilitas yang menyokong diagnosis asma


b) Arus Puncak Ekspirasi ( APE )1 :5
Reversibilitas. Peningkatan 60 L/menit ( atau 20% ) dengan
pemberian bronkodilator ( misalnya 200-400 ugr salbutamol ),
atau variasi diurnal dari APE 20% ( dengan bacaan 2x sehari >

10% ) menyokong diagnosis asma


Variabilitas. Merujuk pada perbaikan atau pemburukan gejala atau
fungsi paru dalam periode tertentu misal 1 hari ( variabilitas

diurnal ), hari atau bulanan.


c) Pengukuran Status Alergi8
Untuk mengidentifikasi komponen alergi pada asma dapat
dilakukan pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum

dan eosinofil. Uji ini dapat membantu mengidentifikasi faktor


pencetus sehingga dapat dilakukan pencegahan terarah. Umumnya
dilakukan skin prick test.
Namun, uji ini dapat menghasilkan positif palsu maupun negatif
palsu. Sehingga konfirmasi pajanan alergen dengan timbulnya gejala
harus selalu dilakukan.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan 4 Komponen Tata Laksana Asma.2
GINA ( 2011 ) mengajukan 4 komponen tata laksana yang dibutuhkan untuk
mencapai dan mempertahankan kontrol asma.2:
1.

Mengembangkan Kerjasama Dokter dengan Pasien


Diupayakan tercapainya kerjasama yang baik antara dokter dan pasien,
dan melakukan edukasi pasien tentang asma dan tatakelola asma yang
perlu mereka kerjakan. Manajemen yang efektif diperoleh bila pasien
dapat aktif merawat diri sendiri yaitu bila ia telah mampu :
Menghindari faktor resiko
Menggunakan obatnya secara benar dan teratur sesuai yang telah

ditentuka
Mengerti penggunaan obat pengontrol dan pelega
Mampu memonitor asma dan bila mungkin bisa menggunakan PEF

meter
Mengenal tanda pemburukan asma dan cara mengatasinya
Konsultasi bila diperlukan
2. Mengenal dan mengurangi paparan terhadap faktor resiko
Pasien harus mengetahui faktor pencetus asma mereka dan berusaha
menghindari berbagai faktor yang dapat mencetuskan asmanya seperti
diuraikan mengenai faktor pencetus asma. Pasien tetap melakukan olah

raga sesuai kamampuannya dan bila perlu sebelum olah raga terlebih
dahulu menggunakan obat asma.
3. Evaluasi, Terapi dan Monitor Asma
Algoritma 1 menunjukkan suatu cara tata laksana asma secara garis besar
yang dapat dipergunakan sebagai dasar diagnosis asma, evaluasi
kontrol/beratnya asma, tempat perawatan dan tingkat terapi yang diberikan
pada pasien yang datang ke klinik asma atau klinik emergensi. Tindak
lanjut terapi pasien ditentukan berdasarkan respon pasien hingga pasien
dapat pulang untuk berobat.

4. Monitoring untuk mempertahankan kontrol asma


Pasien kontrol 1 3 bulan kemudian dan seterusnya 3 bulan sekali.
Bila adaeksaserbasi kontrol tiap 2 4 minggu, ditanyakan mengenai hasil

10

kontrol asma yang tercapai, kepatuhan pasien menggunakan inhaler dan


PEF meter secara benar atau adanya masalah lain pada pasien.
Penyesuaian obat dilakukan untuk mendapatkan kontrol yaitu
ditingkatkan regimen obat bila tak terkontrol/atau terkontrol sebagian,
sedangkan bila terkontrol baik selama 3 bulan diturunkan dosis dan
langkah terapi secara perlahan, hingga batas dosis obat minimal yang
dapat mengontrol.
Monitoring tetap diperlukan meskipun kontrol telah tercapai karena
asma adalah penyakit yang bervariasi hingga terapi perlu disesuaikan
secara berkala sebagai respon terhadap tandatanda kurangnya kontrol
yang ditandai oleh gejala yang memburuk atau timbulnya eksaserbasi
Obat Asma8
Obat asma dapat digolongkan menjadi pengedali ( controller ) dan pelega
(reliever). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk
membuat asma dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek
antiinflamasi. Reliever adalah obat yang digunakan bila perlu berdasar
efek cepat untuk menghilangkan bronkokontriksi dan menghilangkan
gejalanya

Obat pengendali (Controller)8


Pencegah adalah obat asma yang digunakan jangka panjang untuk
mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk mengatasi
proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma.
Obat ini diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan
keadaan asma terkontrol pada asma persisten, dan sering disebut

11

sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang mempunyai sifat sebagai


pengcegah, antara lain
a) Kortikosteroid inhalasi
b) Kortikosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate dan sodium Nedochromil Pemberiannya
secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan
untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
d) Methylxanthine Teofilin adalah bronkodilator yang juga
mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin
atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat
pengontrol, berbagai penelitian menunjukkan pemberian jangka
lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
e) Agonis 2 kerja lama (LABA) inhalasi Termasuk di dalam agonis
beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis
beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan
pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh
darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan
basofil.
f) Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif
baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja
menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.
Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral)

12

sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia


adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
g) obat-obat anti alergi

13

Penghilang gejala (Reliever)8


Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan
dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas.Termasuk penghilang gejala adalah
a) Agonis beta2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah
salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah
beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang
cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi
otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan
pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada
exercise-induced asthma
b) Kortikosteroid sistemik. Steroid sistemik digunakan sebagai obat
penghilang gejala bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah
optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya
dikombinasikan dengan bronkodilator lain.
c) Antikolinergik Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme
kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf
kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga

14

menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan.


Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan
tiotropium bromide.
d) Theophilin

H. Pencegahan asma7
Upaya pencegahan asma dapat ditujukan pada pencegahan sensitisasi
alergi (terbentuknya atopi, nampaknya paling relevan waktu prenatal dan
perinatal) atau mencegah terbentuknya asma pada individu yang tersensitisasi.
Selain mencegah paparan tembakau atau rokok waktu dalam kandungan atau

15

setelah kelahiran, tidak ada intervensi yang terbukti dan diterima luas dapat
mencegah terbentuknya asma.
Hygiene hypothesis asma. Walaupun kontroversi nama telah membawa
penegasan bahwa mencegah sensitisasi alergi harus focus mengarahkan
kembali repons imun dari bayi ke Th1 atau modulasi T regulator cell. Tetapi
strategi tersebut saat ini masuh merupakan alam hipotesis dan perlu penelitian
lebih banyak.
I. Prognosa
Dalam kasus-kasus ringan sampai sedang , asma dapat meningkatkan
dari waktu ke waktu , dan banyak orang dewasa bahkan bebas dari gejala.
Bahkan dalam beberapa kasus yang parah , orang dewasa mungkin mengalami
perbaikan tergantung pada derajat obstruksi di paru-paru dan ketepatan waktu
dan efektivitas pengobatan .
Pada sekitar 10 % kasus persisten berat , perubahan dalam struktur
dinding saluran udara menyebabkan masalah progresif dan ireversibel dalam
fungsi paru-paru, bahkan pada pasien yang diobati secara agresif . Fungsi
paru-paru menurun lebih cepat daripada rata-rata pada orang dengan asma ,
terutama pada mereka yang merokok dan pada mereka dengan produksi lendir
yang berlebihan ( indikator kontrol perlakuan buruk )
Pengobatan Berdasarkan Derajat
Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:
1. Asma Intermiten (Lihat Gambar)
a. Umumnya tidak diperlukan pengontrol

16

b. Bila diperlukan pelega, agonis -2 kerja singkat inhalasi dapat


diberikan. Alternatif dengan agonis -2 kerja singkat oral, kombinasi
teofilin kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat oral atau
antikolinergik inhalasi
c. Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga
bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten
ringan
2. Asma Persisten Ringan (Lihat Gambar )
a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah
progresivitas asma, dengan pilihan: Glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah (diberikan sekaligus atau terbagi dua kali sehari) dan agonis -2
kerja lama inhalasi
Budenoside : 200400 g/hari
Fluticasone propionate : 100250 g/hari
Teofilin lepas lambat
Kromolin
Leukotriene modifiers
b. Pelega bronkodilator (Agonis -2 kerja singkat inhalasi) dapat
diberikan bila perlu
3. Asma Persisten Sedang (Lihat Gambar )
a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah
progresivitas asma, dengan pilihan:
Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis

-2 kerja lama inhalasi


Budenoside: 400800 g/hari
Fluticasone propionate : 250500 g/hari
Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah teofilin
lepas lambat

17

Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah agonis -

2 kerja lama oral


Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 g/hari)
Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah

leukotriene modifiers
b. Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu
Agonis -2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari,

atau
Agonis -2 kerja singkat oral, atau
Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat
Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita

telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol


c. Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis -2 kerja
lama inhalasi Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada
inhalasi bentuk IDT atau kombinasi dalam satu kemasan agar lebih
mudah
4. Asma Persisten Berat (Lihat Gambar)

Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala
seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal
paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin

dan efek samping obat seminimal mungkin


Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat
mengontrol asma, dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua

dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi


Beclomethasone dipropionate: >800 g/hari

18

Selain itu teofilin lepas lambat, agonis -2 kerja lama oral, dan

leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative


agonis -2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi
Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena
dapat mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis
orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas.

Anda mungkin juga menyukai

  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen34 halaman
    Penda Hulu An
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    Dokumen19 halaman
    Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    ersaning
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen17 halaman
    Penda Hulu An
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    Dokumen19 halaman
    Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    ersaning
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    Dokumen19 halaman
    Status Pasian Lapkas (Ketuban Pecah Dini)
    ersaning
    Belum ada peringkat
  • Askep Osteomielitis
    Askep Osteomielitis
    Dokumen10 halaman
    Askep Osteomielitis
    Nurul Latifah Sidik
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen10 halaman
    Penda Hulu An
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen12 halaman
    Penda Hulu An
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • BAB I Stomatitis
    BAB I Stomatitis
    Dokumen1 halaman
    BAB I Stomatitis
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen20 halaman
    Penda Hulu An
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Hiv Aids 11 - Bab - I PDF
    Hiv Aids 11 - Bab - I PDF
    Dokumen4 halaman
    Hiv Aids 11 - Bab - I PDF
    Hadhy Az
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen9 halaman
    Bab Ii
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Ensefalopati Dengue Pada Anak
    Ensefalopati Dengue Pada Anak
    Dokumen7 halaman
    Ensefalopati Dengue Pada Anak
    selviannisameldi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Yoyok Kusmianto
    Belum ada peringkat
  • Ensefalopati Dengue Pada Anak
    Ensefalopati Dengue Pada Anak
    Dokumen7 halaman
    Ensefalopati Dengue Pada Anak
    selviannisameldi
    Belum ada peringkat