Anda di halaman 1dari 16

LAPORAAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A. Pengertian
Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson,2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya(Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges,
2002).
5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis,atau persendian
pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)
Berdasarkanpengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma
atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Fraktur Acetabulum disebabkan gerakan cepat femur ke pelvis, misal pada dashboard
injuryFraktur pelvis termasuk fraktur tulang proksimal femur dan acetabulum. Fraktur pelvis
dapat mengenai orang muda dan tua. Biasanya, pasien yang lebih muda dapatmengalami
fraktur pelvis sebagai akibat dari trauma yang signifikan, sedangkan pasien lansiadapat
mengalami frakturpelvis akibat trauma ringan

B.Klasifikasi fraktur
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan


lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang
terbuka :
1) Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
3) Derajat III Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur) Dikatakan lengkap bila patahan
tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh
b)

potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.
Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )Bila antara patahan tulang
masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya
hanya bengkok yang sering disebut green stick
Menurut Price dan Wilson ( 2005) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap

tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.


3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma ada 5 yaitu:
a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh
trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e) Fraktur Afulsi: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
c)

berhubungan.
Fraktur Multiple: fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.

B. Anatomi dan Fisiologi


1) Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot -otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Pricedan Wilson, 2006).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot - otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat.Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan
hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam - garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku.,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis
(Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa,
tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan
Wilson, 2006).
a) Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk
gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan
simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b) Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di
dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan

asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris,


disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang
disebut trokanter mayor dan trokanter minor.Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut
kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat
lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut
dengan fosa kondilus.
c) Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki
luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat
pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan
tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus
d)

medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.
Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai
bawah oleh sendi pergelangan kaki,terdiri dari tulang - tulang kecil
yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum

kuboideum, kunaiformi
e) Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang - tulang pendek
yang banyaknya 5 buah, yang masing -masing berhubungan dengan
tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
f) Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang - tulang pipa yang pendek
yang masing masing terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2
ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil
bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteumsesarnoid).
2) Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan -jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat

kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan
demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang
baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada
kasus metastasis kanker ketulang.
Ostesit adalah sel - sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel -sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel - sel ini menghsilkan
enzim - enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran
darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
a) Sebagai kerangka tubuh.Tulang sebagai kerangka yang menyokong
b)

dan memberi bentuk tubuh.


Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ - organ penting,
misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan
paru -paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax)yang di bentuk

oleh tulang - tulang kostae (iga)


c) Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan
terjadinya

pergerakan

tubuh

dan

perpindahan

tempat,

tulang

memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan oleh otot -otot


yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit
yang digerakan oleh kerja otot - otot yang melekat padanya.
d) Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemenelemen lain.Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
e) Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel - sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
3) Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson ( 2006) ada 3 yaitu:
a) Cidera atau benturan
b) Fraktur patologik terjadi pada daerah - daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c) Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang - orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang - orang yang baru mulai latihan lari.
4) Patofisiologis
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur

terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,2002). Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel -sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel - sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth,2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah( Smeltzer dan Bare 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah
patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian
tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen -fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson,
2006).
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b) Setelah terjadi fraktur, bagian - bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d) Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
e) Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan
Bare,2002).
6. Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang
harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi,
retensi, dan rehabilitasi.
a) Rekognisi (Pengenalan ) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas
untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b) Reduksi (manipulasi/ reposisi) Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali
lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat
dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi
fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002)
c) Retensi(Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi


pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah
alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang
dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang
pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini
terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi
juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer,2000)
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin - pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary
treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment
berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan
lunak (Muttaqin, 2008)
d) Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan
anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000)
7. Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:
1) Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom
emboli lemak Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya
globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement

Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisadisebabkan
karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan
cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya VolkmansIschemia (Smeltzer dan Bare,2001)
8. Komplikasi
dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan non
union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk(deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6 - 9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
(Price dan Wilson, 2006).
9. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada
teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma
lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi
akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan
trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
4. Pola kesehatan fungsional
Aktifitas/ Istirahat Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi dibagian
yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi

secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri


Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
b. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang
terkena.
d. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.

Neurosensori
a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b. Kebas/ kesemutan (parestesia)
c. Deformitas local: angulasi abnormal,
rotasi,krepitasi

(bunyi

berderit)

Spasme

pemendekan,
otot,

terlihat

kelemahan/ hilang fungsi.


d. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
Nyeri / kenyamanan
a. Nyeri berat tiba - tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak

ada nyeri akibat kerusakan syaraf .


b. Spasme / kram otot (setelah imobilisas)
Keamanan
a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau

tiba -tiba).
Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.


Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan
dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal

dan pandangan terhadap dirinya yang salah.


Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami

gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.


Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama
frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel
nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien

10.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur

antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram,CT-scan/ MRI: memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

3.

Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah

4.
5.

trauma.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse

multiple, atau cedera hati.


11. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999)
adalah Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi,
stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh
terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan /
tahanan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau
gibs pada ekstrimitas
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan
dengan intake yang tidak adekuat.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
12. Fokus Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2007),Doenges
(2002), dan Yosep (2007) antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatanklien mampu beradaptasi
dengan nyeri yang di alami.
b. Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c. Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.

Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala nyeri


3. Jelaskan pada klien penyebab nyeri
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien
tentang nyeri
4. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien
5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri
.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit
dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau
dapat di toleransi.
c. Intervensi :
1. Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.
Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional:mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
3. Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai adanya
proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
5. pemulihan tidak terjadi

kolaborasi

tindakan

lanjutan,misalnya

debridement.
Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar
luas pada area kulit normal lainya.
6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7. Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.

Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen


pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/
tahanan.
a. Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
b. Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan

mobilitas

optimal

yang

dapat

ditoleransi

dengan

karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c. Intervensi
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas apakah
karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4. Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
a. Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
c. Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda -tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.

3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse, kateter,


drainase luka, dll.
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4. Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti
Hb dan leukosit.
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bias
terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif): traksi atau gibs
pada ekstrimitas
a. Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri
b. Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut lembab,
kulit utuh
c. Intervensi :
1. Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien untuk
merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
Rasional: AKS adalah fungsi-fungsi dimana orang normal melakukan tiap
hari untuk memenuhi kebutuhan dasar. Merawat untuk kebutuhan dasar
orang lain membantu mempertahanka harga diri.
2. Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas untuk
mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap kering pada saat
mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai pesanan untuk instruksi
berjalan dengan kruk untuk ambulasi dan dapat menggunakannya secara
tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban yang
berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat menyebabkan
lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk mendorong dirinya
sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik adalah sepesialis latihan yang
membantu pasien dalam rehabilitasi mobilitas.
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan
intake yang tidak adekuat.
a. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
c. Intervensi:
1 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
2

Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien


Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama waktu
makan
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.

3. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering


Rasional: untuk mengurangi rasa mual.
4. Kaji factor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi dan mual
Rasional: menyediakan informasi mengenai factor lain yang dapat di ubah
atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
5. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual
Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai