FRAKTUR
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson,2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya(Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges,
2002).
5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis,atau persendian
pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)
Berdasarkanpengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma
atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Fraktur Acetabulum disebabkan gerakan cepat femur ke pelvis, misal pada dashboard
injuryFraktur pelvis termasuk fraktur tulang proksimal femur dan acetabulum. Fraktur pelvis
dapat mengenai orang muda dan tua. Biasanya, pasien yang lebih muda dapatmengalami
fraktur pelvis sebagai akibat dari trauma yang signifikan, sedangkan pasien lansiadapat
mengalami frakturpelvis akibat trauma ringan
B.Klasifikasi fraktur
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.
Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )Bila antara patahan tulang
masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya
hanya bengkok yang sering disebut green stick
Menurut Price dan Wilson ( 2005) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e) Fraktur Afulsi: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
c)
berhubungan.
Fraktur Multiple: fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.
Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai
bawah oleh sendi pergelangan kaki,terdiri dari tulang - tulang kecil
yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum
kuboideum, kunaiformi
e) Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang - tulang pendek
yang banyaknya 5 buah, yang masing -masing berhubungan dengan
tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
f) Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang - tulang pipa yang pendek
yang masing masing terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2
ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil
bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteumsesarnoid).
2) Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan -jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan
demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang
baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada
kasus metastasis kanker ketulang.
Ostesit adalah sel - sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel -sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel - sel ini menghsilkan
enzim - enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran
darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
a) Sebagai kerangka tubuh.Tulang sebagai kerangka yang menyokong
b)
pergerakan
tubuh
dan
perpindahan
tempat,
tulang
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,2002). Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel -sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel - sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth,2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah( Smeltzer dan Bare 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah
patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian
tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen -fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson,
2006).
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b) Setelah terjadi fraktur, bagian - bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d) Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
e) Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan
Bare,2002).
6. Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang
harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi,
retensi, dan rehabilitasi.
a) Rekognisi (Pengenalan ) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas
untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b) Reduksi (manipulasi/ reposisi) Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali
lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat
dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi
fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002)
c) Retensi(Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisadisebabkan
karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan
cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya VolkmansIschemia (Smeltzer dan Bare,2001)
8. Komplikasi
dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan non
union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk(deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6 - 9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
(Price dan Wilson, 2006).
9. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada
teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma
lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi
akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan
trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
4. Pola kesehatan fungsional
Aktifitas/ Istirahat Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi dibagian
yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi
Neurosensori
a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b. Kebas/ kesemutan (parestesia)
c. Deformitas local: angulasi abnormal,
rotasi,krepitasi
(bunyi
berderit)
Spasme
pemendekan,
otot,
terlihat
tiba -tiba).
Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
10.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram,CT-scan/ MRI: memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3.
4.
5.
trauma.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
kolaborasi
tindakan
lanjutan,misalnya
debridement.
Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar
luas pada area kulit normal lainya.
6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7. Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.
mobilitas
optimal
yang
dapat
ditoleransi
dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c. Intervensi
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas apakah
karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4. Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
a. Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
c. Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda -tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.