Bab I
Bab I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari kelainan yang disebut
malnutrisi energi protein (MEP). MEP merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah 5
tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Pada Riset Kesehatan Dasar
(Riskesda) 2013, terdapat 17,9% balita gizi kurang dan 5,7% gizi buruk.
Berdasarkan survei Sosial-Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2007, 5,5% balita
mengalami gizi buruk dan 13% balita mengalami gizi kurang.2
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein. MEP
diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP
derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang
khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan tampak kurus. Akan tetapi,
gangguan pertumbuhan terjadi pada semua status gizi, demikian pula kata kurus
yang tidak dapat mencerminkan gizi kurang. Pada gizi buruk, disamping gejala
klinis didapatkkan kelainan biokimia sesuai bentuk klinis. Pada gizi buruk
didapatkan tiga bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, marasmikkwashiorkor.2
Kwashiorkor atau malanutrisi edamatosa, adalah keadaan gizi buruk yang
terutama disebabkan oleh kurangnya asupan protein. Sementara marasmus
merupakan malanutrisi nonedematosa dengan wastling berat yang disebabkan
terutama oleh kurangnya asupan energi atau gabungan kurangnya asupan energi
dan asupan protein. Apabila anak menunjukkan karakteristik dari kedua kondisi di
atas, yaitu adanya edema disertai wasting, maka kondisi gizi buruk ini disebut
marasmik-kwashiorkor. Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan utama di
negara sedang berkembang, dan melatarbelakangi (underlying factor) lebih dari
50% kematian balita. Sekitar 90% anak di Sub Sahara, dan 15% di Asia Selatan
terancam menderita gizi kurang dan buruk, dan sekitar 2% anak yang tinggal di
negara sedang berkembang terancam menderita severe acute malnutrition (SAM)
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan
Gizi Buruk
atau malnutrisi akut berat (MAB). Di India terdapat sekitar 2,8% balita sangat
kurus. Sementara di negara yang lebih miskin seperti Malawi, MAB merupakan
alasan utama balita dirawat di rumah sakit. Sementara itu penderita dengan
malnutrisi derajat sedang jumlahnya lebih besar lagi dengan potensi sebagian
jaringan pengaman atau safety nest yang merupakan program pencegahan.
Anak-anak tersebut memerlukan terapi, yang dilakukan bersamaan dengan
tindakan pencegahan.1
Servere acute malnutrition atau malnutrisi akut berat (MAB), atau disebut
juga gizi buruk akut, adalah keadaan dimana seseorang anak tampak sangat kurus,
ditandai dengan BB/PB < -3 SD dari median WHO child growth standar, atau
didapatkan edema nutrisional, dan pada anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan
Atas (LLA) < 110 mm3.
Masalah besar dalam menangani penderita gizi buruk adalah belum
ditemukan strategi yang efektif dalam skala yang luas untuk mencegah kematian
karena gizi buruk. Semula WHO menganjurkan tatalaksana penderita gizi buruk
dengan rawat inap di rumah sakit (RS) dalam jangka waktu setidaknya satu bulan.
Keterbatasan tatalaksana berbasis perawatan di RS ini sangat banyak. Rumah sakit
tidak mungkin dapat merawat penderita gizi buruk dalam jumlah besar karena
keterbatasan kapasitas, sarana dan tenaga yang terampil. Perawatan di RS bersama
dengan penderita penyakit lain akan memudahkan penularan karena daya tahan
tubuh penderita gizi buruk rendah sehingga justru akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Hal itu mungkin yang menyebabkan angka kematian penderita gizi
buruk masih sekitar 20-30%. Selain itu RS juga terbatas cakupanya untuk
menangani penderita yang berasal dari daerah yang jauh jaraknya. Tinggal di RS
dalam waktu lama akan merepotkan keluarga dan menganggu kegiatan atau
pekerjaan orangtua terutama ibu, apalagi jika penghasilan ibu sangat penting bagi
kebutuhan keluarga. Oleh karena itu memperkenalkan tetapi nutrisi berbasis
komunitas merupakan hal penting dalam penanggulangan masalah MAB.1
Menurut Riskesdas 2007 dan Riskesda 2010, kejadian kejadian gizi buruk
pada balita masih tinggi. Indonesia masuk dalam posisi nomor 3 di dunia, sebagai
pemasuk anak pendek. Balita pendek di Indonesia sebanyak 36,8%. Di Indonesia
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan
Gizi Buruk
Gizi Buruk
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi gizi buruk
Gizi buruk yaitu keadaan seseorang anak yang sangat kurus dengan berat
badan dibanding panjang badan <-3 standar deviasi (SD) dari median kurva WHO
selain itu dapat pula didapatkan edema nutrisional, serta untuk usia 5-59 bulan
didapatkan lingkar lengan atas (LLA) <110 mm.2
2.2 Etiologi
Pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang secara
langsung dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita adalah makanan
dan ada atau tidaknya penyakit infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas
dan kuantitas makanan yang dimakan oleh seorang anak, antara lain ditentukan
oleh beberapa faktor penyebab tidak langsung a). Zat-zat gizi yang terkandung di
dalam makanan, b) Daya beli keluarga, meliputi penghasilan, harga bahan
makanan, dan pengeluaran keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan; c)
Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan ; d) ada atau tidaknya
pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan ; e) Fenomena sosial dan keadaan
lingkungan.
2.3 Patofisiologi
Salah satu faktor yang menyebabkan gizi buruk adalah kurangnya asupan
nutrisi pada anak, anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit
akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan
lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A,
vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang
penting bagi rambut.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan
Gizi Buruk
Gizi Buruk
c)
d)
e)
f)
Bradikardia (kadang-kadang)
b)
Anemia
c)
d)
e)
Pembesaran hati
f)
g)
Atrofi otot
h)
Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
3. Marasmik-Kwashiorkor2,4
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-
Gizi Buruk
tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelaian
biokimiawi terlihat juga.
KONDISI
I
II
III
IV
Renjatan (syok)
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Letargis
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
(tidak
sadar)
Muntah/diare/dehid
rasi
2.6 Diagnosis5
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan
Gizi Buruk
2.
3.
Gizi Buruk
4.
5.
6.
7.
Batuk kronik
8.
9.
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB
2.
3.
Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi
lemah dan cepat), kesadaran menurun.
4.
Demam (suhu aksilar 37.5 C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C).
5.
6.
Sangat pucat
7.
Gizi Buruk
8.
9.
b.
Ulkus kornea
c.
Keratomalasia
b.
Deskuamasi
c.
d.
e.
10
Gizi Buruk
tanda berikut :
Terlihat
kedua
kurus
BB/ atau BB/TB <
-3SD
LiLa < 11,5 cm ( anak usia
-3SD
LiLa < 11,5 cm
tangan/kaki
BB/PB atau BB/TB <
-3SD
LiLa <
tanda komplikasi :
Anoreksia
Pneumonia berat
punggung
anak
Komplikasi
Komplikasi
cm
RS/Puskesmas
bulan) dan
Nafsu makan baik
6-59
Rawat Inap/
sangat
anak
usia
6-59
bulan)
Tidak ada edema
Nafsu makan baik
Gizi
Rawat Jalan
kurang
PMT pemulihan
11
Gizi Buruk
2.8 Penaatalaksanaan
Pada saat masuk rumah sakit:5
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
12
Gizi Buruk
13
Gizi Buruk
Hipoglikemia dapat terjadi karena adanya infeksi berat atau anak tidak
mendapat makanan selama 4-6 jam. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali
terjadi bersamaan dan biasanya merupakan pertanda adanya infeksi. Carilah tanda
hipoglikemia bila menemukan tanda hipotermia ( suhu aksila < 350C; rectal <
35,50C). Pemberian makanan dengan frekuensi sering (setiap 2-3 jam) sangat
penting dalam mencegah dua kondisi tersebut.
Terapi :
Bila anak sadar dan dapat minum
Glukosa
10%
intra
dengan 50 ml glukosa
maupun
10%
dengan
pipa
nasogastrik.
atau
pipa
sukrosa
lewat
NGT.
Kemudian
mulai
malam
makanan
setiap
30
menit
Antibiotik
spektrum
luas
Pemberian
makanan
Monitor:
14
Gizi Buruk
a)
Kadar gula darah : setelah 2 jam, ulangi pemeriksaan kadar gula darah
( menggunakan darah dari jari atau tumit). Selama terapi, umumnya anak
akan stabil dalam 30 menit. Bila gula darah masih rendah ulangi
pemberian 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa, kemudian
darah
Tingkat kesadaran : bila belum pulih, ulang pengukuran kadar gula darah
sambil mencari penyebabnya.
Pencegahan
a. Berikan makan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung atau bila perlu
b.
diperlukan)
b) Hangatkan anak : selain memakaikan pakaian tutupi dengan selimut
hangat hingga kepala (kecuali wajah) atau tempatkan di dekat
penghangat atau lampu ( jangan gunakan botol air panas), atau letakkan
anak pada dada ibu (skin to skin, cara kanguru) lalu tutupi selimut
c)
keduanya
Berikan antibiotik spekturm luas
Monitor:
1.
2.
15
Gizi Buruk
3.
Kadar gula darah : ukur kadar gula darah ketika di dapati adanya
hipotermia
Pencegahan :
a.
b.
c.
d.
e.
Catatan :
Bila termometer suhu untuk mengukur suhu rendah tidak tersedia dan
suhu tubuh anak terlalu rendah untuk tercatat pada termometer, anggaplah bahwa
anak mengalami hipotermia.
3. Atasi/cegah dehidrasi
Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk karena
tanda dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung sering di dapati
pada gizi buruk walaupun tidak dehidrasi. Di sisi lain, pada anak gizi buruk
keadaan
dehidrasi
walau
ringan
dapat
menimbulkan
komplikasi
lain
16
Gizi Buruk
ReSoMal 5ml/kg setiap 30 menit selama dua jam pertama, baik per oral
Denyut jantung
Frekuensi napas
Frekuensi miksi
Frekuensi defekasi / muntah
Adanya air mata, mukosa mulut yang lembab, mata dan fontanella yang
napas
dan
nadi
yang
tetap
cepat
selam
rehidrasi
17
Gizi Buruk
maka hentikan pemberian cairan secepatnya dan lakukan penilaian ulang setelah
satu jam.
Pencegahan :
Untuk mencegah dehidrasi saat anak masih mengalami diare cair :
a) Tetap memberikan makanan dimulai dengan pemberian F75
b) Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan Re
SoMal. Sebagai panduan berikan 50-100 ml setiap kali diare cair untuk
anak < 2 tahun dan 100-200 ml bagi anak >2 tahun (catatan : anak
dengan malnutrisi berat biasanya feses seperti bubur, lebih sering tetapi
c)
18
Gizi Buruk
b.
Vaksin campak jika anak > 6 bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda
jika kondisi klinis buruk atau dalam keadaan syok)
Catatan
Beberapa ahli secara rutin memberikan tambahan untuk antibiotik
spektrum luas, metronidazole (7,5 mg/kg tiap 8 jam untuk 7 hari) untuk
mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif
dan timbulnya infeksi sistemik akibat pertumbuhun berlebih bakteri anaerob pada
usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas :
a)
Jika pada anak tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri :
kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari
19
Gizi Buruk
dan organisme yang potensial untuk resisten dan pastikan bahwa suplemen
vitamin dan mineral telah diberikan secara benar.
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defisiensi vitamin dan
mineral. Meskipun anaemia sering terjadi, pada periode awal (stabilisasi, transisi)
tidak boleh diberikan preparat besi tetapi ditunggu anak memiliki nafsu makan
yang baik dan dimulai saat berat badan bertambah. Pemberian preparat besi dapat
memperburuk keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas
yang akan merusak membran sel dan berakibat fatal.
Pemberian pada hari 1:
1.
Vitamin A per oral (dosis untuk > 12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan
2.
100.000 SI, untuk 0-5bulan 50.000 IU), ditunda bila kondisi buruk
Asam folat 5 mg, oral
Suplemen multivitamin
Asam folat 1mg/hari
Zinc 2mg/kgbb/hari
Copper 0,3 mg/kgbb/hari
Preparat besi 3 mg/kg/hari (pada fase rehabilitasi)
7. Pemberian makanan
Pada fase stabilisasi diperlukan pendekatan yang hati-hati karena kondisi
fisiologis anak yang rapuh dan berkurangnya kapasitas homeostatis. Pemberian
makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien masuk dan harus
dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein secukupnya untuk
mempertahankan proses fisiologi dasar. Gambaran hal-hal penting dalam
pemberian makan pada fase stabilisasi adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
20
Gizi Buruk
5.
6.
edema berat)
Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi setelah
formula dihabiskan
Pemberian susu formula awal (F75) dan jadwal pemberian makanan yang
Frekuensi
Volume/kgbb/pember
Volume/kg/hari
ian
1-2
Tiap 2 jam
11cc
130
3-5
Tiap 3 jam
16cc
130
6-7+
Tiap 4 jam
22c
130
Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi tiap 3 jam dan 4 jam
dilakukan bila anak mampu menghabiskan porsinya. Untuk anak dengan nafsu
makan yang baik dan tanpa edema, jadwal ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari.
Gunakan perhitungan berat badan harian untuk menghitung berapa banyak yang
harus diberikan, karena anak mengalami penurunan berat badan (edema
berkurang/hilang) atau mengalami peningkatan berat badan pada fase ini.
Jika karena sesuatu sebab (muntah,diare,latergi, dan lain-lain) asupan tidak
dapat mencapai 80/kkal/KgBB/hari (jumlah minimal yang harus dicapai),
makanan harus diberikan melalui NGT untuk mencukupi jumlah asupan. Jangan
melebihi 100 Kcal/kg/hari pada fase ini.
21
Gizi Buruk
22
Gizi Buruk
Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir
2.
23
Gizi Buruk
umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang baik dan stimulasi fisik
dan sensorik dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukkan kepada orang tua atau
pengasuh bagaimana :
A. Pemberian makan secara sering dengan kandungan energi dan nutrient
yang memadai
B. Berikan terapi bermain yang terstruktur
Saran untuk orang tua atau pengasuh
a. Membawa anak kontrol secara teratur
b. Memberikan imunisasi booster
c. Memberikan vitamin A setiap 6 bulan
Fase stabilisasi diharapkan selesai dalam 5-10 hari (jika 2 hari sudah baik fase
ini juga dapat dianggap selesai, selebihnya merupakan fase peralihan/transisi ke
fase rehabilitasi).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari kelainan yang disebut
malnutrisi energi protein (MEP). MEP merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi
buruk karena kekurangan protein (disebut Kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya
(marasmus-kwashiorkos). sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang
secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita adalah
makanan dan ada atau tidaknya penyakit infeksi.
Penatalakasanaan gizi buruk ada 10 langkah diantaranya : mencegah dan
mengatasi hipoglikemi, mencegah dan mengatasi hipoglikemi, mencegah dan
mengatasi dehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit,mengobati
infeksi, memperbaiki kekurangan zat gizi mikro, memberikan makanan untuk
stabilisasi dan tansisis, memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi,
24
Gizi Buruk
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjarif, Damayanti rusli, dkk. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan
Penyakit Metabolik. Jilid 1: Jakarta: IDAI
2. Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
3. Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2003
4. Teknis Tatalaksana Anak Gizi buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
2003
5. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit Edisi Indonesia. WHO, 2009
25