Anda di halaman 1dari 25

Gizi Buruk

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari kelainan yang disebut
malnutrisi energi protein (MEP). MEP merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah 5
tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Pada Riset Kesehatan Dasar
(Riskesda) 2013, terdapat 17,9% balita gizi kurang dan 5,7% gizi buruk.
Berdasarkan survei Sosial-Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2007, 5,5% balita
mengalami gizi buruk dan 13% balita mengalami gizi kurang.2
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein. MEP
diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP
derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang
khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan tampak kurus. Akan tetapi,
gangguan pertumbuhan terjadi pada semua status gizi, demikian pula kata kurus
yang tidak dapat mencerminkan gizi kurang. Pada gizi buruk, disamping gejala
klinis didapatkkan kelainan biokimia sesuai bentuk klinis. Pada gizi buruk
didapatkan tiga bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, marasmikkwashiorkor.2
Kwashiorkor atau malanutrisi edamatosa, adalah keadaan gizi buruk yang
terutama disebabkan oleh kurangnya asupan protein. Sementara marasmus
merupakan malanutrisi nonedematosa dengan wastling berat yang disebabkan
terutama oleh kurangnya asupan energi atau gabungan kurangnya asupan energi
dan asupan protein. Apabila anak menunjukkan karakteristik dari kedua kondisi di
atas, yaitu adanya edema disertai wasting, maka kondisi gizi buruk ini disebut
marasmik-kwashiorkor. Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan utama di
negara sedang berkembang, dan melatarbelakangi (underlying factor) lebih dari
50% kematian balita. Sekitar 90% anak di Sub Sahara, dan 15% di Asia Selatan
terancam menderita gizi kurang dan buruk, dan sekitar 2% anak yang tinggal di
negara sedang berkembang terancam menderita severe acute malnutrition (SAM)
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

atau malnutrisi akut berat (MAB). Di India terdapat sekitar 2,8% balita sangat
kurus. Sementara di negara yang lebih miskin seperti Malawi, MAB merupakan
alasan utama balita dirawat di rumah sakit. Sementara itu penderita dengan
malnutrisi derajat sedang jumlahnya lebih besar lagi dengan potensi sebagian
jaringan pengaman atau safety nest yang merupakan program pencegahan.
Anak-anak tersebut memerlukan terapi, yang dilakukan bersamaan dengan
tindakan pencegahan.1
Servere acute malnutrition atau malnutrisi akut berat (MAB), atau disebut
juga gizi buruk akut, adalah keadaan dimana seseorang anak tampak sangat kurus,
ditandai dengan BB/PB < -3 SD dari median WHO child growth standar, atau
didapatkan edema nutrisional, dan pada anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan
Atas (LLA) < 110 mm3.
Masalah besar dalam menangani penderita gizi buruk adalah belum
ditemukan strategi yang efektif dalam skala yang luas untuk mencegah kematian
karena gizi buruk. Semula WHO menganjurkan tatalaksana penderita gizi buruk
dengan rawat inap di rumah sakit (RS) dalam jangka waktu setidaknya satu bulan.
Keterbatasan tatalaksana berbasis perawatan di RS ini sangat banyak. Rumah sakit
tidak mungkin dapat merawat penderita gizi buruk dalam jumlah besar karena
keterbatasan kapasitas, sarana dan tenaga yang terampil. Perawatan di RS bersama
dengan penderita penyakit lain akan memudahkan penularan karena daya tahan
tubuh penderita gizi buruk rendah sehingga justru akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Hal itu mungkin yang menyebabkan angka kematian penderita gizi
buruk masih sekitar 20-30%. Selain itu RS juga terbatas cakupanya untuk
menangani penderita yang berasal dari daerah yang jauh jaraknya. Tinggal di RS
dalam waktu lama akan merepotkan keluarga dan menganggu kegiatan atau
pekerjaan orangtua terutama ibu, apalagi jika penghasilan ibu sangat penting bagi
kebutuhan keluarga. Oleh karena itu memperkenalkan tetapi nutrisi berbasis
komunitas merupakan hal penting dalam penanggulangan masalah MAB.1
Menurut Riskesdas 2007 dan Riskesda 2010, kejadian kejadian gizi buruk
pada balita masih tinggi. Indonesia masuk dalam posisi nomor 3 di dunia, sebagai
pemasuk anak pendek. Balita pendek di Indonesia sebanyak 36,8%. Di Indonesia
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

pernah dilakukan uji coba pemberian RUFT/Plumpynut, yang didahului dengan


pemeriksaan antropometri diantaranya adalah BB/PB dan LILA. Diharapkan
LILA dapat digunakan alat uji tapis pendrita gizi buruk. Ternyata yang terjadi di
luar yang diharapkan. Balita dengan LILA <115 mm sangat sedikit. Jauh lebih
sedikit dibandingkan penderita dengan BB/PB < -3SD.1
Setelah di amati, ternyata balita tersebut sebagian besar mempunyai PB/U
rendah atau pendek. BB/U yang rendah ini menggambarkan bahwa proses
malnutrisi sudah berlangsung lama. Sehingga yang didapatkan justru di luar
dugaan, karena sebagian besar (sekitar 2/3) ditemukan sebagai balita dengan
malnutrisi kronik dan bukan SAM. Untuk itu perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Penderita dengan malnutrisi kronik ini biasanya disertai juga dengan
Lingkar kepala yang kecil. Hal ini sangat memprihatinkan karena keadaan ini
dapat berdampak pada perkembagan di masa mendatang. Banyaknya balita
dengan malnutrisi kronik ini disebabkan karena kekurangan makan yang berlarutlarut, terutama saat balita berumur di bawah 2 tahun, dimana bayi tidak
mendapatkan ASI yang cukup dilanjutkan dengan makanan yang bulky. Selain
itu angka kejadian penyakit baik infeksi maupun noninfeksi yang tinggi yang
mempengaruhi status gizi penderita. Ditambah lagi sistem pemantauan dan sistem
rujukan (di posyandu) yang tidak berjalan.

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi gizi buruk
Gizi buruk yaitu keadaan seseorang anak yang sangat kurus dengan berat
badan dibanding panjang badan <-3 standar deviasi (SD) dari median kurva WHO
selain itu dapat pula didapatkan edema nutrisional, serta untuk usia 5-59 bulan
didapatkan lingkar lengan atas (LLA) <110 mm.2
2.2 Etiologi
Pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang secara
langsung dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita adalah makanan
dan ada atau tidaknya penyakit infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas
dan kuantitas makanan yang dimakan oleh seorang anak, antara lain ditentukan
oleh beberapa faktor penyebab tidak langsung a). Zat-zat gizi yang terkandung di
dalam makanan, b) Daya beli keluarga, meliputi penghasilan, harga bahan
makanan, dan pengeluaran keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan; c)
Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan ; d) ada atau tidaknya
pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan ; e) Fenomena sosial dan keadaan
lingkungan.
2.3 Patofisiologi
Salah satu faktor yang menyebabkan gizi buruk adalah kurangnya asupan
nutrisi pada anak, anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit
akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan
lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A,
vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang
penting bagi rambut.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan


lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL
dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,
pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.
Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik.
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa
faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh
terhadap terjadinya marasmus.
2.4 Klasifikasi
1. Marasmus 2,5
Adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul di antaranya :
a)

Penampilan wajah seperti orang tua,terlihat sangat kurus

b) Perubahan mental, cengeng

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

c)

Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput

d)

lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang

e)

Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas

f)

Bradikardia (kadang-kadang)

g) Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat


2. Kwashiorkor2,4
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger Baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi,
tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh.
a)

Perubahan mental sampai apatis

b)

Anemia

c)

Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut atau rontok

d)

Gangguan sistem gatrointestinal

e)

Pembesaran hati

f)

Perubahan kulit (dermatosis)

g)

Atrofi otot

h)

Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh

3. Marasmik-Kwashiorkor2,4
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelaian
biokimiawi terlihat juga.

2.5 Klasifikasi Gizi Buruk sesuai Kondisi3


A. Tanda Bahaya & Tanda Penting
A. Tanda Bahaya
& Tanda Penting

KONDISI
I

II

III

IV

Renjatan (syok)

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Letargis

Ada

Ada

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Ada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

(tidak

sadar)
Muntah/diare/dehid
rasi

2.6 Diagnosis5
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran


antropometri. Anak di diagnosis gizi buruk apabila:
BB/TB < -3 SD atau < 70% dari median (marasmus) edema pada kedua
tungkai kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkos: BB/TB >-3SD ) atau
(marasmik-kwashiorkos: BB/TB <-3SD).
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, digunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan
lemak di bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha, tulang
iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. Anak-anak dengan BB/U
<60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga
tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di
rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat.
Penilaian awal anak gizi buruk
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.
Anamnesi awal (untuk kedaruratan)5
Kejadian mata cekung yang baru saja muncul, lama dan frekuensi diare
dan serta tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir), kapan terakir
berkemih, sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin. Bila didapatkan hal tersebut
di atas, sangat mungkin ank dehidrasi dan/ atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan5
Untuk mencari penyebab dan tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah
kedaruratan ditangani
1.

Diet (pola makan) / kebiasaan makan sebelum sakit

2.

Riwayat pemberian ASI

3.

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

4.

Hilangnya nafsu makan

5.

Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosisi paru

6.

Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

7.

Batuk kronik

8.

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

9.

Berat badan lahir

10. Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain


11. Riwayat imunisasi
12. Apakah ditimbang setiap bulan
13. Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
14. Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Pemeriksaan fisik5
1.

Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB

2.

Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk

3.

Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi
lemah dan cepat), kesadaran menurun.

4.

Demam (suhu aksilar 37.5 C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C).

5.

Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung

6.

Sangat pucat

7.

Pembesaran hati dan ikterus

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

Gizi Buruk

8.

Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau


adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)

9.

Tanda defisiensi vitamin A pada mata:


a.

Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot

b.

Ulkus kornea

c.

Keratomalasia

10. Ulkus pada mulut


11. Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
12. Lesi kulit pada kwashiorkor:
a.

hipo- atau hiper-pigmentasi

b.

Deskuamasi

c.

Ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)

d.

Lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi


sekunder (termasuk jamur).

e.

Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).

13. Tanda dan gejala infeksi HIV

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

10

Gizi Buruk

2.7 Alur pemeriksaan anak gizi buruk4


Pemeriksaan
LiLAdidi
Pemeriksaanklinis,
klinis, BB/PB, LiLA
Poskesdes/Pustu?polindes?puskesmas
Poskes/Pustu/Polindes/puskesmas

Anak dengan satu atau lebih

Anak dengan satu atau

Anak dengan satu atau

tanda berikut :

lebih tanda berikut :

lebih tanda berikut :

Terlihat sangat kurus


Edema pada seluruh badan
BB/PB atau BB/TB <

Terlihat sangat kurus


Edema minimal pada

Terlihat

kedua

kurus
BB/ atau BB/TB <

-3SD
LiLa < 11,5 cm ( anak usia

-3SD
LiLa < 11,5 cm

tangan/kaki
BB/PB atau BB/TB <

-3SD
LiLa <

6-59 bulan) dan salah satu

tanda komplikasi :
Anoreksia
Pneumonia berat

punggung

anak

( anak usia 6-59


11,5
usia

Gizi Buruk Dengan

Gizi Buruk Tanpa

Komplikasi

Komplikasi

cm

RS/Puskesmas

bulan) dan
Nafsu makan baik

6-59

BB/PB atau BB/TB <

-2SD s.d -3SD


LiLa >11,5 cm <12,5
(

Rawat Inap/

sangat

anak

usia

6-59

bulan)
Tidak ada edema
Nafsu makan baik
Gizi

Rawat Jalan

kurang
PMT pemulihan

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

11

Gizi Buruk

2.8 Penaatalaksanaan
Pada saat masuk rumah sakit:5
a.

Anak dipisahkan dari pasien infeksi

b.

Ditempatkan di ruangan yang hangat (2530C, bebas dari angin)

c.

Dipantau secara rutin

d.

Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera


keringkan.
Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan:

a.

Fasilitas dan staf yang profesional (Tim Asuhan Gizi)

b.

Timbangan badan yang akurat

c.

Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar

d.

Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga kemajuan


selama perawatan dapat dievaluasi

e.

Keterlibatan orang tua.

Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan4


1. Jangan berikan Fe sebelum minggu ke-2 (Fe diberikan pada fase stabilisasi)
2. Jangan berikan cairan intra vena kecuali syok atau dehidrasi berat
3. Jangan berikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

12

Gizi Buruk

4. Jangan berikan diuretik pada penderita kwashiorkor

1. Mencegah dan Mengatasi hipoglikemia1


Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia ( kadar gula
darah < 3 mmol/dl atau 54 mg/dl), yang sering kali merupakan penyebab
kematian pada 2 hari pertama perawatan.

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

13

Gizi Buruk

Hipoglikemia dapat terjadi karena adanya infeksi berat atau anak tidak
mendapat makanan selama 4-6 jam. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali
terjadi bersamaan dan biasanya merupakan pertanda adanya infeksi. Carilah tanda
hipoglikemia bila menemukan tanda hipotermia ( suhu aksila < 350C; rectal <
35,50C). Pemberian makanan dengan frekuensi sering (setiap 2-3 jam) sangat
penting dalam mencegah dua kondisi tersebut.

Terapi :
Bila anak sadar dan dapat minum

Bolus 50 ml larutan Glukosa 10% atau

Bila anak tidak sadar

Glukosa

10%

intra

sukrosa 10% (1 sendok teh penuh gula

vena (5mg/ml), diikuti

dengan 50 ml air), baik per oral

dengan 50 ml glukosa

maupun

10%

dengan

pipa

nasogastrik.

atau
pipa

sukrosa

Kemudian mulai pemberian F75 setiap

lewat

NGT.

2 jam, untuk 2 jam pertama berika

Kemudian

dari dosis makanan setiap 30 menit


Antibiotik spektrum luas
Pemberian makan per 2 jam, siang dan

pemberian F75 setiap

mulai

2 jam, 2 jam pertama


berikan dari dosis

malam

makanan

setiap

30

menit
Antibiotik

spektrum

luas
Pemberian

makanan

per 2 jam, siang dan


malam

Monitor:

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

14

Gizi Buruk

a)

Kadar gula darah : setelah 2 jam, ulangi pemeriksaan kadar gula darah
( menggunakan darah dari jari atau tumit). Selama terapi, umumnya anak
akan stabil dalam 30 menit. Bila gula darah masih rendah ulangi
pemberian 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa, kemudian

lanjutkan pemberian makan F-75 setiap 2 jam hingga anak stabil


b) Suhu rektal : jika turun hingga < 35,5 0C, ulang pengukuran kadar gula
c)

darah
Tingkat kesadaran : bila belum pulih, ulang pengukuran kadar gula darah
sambil mencari penyebabnya.

Pencegahan
a. Berikan makan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung atau bila perlu
b.

lakukan rehidrasi terlebih dahulu


Selalu berikan makanan pada malam hari.
Bila pengukuran kadar glukosa darah tidak dapat dilakukan, anggaplah

semua anak dengan malnutrisi berat mengalami hipoglikemia dan lakukan


penanganan.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
Jika suhu aksila < 35,00C, Lakukan pemeriksaan suhu rectal menggunakan
termometer air raksa. Jika suhu rectal 35,50C:
a)

Berikan makanan secara langsung ( atau atur mulai rehidrasi bila

diperlukan)
b) Hangatkan anak : selain memakaikan pakaian tutupi dengan selimut
hangat hingga kepala (kecuali wajah) atau tempatkan di dekat
penghangat atau lampu ( jangan gunakan botol air panas), atau letakkan
anak pada dada ibu (skin to skin, cara kanguru) lalu tutupi selimut
c)

keduanya
Berikan antibiotik spekturm luas

Monitor:
1.

Suhu tubuh : selama menghangatkan anak, lakukan pemeriksaan suhu

2.

rectal setiap 30 menit hingga mencapai suhu > 36,50 C


Yakinkan bahwa anak telah tertutupi seluruh permukaan tubuhnya,
terutama di malam hari.

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

15

Gizi Buruk

3.

Kadar gula darah : ukur kadar gula darah ketika di dapati adanya
hipotermia

Pencegahan :
a.
b.
c.

Berikan makanan setiap dua jam, langsung dimulai pemberian makan


Selalu berikan makanan (F75 atau F100), baik siang maupun malam hari
Tetap tutupi anak dan hindari paparan langsung dengan udara ( contoh :

d.

mandi, pemeriksaan fisik yang terlalu lama)


Jaga agar anak tetap kering, segera ganti popok, pakaian dan alas tempat

e.

tidur anak bila basah


Biarkan anak tidur dengan ibu/pengasuh pada malam hari agar
kehangatan tetap terjaga

Catatan :
Bila termometer suhu untuk mengukur suhu rendah tidak tersedia dan
suhu tubuh anak terlalu rendah untuk tercatat pada termometer, anggaplah bahwa
anak mengalami hipotermia.
3. Atasi/cegah dehidrasi
Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk karena
tanda dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung sering di dapati
pada gizi buruk walaupun tidak dehidrasi. Di sisi lain, pada anak gizi buruk
keadaan

dehidrasi

walau

ringan

dapat

menimbulkan

komplikasi

lain

(hipoglikemia, letargi) sehingga memperberat kondisi klinis. Karenanya perlu di


antisipasi terjadinya dehidrasi pada anak gizi buruk dengan riwayat diare atau
muntah dan melakukan tindakan pencegahan. Diagnosis pasti adanya dehidrasi
adalah pengukuran berat jenis urin (>1.030) selain tanda dan gejala klinis khas
bila ada, antara lain rasa haus dan mukosa mulut kering.
Terapi :
Larutan gula-garam standar untuk rehidrasi oral (75 mmol Na/L)
mengandung terlalu banyak natrium dan terlalu sedikit K bagi anak malnutrisi
berat. Oleh karena itu diberikan larutan rehidrasi khusus yaitu rehidrationsolution
for malnutrition (ReSoMal).

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

16

Gizi Buruk

Sulit untuk memperkirakan status dehidrasi dengan melihat klinis saja


pada anak malnutrisi berat. Maka diasumsikan bahwa setiap anak dengan diare
cair dapat mengalami dehidrasi dan diberikan:
a)

ReSoMal 5ml/kg setiap 30 menit selama dua jam pertama, baik per oral

maupun lewat NGT,


b) Kemudian, 5-10 ml/kg/jam selama 4-10 jam berikutnya: jumlah yang
seharusnya diberikan pada anak ditentukan oleh berapa banyak anak mau
minum, dan jumlah diare dan muntah. Ganti dosis ReSoMal pada jam ke
c)

4, 6, 8 dan 10 dengan F75 bila rehidrasi masih dibutuhkan,


Selanjutnya, bila sudah rehidrasi, hentikan pemberian ReSoMal dan

lanjutkan F75 setiap 2 jam.


d) Bila masih diare, berikan ReSoMal setiap anak diare : anak < 2 tahun :
50- 100 ml dan anak >2 tahun : 100-200 ml
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada kasus
syok dan Lakukan rehidrasi dengan sangat hati-hati, tetesan infus lambat untuk
mencegah beban pada sirkulasi dan jantung.
Monitor kemajuan rehidrasi :
Observasi tiap 30 menit selama dua jam pertama, kemudian tiap satu jam
untuk 6-12 jam selanjutnya, catatlah :
A.
B.
C.
D.

Denyut jantung
Frekuensi napas
Frekuensi miksi
Frekuensi defekasi / muntah
Adanya air mata, mukosa mulut yang lembab, mata dan fontanella yang

sudah tidak cekung dan perbaikan turgor kulit, merupakan tanda-tanda


keberhasilan rehidrasi. Harus diperhatikan bahwa anak dengan malnutrisi berat
tidak menunjukkan tanda tanda tersebut walaupun sudah tercapai rehidrasi.
Frekuensi

napas

dan

nadi

yang

tetap

cepat

selam

rehidrasi

mengindikasikan adanya infeksi atau over rehidrasi. Tanda-tanda kelebihan cairan


(overhidrasi) antara lain meningkatnya frekuensi napas, nadi, timbul /
bertambahnya edema dan palpebra bengkak. Jika tanda-tanda tersebut muncul,

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

17

Gizi Buruk

maka hentikan pemberian cairan secepatnya dan lakukan penilaian ulang setelah
satu jam.

Pencegahan :
Untuk mencegah dehidrasi saat anak masih mengalami diare cair :
a) Tetap memberikan makanan dimulai dengan pemberian F75
b) Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan Re
SoMal. Sebagai panduan berikan 50-100 ml setiap kali diare cair untuk
anak < 2 tahun dan 100-200 ml bagi anak >2 tahun (catatan : anak
dengan malnutrisi berat biasanya feses seperti bubur, lebih sering tetapi
c)

sedikit jumlahnya dan untuk ini tidak dibutuhkan pengertian cairan)


Bila anak masih menyusu ASI, dianjurkan melanjutkan pemberian ASI di

natara pemberian F75 atau F100


4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami kelebihan Natrium (Na)
walaupun kadar Na darah rendah, (memberikan cairan tinggi Na dapat
menyebabkan kematian). Defisiensi kalium dan magnesium juga terjadi dan
membutuhkan waktu minimal dua minggu untuk melakukan koreksi. Udem yang
muncul bisa disebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Jangan memberikan
diuretik sebagai terapi edema.
Berikan :
A.
B.
C.
D.

Ekstra Kalium 3-4 mmol/kg/hari


Ekstra Magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari
Saat rehidrasi, berikan cairan rendah Natrium (misalnya ReSoMal)
Siapkan makanan tanpa garam

5. Obati/ cegah infeksi


Pada malnutrisi berat, tanda umum adanya infeksi, seperti demam, sering
tidak dijumpai, dan infeksi sering tersembunyi.
Oleh karena itu beri secara rutin saat rawat inap :
a.

Antibiotik spektrum luas


SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

18

Gizi Buruk

b.

Vaksin campak jika anak > 6 bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda
jika kondisi klinis buruk atau dalam keadaan syok)

Catatan
Beberapa ahli secara rutin memberikan tambahan untuk antibiotik
spektrum luas, metronidazole (7,5 mg/kg tiap 8 jam untuk 7 hari) untuk
mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif
dan timbulnya infeksi sistemik akibat pertumbuhun berlebih bakteri anaerob pada
usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas :
a)

Jika pada anak tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri :
kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari

(2,5 ml jika berat < 6 kg)


b) Jika anak terlihat sangat aktif (apatis, letargi) atau terdapat komplikasi
(hipoglikemi; hipotermi; dermatosis; infeksi traktus respiratorius atau
urinarius), beri :
Ampisilin 50 mg/kg/ IM/IV per 6 jam untuk 2 hari, kemudian
dilanjutkan dengan amoksisilin per oral 15 mg/kg per 8 jam untuk
5 hari, atau jika amoksisilin tidak tersedia, lanjutkan dengan
ampisilin per oral 50 mg/kg per 6 jam.
Dan ditambah dengan :
Gentamisin 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama 7 hari
Jika anak tidak ada perbaikan klinis dalam waktu 8 jam, tambahkan :
Kloramfenikol 25 mg/kg IM/IV per jam selama 5 hari
Jika infeksi spesifik teridentifikasi, tambahkan:

Antibiotik spesifik yang sesuai


Terapi anti malaria jika pemeriksaan parasit malaria pada darah perifer

menunjukkan hasil positif.


Jika anoreksia tetap ada setelah 5 hari pemberian antibotika, lanjutkan
sampai 10 hari. Selain itu, evealuasi ulang anak seutuhnya, periksa fokal infkesi
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

19

Gizi Buruk

dan organisme yang potensial untuk resisten dan pastikan bahwa suplemen
vitamin dan mineral telah diberikan secara benar.
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defisiensi vitamin dan
mineral. Meskipun anaemia sering terjadi, pada periode awal (stabilisasi, transisi)
tidak boleh diberikan preparat besi tetapi ditunggu anak memiliki nafsu makan
yang baik dan dimulai saat berat badan bertambah. Pemberian preparat besi dapat
memperburuk keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas
yang akan merusak membran sel dan berakibat fatal.
Pemberian pada hari 1:
1.

Vitamin A per oral (dosis untuk > 12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan

2.

100.000 SI, untuk 0-5bulan 50.000 IU), ditunda bila kondisi buruk
Asam folat 5 mg, oral

Pemberian harian selama 2 minggu:


1.
2.
3.
4.
5.

Suplemen multivitamin
Asam folat 1mg/hari
Zinc 2mg/kgbb/hari
Copper 0,3 mg/kgbb/hari
Preparat besi 3 mg/kg/hari (pada fase rehabilitasi)

7. Pemberian makanan
Pada fase stabilisasi diperlukan pendekatan yang hati-hati karena kondisi
fisiologis anak yang rapuh dan berkurangnya kapasitas homeostatis. Pemberian
makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien masuk dan harus
dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein secukupnya untuk
mempertahankan proses fisiologi dasar. Gambaran hal-hal penting dalam
pemberian makan pada fase stabilisasi adalah sebagai berikut:
1.

Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas

2.

rendah dan rendah laktosa (F75)


Pemberian makan secara oral atau lewat pipa nasogastrik ( jangan

3.
4.

memberikan secara parenteral)


Energi : 80-100 kcal/kgbb/hari
Protein : 1-1,5 g/kgbb/hari

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

20

Gizi Buruk

5.

Cairan : 130 ml/kgbb/hari cairan (100 cc/kgbb/hari bila anak mengalami

6.

edema berat)
Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi setelah
formula dihabiskan
Pemberian susu formula awal (F75) dan jadwal pemberian makanan yang

disarankan dibuat untuk memenuhi target diatas.


Formula F-75 mengandung 75 kcal (100ml dan 0,9 gram protein / 100 ml
cukup memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan
menggunakan cangkir atau sendok. Anak yang snagat lemah, mungkin perlu
diberika dengan sendok ataus secara drop atau dengan spuit3.
Jadwal yang direkomendasikan, dimana volume secara bertahap
ditingkatkan dan frekwensi secara bertahap dikurangi adalah sebagai berikut :
Hari

Frekuensi

Volume/kgbb/pember

Volume/kg/hari

ian
1-2

Tiap 2 jam

11cc

130

3-5

Tiap 3 jam

16cc

130

6-7+

Tiap 4 jam

22c

130

Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi tiap 3 jam dan 4 jam
dilakukan bila anak mampu menghabiskan porsinya. Untuk anak dengan nafsu
makan yang baik dan tanpa edema, jadwal ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari.
Gunakan perhitungan berat badan harian untuk menghitung berapa banyak yang
harus diberikan, karena anak mengalami penurunan berat badan (edema
berkurang/hilang) atau mengalami peningkatan berat badan pada fase ini.
Jika karena sesuatu sebab (muntah,diare,latergi, dan lain-lain) asupan tidak
dapat mencapai 80/kkal/KgBB/hari (jumlah minimal yang harus dicapai),
makanan harus diberikan melalui NGT untuk mencukupi jumlah asupan. Jangan
melebihi 100 Kcal/kg/hari pada fase ini.

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

21

Gizi Buruk

Monitor dan catat :


a)
b)
c)
d)

Jumlah yang diberikan dan dikeluarkan (muntah) atau tersisa


Frekuensi muntah
Frekuensi BAB cair
Berat badan harian (ditimbang pada waktu dan kondisi yang sama)
Selama fase stabilisasi, diare seharusnya berkurang dan juga edema bila

ada yang menyebabkan berat badan berkurang.


8. Mencapai kejar tumbuh
Pada fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk pemberian makan
dalam pencapaian asupan yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat
(>10g/kg/hari). Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah F 100 yang
mengandung 100 kkal/100ml dan 2,9 g protein/100 ml.
Kesiapan untuk memasuki fase rehabilitasi ditandai dengan kembalinya
nafsu makan, biasanya sekitar satu minggu setelah perawatan. Transisi yang
bertahap direkomendasikan untuk mencegah resiko gagal jantung yang dapat
muncul bila anak mengkonsumsi makanan langsung dalam jumlah banyak.
Untuk mengubah dari pemberian makanan ke awal kemakanan kejar
tumbuh (transisi) :
A. Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam
B. Kemudian volume dapat ditambah bertahap sebanyak 10-15 ml per kali ( bila
sulit dalam pelaksanaanya, kenaikan volume ini dapat dilakukan per hari)
hingga mencapai 150 kcal/kgbb/hari (volume minimum pada tabel pemberian
F-100)
C. Energi : 100-150 kkal/kgbb/hari
D. Protein : 2-3 g/kgbb/hari
E. Bila anak masih mendapat asi, tetap berikan diantara pemberian formula
Monitor selama fase transisi terhadap tanda gagal jantung:
1. Frekuensi napas
2. Frekuensi nadi
Bila frekuensi napas meningkat lima kali atau lebih/ menit dan frekuensi
nadi 25 atau lebih/ menit selama 2 kali pemantauan dalam 4 jam berturut-turut,
kurangi volume per kali makan ( berikan tiap 4 jam F100 16ml/kgbb/makan

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

22

Gizi Buruk

selama 24 jam, kemudian 22 ml/kgbb/makan selama 48 jam, kemudian tingkatkan


jumlah pemberian makan 10 ml tiap kali pemberian seperti diatas.
Setelah fase transisi, anak masuk ke fase rehabilitasi:
A. Lanjutkan menambah volume pemberian F-100 hingga ada makanan sisa
yang tidak termakan oleh anak (anak tidak mampu menghabiskan
porsinya). Tahapan ini biasanya terjadi pada saat pemberian makanan
mencapai 30 ml/kgbb/makan (200ml/kgbb/hari)
B. Pemberian makanan yang sering(sedikitnya 4 jam) dari jumlah formula
tumbuh kejar
C. Energi : 150-220 kcal/kg/hari
D. Protein : 4-6 gram protein/kg/hari
E. Bila anak masih mendapat ASI tetap diberikan diantara pemberian
formula (catatan: ASI tidak memiliki energi dan protein yang cukup
untuk mendukung tumbuh kejar yang cepat)
Monitor kemajuan setelah transisi dengan menilai peningkatan berat badan:
1.

Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir

2.

pemantauan berat badan


Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan
gram/kgbb/hari

Bila kenaikan berat badan :


1.

Buruk ( <5 gram/kgbb/hari), anak perlu dilakukan penilaian ulang secara


menyeluruh, apakah target asupan makanan memenuhi kebutuhan atau

cek apakah ada tanda-tanda infeksi


2. Sedang (5-10 gram/kgbb/hari), lanjutkan tatalaksana
3. Baik (>10 gram/kgbb/hari), lanjutkan tatalaksana
9. Memberikan stimulasi fisik, sensorik dan dukungan emosional
malnutrisi berat didapatkan perkembangan mental dan perilaku yang
terlambat, menyediakan :
1. Perawatan dengan kasih sayang
2. Kegembiraan dan lingkungan nyaman
3. Terapi bermain yang terstruktur 15-30 menit/ hari
4. Aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan psikomotor anak
5. Keterlibatan ibu (contoh kenyamanan, makan, mandi, bermain)
10. Persiapan tindak lanjut setelah perawatan
Bila anak sudah mencapai persentil 90% BB/TB (setara -1SD) maka anak
sudah pulih dari malnutrisi, walaupun mungkin BB/U masih rendah karena
SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

23

Gizi Buruk

umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang baik dan stimulasi fisik
dan sensorik dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukkan kepada orang tua atau
pengasuh bagaimana :
A. Pemberian makan secara sering dengan kandungan energi dan nutrient
yang memadai
B. Berikan terapi bermain yang terstruktur
Saran untuk orang tua atau pengasuh
a. Membawa anak kontrol secara teratur
b. Memberikan imunisasi booster
c. Memberikan vitamin A setiap 6 bulan
Fase stabilisasi diharapkan selesai dalam 5-10 hari (jika 2 hari sudah baik fase
ini juga dapat dianggap selesai, selebihnya merupakan fase peralihan/transisi ke
fase rehabilitasi).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari kelainan yang disebut
malnutrisi energi protein (MEP). MEP merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi
buruk karena kekurangan protein (disebut Kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya
(marasmus-kwashiorkos). sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang
secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita adalah
makanan dan ada atau tidaknya penyakit infeksi.
Penatalakasanaan gizi buruk ada 10 langkah diantaranya : mencegah dan
mengatasi hipoglikemi, mencegah dan mengatasi hipoglikemi, mencegah dan
mengatasi dehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit,mengobati
infeksi, memperbaiki kekurangan zat gizi mikro, memberikan makanan untuk
stabilisasi dan tansisis, memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi,

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

24

Gizi Buruk

memberikan makanan untuk tumbuh kejar, memberikan stimulasi unutk tumbuh


kenbang, mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjarif, Damayanti rusli, dkk. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan
Penyakit Metabolik. Jilid 1: Jakarta: IDAI
2. Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
3. Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2003
4. Teknis Tatalaksana Anak Gizi buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
2003
5. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit Edisi Indonesia. WHO, 2009

SMF ANAK RSU dr.Pirngadi Medan

25

Anda mungkin juga menyukai