Perlindungan Mata Air Dan Air Tanah Sebagai Upaya Pencapaian Ketahanan Air

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

PERLINDUNGAN MATA AIR DAN AIR TANAH

SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN KETAHANAN AIR


November 16, 2015 Andi Setyo Pambudi

Jakarta (11/11/2015) Isu penting terkait perlindungan mata air dan air tanah dalam
RPJMN 2015 2019, Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Bappenas mengundang stakeholders penting dalam sebuah FGD Konservasi
Sumber Daya Air Tanah dan Mata Air di DAS Prioritas pada tanggal 11 November
2015 bertempat di Gedung Pusbindiklatren Bappenas Jl. Proklamasi No.70
Jakarta. Acara ini dipimpin oleh Ir. Nita Kartika, M.Ec selaku Kepala Sub
Direktorat Rehabilitasi Hutan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas
dengan menghadirkan narasumber dari Ir. Hermono Sigit sebagai Direktur Pengendalian
Kerusakan Perairan Darat KLHK dan Pakar Dr. Dasapta Erwin Irawan dari
Institut Teknologi Bandung.

Sebagai pemimpin acara FGD sekaligus narasumber, Ir. Nita Kartika, M.Ec
menyampaikan

bahwa

FGD

ini

dimaksudkan

untuk

mendapatkan

pemahaman tentang masalah konservasi tanah sebagai akibat dari rusaknya


lansekap DAS dan juga memberikan gambaran tentang penanganan
konservasi air tanah baik pada kawasan hulu, tengah, maupun hilir DAS.
Masukan yang ingin didapatkan dalam hal ini adalah tentang upaya-upaya
dan penanganan rehabilitasi air tanah dan mata air terutama di DAS Prioritas
sebagai bagian dari target pencapaian ketahanan air dalam RPJMN 2015
2019.
Direktorat Pengendalian Ekosistem Perairan Darat menganggap program ketahanan air
merupakan hal yang penting dan baru. Namun kenyataan di lapangan
didapatkan perlindungan, pengelolaan, dan pengawasan pada mata air
belum cukup didalami. Oleh karena itu perlu diaturnya ketetatapan area
mata air yang perlu diberikan treatment perlindungan, pengelolaan, dan
pengawasan, lanjut Ir. Hermono Sigit menambahi apa yang disampaikan
pemimpin FGD.
Ir. Hermono Sigit juga menjelaskan bahwa dalam pengendalian kerusakan
mata air dan air tanah dipengaruhi oleh tekanan lingkungan, permasalahan
lingkungan, dan bencana ekologis. Dari ketiga faktor ini selanjutnya akan
mempengaruhi kondisi mata air dan air tanah. Kondisi ini selanjutnya

diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas, yakni kelas Aman Rawan Rusak.


Fungsi dari pengklasifikasian kelas ini nantinya akan menjadi pertimbangan pengambilan
keputusan untuk melaksanakan aksi yang sesuai untuk kondisi masingmasing kelas.

Sementara itu, Dr. Dasapta Erwin Irawan sebagai narasumber pakar


menggarisbawahi bahwa pemanfaatan air tanah seharusnya menjadi opsi
terakhir setelah air permukaan atau sumber air lain. Dalam pengambilan air
tanah sebaiknya dilakukan pada musim kemarau saja, karena pada saat musim hujan kita
bisa memanen air yang melimpah sekaligus mengurangi konsumsi air tanah.
Oleh karena itu dapat dikembangkan pula penerapan teknologi untuk
pembuatan tenda air dan bisnis air hujan. Tidak luput tetap menekan aturan
pengenaan pajak dalam pengambilan air tanah, tuturmya.
Untuk pemulihan air tanah tidak bisa dilakukan di tanah dangkal. Areal yang
perlu

dicover dengan

dipertimbangkan

pula

ekuivalensi
berapa

simpanan
kapasitas

air

hujan

(liter)

dan
yang

perlu
akan

dimasukkan. Teknologi yang dapat dikembangkan di masa depan adalah bagaimana


rumah-rumah atau gedung-gedung perkantoran dapat mandiri memproduksi air tanpa
mengambil air tanahnya. Hal ini perlu didukung dari sektor Peguruan Tinggi
yang memiliki potensi SDM yang berkualitas untuk menghasilkan riset-riset
teknologi. Namun riset-riset ini sebaiknya dibuka secara online sehingga

masyarakat

luas

pungkasnya (*KKSDA)

dapat

mengakses

perkembangannya,

Anda mungkin juga menyukai