PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO
tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus
TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu
350 per 100.000 pendduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk.
I.2
Rumusan Masalah
Bagaimana anatomi dan Fisologi Sistem Pernapasan?
1. Apa pengertian dari Tuberkulosis (TB) Paru?
2. Apa etiologi dan faktor risisko TB paru?
3. Bagaimana patofisiologi dari TB Paru?
4. Apa saja manifestasi dari TB Paru?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik TB Paru?
6. Bagaimana pengkajian bagi penderita TB Paru?
7. Bagaiman asuhan keperawatan bagi penderita TB Paru dengan tepat
8. Apa saja Evidence based berdasarkan intervensi yang diberikan?
I.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tanggap
dan benar bagi penderita Tuberkulosis Paru
2. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi sistem pernapasan.
1
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penyusun membagi atas beberapa bab dan tiap
bab dan tiap-tiap bagiannya menjadi beberapa bagian. Adapun isi dari tiap-tiap
bagian tersebut adalah:
1. Bagian formalitas, terdiri dari halaman judul, kata pengantar, daftar isi
2. Bagian isi terdiri dari:
BAB I
Pendahuluan, meliputi
: latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II
Kajian pustaka, meliputi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
laringorofaring,
3. Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitelium lined
yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakkhea (di bawah). Laring
terletak di anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari
esophagus berada di posterior laring.
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan
napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.
Sedangkan saluran pernapasan bagian bawah adalah sebagai berikut:
1. Trakhea
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kurang 10 cm dan lebar 2,5
cm. Trakea berjalan dari cartilage cricoidea ke bawah pada bagian depan leher
dan dibelakang manubrium streni berakhir pada setinggi angulus strenalis
tempatnya berakhir membagi menjadi bronkus kanan dan kiri. Di dalam leher
trakea disilang di bagian depan oleh isthmus glandula thyroidea dan beberapa
vena.
2. Bronkus
Bronkus kanan dan kiri berjalan ke bawah dan keluar dari bifurkasio trakea ke
hilus masing-masing paru. Bronkus kanan lebih lebar,pendek, dan lebih vetikel
dari bronkus kiri.
3. Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasrnya berada pada diafragma. Paru-paru
kanan mempunyai tiga lobus (superior, medial, inferior) sedangkan paru-paru
kiri mempunyai dua lobus (superior dan inferior). Paru-paru kanan dan kiri
dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Paru-paru manusia terbungkus
oleh dua selaput, yaitu pleura dalam (pleura visceralis) dan pleura luar (pleura
parietalis). Pleura dalam langsung menyelimuti paru-paru, sedangkan pleura luar
bersebelahan dengan tulang rusuk. Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga
tulang rusuk. Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga yang berisi cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru.
2.2
adalah
penyakit
infeksi
menular
yang
disebabkan
seseorang
terhadap
infeksi
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
3. Patofisiologi
a. Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat
seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
6
menetap disana. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh Neutrofil kemudian
baru makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya. Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak
dalam sito-plasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk
sarang tuberkolosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau
sarang (fokus) Ghon.
Sarang ini dapat terjadi disetiap bagian paru, bila menjalar sampai ke
pleura, maka terjadilah efusi pleura. Bila masuk ke arteri pulmonalis
maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus
paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya
infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan
perkembangan
kuman,
akibatnya
dalam
beberapa
bulan,
yang
4. Pathway
Microbacterium
Tuberculosa
Droplet infection
Keluar dari
Menyebar
ke organ
tracheobionchial
lain (parulain,
bersama
sekret
saluran pencernaan,
tulang) melalui
media (bronchogen
Sembuh
tanpa
percontinuitum,
pengobatan
bernatogen,
limfogen)
Komplek Printer
Dibersihkan oleh
Makrofag
Tumbuh dan
Sarang
Sembuh
primer/afek
dengan bekas
primer
berkembang
di
(focus
fibrosis
ghon)
Limfadinitis
regional
sitoplasma makrofag
Radang tahunan
dibronkus
Berkembang
menghancurkan
jaringan ikat sekitar
Pembentukan tuberkel
Kerusakan membrane
alveolar
Pembentukan sputum
berlebihan
Menurunnya permukaan
efek paru
Bagian tengah
nekrosis
10
Batuk Produktif
Membentuk
(batuk
terus
Sekret
Terhirup
keluar
orang
saat
jaringan
keju
menerus)
batuk
sehat
Droplet
Resiko
infection
Infeksi
Alveolus
Alveolus mengalami
konsolidasi
& eksudasi
Gangguan
pertukaran
gas
11
5. Manifestasi Klinis
a. Manifestasi klinik TB Paru dibagi :
Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Pada TB
Paru anak terdapat pembesaran kelenjar limfe superfisialis.
b. Gejala lain yang sering dijumpai:
1)
Dahak bercampur darah.
2)
Batuk darah
3)
Sesak nafas dan rasa nyeri dada
4)
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit Paru selain TB
Paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan
dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagi seorang suspek TB
Paru atau tersangka penderita TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan
sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan
infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun
75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai
sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji
12
mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan
4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi.
b. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu
lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum
pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan
rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai
TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus.
Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque
yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang
kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia
atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian
kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan
bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya
dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi
di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien
dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari
tingkat eksudatif yang besar.
c. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis
fibrotik ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan
emifesema perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks,
penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada
temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan
dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya
13
diperoleh
dengan
pemeriksaan
Mycobacterium.
Bahan
pemeriksaan
untukl
isolasi
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU
3.1
Pengkajian
1. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
a.
B1 (breathing )
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan, sekilas pandangan klien
dan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero / posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari
TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat
adanya ketidak semitrisan rongga dada, pelebaran interkostal
space ( ICS ) pada sisi yang sakit. TB paru disertai atelaksasis
paru membuat bentuk dada menjadi tidak semetris, yang
17
B2 (Blood)
Pada klien pada TB paru pengkajian yang dapat melimputi :
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya paru dan keluhan kelemahan
fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan di epusi pleura masip mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
B4 ( Blander )
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
kareana hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urin yang berwarna jingga
pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal
sebagai eksresi karena meminum OAT terutama Rifamfisim.
18
B5 ( Bowel )
Klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu makan
, dan penurunan berat badan
B6 ( Bone )
Aktivitas sehari hari berkurang banyak pada klien dengan TB
paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia pola hidup menetap, jadwal olahrgaga tak teratasi .
3.2
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada penderita tuberkulosis meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, hemoptysis, kelemahan, upaya bentuk buruk, dan edema
tracheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Resiko tinggi ganguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
jaringan efektif paru,atelektasis,kerusakan membran alveolar-kapiler, dan
edema bronkhial.
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
keletihan, anoreksia atau dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
5. Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi,aturan pengobatan,
proses penyakit,dan penatalaksanaan perawatan dirumah
3.3
19
Rencana intervensi
-
lebih lanjut.
Rencana intervensi
Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan bantu klien berlatih nafas
dalam dan batuk efektif.
Rasional : Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya nafas. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis dan
20
Rencana intervensi
Agen mukolitik
Rasional : Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan pelengketan
sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
Rencana intervensi
Bronkodilatot
Rasional : Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan
trakheobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
Renvana intervensi.
Kortikosteroid
Rasional : Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada
hipoksemia dan bila reaksi inflamsi mengancam kehidupan.
Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit.
Bantu klien latihan nafas dalam dan batuk efektif.
21
benar.
Rasional
Mempertahankan
tekanan
negative
intrapleural
yang
Rencana intervensi.
Periksa batas cairan dalam botol pengisap dan pertahankan pada batas yang
ditentukan.
Rasional : Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang
22
Rencana intervensi
Mandiri
-
23
Kaji status nutrisi klien,turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
Rasional : memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan
hipermetabolik klien.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium BUN, protein serum,dan albumin
24
selesai.
Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda
reaktivasi penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas,
kehilangan pendengaran,dan vertigo)
Rasional : dapat menunjukkan pegaktifan ulang proses penyakit dan efek obat
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang
dapat menyerang berbagai organ, terutama parenkim paru paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi
(Junaidi, 2010).
WHO atau Badan Kesehatan Dunia memperkirakan sepertiga dari
populasi didunia terinfeksi dengan mycobacterium tuberculosis. Pada tahun
2009 ada 9,4 juta kasus baru dengan 1,7 juta kematian secara global. Sebagian
besar kematian terdapat pada Negara berkembang yang memiliki keterbatasan
sumber daya (Belay et al, 2010).
Tiga Negara dinyatakan sebagai negara dengan disease burden tertinggi
yaitu Cina, India dan salah satunya Indonesia (Sjahrurachman, 2010). Di
Indonesia penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit menular (Harrison, 2013). Jumlah
kasus baru BTA+ yang ditemukan di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak
202.301 kasus. Jumlah tersebut sedikit lebih meningkat dibandingkan pada
tahun 2011 sebesar 197.797 kasus (Kemenkes RI, 2013).
Penderita TB paru di SULUT pada tahun 2012 mencapai 92%, kasus ini
menduduki prevalensi kedua tertinggi setelah SULTENG yaitu (94%). CNR
(case notification rate) TB paru di Indonesia per provinsi tahun 2012 dengan
angka notifikasi kasus TB paru tertinggi berada di SULUT sekitar 251 kasus
baru per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2013).
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien TB paru akan
menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar manusia
salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat, seperti adanya nyeri dada saat
aktivitas, dyspnea saat istirahat. atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur
(Heather, 2013).
Metode yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko
penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat
istirahat.
Posisi
yang
paling
efektif
bagi
pasien
dengan
penyakit
26
kemiringan 30-45 (Yulia, 2008). Posisi semi fowler pada pasien TB paru telah
dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas
(Bare, 2010). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O2
dan menormalkan ekspansi paru yang maksimal, serta mempertahankan
kenyamanan (Azis & Musrifatul, 2012).
Data awal yang diperoleh di Irina C5 RSUP Prof Dr. R. D. Kandou
Manado sejak Januari-Agustus 2014 tercatat ada 3.481 pasien TB paru. Paling
banyak pasien ini mengalami sesak napas (Buku Register Pasien Irina C). Hasil
wawancara dengan beberapa kepala ruangan Irina C bahwa setiap tahunnya
pasien TB paru meningkat dan merupakan kasus terbanyak di Irina C.
Upaya dalam meningkatkan peranserta perawat (profesi keperawatan)
dan pasien dalam upaya penanggulangan efek TB paru, dan memberi
peningkatan informasi yang tepat dan lengkap tentang diagnosa keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d adanya sekret dibronkus dan eksudat
diaveoli, ketidakefektifan pola napas b/d posisi tubuh yang salah dan penurunan
energi/kelelahan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan implikasi hasil penelitian ini terhadap profesi keperawatan yaitu
dapat berguna dalam menyebarluaskan informasi terhadap rekan rekan
seprofesi tentang pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan
pola napas, mewujudkan evidence based practice terutama dalam hal
pengelolaan pasien TB paru yang mengalami sesak napas untuk meningkatkan
kualitas pernapasannya dengan menggunakan terapi nonfarmakologi, serta
menjadikan salah satu acuan bagi rekan rekan profesi keperawatan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan cara pemberian intervensi
keperawatan yang mandiri khususnya terhadap pasien TB paru yang mengalami
sesak napas, sehingga diharapkan dapat menurunkan komplikasi dan mortalitas
pasien TB paru.
SIMPULAN
Teridentifikasi frekuensi pernapasan sebelum diberikan posisi semi
fowler sebagian besar termasuk frekuensi sesak napas sedang sampai berat.
Terindentifikasi frekuensi pernapasan setelah diberikan posisi semi fowler
sebagian besar termasuk frekuensi pernapasan normal, serta terdapat pengaruh
27
pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB
paru di Irina C5 RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
2. BATUK EFEKTIF
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien
dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara
maksimal. Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja.
Namun dibandingkan dengan batuk niasa yang bersifat refleks tubuh terhadap
masuknya benda asing dalam saluran pernapasan, batuk efektif dilakukan
melalui gerakan yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk
efektif, maka berbagai penghalang yang menghambat atau menutup saluran
pernapasan dapat dihilangkan. Batuk merupakan gerakan refleks yang bersifat
reaktif terhadap masuknya benda asing dalam saluran pernapasan. Gerakan ini
terjadi atau dilakukan tubuh sebagai mekanisme alamiah terutama untuk
melindungi paru-paru. Gerakan ini pula yang kemudian dimanfaatkan kalangan
medis sebagai terapi untuk menghilangkan lendir yang menyumbat saluran
pernapasan akibat sejumlah penyakit (Apriyadi, 2013).
TUJUAN BATUK EFEKTIF
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan
untuk (Trabani, 2010):
1. Merangsang terbukanya sistem kolateral
2. Meningkatkan distribusi ventilasi
3. Meningkatkan volume paru
4. Memfasilitasi pembersihan saluran napas
MANFAAT BATUK EFEKTIF
Memahami pengertian batuk efektif beserta teknik melakukannya akan
memberikan manfaat. Diantaranya, untuk melonggarkab dan melegakan saluran
pernapasan maupun mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi
saluran pernapasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum) maupun sekret
28
dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada saluran pernapasan maupun
karena sejumlah penyakit yang diderita seseorang (Trabani, 2010).
Bahkan bagi penderita tuberkulosa (TB), batuk efektif merupakan salah
satu metode yang dilakukan tenaga medis untuk mendiagnosis penyebab
penyakit. Tidak sedikit penderita yang justru mengalami kondisi yang semakin
memburuk meski pengobatan telah dilakukan. Bahkan sejumlah penelitian
menemukan, tidak kurang satu orang dari empat atau lima penderita TB
mengalami kematian, terutama akibat terlambat memberikan pengobatan
maupun kesalahn dalam melakukan diagnosis sehingga pengobatan menjadi
tidak efektif (Trabani, 2010).
LATIHAN BATUK EFEKTIF
Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan
menjaga paru-paru agar tetap bersih, disamping dengan memberikan tindakan
nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif dapat diberikan pada pasien
dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar.
Batuk efektif ini merupakan bagian tindakan keperawatan untuk pasien dengan
gangguan pernapasan akut dan kronis. Pasien dapat dilatih melakukan teknik
batuk efektif dengan cara:
1. Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk.
2. Kemudian pasien napas dalam seperti cara napas dalam (3-5 kali).
3. Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernapasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa
terjadi luka pada tengorokan.
4. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya
terhadap incisi.
5. Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak
pada pasien dengan gangguan saluran pernapasan. Diharapkan perawat dapat
melatih pasien dengan batuk efektif sehingga pasien dapat mengerti
29
30
Maka dari itu pemenuhan gizi pasien TBC dapat segera dilakukan agar tidak
terjadi infeksi yang berlanjut dengan criteria hasil :
(sesuai indikasi)
Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake
gizi
Fasiilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi
sering.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan
intervensi selanjutnya
Kolaborasi untuk pemberian multivitamin bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari
peningkatan laju metabolisme umum
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Tuberculosis paru-paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis atau
menahun
31
Saran
Tenaga Kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan perlu memahami
tentang pengkajian umum sistem perkemihan. Agar dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada klien yang mengalami masalah sistem perkemihan.
DAFTAR PUSTAKA
Dianasari, Nur. Pemberian Tindakan Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Dahak Pada
Askep. Program Studi DIII Keperawatan Kusuma Husada Surakarta.
Gibson, John. 2002. Fisiologi & Anatomi Modern Untuk Perawat. Edisi 2. Jakarta :
EGC
32
Majampoh, Aneci, Boki, Rolly Rondonuwu, dan Freanly Onibala. 2013. Pengaruh
Pemberian Semi Fowler terhadap Kestabilan Pola Napas. Program Studi Keperawatab
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan
. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda Nic-Noc.2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis. Ed
revisi. Jilid 3. Jogyakarta: Mediacation Jogja.
33