Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

GEOGRAFI LINGKUNGAN
Tentang
KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH PELABUHAN

DISUSUN OLEH:
NAMA

: ARIMAH

NIM

: 11214A0012

SEMESTER
JUR/PROD

: VIA (Enam)A
: IPS/GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2015
Kawasan pesisir berupa kawasan lahan basah berhutan mangrove, pantai berpasir,
atau pantai berbatu. Adanya pembangunan pelabuhan dikawasan tersebut, akan terjadi
perubahan fungsi dan tata guna lahan tersebut yang mengakibatkan perubahan bentang alam.

Pada awalnya, kawasan tersebut berfungsi sebagai cathmenarea baik untuk air hujan maupun
air pasang, namun setelah ada proses pembangunan pelabuhan, seperti kegiatan pembukaan
lahan, pemotongan dan pengurugan tanah pada tahap konstruksi, serta pemadatan tanah, akan
mengubah lahan fungsi tersebut. Air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah, sehingga
meningkatkan volume air limpasan (run off) dan meningkatkan terjadinya potensi genangan
dan mengubah pola genangan.
Dampakdampak turunan dari perubahan fungsi dan tata guna lahan adalah terjadinya
perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk, peningkatan kesempatan kerja dan
berusaha, timbulnya keresahan dan persepsi negatif masyarakat, gangguan terhadap aktivitas
nelayan, peningkatan kepadatan lalu lintas pelayaran, serta bangkitan lalu lintas.
Kegiatan pembangunan pelabuhan beserta fasilitasnya akan memengaruhi terjadinya
perubahan kedalaman laut, pola arus laut dan gelombang mengakibatkan dampak turunan
yaitu adanya perubahan pola sedimentasi yang dapat mengakibatkan abrasi dan akresi
(perubahan garis pantai). Jika bagian struktur pelabuhan menonjol ke arah laut, maka
mungkin terjadi erosi pada garis pantai disekitarnya akibat transpor sediment sejajar pantai
yang terganggu. Dampak ini merupakan isu yang paling penting dalam setiap pembangunan
di wilayah pesisir, sehingga dalam rencana pengelolaan dan rencana pemantauan harus
dilakukan secara berkesinambungan.
Gangguan Terhadap Biota Perairan Kegiatan pembukaan lahan, pemancangan tiang
pondasi dan pembangunan struktur fisik fasilitas pelabuhan dapat mengganggu biota yang
ada di lahan basah seperti mangrove, jenis crustacea larva-larva ikan dan biota perairan
lainnya seperti terumbu karang dan padang lamun. Gangguan terhadap biota perairan dapat
terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung disebabkan oleh kegiatan
pengerukan dan pembangunan, sedangkan secara tidak langsung merupakan dampak lanjutan
dari penurunan kualitas air laut akibat operasional pelabuhan. Salah satu penyebab dampakdampak di atas adalah karena belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman
sebagai pilar utama pembangunan nasional. (kusnadi, 2006:15-20).
Laut Indonesia yang luas seharusnya menjadi sumber pembangunan nasional tetapi
malah menjadi kelemahan Indonesia, sehingga fungsi pelabuhan di dalamnya tidak optimal.
Menurut Fadjroel (dalam IMM, 2012) mengatakan, prinsip negara maritim harus segera

dikembalikan, baik dalam bentuk regulasi, kebijakan maupun peraturan. Ini berlaku mulai
dari tingkat nasional sampai dengan daerah yang ada di perbatasan. Seharusnya dengan
adanya pelabuhan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup di sekitarnya dengan tetap
mengedepankan keselamatan lingkungan dengan pengelolaan yang bijak. Selanjutnya, pada
bagian setelah penulisan ini akan dibahas mengenai strategi peningkatan kinerja pelabuhan di
Indonesia.
Penurunan kualitas air laut ditandai dengan adanya peningkatan kekeruhan dan
penigkatan pencemaran air laut. Penurunan peningkatan kualitas air kegiatan konstruksi pada
pembangunan pelabuhan akan berpotensi menimbulkan dampak penurunan kualitas air laut
terutama pada tahap pengerukan (capital dredging) dan pembuangan material keruk.
Kegiatan operasional akan memengaruhi kualitas air laut dan kualitas air permukaan
(jika pembangunan pelabuhan terletak di sekitar sungai) dengan adanya peningkatan
pencemaran terutama yang dihasilkan dari discharge air limbah domestik dan non domestik
(air balast, tank cleaning dan bahan kimia yang digunakan untuk perawatan kapal), kegiatan
operasional loading-offloading di pelabuhan serta korosi pada kapal.
Kegitan pembanguna pelabuhan akan memberikan dampak yang sangat penting
terhadap biota perairan yang berada disekitar wilayah pelabuhan. Kegiatan pembukaan lahan,
pemancangan tiang pondasi dan pembangunan struktur fisik fasilitas pelabuhan dapat
mengganggu biota yang ada di wetland/lahan basah seperti mangrove, bangsa krustase,
larva-larva ikan dan biota perairan lainnya seperti terumbu karang dan padang lamun.
Gangguan terhadap biota perairan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung disebabkan oleh kegiatan pengerukan dan pembangunan, sedangkan secara
tidak langsung merupakan dampak lanjutan dari penurunan kualitas air laut akibat
operasional pelabuhan.

Beberapa efek tumpahan minyak di laut dapat di lihat dengan jelas seperti pada pantai
menjadi tidak indah lagi untuk dipandang, kematian burung laut, ikan, dan kerang-kerangan,
atau meskipun beberapa dari organisme tersebut selamat akan tetapi menjadi berbahaya untuk

dimakan. Efek periode panjang (sublethal) misalnya perubahan karakteristik populasi spesies
laut atau struktur ekologi komunitas laut, hal ini tentu dapat berpengaruh terhadap
masyarakat pesisir yang lebih banyak menggantungkan hidupnya di sector perikanan dan
budi daya, sehingga tumpahan minyak akan berdampak buruk terhadap upaya perbaikan
kesejahteraan nelayan.
Tumpahan minyak yang tejadi di laut terbagi kedalam dua tipe, minyak yang larut
dalam air dan akan mengapung pada permukaan air dan minyak yang tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai.
Minyak yang mengapung pada permukaan air tentu dapat menyebabkan air berwarna hitam
dan akan menggangu organisme yang berada pada permukaan perairan, dan tentu akan
mengurangi intensitas cahaya matahari yang akan digunakan oleh fitoplankton untuk
berfotosintesis dan dapat memutus rantai makanan pada daerah tersebut, jika hal demikian
terjadi, maka secara langsung akan mengurangi laju produktivitas primer pada daerah
tersebut karena terhambatnya fitoplankton untuk berfotosintesis.
Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai
deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai, akan mengganggu organisme interstitial
maupun organime intertidal, organisme intertidal merupakan organisme yang hidupnya
berada pada daerah pasang surut, efeknya adalah ketika minyak tersebut sampai ke pada bibir
pantai, maka organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, amenon, moluska dan
lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami kematian. Namun
pada daerah intertidal ini, walaupun dampak awalnya sangat hebat seperti kematian dan
berkurangnya spesies, tumpahan minyak akan cepat mengalami pembersihan secara alami
karena pada daerah pasang surut umumnya dapat pulih dengan cepat ketika gelombang
membersihkan area yang terkontaminasi minyak dengan sangat cepat.
Sementara pada organisme interstitial yaitu, organisme yang mendiami ruang yang
sangat sempit di antara butir-butir pasir tentu akan terkena dampaknya juga, karena minyakminyak tersebut akan terakumulasi dan terendap pada dasar perairan seperti pasir dan batubatuan, dan hal ini akan mempengaruhi tingkah laku, reproduksi, dan pertumbuhan dan
perkembangan hewan yang mendiami daerah ini seperti cacing policaeta, rotifer, Crustacea
dan organisme lain.
Berbagai kegiatan yang terjadi baik di perairan pelabuhan maupun di daratan
pelabuhan dapat mengakibatkan pencemaran dikawasan pelabuhan. Pencemaran perairan,

baik itu di kolam pelabuhan, alur maupun ambang luar merupakan isu pokok masalah
lingkungan di pelabuhan. Pencemaran ini terjadi karena masuknya limbah dalam bentuk cair
maupun padat ke dalam perairan pelabuhan. Buangan limbah ini menyebabkan kualitas air
laut turun sampai tingkat tertentu sehingga merusak ekosistem perairan.
Berdasarkan Peraturan Pemeruintah No.69 tahun 2001 tentang kepelabuhanan bahwa
untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan umum, ditetapkan batas-batas daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan berdasarkan rencana induk
yang telah ditetapkan. Batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan umum ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin
kegiatan kepelabuhanan
Selain pencemaran pelabuhan, beberapa pelabuhan di Indonesia telah mengalami
kerusakan lingkungan, yaitu berupa terjadinya abrasi yang mengakibatkan pantai atau jetty di
pelabuhan

mengalami

kerusakan

atau

sebaliknya

perairan

pelabuhan

mengalami

pendangkalan sebagai akibat terjadinya sedimentasi. Terjadinya abrasi atau sedimentasi di


perairan pelabuhan pada umumnya disebabkan oleh factor alam atau oleh kegiatan manusia
di wilayah pesisir. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah pekerjaan reklamasi pantai, pembuatan
bangunan dengan struktur massif yang menjorok ke laut dan pengerukan pasir laut yang
berlebihan dan tidak terkendali, penebangan mangrove dan perusakan terumbu karang.
Sumber pencemaran libngkungan di wilayah perairan pelabuhan yang berasal dari
daratan adalah dari kegiatan: (a) Industry, (b) Perkantoran, (c) Permukiman, (d) Bongka-muat
barang, (e) Pengurugan/reklamasi, (f) Erosi lahan, (g) Limbah domestic.
Sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan dilaut antara lain: (a) Kegiatan pelayaran
(b) Pengerukan alur/kolam Beberapa sumber penghasil limbah ini merupakan asal mula
terjadinya pencemaran di perairan pelabughan. Pada umumnya limbah yang dihasilkan
tersebut berbentuk padat, cair dan gas maupun kebisingan.

Ada beberapa cara yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menyelesaikan
permasalahan ini. Namun sebelumnya kita harus menentukan terlebih dahulu prioritas

pengembangan pelabuhan yang ada sekarang ini. Dari semua masalah yang telah disebutkan
diatas, masalah yang paling penting untuk diselesaikan terlebih dahulu adalah perbaikan
fasilitas yang ada pada pelabuhan. Langkah pertama ialah merevitalisasi pelabuhanpelabuhan utama di Indonesia. Sedikitnya, pemerintah harus serius mengembangkan 10
pelabuhan utama seperti Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Mas, Tanjung Perak, Bitung,
Pontianak, Pangkalan Bun, Panjang, dan beberapa pelabuhan yang memiliki posisi strategis.
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia memiliki kinerja yang lambat dari segi
administrasi karena terlalu banyak berkas-berkas dan juga birokrat yang harus dilewati
sebelum sistem dijalankan. Permasalahan ini dapat diatasi dengan melengkapi pelabuhanpelabuhan di Indonesia dengan sistem informasi yang memadai. Kemudian perlu dilakukan
evaluasi terhadap proporsionalitas dari managamen di pelabuhan. Jika kita ingin
mempercepat jalannya suatu sistem, salah satu caranya ialah menyederhanakan proses dari
sistem tersebut tanpa mengesampingkan esensinya. Oleh karena itu praktek-praktek birokratif
harus segera dihilangkan guna meningkatkan kinerja pelabuhan dari segi pengelolaan waktu.
Tetapi hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah pengembangan sumber daya
manusia di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Hal ini penting karena, jangan sampai
perampingan angkatan kerja pada pelabuhan justru menurunkan tingkat produktivitas dari
pelabuhan itu sendiri. Maka dari itu diperlukan tenaga tenaga kerja yang terampil, dalam
jumlah yang pas, untuk melaksanakan fungsi dan tugas dari pengelolaan pelabuhan. Tentu
saja pengembangan keterampilan dalam hal penggunaan teknologi berbasis informasi dan
juga yang sifatnya teknikal merupakan prioritas. Karena hal inilah yang mampu mendorong
produktivitas. Namun masalah pelabuhan di Indonesia adalah suatu hal yang kompleks.
Diperlukan kesungguhan dari tiap-tiap stake holders yang ada untuk memperbaiki kinerja
pelabuhan. Selain itu diperlukan pengukuran yangnpresisi terhadap tiap strategi yang di
terapkan.
Agar modal yang besar yang digunakan untuk membangun pelabuhan dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Permerintah tentu saja memegang peran penting untuk hal
ini. Pemerintah harus berperan sebagai penyelia yang secara berkala memantau penerapan
dari semua strategi yang telah disepakati dan diterapkan. Karena pada umumnya meskipun
telah dirumuskan dengan sangat baik, tiap strategi yang ada menjadi kacau saat
diimplementasikan. Hal ini tentu saja karena kurangnya koordinasi. Diharapkan pemerintah
dapat menjalankan peran ini dengan baik, bukan malah semakin memperburuknya.

Anda mungkin juga menyukai