Anda di halaman 1dari 6

NUR AZIZAH

135030400111048

KPP Wajib Pajak Besar Dua Lakukan Pemblokiran Rekening di Bank


Swasta Asing
Rabu, 12 Nopember 2014 - 10:09
PT. LSI terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Dua, memiliki tunggakan pajak sebesar Rp
284.000.000,00. Atas tunggakan tersebut telah dilakukan tindakan penagihan aktif melalui
penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa. Wajib Pajak belum melunasi utang pajak hingga
jangka waktu 2x24 jam setelah penyampaian Surat Paksa berakhir.
Atas kondisi tersebut, Jurusita secara persuasif menghubungi Wajib Pajak melalui telepon
agar mau melunasi utang pajaknya sehingga tidak perlu dilakukan tindakan penagihan
selanjutnya. Wajib Pajak menyampaikan, bahwa mereka akan segera melunasi utang pajak
yang tersisa, tetapi hingga 2 (dua) minggu berselang setelah beberapa kali menelepon Wajib
Pajak ternyata belum juga melakukan pembayaran sehingga Jurusita meragukan itikad baik
dari Wajib Pajak.
Setelah berkoordinasi dengan Kepala Seksi Penagihan, diputuskan untuk dilakukan
pemblokiran terhadap rekening/ harta kekayaan Wajib Pajak yang tersimpan di Bank. Sebagai
persiapan tindakan pemblokiran, Jurusita mengumpulkan beberapa informasi untuk
menelusuri keberadaan rekening Wajib Pajak. Setelah dilakukan penelitian terhadap data-data
yang telah dikumpulkan, diketahui bahwa Wajib Pajak memiliki rekening yang tersimpan
pada Bank SCB yang merupakan bank swasta asing.
Jurusita membuat konsep surat permintaan pemblokiran dengan melampirkan Surat Paksa
dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan untuk ditandatangani Kepala Kantor. Proses
selanjutnya Jurusita bersama Kepala Seksi Penagihan menyampaikan secara langsung ke
Kantor Pusat Bank SCB yang berada di kawasan Mega Kuningan, Jakarta. Respon pihak
Bank SCB sangat baik dan kooperatif, seketika setelah surat pemblokiran diterima, rekening
milik Wajib Pajak tersebut langsung diblokir.

Peristiwa ini mematahkan anggapan bahwa bank swasta asing mungkin akan lebih protektif
terhadap nasabahnya. Bank SCB kemudian menyerahkan Berita Acara Pemblokiran kepada
Jurusita dan memberitahu Wajib Pajak bahwa rekeningnya telah diblokir atas permintaan
Ditjen Pajak. Keesokan harinya Wajib Pajak menghubungi Jurusita dan memberitahukan
bahwa mereka bersedia melunasi hutang pajak menggunakan harta yang telah diblokir.
Jurusita segera menyiapkan beberapa dokumen yang diperlukan untuk pemindahbukuan harta
ke Kas Negara dan pencabutan pemblokiran kemudian bersama Wajib Pajak mendatangi
Bank SCB. Melalui pengalaman ini, Jurusita semakin percaya diri dalam melaksanakan
pemblokiran rekening yang tersimpan di bank swasta asing, karena ternyata pihak bank
memiliki komitmen yang baik dengan Ditjen Pajak dalam tugasnya melaksanakan penegakan
hukum di bidang perpajakan.

ANALISIS
PT.LSI sebagai Wajib Pajak yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memiliki tunggakan pajak
sebesar Rp 284.000.000. Pengertian tunggakan yaitu angsuran yang belum dibayar atau utang
yang masih belum dilunasi pada atau setelah tanggal pengenaan denda (KBBI, 1988:612).
Tunggakan pajak timbul apabila Wajib Pajak tidak melunasi pajaknya saat tanggal jatuh
tempo, telah ditegur dan ditagih. Untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya dalam
sektor pajak, PT.LSI selaku wajib pajak harus membayar pajak sebagai kontribusi wajib
kepada negara, atas pembayaran tersebut dapat dipaksakan.
Atas tunggakan tersebut telah dilakukan tindakan penagihan pajak secara aktif oleh
pihak fiskus. Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Upaya penagihan yang telah dilakukan
dengan menerbitkan surat teguran dan surat paksa. Dalam pasal 12 Peraturan Menteri
Keuangan No. 24/PMK.03/2008 sttd NO.85/PMK.03/2010 menyebutkan bahwa Surat Paksa
diterbitkan oleh pejabat setelah lewat 21 hari sejak penyampaian surat teguran, dan
diberitahukan secara langsung oleh jurusita kepada Penanggung Pajak. Dan surat perintah
adalah surat perintah yang diterbitkan oleh pejabat untuk melaksanakan penyitaan dalam

jangka waktu 2x24 jam setelah penerbitan surat paksa. PT.LSI dapat ditindaklanjuti dengan
tindakan sita atau pemblokiran karena tidak segera melakukan pelunasan terhadap utang
pajaknya.
PT.LSI tidak melakukan pembayaran atas tunggakan pajaknya, sehingga fiskus
memiliki kewenangan untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening WP/PP di bank.
Pasal 1 ayat (7) PER DJP No.24/PJ/2014 menjelaskan bahwa Pemblokiran adalah tindakan
pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan
tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain
penambahan jumlah atau nilai. Atas Penyitaan atau pemblokiran tersebut tindakan Jurusita
Pajak untuk menguasai harta dan hak Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk
melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 2 ayat (2) PER DJP No.24/PJ/2014 menyatakan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
wajib mengajukan permintaan pemblokiran kepada pimpinan bank pengelola simpanan
dan/atau kantor pusat bank tempat harta kekayaan Penanggung pajak tersimpan. Dan pada
ayat 3 menyatakan permintaan pemblokiran yang dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri
dengan a) salinan Surat Paksa; b) salinan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan c)
Daftar Surat Paksa. Pada kasus ini Jurusita membuat konsep surat permintaan pemblokiran
dengan melampirkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan untuk
ditandatangani Kepala Kantor.
Bank fungsinya antara lain sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan
dana ( surplus of fund ) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana ( lock of
funds ) serta melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi semua sektor perekonomian masyarakat. Pada prinsipnya hubungan antara
bank dan nasabah penyimpan dananya dilandasi hubungan kepercayaan, yang lazimnya
disebut fiduciary relation. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di
bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya
kembali pada waktu yang diinginkan yang disertai dengan imbalan pula. Apabila kepercayaan
nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup kemungkinan
akan terjadi rush terhadap dana yang disimpannya. Kewajiban bank terhadap nasabah di
antaranya sebagai berikut:

1. kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah, yaitu segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya
(Pasal 1 angka 28 UU No. 10 Tahun 1998);
2. kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah, yang dalam kaitannya dengan
tanggung jawab mengamankan uang nasabah perlu mengadakan suatu jaminan simpanan
uang pada bank
Atas kasus PT.LSI, pihak Bank SCB memiliki kewajiban untuk menajaga rahasia
keuangan nasabahnya, yaitu PT.LSI dan juga berkewajiban untuk mengamankan uang PT.LSI
namun berdasarkan Pasal 40 UU No.10/1998 tentang Perbankan dan Peraturan Bank
Indonesia (BI) Nomor 2/19/PBI/2000, dengan pengecualian Pasal 2(4), dimana kerahasiaan
bank bisa dibuka untuk kepentingan perpajakan. Pembukaan rahasia dilakukan oleh bank,
jika ada permintaan tertulis dari Menteri Keuangan dengan menyebutkan nama pejabat pajak,
nama Nasabah, nama kantor Bank, keterangan yang diminta, dan alasan diperlukannya
keterangan. PT.LSI selaku nasabah Bank SCB memiliki kepentingan perpajakan, terlebih lagi
dalah hal tunggakan pajak, sehingga Bank SCB diharuskn memberikan informasi terkait
keuangan PT.LSI kepada fiskus. Pihak Bank SCB memberikan respon sangat baik dan
kooperatif, seketika setelah surat pemblokiran diterima, rekening milik Wajib Pajak tersebut
langsung diblokir. Tindakan Bank SCB sesuai dengan pasal 6 ayat 2 PER DJP No.24/PJ/2014
yaitu, pelaksanaan pemblokiran dilakukan secara seketika setelah permintaan pemblokiran
dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak/ Jurusita diterima oleh pimpinan bank atau pejabat bank
yang ditunjuk yang berwenang melakukan pemblokiran.
PT.LSI selaku Wajib Pajak menghubungi Jurusita dan memberitahukan bahwa
mereka bersedia melunasi hutang pajak menggunakan harta yang telah diblokir. Seperti yang
tertera dalam pasal 11 ayat (1) PER DJP No.24/PJ/2014 bahwa penanggung pajak dapat
menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir untuk melunasi biaya penagihan pajak dan
utang pajak dengan cara:
a. Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
dengan melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah
ditandatangani oleh Penanggung Pajak;
b. Memberikan kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) atau pasal 9 ayat
(5);

c. Membuat surat perintah pemindahbukuan kepada bank pengelola simpanan untuk


melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan menggunakan harta
kekayaan yang telah diblokir.
Jurusita

segera

menyiapkan

beberapa

dokumen

yang

diperlukan

untuk

pemindahbukuan harta ke Kas Negara dan pencabutan pemblokiran kemudian bersama Wajib
Pajak mendatangi Bank SCB

DAFTAR PUSTAKA
http://www.pajak.go.id/content/news/kpp-wajib-pajak-besar-dua-lakukan-pemblokiranrekening-di-bank-swasta-asing
http://asma1981.blogspot.co.id/2012/09/perlindungan-hukum-terhadap-nasabah.html

http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15746&hlm=

Anda mungkin juga menyukai