PENDAHULUAN
A. Judul Percobaan
Tekstur Analyzer
B. Tujuan Percobaan
1. Memahami prinsip kerja texture analyzer
2. Memahami cara kerja pengukuran tekstur
3. Menentukan hardness sampel tahu, melon, dan crackers
II.
TINJAUAN PUSTAKA
ketika terkompresi. Texture analyzer digunakan untuk menentukan sifat fisik bahan
yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan.
Menurut Daniel (2013) prinsip kerja struktur analyzer LFRA dengan penometri
sederhana, di mana probe bergerak hingga menyentuh sampel dan menimbulkan
kekuatan tekan dan geser (memotong) seiring meningkatnya penetrasi. Teknik ini
bertujuan untuk meniru teknis tes subjektif dengan menekan permukaan sampel
dengan jari, hanya saja jari digantikan dengan probe berbagai jenis sesuai dengan
sampel yang akan diuji.
Menurut Ginting dkk. (2009) tahu merupakan produk olahan kedelai yang
diekstrak proteinnya (susu kedelai) lalu digumpalkan dengan bahan penggumpal
(koagulan) yang dapat berupa batu tahu (kalsium sulfat), biang/whey (hasil
pengepresan yang didiamkan semalam), asam asetat atau glucono delta lactone
(GDL). Perbedaan jenis penggumpal akan menentukan tekstur dan cita rasa yang
dihasilkan. Tahu merupakan gel protein kedelai sehingga kualitas tahu, terutama
rendemen dan teksturnya sangat ditentukan oleh jumlah protein yang dapat terekstrak
dalam susu kedelai sebelum digumpalkan.
Menurut Sukmawati (2010) tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk dalam
suku labu-labuan atau cucrbitaceae. Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania.
Buah melon mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980 dan dikenal sebagai buah
impor yang dikonsumsi oleh kalangan atas. Teksturnya lunak, berwarna putih sampai
merah, tergantung pada kultivarnya.
Menurut Saleh (2012) biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang
adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa
penambahan bahan tambahan pangan yang diijinkan. Di Indonesia dalam hal ini
Departemen Perindustrian RI membagi biskuit menjadi 4 kelompok yaitu biskuit
keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang
dibuat dari adonan keras berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya
bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi ataupun rendah.
Menurut Yanuar dkk. (2009) crackers adalah jenis biskuit yang terbuat dari
adonan keras melalui proses fermentasi, berbentuk pipih yang mengarah pada asin
dan relative renyah, serta apabila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
III.
METODE
IV.
A. Hasil
Berikut ini adalah hasil pengukuran sampel tahu, melon, dan crackers:
Tabel 1. Hasil Pengukuran Hardness Sampel
Sampel
Tahu curah
Tahu merk
Melon madu
Melon apel
Crakers keju
Roma malkist
Hardness
383,50 gr
566,50 gr
172,50 gr
219,00 gr
1173,50 gr
2441,00 gr
B. Pembahasan
Menurut Chichester (1984) tekstur adalah manifestasi dari elemen struktur
makanan dalam hal penampilan, rasa, dan ketahanan terhadap gaya yang
diterapkan.
Menurut Szczesniak dan Kleyn (1963) prinsip dari analisis tekstur adalah
memberikan tekanan atu kompresi pada sampel dengan menggunakan probe
tertentu. Terdapat dua metode yang digunakan untuk mengukur tekstur suatu
sampel, pertama adalah dengan mengukur besar gaya yang diperlukan untuk
menghasilkan deformasi yang konstan, atau dengan mengukur deformasi yang
disebabkan besar gaya yang konstan. Besar tekanan yang diberikan pada sampel
bervariasi dengan jenis probe yang digunakan. Mesin texture analyzer akan
merekam data hasil pengujian dan mengubahnya dalam bentuk kurva hubungan
gaya (force) dan waktu (time).
Probe Adapter
Komputer
Meja Objek
Scroll
Gambar 1. LFRA Texture Analyzer (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Nama alat yang digunakan adalah LFRA Texture Analyzer atau disebut Lyod
Instrument (LI) merk Brookfield dan dibantu dengan program Texture ProLite pada
komputer. Menurut Bourne (1982) instrument ini dibuat oleh Leatherhead Food
Research Association (LFRA) dan didesain untuk menampilkan tes Bloom standar
dan hasil pengukurannya. Empat kecepatan probe yang tersedia adalah 12, 30, 60,
dan 120 mm.min-1. Kedalaman maksimal probe saat menyentuh sampel adalah 15 cm.
Menurut Daniel (2013) prinsip kerja alat texture analyzer LFRA dengan
penometri sederhana, di mana probe bergerak hingga menyentuh sampel dan
menimbulkan kekuatan tekan dan geser (memotong) seiring meningkatnya penetrasi.
Komponen beserta fungsi dari LFRA Texture Analyzer:
1.
2.
3.
4.
ProLite.
5. Tombol on/off untuk menghidupkan atau mematikan alat texture analyzer.
Probe terdiri dari berbagai macam ukuran dan jenis, penggunaanya tergantung
pada jenis sampel yang hendak diuji. Pada praktikum ini, probe yang digunakan
adalah probe jenis TA-17, TA-18, dan TA-39. Probe TA-17 digunakan untuk sampel
yang kenyal seperti tahu. Probe TA-18 digunakan untuk sampel yang keras seperti
biskuit. Probe TA-39 digunakan untuk sampel buah.
Langkah pengoperasian alat texture analyzer:
1. Alat texture analyzer dinyalakan dengan menekan tombol on/off yang ada di
belakang alat.
2. Komputer dinyalakan.
3. Probe dipasang sesuai dengan sampel yang akan diuji.
4. Sampel diletakkan di meja objek dan jarak antara ujung probe dengan sampel
diatur sejauh kurang lebih 0,5 cm.
5. Sampel diambil kembali dari meja objek.
6. Buka aplikasi Texture ProLite dan klik Define New Test.
7. Isi table trigger point, test speed, target value, probe type. Trigger point adalah
besar gaya yang digunakan beban probe untuk menyentuh sampel. Test speed
adalah kecepatan probe saat menyentuh sampel. Target value adalah
kedalaman probe saat menyentuh sampel. Nilai target value adalah setengah
dari ketebalan sampel dalam satuan milimeter. Pada trigger point diisin 20 g,
test speed diisi 0,5 mm/s, dan pada target value disesuaikan dengan tebal
sampelnya. Probe type disesuaikan dengan jenis probe type yang dipakai saat
pengujian sampel.
8. Pada target test, apabila sampel yang akan dikalibrasi kenyal, maka pilih TPA,
sementara jika keras, maka pilih compression. Pada target unit pilih distance.
Pada praktikum, sampel yang dikalibrasi adalah tahu curah, tahu merk, melon
madu, melon apel, crackers keju dan roma malkist dan hasil pengukuran hardness
sampel didapatkan tahu curah 383,50 gr; tahu merk 566,50 gr; melon madu 172, 50
gr; melon apel 219,00 gr; crackers keju 1173,50 gr; dan roma malkist 2441,00 gr.
Dari pengukuran didapatkan bahwa nilai hardness tahu merk lebih besar daripada
tahu curah, nilai hardness melon apel lebih besar daripada melon madu, dan nilai
hardness roma malkist lebih besar daripada crackers keju.
Urutan hasil nilai hardness dari yang tertinggi ke yang terendah adalah roma
malkist 2441,00 gr, crackers keju 1173,50 gr, tahu merk 566,50 gr, tahu curah 383,50
gr, melon apel 219,00 gr, melon madu 172,50 gr. Sampel roma malkist dan crackers
keju memiliki nilai hardness yang tinggi karena keduanya bertekstur keras dan tidak
memiliki kandungan air. Nilai hardness tahu merk lebih tinggi dari tahu curah
menunjukkan bahwa kandungan air pada tahu merk lebih sedikit daripada tahu curah.
Nilai hardness melon apel lebih tinggi daripada melon madu dan ini menunjukkan
bahwa melon apel kandungan airnya lebih sedikit daripada melon madu.
Menurut Hoseney dan Smewing (1999) pengukuran tekstur dengan alat dianggap
akurat karena tidak dipengaruhi faktor penilaian panelis pada uji organoleptik. Faktor
yang mempengaruhi hasil pengukuran tekstur dengan texture analyzer yaitu kadar air
dalam sampel, cara pembuatan bahan pangan atau sampel, perlakuan penyimpanan
sampel, adanya oksidasi, soliditas dan gula reduksi.
V.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bourne, M.C. 1982. Food Texture and Viscosity Concept and Measurement.
Academic Press, United Kingdom.
Chichester, C.O. 1984. Advances in Food Research Vol.29. Academic Press, USA.
Daniel,
J.R.
2013.
Brookfield
Texture
Analyzer.
http://www.cfs.purdue.edu/fn/fn453/Brookfield_TA.html. 20 September 2015.
De Man, J.M. 1999. Principles of Food Chemistry edisi ke-3. Aspen Publishers,
Gainthersburg.
Ginting, E., Antarlina, S.S., dan Widowati, S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk
industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian 28 (3): 79-87.
Hoseney, R.C. dan Smewing, J. 1999. Instrumental measurement of stickiness of
doughs and other foods. International Journal of Texture Studies 30 (2): 123136.
Nollet, L.M.L. dan Toldra, F. 2009. Handbook of Muscle Foods Analysis. CRC Press,
USA.
Saleh, E.R.M. 2012. Sifat kapasitansi paralel, induktansi paralel, dan konduktansi
biskuit (keras) dalam kemasan alumunium foil dan plastik. Jurnal Biofisika 8
(2): 25-33.
Szczesniak, A.S. dan Kleyn, D.H. 1963. Consumer Awareness of Texture and Other
Food Attributes. Food Technology, London.
Sukmawati, F. 2010. Induksi embrio somatik melon (Cucumis melo L.) pada berbagai
media dan zat pengtur tumbuh. Naskah Skripsi S-1. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tiwari, B.K. dan Singh, N. 2012. Pulse Chemistry and Technology. RSC Publishing,
United Kingdom.
Yanuar, V., Santoso, J., dan Salamah, E. 2009. Pemanfaatan cangkang rajungan
(Portunus pelagicus) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan
produk crackers. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan 10 (1): 59-72.
LAMPIRAN
Gambar 5. Scroll
Gambar 6. Tempat
memasang probe