Anda di halaman 1dari 25

Sindrom Ramsay Hunt

Oleh:
Sania Tiara Dhita
112015257

Pembimbing:
dr. Matius Tira, Sp. THT- KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 11 JULI 13 AGUSTUS 2016

Nama : Sania Tiara Dhita

NIM : 112015257/ FK UKRIDA

Dokter Pembimbing :

Tanda Tangan:

dr. Matius Tira, Sp. THT- KL

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap

: Tn. J

Tempat dan Tanggal Lahir

: Jakarta, 18/ 4/ 1991

Umur

: 31 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Perkawinan

: Menikah

Pendidikan Terakhir

: SMA

Pekerjaan

: Karyawan

Bangsa/Suku

: Indonesia/Jawa

Agama

: Islam

Alamat

: Sumur Bor Rt 12/ Rw 05

II.

ANAMNESA

Diambil Secara:
-

Auto Anamnesis

Pada Tanggal :
-

22 juli 2016

Keluhan Utama :
-

Telinga kanan sakit, Muka sebelah kanan mencong dan mata kanan tidak dapat
tertutup sejak 1 hari yang lalu.

Keluhan Tambahan :
-

Pasien demam, batuk-pilek, merasa nyeri telinga kanan dan menjalar sampai kepala
bagian belakang dan mudah lelah sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat perjalanan penyakit (RPS) :


-

Satu minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi dan batuk pilek.Pasien sudah
minum obat untuk menurunkan demam dan mengurangi batukpilek. Setelah minum
obat batuk-pilek berkurang tetapi pasien masih demam. keesokan harinya pasien
merasa nyeri pada telinga kanan dan rasa nyeri itu menjalar sampai ke kepala bagian
belakang. 4 hari sebelum ke Rumah Sakit pada telinga kanan pasien nyeri disertai
pembengkakan dan muncul bercak bintik-bintik kemerahan berisi air, pasien juga
merasa telinga berdenging dan air mata berkurang sehingga mata terasa kering.
Pasien merupakan rujukan dengan diagnosis herpes zoster oticus. 1 hari sebelum ke
Rumah Sakit muka sebelah kanan mencong dan mata kanan tidak dapat menutup.
Riwayat pusing berputar, gangguan pengecapan dan telinga berair tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


-

Pasien memiliki riwayat menderita cacar air saat sekolah dasar dan memiliki riwayat
abses peritosil.

Riwayat Operasi :
-

Pasien menjalani explorasi abses peritonsil pada tahun 2015.

Riwayat penyakit keluarga :


- Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat alergi :
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
-

III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Berat badan
: 52 kg
Tanda vital
:
Tekanan darah
: 118/68 mmHg
Pernafasan
: 20 x/menit
Nadi
Suhu

: 80 x/menit
: 37,5 oC

A. Status lokalis THT


1. Telinga
Tabel 1.PemeriksaanTelinga
AD

AS

Normotia,

tampak

berkelompok,

vesikel

sebagian

berupa

Aurikula

Normotia, radang(-), sikatrik (-),

pustul dan sebagian pecah menjadi

nyeri tarik (-), nyeri tekan tragus

krusta

(-)

pada aurikula, hiperemis.

Nyeri tarik(-) dan tekan tragus(-)


Preaurikula
Nyeri tekan (-), benjolan (-),

Nyeri tekan (-), benjolan (-),

edema (-)

edema (-)
Retroaurikula

Vesikel(+),

Nyeri

tekan

(-),

Nyeri tekan (-), benjolan (-),


edema (-)

benjolan (-), edema (-)

Mukosa tenang, liang telinga

Vesikel (+), liang telinga tampak

MAE

lapang , serumen (+), sekret (-)

tampak lapang , serumen (+),


sekret (-)

Membran timpani
Jernih, Intak, oedem (-), retraksi

Sulit dievaluasi

(-), refleks cahaya (+)

Tidak dilakukan

UjiRinne

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Uji Weber

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

UjiSchwabac
h

Tidak dilakukan

Interpretasi : Herpes Zooster Otikus AD


2. Hidung
a. Pemeriksaan luar: hidung tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda peradangan
b. Rinoskopi anterior
Tabel 2.Pemeriksaan Hidung
Dekstra

Rinoskopi Anterior

Sinistra

Hiperemis (-)

Mukosa

Hiperemis (-)
4

Cairan bening (-)

Permukaan halus,hiperemis
(-), edema (-)

Sekret

Cairan bening (-)

Konka inferior

Permukaan halus, hiperemis


(-), edema (-)

Tidak deviasi

Septum

Tidak deviasi

Tidak terdapat massa

Massa

Tidak terdapat massa

c. Sinus paranasal
- Inspeksi
: edema (-), hiperemis (-) pada sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan
-

sinus frontalis
Palpasi
: nyeri tekan pada sinus maksilla (-/-), sinus ethmoidales (-/-), sinus

frontalis (-)
Pemeriksaan transiluminasi : tidak dilakukan

d. Tes penciuman
Tidak dilakukan
3. Tenggorok
a. Nasofaring
Tabel 3. Pemeriksaan Nasofaring
Nasofaring (Rinoskopi posterior)
Konka superior

Tidak dilakukan

Torus tubarius

Tidak dilakukan

Fossa Rossenmuller

Tidak dilakukan

Plika salfingofaringeal

Tidak dilakukan

b. Orofaring
5

Tabel 4.Pemeriksaan Orofaring


Pemeriksaan
Dekstra

Orofaring

Sinistra

Mulut
Lembab, sianosis (-)

Mukosa mulut

Lembab, sianosis (-)

Tremor (-)

Lidah

Tremor (-)

Tenang, deformitas (-)

Palatum molle

Tenang, deformitas (-)

Caries (-)

Gigi geligi

Caries (-)

Tidak deviasi

Uvula

Tidak deviasi

Tenang

Mukosa

Tenang

T1

Ukuran

T1

(-)

Detritus

(-)

(-)

Perlengketan

(-)

Hiperemis

Mukosa

Hiperemis

(-)

Granula

(-)

Tonsil

Faring

(-)

Post nasal drip

(-)

c. Laringofaring
Tabel 5. Pemeriksaan Laringofaring
Laringofaring (Laringoskopi Indirect)
Epiglotis

Tidak dilakukan

Plika ariepiglotika

Tidak dilakukan

Plika ventrikularis

Tidak dilakukan

Plika vokalis

Tidak dilakukan

Rima glotis

Tidak dilakukan

4. Leher
Tabel 6. Pemeriksaan Leher
Dekstra
Tidak

ada

pembesaran
Tidak

ada

pembesaran
Tidak

ada

pembesaran
Tidak

ada

pembesaran
Tidak

ada

pembesaran
Tidak

ada

pembesaran
Tidak

ada

pembesaran
Tidak

ada

pembesaran

Pemeriksaan

Sinistra

Tiroid

Tidak ada pembesaran

Kelenjar submental

Tidak ada pembesaran

Kelenjar submandibula

Tidak ada pembesaran

Kelenjar jugularis superior

Tidak ada pembesaran

Kelenjar jugularis medial

Tidak ada pembesaran

Kelenjar jugularis inferior

Tidak ada pembesaran

Kelenjar suprasternal

Tidak ada pembesaran

Kelenjar supraklavikularis

Tidak ada pembesaran

Resume
7

Seorang laki-laki 31 tahun datang dengan keluhan telinga kanan sakit, Muka sebelah kanan
mencong ke kiri dan mata kanan tidak dapat tertutup sejak 1 hari yang lalu. Pasien
sebelumnya demam, batuk-pilek, merasa nyeri pada telinga kanan dan menjalar sampai
kepala bagian belakang, mudah lelah sejak 1 minggu yang lalu. 4 hari sebelum ke Rumah
Sakit pada telinga kanan pasien nyeri disertai pembengkakan dan muncul bercak bintik-bintik
kemerahan berisi air. Pasien memiliki riwayat menderita cacar air saat sekolah dasar dan
memiliki riwayat abses peritosil. Pemeriksaan fisik pada aurikula terdapat vesikel
berkelompok, pustula dan krusta dan hiperemis. Pemeriksaan saraf kranialis pada nerves VII
pada mata sebelah kanan tidak dapat menutup, dahi tidak dapat mengkerut, mulut deviasi ke
kiri pada saat mencucurkan mulut.

Diagnosa kerja
Herpes zoster otikus Dextra (Sindrom Ramsay Hunt)
Diagnosis banding
Bells Palsy
Perikondritis aurikula
Otitis externa
Terapi
a.
b.
c.
d.

Aciclovir 400 mg
Ciprofloksasin 500 mg
Natrium Diklofenak
Paracetamol 500 mg

3 dd 1 tab
3 dd 1 tab
3 dd 1 tab
3 dd 1 tab

Anjuran
Menjaga higine diri
Tidak memegang telinga dan menggorek telinga yang sakit.
Kurangi kontak dengan anak kecil
Bila ada vesikel yang pecah dapat dibersihkan
Menggunakan penutup mata seperti kaca mata bila berpergian.
Makan makanan cukup nutrisi

Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanactionam

: Dubia Ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

Bab II
Tinjauan Pustaka

Herpes Zoster
Definisi
Herpes zoster (nama lainnya adalah shingles atau cacar ular) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus varicella-zoster. Setelah seseorang menderita cacar air, virus varicellazoster akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif atau masa laten) pada satu atau lebih
ganglia (pusat saraf) posterior. Apabila seseorang mengalami penurunan imunitas seluler
maka virus tersebut dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit sehingga
menimbulkan penyakit herpes zoster. Di kulit, virus akan memperbanyak diri (multiplikasi)
dan membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada
daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut. Herper zoster cenderung menyerang orang
lanjut usia dan penderita penyakit imunosupresif (sistem imun lemah).1
Epidemiologi
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin.
Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3 - 6
tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella sering terjadi
pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun dan
di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4 %. Selain
itu, kejadian varisela tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi). Di
Indonesia walaupun belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang
pada musim peralihan antara musim panas ke musim hujan atau sebaliknya. Pasien dapat
menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul, sampai semua lesi timbul
krusta / keropeng, biasanya 7-8 hari. Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai
dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster
9

berdasarkan usia yaitu sejak lahir - 9 tahun : 0,74 / 1000 ; usia 10 19 tahun :1,38 / 1000 ;
usia 20 29 tahun : 2,58 / 1000. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak,
dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia
dibawah 20 tahun dan 25% mengenai usia kurang dari 15 tahun.2

Patogenesis
Masa inkubasi varicella 10-21 hari pada anank imunokompeten( rata-rata 14-17 hari) dan
pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV
masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dan sekresi pernafasan ( droplet
infection) atau pun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari
sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi kulit. VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui
mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus
pertama terjadi pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymp nodes regional kemudian diikuti
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe. Yang
mengakibatkan terjadinya viremia primer( biasanya terjadi pada hari 4-6 setelah infeksi
pertama) pada sebagian besar penderita yang terinfeksi replikasi virus tersebut mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus
replikasi virus kedua yang terjadi di hepar dan limpa yang mengakibatkan terjadinya viremia
sekunder. Pada fase ini partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh sampai ke epidermis
pada hari ke 14-16 yang mengakibtkan timbulnya lesi dikulit yang khas. 3 pada herpes zoster
patogenesisnya belum seluruhnya diketahui selama terjadinya varicella VZV berpindah
tempat dari les kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensoris dan di transpotasikan
secara centripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut
terjadi infeksi laten (dorman) dimana virus tersebut tidak menular dan tidak lagi
bermultiplikasi. Tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius
apabila terjadi reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan
imunitas

seluler

seperti

pada

karsinoma

penderita

yang

mendapat

pengobatan

immunosuppressive termasuk ortikosteroid dan pada orang penerima organ transplatasi. Pada
saat terjadi reaktivasi virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan
merusak gangglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang
otak dan melalui saraf sensoris akan sampai kekulit kemudian akan timbul gejala klinis.3
10

Gambar 1. Gambaran perkembangan vesikel pada herpes zoster


Gejala klinis
Gejala klinis dari penyakit varisela dibagi 2 stadium, yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya didahului
dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang
terjadi 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit. Gambaran yang paling khas pada herpes
zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis
tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua
puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari
ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini
dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia
tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit
segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%),
kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).4
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus
(N.V),

ditandai

erupsi

herpetik

unilateral

pada

kulit.

Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi
seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan
kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.
11

Gambar 2. Herpes zoster oftalmikus


2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion
gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.


3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis
yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

12

Diagnosis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari
sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. 3 Adakalanya sebelum timbul
kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. 9 Kelainan kulit
tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang
dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi,
vesikel dan bula dapat menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnyaNamun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari
erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar
eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis
dengan menemukan sel datia berinti banyak. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan
sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat
dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara
imunofluoresensi.2,5
Komplikasi
Neuralgia paska herpetic,Infeksi sekunder, Kelainan pada mata,Sindrom Ramsay Hunt,
Paralisis motorik.

Herpes Zoster Otikus (Sindrom Ramsay Hunt)


Definisi
Herpes Zoster Otikus adalah komplikasi dari herpes zoster dimana terjadi reaktivasi dari
infeksi virus varisela zoster laten di ganglion genikulatum sensoris yang sudah bertahuntahun terdapat pada pasien dimana sebelumnya menderita varisela. Herpes Zoster Otikus
dikenal dengan nama Sindrom Ramsay Hunt

ketika

berhubungan

dengan

kelumpuhan

wajah. Menurut James Ramsay Hunt (1907) yang dikutip dari Colemon, Sindrom Ramsay
Hunt (SRH) adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada aurikula dan parese
nervus fasialis perifer. Definisi lain dari SRH adalah suatu parese nervus VII perifer yang
13

disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan mulut. Keterlibatan nervus fasialis
menyebabkan otalgia, vesikel auricular dan paralisis fasial perifer. Herpes zoster adalah
infeksi virus akut yang ditandai dengan lesi vesikel dikulit yang biasanya terdistribusi
unilateral sesuai dermatom sensoris.6
Epidemiologi
Angka kejadian Sindrom Ramsay Hunt dari seluruh kejadian paresis fasialis akut adalah 1015 %.6 pada dewasa terdapat angka kejadian sekitar 18%, anak-anak 16% dan jarang terjadi
pada anak dibawah umur kurang dari 6 tahun. Perbandingan antara laki-laki dan wanita 1:1.
dibandingkan dengan Bell Palsy, Sindrom Ramsay Hunt memiliki paralisis yang lebih parah
pada segi onsetnya, dan pasien lebih jarang sembuh total. Insiden pada semua tipe herpes
zoster diperkirakan mencapai 3,6 kasus per 1.000 orang dalam setahun. Namun insiden yang
meningkat dengan usia yang jelas pada tiap tahunnya sebagai berikut: Usia dibawah 50 tahun
sebanyak 2 kasus per 1.000 orang. Umur 50 sampai 60 tahun sebanyak 5 kasus per 1.000
orang. Umur 70 sampai 80 tahun sebanyak 10 kasus 1.000 orang. Umur lebih 80 tahun
sebanyak 12 kasus per 1.000 2 orang dengan 12% pasien disertai kelemahan wajah.6
Etiologi
Sindom Ramsay Hunt terjadi akibat reaktivasi dari infeksi virus varisela zoster sebelumnya.
Infeksi virus varisela zoster pada awalnya menyebabkan penyakit varisela (cacar air). Virus
ini kemudian akan menetap (laten) selama bertahun-tahun di nervus kranialis termasuk
nervus fasialis, dorsal root, dan system nervus autonom ganglia sepanjang neural axis. Salah
satu bentuk komplikasi dari herpes zoster adalah herpes zoster otikus yang dikenal sebagai
sindrom Ramsay Hunt. Hal ini dihasilkan dari virus herpes zoster yang menyebar dari nervus
kranialis ke nervus vestibulocochlear.
Patogenesis
Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas atas dan
mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional. Virus kemudian
menyebar melalui aliran darah dan bereplikasi di organ dalam. Fokus replikasi virus terdapat
pada sistem retikulo endotelial hati, limpa dan organ lain. Pada saat titer tinggi, virus
dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan membentuk vesikel pada kulit dan
mukosa saluran nafas atas. Kemudian berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris dari
jaringan kutaneus, menetap pada ganglion serebrospinalis dan ganglion saraf kranial. Pada
14

saat daya tahan tubuh turun. Virus yang berdiam di dalam ganglion kranialis dapat reaktivasi
dan saat aktif akan menginfeksi persarafan termasuk saraf fasialis dan vestibulokoklearis.
Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada ganglion
genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis. Ganglionitis menekan selubung
jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII. Akibat infeksi langsung virus
varicella zoster pada nervus vestibulokoklearis, maka timbul gejala berkurangnya
pendengaran, tinnitus, gangguan keseimbangan dan keluhan vertigo, karena secara anatomi,
letak nervus fasialis sangat dekat dengan nervus vestibulokoklearis. VZV yang bermigrasi
dari ganglion genikulatum ke kulit sekitar telinga atau ke orofaring melalui serabut saraf
sensoris dimana virus tersebut bereplikasi dan memproduksi zoster. pada Sindrom Ramsay
Hunt sering terjadi keterlibatan nervus kranialis VIII yang menyebabkan tuli sensorineural.
Reaktivasi fase laten virus herpes zoster sebagai penyebab sindrom Ramsay Hunt dapat
dijelaskan dengan adanya aktivasi kutaneus secara simultan karena migrasi virus secara
sentrifugal di saraf sensoris, selain itu didapatkan konsentrasi Gd (Godolinum) yang
meningkat sebagai indikasi inflamasi aktif pada area ganglion genikulatum terlihat pada fase
akut di MRI, dan adanya infiltrasi sel inflamasi di sekeliling ganglion genikulatum terlihat
pada histopatologi tulang temporal. Pathogenesis gejala cochleovestibular pada sindrom
Ramsay Hunt terjadi sebagai akibat adanya virus herpes zoster di mukosa telinga bagian
tengah yang dapat menyebabkan virus herpes zoster menyebar ke labyrinth malalui
pembukaan kanal nervus fasialis dan melewati jendela oval. Dengan penyebaran ini,
virus herpes zoster menginfeksi ganglia vestibular dan spiral secara laten dan reaktivasi akan
menyebabkan

permasalahan

vestibulocochlear. Kejadian

tuli sensorineural

yang mendadak atau kasus neuritis vestibular dapat disebabkan oleh reaktivasi virus herpes
zoster di ganglia. Secara umum, gejala vestibulocochlear ini dapat dijelaskan melalui
kejadian transmisi viral melalui jaringan perineural didalam canalis auditorius eksternus,
dapat juga melalui anastomosis vestibulofasial atau melalui mukosa telinga bagian tengah.7
Gejala klinis
Setelah masa inkubasi 4 20 hari, muncul gejala prodromal berupa demam, sakit kepala,
malaise, kadang-kadang mual dan muntah. Kemudian diikuti dengan nyeri yang hebat pada
daerah telinga dan mastoid yang biasanya mendahului timbulnya lesi yang berupa vesikula
yang berada diatas kulit yang hiperemis. Virus yang menetap di ganglion genikulatum akan
menyebabkan hiperakusis, gangguan sekresi kelenjar lakrimalis, fasial paralisis, gangguan
sekresi kelenjar liur dan penurunan rasa pengecapan pada duapertiga depan lidah. Bila lesi
15

terjadi di distal korda timpani menyebabkan kelumpuhan otot- otot wajah unilateral. Bila lesi
lebih proksimal pons sampai ke meatus akustikus internus akan disertai gejala strabismus,
gangguan pendengaran dan keseimbangan.8

Gambar 3.1 (A) Gambaran klinis kasus herpes zoster otikus. Wanita 53 tahun mengalami paralisis wajah sebelah
kanan dengan otalgia pada sisi kanan dan nyeri tenggorokan. Gejala ini muncul pada 3 hari setelah onset gejala
dan tampak aktivitas yang minimal dari motorik fasial dengan bangkitan elektromyografi. Pengobatan meliputi
steroid oral selama 10 hari, dosis diturunkan secara tappering off selama 2 minggu dan asiklovir diberikan
secara intravena selama 1 minggu. (B) Tampak perbaikan sempurna dari fungsi motor fasial 4 bulan setelah
onset. (C) lesi kulit pada meatus eksternus telinga kanan pada pasien dengan adanya pembentukan krusta.

Secara klinis Ramsay Hunt syndrome memiliki manifestasi yang bermacam-macam.


Tetapi Hunt membaginya menjadi 4 klasifikasi, yaitu :
a. Penyakit yang menyerang sensori dari saraf kranial VII
b. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII
c. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan gejala
gangguan pendengaran
d. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan gejala
gangguan pendengaran dan sistem vestibuler.9
Terdapat tiga daerah dimana vesikel pada herpes zoster oticus dapat dijumpai yaitu:
deretan kecil pada permukaan kulit posteromedial telinga, mukosa palatum dan 2/3 anterior
lidah.

16

Diagnosis

Anamnesis9,10
Biasanya pasien datang dengan otalgia berat. Keluhan meliputi rasa nyeri, melepuh atau

terbakar di dalam dan sekitar telinga, wajah, mulut, dan atau lidah.
Terdapat lesi vaskuler seperti varisela pada telinga luar
Bisa disertai fasial paralisis yang ditandai mulut mencong, tidak bisa mengangkat alis
Vertigo, mual dan muntah
Gangguan pendengaran, hyperacusis, tinnitus
Mata sakit, lakrimasi
Timbulnya nyeri dapat mendahului ruam dengan beberapa jam atau hari, juga pada pasien
dengan Ramsay Hunt syndrome, vesikel dapat muncul sebelum, selama atau setelah fasial

paralisis
Riwayat terkena varisela.
Pemeriksaan Fisik9,10
Exanthem vesikuler, biasanya dari meatus akustikus eksternus dan aurikula.
Ruam dapat muncul pada kulit postaurikula, dinding lateral hidung, dan lidah anterolateral
Vertigo dan gangguan pendengaran sensorineural. Kelumpuhan saraf wajah, seperti bells

palsy
Dysgeusia (perubahan dalam rasa)
Ketidakmampuan untuk sepenuhnya menutup mata ipsilateral, yang dapat menyebabkan
mata kering dan iritasi kornea.

Adapun kriteria diagnosis pada sindrom Ramsay Hunt adalah :

Kelumpuhan wajah yang terjadi secara akut disertai nyeri pada telinga
Terdapat lesi seperti varisela pada telinga luar
Dapat disertai berkurangnya pendengaran, dysakusis dan vertigo
Sering meluas sampai saraf kranial ke V, IX dan X dan cabang dari saraf kranial yang

beranastomosis dengan saraf fasialis


Dapat dibedakan dengan bells palsy berdasarkan perubahan kulit dan tingginya
kejadian disfungsi cochleosaccular.

Pemeriksaan Penunjang7,10
Pada pemeriksaan penunjang penderita dengan Ramsay Hunt Syndrome
sebelum terapi acyclovir dimulai dipertimbangkan pemeriksaan laboratorium darah yaitu
pemeriksaan darah rutin, Blood urea nitrogen (BUN), kreatinin dan elektrolit. Jika diagnosis
Ramsay Hunt Syndrome tidak dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisik
dipertimbangkan pemeriksaan CT scan kepala untuk mencari etiologi lain dari penyebab
17

fasial paralisis. Pemeriksaan dengan audiogram menunjukkan ketulian retrocochlear dan pada
tes vestibular menunjukkan nistagmus spontan dan penekanan pada respon suhu
labyrinthine.Pemeriksaan hantaran saraf dilakukan untuk menentukan tingkat kerusakan dari
saraf fasial dan untuk mengetahui potensi untuk penyembuhan.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk menentukan ada tidaknya virus varicella
zoster. Pemeriksaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat mendeteksi sejumlah
virus DNA yang sangat kecil. Teknik ini sekarang banyak digunakan. Pemeriksaan PCR
dapat mendeteksi virus varisella-zoster dalam saliva, air mata dan cairan telinga tengah.
Tetapi pemeriksaan ini tidak terlalu bermakna dalam menegakkan diagnosis Ramsay Hunt
Syndrome. Penggunaan neuroimaging dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan
menggunakan gadolinium diethylene-triamine pentaacetic acid (Gd-DTPA) kadang-kadang
dapat menunjukkan tanda peradangan pada saraf fasial dan menentukan penyebaran infeksi
ke saraf lain atau otak.
Pengobatan10,11
Simptomatis
Istirahat dan meningkatkan daya tahan tubuh. Analgesia yang cukup adalah penting bagi
individu dengan nyeri yang signifikan dari herpes zoster otikus. Antiemetik/antimual dan
vitamin B kompleks juga diperlukan untuk meringankan gejala.
Medikamentosa
Sampai saat ini, terapi untuk herpes zoster otikus umumnya analgesik dan antibiotik untuk
infeksi bakteri sekunder, namun agen antiviral jelas berperan dalam membatasi tingkat
keparahan dan lamanya gejala jika diberikan pada awal perjalanan penyakit. Pemberian
acyclovir dalam waktu sebelum 72 jam post muncul ruam menunjukkan tingkat peningkatan
pemulihan fungsi saraf wajah dan mencegah degenerasi saraf lebih lanjut. Selain itu,
penggunaan antiviral telah menunjukkan penurunan kejadian dan keparahan neuralgia post
herpetik. Pemberian topikal losion berisikan calamine dapat digunakan pada ruam atau
gelembung dan bersifat mendinginkan, kadang-kadang untuk derajat nyeri parah memerlukan
obat opioid seperti morfin. Pengobatan topikal tergantung pada stadiumnya. Jika masih
stadium vesikel, diberikan bedak yang mengandung asam salisilat 1% dengan tujuan protektif
untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosi, diberikan
18

kompres terbuka, kalau terjadi ulserasi, dapat diberikan salep antibiotik, misalnya salep
kloramfenikol.
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit akut, mengurangi vertigo
dan membatasi terjadinya neuralgia postherpetik. Pasien yang diobati dengan acyclovir dan
prednison memiliki hasil yang lebih baik. Dari studi kasus memperlihatkan bahwa secara
statistik terjadi perubahan yang signifikan pada pasien yang diterapi prednisone dan acyclovir
dalam waktu 3 hari. Terjadi penyembuhan sempurna pada 75% pasien yang diterapi
prednisone dan acyclovir dalam 3 hari pertama, hanya 30% pasien yang sembuh sempurna
bila terapi baru diberikan setelah 7 hari. Kombinasi terapi antara acyclovir dengan steroid
menunjukkan pemulihan fungsi nervus fasialis lebih baik dan mencegah degenerasi saraf
dibanding hanya dengan steroid atau acyclovir saja.
Terapi medikamentosa untuk fasial paralisis pada Ramsay Hunt Syndrome bertujuan untuk
mengatasi inflamasi dan iskemik pada saraf. Dosis steroid yang direkomendasikan untuk
dewasa adalah 1 mg/kgBB/hari per oral dalam dosis terbagi selama 5 hari kemudian
diturunkan. Obat antivirus seperti acyclovir digunakan untuk mencegah replikasi partikel
virus. Acyclovir diberikan 800 mg 5 kali sehari per oral selama 7-10 hari. Pada infeksi berat
diberikan 10-12 mg/kgBB/IV setiap 8 jam selama 7-14 hari. Selain acyclovir, telah
dikembangkan antiviral lainnya, yaitu valacyclovir (3 x 1000 mg) yang diberikan selama 1014 hari dan famcyclovir (3 x 500 mg) selama 10 hari. Pada kasus yang disertai paralisis
wajah dapat dilakukan electrotherapi saraf fasial untuk mencegah atropi.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada Ramsay Hunt syndrome meliputi Bells palsy, otitis eksterna
dan neuralgia trigeminal.

Pencegahan
Pencegahan herpes zoster dengan vaksinasi dianjurkan untuk semua orang yang
berusia lebih dari 60 tahun, bahkan jika mereka telah menderita cacar air di masa lalu.
Kelompok usia ini menderita morbiditas yang signifikan dari zoster. Vaksin VZV berisikan
19

virus yang telah dilemahkan. Banyak orang yang telah di vaksin sejak kecil akan tetap
mendapat penyakit cacar saat dewasa. Sejauh ini, data klinis telah membuktikan bahwa
vaksin bisa efektif selama lebih dari 10 tahun dalam mencegah infeksi varisela dan pada
individu yang sehat7
Komplikasi
Secara garis besar komplikasi yang dapat terjadi pada pasien herpes zoster meliputi neuralgia
pasca herpetik, infeksi sekunder dan paralisis motorik, dan yang jarang dapat menyebabkan
herpes zoster encephalitis. Paralisis motorik terjadi saat virus menyerang ganglion anterior,
bagian motorik kranialis. Beberapa paralisis dapat terjadi, misalnya di wajah, diafragma
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus, sedangkan komplikasi neuralgia pasca
herpetik dan infeksi sekunder terjadi pada daerah yang terdapat erupsi vesikula, contohnya
seperti pada herpes zoster otikus pada daerah telinga.Paralisis yang berat akan mengakibatkan
tidak lengkap atau tidak sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralysis
fasial yang permanen dan synkinesis. Terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga
menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks.
Vesikel pada daerah telinga dapat terjadi ulkus dan jaringan nekrotik.11
Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun.
Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita di atas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Makin tua penderita, makin tinggi persentasinya. Sepertiga kasus di atas usia 60
tahun dikatakan akan mengalami komplikasi, sedangkan pada usia muda, hanya terjadi 10%
kasus. Kemungkinan hal ini berhubungan dengan perbedaan daya imun tubuh antara usia
muda dengan usia lanjut.9
-

Paralisis fasialis pada Herpes Zoster Otikus


Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi dan fungsi

saraf. Nervus kranialis VII (fasialis) berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang
temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima cabang utama. Selain
mengurus persarafan otot wajah, Nervus VII juga mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan
impedansi dalam telinga tengah, sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap.12

20

Gambar 4. Anatomi nervus fasialis


Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik,
somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan
karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada di dalam saluran
tulang yang sempit dan kaku. Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:
1.Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot ekspresi
wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.
2.Saraf intermedius (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang
membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah. Sensasi
pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan
kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus traktus solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior. Terletak di
kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf fasialis pada
tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula
lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal
dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana,
impuls berjalan ke glandula sublingualis dan submandibularis, dimana impuls merangsang
salivasi.7
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah
kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah overlapping (disarafi oleh lebih
dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna,
dan bagian luar membran timpani.
Bermula dari nucleus motorik VII di medulla oblongata serabut-serabut motorik
langsung membuat lengkungan mengitari nucleus motorik VI. Karena masih di dalam
medulla oblongata maka lengkungan ini dinamai internal genu. Kemudian keluar dari
medulla oblongata di bawah pons bersama-sama dengan N.Intermedius. Nervus gabungan ini
disebut N.Intermediofacialis; langsung masuk ke telinga melalui meatus akustikus interna
21

(dinamai segmen meatal N.VII). Pada dasar meatus internus, N.VII langsung masuk kanal
tulang di sekitar labirin dinamakan segmen labirin N.VII. Segmen ini membentuk
lengkungan dengan segmen timpanik berupa Genu pertama N.VII. pada Genu pertama ini
terletak ganglion genikulatum, yang merupakan neuron sensoris dari pengecapan lidah.7
Pada segmen labirin keluar cabang N.VII, masuk ke dalam kranium lagi membentuk
N.petrosus superficialis mayor; sifat saraf ini adalah visceromotorik untuk glandula lakrimal
dan kelenjar-kelenjar mukosa hidung.
Setelah menyusuri dinding kavum timpani dan antrum, N.VII berbelok ke bawah Genu ke
II, menuju processus mastoid N.VII memberi dua cabang :
1. Untuk m.stapedius
2. Untuk nervus chorda tympani, berisi serabut sensoris khusus untuk 2/3 anterior lidah.9,12
Setelah keluar dari processus mastoid melalui foramen stylomastoid, bagian N.VII ini disebut
segmen ekstra temporal, lalu bercabang lima :
1. Cabang temporal
2. Cabang zygomatik
3. Cabang buccal (pipi)
4. Cabang mandibular
5. Cabang cervical; ke m.platysma.
Studi dari saraf fasial intratemporal menunjukkan bahwa Bells palsy dan herpes zoster oticus
adalah hasil dari gangguan konduksi saraf wajah di dalam tulang temporal. Di segmen labirin
dari kanal falopi, nervus facialis menempati >80% dari luas penampang dari kanal fasialis
sekitarnya antara foramen meatus dan fossa geniculata (berbeda dengan <75% di segmen
timpani dan segmen vertikal kanal). Karena diameter foramen meatus sempit dan keberadaan
sebuah berkas yang mengelilingi dari periosteum yang hampir menutup tempat masuk dan
menyempitkan saraf di lokasi ini, foramen meatus tampaknya merupakan zona tekanan
transisi atau "hambatan fisiologis" adanya edema pada saraf. Rasio dari luas penampang dari
saraf ke foramen meatus secara signifikan relatif lebih kecil di tulang temporal pediatrik
terhadap orang dewasa, mungkin hal ini dapat menjelaskan rendahnya insiden Bells palsy
pada populasi pediatrik.12
Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi, terletak pada kedua hemisfer cerebri,
sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan dari girus presentralis kontralateral.
Akibatnya, gangguan unilateral dari traktus kortikonuklear oleh suatu lesi membiarkan

22

persarafan otot frontalis tetap utuh (paralisis sentralis). Tetapi jika sebuah lesi melibatkan
nukleus saraf perifer, semua otot fasial ipsilateral mengalami kelumpuhan (paralisis perifer).12

Gambar 2.12.3 Lesi saraf fasialis16


Beberapa skala pengukuran untuk menilai derajat kelemahan otot wajah telah
dikembangkan. Diantaranya adalah skala House-Brackmann yang sering digunakan. Skala
House-Brackmann facial neuropati :
1- Normal
2 disfungsi ringan (sedikit kelemahan, hanya tampak pada inspeksi)
3 disfungsi moderat (kelemahan lebih nyata, tetapi tidak tampak perbedaan pada kedua sisi
wajah)
4 disfungsi moderat berat (kelemahan nyata dan tampak perbedaan pada kedua sisi wajah)
5 hanya memiliki sedikit fungsi motor persepsi 6 - Complete paralysis
Prognosis
Prognosis Ramsay Hunt Syndrome sangat tergantung pada cepatnya pengobatan
dimulai. Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum 72 jam setelah
onset memberikan hasil yang lebih baik. Kemungkinan terjadi paralisis fasialis yang
permanen, pada beberapa pasien paralisis parsial dapat sembuh sempurna. Dalam penelitian,
hanya 10-22% dari individu dengan kelumpuhan wajah signifikan sembuh sempurna. Dalam
satu studi, 66% dari pasien dengan kelumpuhan tidak lengkap telah sembuh dengan
sempurna.
Bab III
KESIMPULAN
Herpes zoster oticus merupakan penyakit infeksi virus yang mengenai ganglion
genikulatum. Herpes zoster oticus yang disertai dengan paralisis nervus facialis disebut
23

Sindrom Ramsay Hunt. Herpes zoster oticus yang disertai dengan paralisis nervus facialis
merupakan urutan kedua paling sering dari kejadian paralisis facialis akut. Penegakkan
diagnosis herpes zoster berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan berupa pengobatan simptomatis dan medikamentosa seperti
antiviral dan kortikosteroid. Diagnosis yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi
sebelum 72 jam setelah onset memberikan hasil yang lebih baik. Pada laporan kasus
didapatkan penegakkan diagnosis dilakukan secara dini sehingga penatalaksanaan diberikan
secara dini dan prognosis pada pasien menjadi dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gross G, Doerr H W. Herpes Zoster: Recent Aspects of Diagnosis ad Control. Vol 26th.
Germany; Karger: 2006.p.3-21.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and Herpes
Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York : McGraw
Hill Company.2008.p. 1885-1898.
3. Sugito T L. Infeksi Virus Varicella- Zoster pada bayi dan anak. Dalam: Boediarja S A
editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta;2008.p.17-33.
4. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
5. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks Principles
of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145-148.
6. Coleman et al. Ramsay Hunt syndrome with severe dysphagia. Department of
Otolaryngology Head and Neck Surgery Michigan medical center. 2011;1-2.
7. Miravalle

A.

Ramsay

Hunt

syndrome.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/1166804-overview#a5 Cited on August 2016.


8. Bhupal HK. Ramsay hunt syndrome presenting in primary care. In: ThePrectitioner
casebook: 2010;254:33-35.
9. Roxas M. Herpes zoster and Postherpetic Neuralgia, Diagnosis and Therapeutic
Considerations. Vol.2nd;2006.

24

10.Maisel RH, Levine SC. Gangguan saraf fasialis. Dalam:Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. EGC. Jakarta,1997.hal.139-140
11. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL .Edisi 6.FK-UI. Jakarta.2007.Hal:10-11
12. Lee KJ. Facial nerve paralysis. In: Essential otolaryngology head and neck surgery. 8th
edition. New York,2003. P.199-201,212

25

Anda mungkin juga menyukai