Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa berasal dari kata
hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai
dengan perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh
vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidrofobik.1
Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang tidak wajar yang
ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi korialis yang berupa proliferasi trofoblas
dan edema struma villi. Jaringan trofoblast pada villus, berpoliferasi, dan mengeluarkan hormon
yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan
ialah seperti buah anggur.2

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di negara Asia dan Mexico,
sedangkan di negara barat lebih jarang. Angka di Indonesia umumnya merupakan angka rumah sakit,
untuk mola hidatidosa berkisar antara 1:50 sampai 1:141 dari kehamilan, sedangkan untuk
koriokarsinoma 1:297 sampai 1: 1035 dari kehamilan.2

Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn) dan pada multipara.
Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.1 Selain itu penyakit
ini juga ditemukan pada golongan sosio-ekonomi rendah serta usia kehamilan dibawah 29 dan
diatas 34 tahun.1

C. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan mola
hidatidosa, antara lain : 2
1.

Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan

2.

Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

3.

Paritas tinggi

4.

Kekurangan protein

5.

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan, terutama

protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu
defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan
pada wanita dari golongan sosio-ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan
tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif
lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian membelah
menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadangkadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46xx atau 46xy.1

Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio-ekonomi
rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi.Insiden penyakit
ini dapat diturunkan dengan suatu upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20
tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga.1
D. PATOLOGI 1
Secara mikroskopik pada mola komplit terlihat trias :
1.

Proliferasi dari trofoblast bersifat difus

2.

Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus

3.

Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat:


1. Campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu. Meningkatnya inklusi
pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma melingkari villi avaskular
lainnya. Stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa komplit,
biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.
3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester pertama
biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat
sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.

E. PATOGENESIS 1

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini. Pertama ,
teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di mana
seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah.
Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang
berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi
yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang
menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah
sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembunggelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadangkadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar
buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah
dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis
terlihat: Secara makroskopis terlihat : proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma
villi, terhambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
F. KLASIFIKASI 3
Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa diklasifikasikan sebagai:
1. Mola hidatidosa komplit
2. Mola hidatidosa parsial
1. Mola hidatidosa komplit
Angka kejadian mola hidatidosa komplit lebih sering daripada mola hidatidosa parsial.
Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola hidatidosa komplit sekitar 20%.
Mola hidatidosa komplit merupakan hasil konsepsi abnormal tanpa disertai embrio. Ditandai
gambaran sekelompok buah anggur.

Tampak villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Sehingga menyerupai sekelompok buah anggur

Villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Vesikel tersebut tumbuh
besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.

Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak terlihat sampai
beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya bersifat:
a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan
d. Tidak adanya fetus atau amnion
Secara singkatnya dapat disebutkan perubahan histologis yang terlihat berupa:
a.

Degenerasi hidropikdan edema stroma villi

b.

Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema

c.

Proliferasi dari epitel trofoblast menjadi berbagai tingkatan

d.

Tidak adanya fetus atau amnion

Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi kromosom
yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara
keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil dari
fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa. Meskipun jarang, dapat juga dijumpai
komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua spermatozoa telah membuahi satu ovum yang
mengalami kekurangan kromosom.

2. Mola hidatidosa parsial


Merupakan suatu hasil konsepsi abnormal dengan disertai adanya embrio atau janin yang
cenderung untuk mati lebih awal. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal
daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih triploid, yaitu 69 xxy atau 69 xyy, dengan satu
komplemen haploid maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid maternal. Janin
secara khas menunjukkan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital multipel dan
retardasi pertumbuhan.
Mola ini mengalami perubahan yang bersifat fokal dan kurang agresif pertumbuhannya
dibanding dengan mola hidatidosa komplit. Mungkin dijumpai beberapa jaringan fetus, biasanya
minimal ditemukan kantong amnion.
Hiperplasia trofoblastik bersifat fokal daripada umum. Angka kejadian koriokarsinoma
pada mola hidatidosa parsial cenderung lebih rendah. Dari 3000 kasus mola hidatidosa parsial
hanya 2 kasus dilaporkan yang berlanjut menjadi koriokarsinoma.
Struktur histologisnya bersifat:

1. Abnormal villi. Terlihat campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu.
Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma
melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi
bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik berlebihan. Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa
komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.
3. Perubahan hidropik. Bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester pertama
biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat
sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.

Low-power photomicrograph. Hydropic villi on left; relatively normal villi on right. Hydropic change was not apparent grossly.
Preoperatively, patient had identifiable gestational sac and "deformed" embryo by ultrasound.

Tampak gambaran hipoechoic menyerupai sarang tawon disertai adanya jaringan janin yang normal.

G. DIAGNOSIS 1,3
1.

Anamnesis
- terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau
kecoklatan
- pembesaran rahim yang

tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia

kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti
2. Gejala klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui. Mulai
dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya terjadi
antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat
dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikitsedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat
dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih
besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan

eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya
mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya
proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah
yang keluar berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada

kehamilan

normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus
yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun
jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu
aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit
untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara.
Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang
kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit
perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
c. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak

ditemukan adanya

denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda dengan
kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan
janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplit pada
plasenta yang disertai janin hidup.
d. Eklampsia dan preeklampsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke-2. Eklampsia atau
preeklampsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24
minggu. Oleh karenanya preeklampsia yang terjadi sebelum waktunya harus dicurigai
sebagai mola hidatidosa.

e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering

meningkat,

namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis
pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus
makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan
uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada
tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari
segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari
estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang
meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin
hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya
kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.
i. Mola hidatidosa komplit
-

Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit.


Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus

mungkin

membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina.
Gejala ini muncul pada 97% kasus.
-

Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG

Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang


hangat.

ii. Mola hidatidosa parsial


-

Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan mola
komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus inkomplit
atau missed abortion.

Perdarahan pervaginam

Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan fisik 1,3


Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

Inspeksi
-

Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut


muka mola (mola face)

Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas

Palpasi
-

Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin

Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru

Auskultasi
-

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam
-

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evakuasi keadaan
serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang 1,2,3,4


A. Pemeriksaan laboratorium

Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan diagnosis mola
karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan untuk mendeteksi
penyakit PTG yang persisten setelah pengeluaran mola.
Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena karakteristik yang
terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan
kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin
maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis
pemeriksaan -hCG, yaitu :
- -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 10 mIU/ml
- -hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml
- -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan normal pada usia
kehamilan

yang

sama.

Bila

kadar

-hCG

kuantitatif

>100.000

mIU/L

mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik dan


meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan
mola dapat memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8
minggu post evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan tersebut,
suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon -hCG sangat
tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Pemantauan
secara hati-hati dari kadar -hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan
tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang
ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.
B. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti badai
salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan

pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal
kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya
dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk mioma
uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin lebih dari 1. Pada kehamilan trimester
I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari
kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada
kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri
berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara
5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon
(honey comb) atau badai salju (snow storm).

C. Uji sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde masuk
ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o dengan deviasi sonde
kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.
D. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopaque yang dimasukkan ke dalam uterus secara
transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk mola
hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml
hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang

terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi
semenjak adanya USG yang lebih mudah.

H. KRITERIA DIAGNOSTIK 1,3


Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan
sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara
spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28 minggu. Penemuan klinik
berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus
dicurigai sebgai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut
disebabkan oleh kesalahan data menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau kehamilan ganda.
Penegakan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Umumnya struktur lain
mungkin memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk diantaranya mioma uteri dan
kehamilan ganda.
Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplit sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang
biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan
2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan
3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar
setinggi pusat atau lebih.
4. Gambaran USG yang khas : badai salju

5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa
kehamilan

6. Preeklampsia dan eklampsia yang muncul sebelum minggu ke-24


7. Hiperemesis gravidarum
Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola.
Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat, karena
pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien
menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar gelembung.

L. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5,6
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan syok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklampsia dan
tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk
tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada dua cara
evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi

a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola, dan
sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500
ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk
menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini
dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya
retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko
perforasi dapat dikurangi.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah
terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga
perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5
cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium
memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti
dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang
diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan
apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret
ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus
sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan
dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin
diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi.
Sebelum kuret

sebaiknya

disediakan

persediaan

darah untuk menjaga

kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

b. Histerektomi

Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien


dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap merupakan
pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak.
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas
tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan
yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa
pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak
adanya tanda-tanda mola invasif.
Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan
dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah
ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor
trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di bawah
pengawasan dokter.Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan
histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya
diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini,
dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika
merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika
profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya
koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi
dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk
memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis
yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan metastasis
lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)


Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah keganasan.
Metode umum follow up adalah sebagai berikut:
-

Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi jadwal
kontrol selama 2-3 tahun (1 kali pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan
kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun berikutnya,
selanjutnya tiap 3 bulan)

Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu

Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau pendataran


kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut

Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan pengukuran
setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun)

Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.

Setiap periksa ulang penting diperhatikan : 1


1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks, uterus
cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain
3. Reaksi biologis atau imunologis air seni,
1 kali seminggu sampai hasil negatif, 1 kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1 kali
sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1 kali 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer
tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3
tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6
minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun
setelah mola keluar.
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi
keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai
setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi,

kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh
dan mudah berdarah.2
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan
ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap
untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif.
Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG subunit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif
selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis
di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala
yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru
M. PROGNOSIS 3
__________________________________________________________________
Prognosis baik

Prognosis buruk

Kehamilan terakhir

< 4 bulan

> 4 bulan

B-hCG

< 40.000

> 40.000

mola

term

tidak ada

gagal

Kehamilan sebelumnya
Terapi sebelumnya
Metastase

tidak ada, kadang paru

otak, hati

Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai nol dengan diagnosa dini dan terapi
yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk menderita anemia
dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat
morbiditas yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai

  • LAMPIRAN
    LAMPIRAN
    Dokumen3 halaman
    LAMPIRAN
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Tugas KWN Fitri Blok 20
    Tugas KWN Fitri Blok 20
    Dokumen2 halaman
    Tugas KWN Fitri Blok 20
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Tugas Blok 21 Kedokteran Keluarg3
    Tugas Blok 21 Kedokteran Keluarg3
    Dokumen6 halaman
    Tugas Blok 21 Kedokteran Keluarg3
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Appendiksitis Kronis Eksaserbasi Akut
    Appendiksitis Kronis Eksaserbasi Akut
    Dokumen11 halaman
    Appendiksitis Kronis Eksaserbasi Akut
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • CKD Stage V
    CKD Stage V
    Dokumen9 halaman
    CKD Stage V
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • RESPONSI PARU Gek
    RESPONSI PARU Gek
    Dokumen53 halaman
    RESPONSI PARU Gek
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Referat Striktur Uretra
    Referat Striktur Uretra
    Dokumen15 halaman
    Referat Striktur Uretra
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Virus Dengue
    Infeksi Virus Dengue
    Dokumen5 halaman
    Infeksi Virus Dengue
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen27 halaman
    Refer at
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Neurology
    Laporan Kasus Neurology
    Dokumen17 halaman
    Laporan Kasus Neurology
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Planning
    Planning
    Dokumen7 halaman
    Planning
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Icu F Ixxxx 2003
    Lapsus Icu F Ixxxx 2003
    Dokumen21 halaman
    Lapsus Icu F Ixxxx 2003
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen17 halaman
    Tinjauan Pustaka
    Melany Sii Penghayal
    Belum ada peringkat
  • Struma (Goiter)
    Struma (Goiter)
    Dokumen6 halaman
    Struma (Goiter)
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Edu Kasi
    Edu Kasi
    Dokumen1 halaman
    Edu Kasi
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Demam Typhoid
    Demam Typhoid
    Dokumen4 halaman
    Demam Typhoid
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Lembar Follow Up
    Lembar Follow Up
    Dokumen8 halaman
    Lembar Follow Up
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • MR Interna 23 Oktober 2016
    MR Interna 23 Oktober 2016
    Dokumen24 halaman
    MR Interna 23 Oktober 2016
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Perbedaan Asma Ppok
    Perbedaan Asma Ppok
    Dokumen4 halaman
    Perbedaan Asma Ppok
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Ptiriasis Rosea
    Ptiriasis Rosea
    Dokumen8 halaman
    Ptiriasis Rosea
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Tujuan Prematur Prelabour Pecah Ketuban
    Tujuan Prematur Prelabour Pecah Ketuban
    Dokumen5 halaman
    Tujuan Prematur Prelabour Pecah Ketuban
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Sken 3 Analisis
    Sken 3 Analisis
    Dokumen3 halaman
    Sken 3 Analisis
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Fistula Ani
    Anamnesis Fistula Ani
    Dokumen2 halaman
    Anamnesis Fistula Ani
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Depres I
    Depres I
    Dokumen12 halaman
    Depres I
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan RM
    Pendahuluan RM
    Dokumen16 halaman
    Pendahuluan RM
    Pitaloka Yuniartiningtyas
    Belum ada peringkat