Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa berasal dari kata
hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai
dengan perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh
vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidrofobik.1
Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang tidak wajar yang
ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi korialis yang berupa proliferasi trofoblas
dan edema struma villi. Jaringan trofoblast pada villus, berpoliferasi, dan mengeluarkan hormon
yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan
ialah seperti buah anggur.2
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di negara Asia dan Mexico,
sedangkan di negara barat lebih jarang. Angka di Indonesia umumnya merupakan angka rumah sakit,
untuk mola hidatidosa berkisar antara 1:50 sampai 1:141 dari kehamilan, sedangkan untuk
koriokarsinoma 1:297 sampai 1: 1035 dari kehamilan.2
Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn) dan pada multipara.
Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.1 Selain itu penyakit
ini juga ditemukan pada golongan sosio-ekonomi rendah serta usia kehamilan dibawah 29 dan
diatas 34 tahun.1
C. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan mola
hidatidosa, antara lain : 2
1.
Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2.
3.
Paritas tinggi
4.
Kekurangan protein
5.
protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu
defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan
pada wanita dari golongan sosio-ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan
tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif
lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian membelah
menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadangkadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46xx atau 46xy.1
Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio-ekonomi
rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi.Insiden penyakit
ini dapat diturunkan dengan suatu upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20
tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga.1
D. PATOLOGI 1
Secara mikroskopik pada mola komplit terlihat trias :
1.
2.
3.
E. PATOGENESIS 1
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini. Pertama ,
teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di mana
seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah.
Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang
berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi
yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang
menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah
sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembunggelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadangkadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar
buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah
dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis
terlihat: Secara makroskopis terlihat : proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma
villi, terhambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
F. KLASIFIKASI 3
Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa diklasifikasikan sebagai:
1. Mola hidatidosa komplit
2. Mola hidatidosa parsial
1. Mola hidatidosa komplit
Angka kejadian mola hidatidosa komplit lebih sering daripada mola hidatidosa parsial.
Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola hidatidosa komplit sekitar 20%.
Mola hidatidosa komplit merupakan hasil konsepsi abnormal tanpa disertai embrio. Ditandai
gambaran sekelompok buah anggur.
Tampak villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Sehingga menyerupai sekelompok buah anggur
Villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Vesikel tersebut tumbuh
besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.
Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak terlihat sampai
beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya bersifat:
a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan
d. Tidak adanya fetus atau amnion
Secara singkatnya dapat disebutkan perubahan histologis yang terlihat berupa:
a.
b.
c.
d.
Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi kromosom
yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara
keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil dari
fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa. Meskipun jarang, dapat juga dijumpai
komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua spermatozoa telah membuahi satu ovum yang
mengalami kekurangan kromosom.
1. Abnormal villi. Terlihat campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu.
Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma
melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi
bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik berlebihan. Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa
komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.
3. Perubahan hidropik. Bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester pertama
biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat
sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.
Low-power photomicrograph. Hydropic villi on left; relatively normal villi on right. Hydropic change was not apparent grossly.
Preoperatively, patient had identifiable gestational sac and "deformed" embryo by ultrasound.
Tampak gambaran hipoechoic menyerupai sarang tawon disertai adanya jaringan janin yang normal.
G. DIAGNOSIS 1,3
1.
Anamnesis
- terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau
kecoklatan
- pembesaran rahim yang
kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti
2. Gejala klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui. Mulai
dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya terjadi
antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat
dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikitsedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat
dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih
besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan
eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya
mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya
proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah
yang keluar berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan
normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus
yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun
jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu
aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit
untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara.
Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang
kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit
perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
c. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya
denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda dengan
kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan
janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplit pada
plasenta yang disertai janin hidup.
d. Eklampsia dan preeklampsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke-2. Eklampsia atau
preeklampsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24
minggu. Oleh karenanya preeklampsia yang terjadi sebelum waktunya harus dicurigai
sebagai mola hidatidosa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat,
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis
pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus
makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan
uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada
tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari
segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari
estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang
meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin
hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya
kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.
i. Mola hidatidosa komplit
-
mungkin
membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina.
Gejala ini muncul pada 97% kasus.
-
Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan mola
komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus inkomplit
atau missed abortion.
Perdarahan pervaginam
Inspeksi
-
Palpasi
-
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin
Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
Auskultasi
-
Pemeriksaan dalam
-
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evakuasi keadaan
serviks.
Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan diagnosis mola
karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan untuk mendeteksi
penyakit PTG yang persisten setelah pengeluaran mola.
Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena karakteristik yang
terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan
kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin
maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis
pemeriksaan -hCG, yaitu :
- -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 10 mIU/ml
- -hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml
- -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan normal pada usia
kehamilan
yang
sama.
Bila
kadar
-hCG
kuantitatif
>100.000
mIU/L
pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal
kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya
dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk mioma
uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin lebih dari 1. Pada kehamilan trimester
I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari
kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada
kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri
berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara
5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon
(honey comb) atau badai salju (snow storm).
C. Uji sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde masuk
ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o dengan deviasi sonde
kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.
D. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopaque yang dimasukkan ke dalam uterus secara
transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk mola
hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml
hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang
terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi
semenjak adanya USG yang lebih mudah.
5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa
kehamilan
L. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5,6
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan syok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklampsia dan
tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk
tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada dua cara
evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola, dan
sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500
ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk
menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini
dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya
retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko
perforasi dapat dikurangi.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah
terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga
perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5
cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium
memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti
dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang
diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan
apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret
ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus
sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan
dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin
diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi.
Sebelum kuret
sebaiknya
disediakan
persediaan
b. Histerektomi
Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi jadwal
kontrol selama 2-3 tahun (1 kali pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan
kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun berikutnya,
selanjutnya tiap 3 bulan)
Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan pengukuran
setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun)
kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh
dan mudah berdarah.2
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan
ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap
untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif.
Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG subunit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif
selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis
di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala
yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru
M. PROGNOSIS 3
__________________________________________________________________
Prognosis baik
Prognosis buruk
Kehamilan terakhir
< 4 bulan
> 4 bulan
B-hCG
< 40.000
> 40.000
mola
term
tidak ada
gagal
Kehamilan sebelumnya
Terapi sebelumnya
Metastase
otak, hati
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai nol dengan diagnosa dini dan terapi
yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk menderita anemia
dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat
morbiditas yang tinggi.