MALPRAKTIK KEPERAWATAN
Oleh Ns. Andi Parellangi, S.Kep., M.Kep., M.H.Kes
A. Pendahuluan
Istilah malpraktik sudah cukup lama dikenal dan saat ini semakin banyak kasus malpraktik
dikalangan profesi kesehatan muncul ke permukaan dan dituntut secara formal oleh pasien dan atau
keluarganya. Hal ini dikarenakan semakin tingginya kesadaran hukum masyarakat dan mereka telah
menyadari hak-haknya dalam pelayanan kesehatan, sehingga perawat atau tenaga kesehatan lainnya
dituntut untuk melaksanakan kewajiban profesionalnya dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung
jawab.
Hal lain adalah, bahwa penyakit yang serius umumnya di tangani di rumah sakit, maka dapat
dipahami bahwa 80 % kasus malpraktik terjadi di rumah sakit (Curan, dikutip dari Amir, 1997). Oleh
karena itu tuntutan terhadap malpraktik tidak hanya ditujukan kepada dokter, tetapi sering pula
melibatkan rumah sakit dan perawat.
Malpraktik tidak saja merupakan bentuk pelanggaran terhadap kaidah-kaidah profesi tetapi juga
merupakan pelanggaran terhadap norma hukum positif, sehingga penyelesaiannya pun tidak hanya
melibatkan organisasi profesi tetapi juga pemerintah.
Berbagai alasan yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan meningkatnya tutuntan malpraktik
antara lain; pertama, perubahan hubungan pasien dan perawat/tenaga kesehatan lainnya. Kedudukan
pasien yang semula hanya sebagai pihak yang bergantung kepada tenaga kesehatan dalam
menetukan upaya penyembuhan, kini berubah menjadi sederajat, dimana klien dapat memberikan
pertimbangan dan pendapat dala memilih cara pengobatan, tindakan medis dan atau keperawatan.
Perubahan pola hubungan tidak hanya terjadi antara perawat dan pasien, tetapi juga antara perawat
dan dokter, dimana sebelumnya perawat sangat tergantung kepada dokter (model praktik hirarkis), kini
berubah menjadi hubungan kemitraan (model praktik kolaboratif), dimana masing-masing pihak
memiliki otoritas yang tidak dapat diintervensi pihak lain. Fungsi dependen perawat berubah menjadi
interdependen (saling ketergantungan); kedua, adanya tuntutan pelayanan kesehatan yang makin luas
dan beragam, terutama yang berhubungan dengan teknologi canggih yang memasuki bidang
terapeutik dan diagnostik; ketiga, makin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dan menyadari
hak-haknya sebagai individual; keempat, perubahan sosial budaya, pandangan hidup, dan cara
berpikir; dan kelima, adanya dampak globalisasi dan liberalisasi.
B. Pengertian Malpraktik
Pengertian malpraktik secara umum adalah praktik jahat atau buruk yang tidak memenuhi
standar yang ditentukan oleh profesi. Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik adalah kelalaian dari
seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya didalam
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan
dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Pengertian malpraktik tidak sama dengan kelalaian (negligence). Kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik atau dengan kata lain kelalaian merupakan salah satu bentuk malpraktik. Sedangkan dalam
malpraktik tidak selalu terdapat unsur kelalaian. Dengan demikian malpraktik mempunyai pengertian
yang lebih luas, yaitu selalu mencakup kelalaian, juga mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dengan sengaja (intentional, dolus). Lebih lanjut tentang hal ini dibahas dalam bidang hukum
malpraktik.
3
2) Perbuatan yang dilakukan secara salah, dimana perbuatan tersebut merupakan
kewajibannya atau berhak untuk melakukannya
3) Melakukan perbuatan yang bukan merupakan kewenangannya
Sedangkan pengertian melawan hukum tidak hanya untuk pelanggaran terhadap perundangundangan tertulis semata-mata, melainkan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap
kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat.
Perbuatan melawan hukum dibedakan atas:
1) Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan (Intentional tort), yaitu suatu perbuatan
dilakukan secara sengaja atau ada maksud (intent) dari pihak pelakunya sehingga
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pasien yang melakukan tuntutan dapat
menggunakan pasal 1365 KUH Perdata sebaga posita (dasar gugatan). Adapun bunyi
pasal tersebut adalah: Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.
Contoh perbuatan melawan hukum karena kesengajaan dalam praktik keperawatan:
2) Perbuatan melawan hukum karena kelalaian (negligence tort), yaitu mengabaikan sesuatu
yang semestinya dilakukan dengan penuh kehati-hatian (duty of care) sehingga
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kelalaian (negligence) dapat pula diartikan sebagai
tindakan yang seharusnya dilakukan tetapi tidak dilakukan atau tidak melakukan apa yang
seorang yang wajar yang hati-hati justru akan melakukannya (Guwandi, 1993).
Negligence tort diatur dalam pasal 1366 KUH Perdata yang berbunyi: Setiap orang
4
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kekurang hati-hatinya.
Terdapat dua perbedaan pokok antara intertional tort dan negligence tort adalah (Guwandi,
1993)
Adanya unsur kehendak (intent) yang terdapat pada intentional tort, sedangkan pada
negligence tort tidak ada.
Pada intentional tort akan selalu terdapat suatu tindakan yang dikehendaki yang
merugikan orang lain, sedangkan pada negligence tort tidak selalu terdapat tindakan,
bisa juga terjadi karena tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan (non
tindakan).
Contoh perbuatan melawan hukum karena kelalaian (negligence tort) dalam praktik
keperawatan anatara lain:
Gagal menilai bahwa sarana yang tersedia tersebut tidak memadai dan/atau tidak
berfungsi dengan baik.
Kesalahan mengenali, menganalisa, dan melaporkan gejala atau tanda yang dapat
mengancam keselamatan hidup pasien.
Tidak melaporkan kondisi fisik dan/atau mental dari diri sendiri yang tidak dalam
keadaan layak/siap melakukan tugas asuhan keperawatan
Gagal mengenali bahaya-bahaya yang melekat pada suati pesanan medik dan/atau
instruksi keperawatan yang berkaitan dengan pasien.
Salah tindakan atau tidak melakukan tindakan yang diperlukan dalam situasi darurat
guna melindungi pasien dari malapetaka lebih lanjut, sampai bantuan medik datang.
Gagal memberikan perhatian yang layak terhadap permintaan pasien yang akan
meninggal (misal; bantuan medik, bantuan spiritual, kehadiran keluarga, pengacara,
dan lain-lain).
3) Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan. Dalam ilmu hukum dikenal dengan teori
tanggung jawab pengganti (vicarious liability). Contohnya: si A yang melakukan perbuatan
melawan hukum, tetapi si B yang harus digugat dan mempertanggung jawabkan atas
perbuatan tersebut. Terhadap tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh orang lain inilah yang disebut sebagai perbuatan melawan hukum tanpa
kesalahan. Hal ini disandarkan pada pasal 1367 KUH Perdata yang berbunyi: Seorang
tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah
pengawasannya.
Di bidang keperawatan, pihak-pihak yang harus menerima tanggung gugat dari perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh pihak lain, antara lain:
Rumah sakit bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh perawat. Hal
ini didasarkan atas teori tanggung jawab atas (a superior risk bearing theory) dan
doktrin Respondeat Superior.
Perawat bertanggung gugat atas tindakan orang berpenyakit jiwa yang berada
dibawah pengampunannya.
Seorang dokter bertanggung gugat atas tindakan medis tertentu yang dilakukan
perawat atas permintaan secara tertulis, dimana tindakan tersebut bukan merupakan
kewenangan perawat yang bersangkutan.
Dari ketiga macam perbuatan melawan hukum tersebut, kebanyakan peristiwa yang
6
Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh seseorang dalam setiap perikatan.
Dalam konteks perikatan atau transaksi terapeutik antara perawat dan klien, baik transaksi
terapeutik yang lahir karena perjanjian (ius contractu) maupun berdasarkan undang-undang
(ius delicto), maka perawat berkewajiban memenuhi prestasi tertentu. Menurut pasal 1234
KUH Perdata, prestasi dibedakan atas:
1) Memberikan sesuatu
2) Berbuat sesuatu
3) Tidak berbuat sesuatu
Apabila perawat tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam
perjanjian, maka ia dikatakan wanprestasi (ingkar janji). Menurut Syahrani (2000),
wanprestasi dapat berupa empat hal, yaitu:
1) Tidak melakukan sama sekali apa yang dijanjikan
2) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sampai selesai (tunai)
3) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
4) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai
Dalam implementasinya di tatanan pelayanan kesehatan, tidaklah mudah menyimpulkan
bahwa seorang tenaga kesehatan melakukan wanprestasi, karena tidak semua perjanjian
yang dibuat menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut, apalagi dalam
transaksi terapeutik perawat dan klien, prestasi yang dijanjikan lebih banyak prestasi untuk
memberikan sesuatu dan atau untuk berbuat sesuatu. Selain itu transaksi terapeutik perawat
dan klien lebih bersifat inspannings verbintenis ketimbang resultaat verbintenis.
2.
7
palsu , dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakan oang lain untuk
menyerhkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang , diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
b.
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali
atau yang mendatangkan maut ;
c.
8
Pasal 286 KUHP:
Barangsiapa yang bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya padahal diketahui
perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya dihukum dengan hukuman penjara
paling lama sembilan tahun.
Pasal 290 point 1 KUHP:
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : Barangsiapa melakukan perbuatan
cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
Pasal 294 ayat (2) point 2 KUHP:
Diancam dengan pidana yang sama (tujuh tahun): pengurus, dokter, guru, pegawai,
pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, tempat
piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa, atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
d.
e.
9
kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dengan demikian, maka penelantaran mempunyai beberapa unsur:
dapat meniadakan kesalahan, karena sifat perbuatannya atau keadaan pelakunya. Jadi ada dua
alasan yang meniadakan kesalaha yaitu (Wiradharma, 1996):
a.
b.
Dengan demikian, suatu tindakan medis/keperawatan tidak bersifat melawan hukum apabila:
a.
b.
3.
10
a.
b.
Berdasarakan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objektif kepada
tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menetukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Berdasarakan pemeriksaan MDTK, hasilnya akan dilaporkan
kepada pejabat kesehatan berwenang untuk diambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan
tersebut dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan
sebagaimana dimaksud sejalan dengan ketentuan pada pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakuan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
D. Beberapa Kriteria untuk Menilai dan Membuktikan adanya Malpraktik
Menilai dan membuktikan apakah perbuatan itu termasuk dalam kategori malpraktik atau tidak
bukanlah suatu hal yang mudah. Aparat penegak hukum mengalami kesulitan untuk mencari bukti
karena disebabkan antara lain (Mariyanti, 1988):
1.
Kurangnya pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang cukup dibidang kesehatan oleh
aparat penegak hukum.
2.
Tenaga kesehatan yang kompeten diajukan sebagi saksi ahli, tidak ingin memberikan
keterangan atau kesaksian yang memberatkan tuduhan terhadap teman sejawatnya.
Untuk menembus kesulitan dalam menilai dan membuktikan apakah suatu perbuatan itu
termasuk kategori malpraktik atau tidak, dapat dipakai empat kriteria (Vestal, 1995), yaitu:
11
1.
2.
3.
Injury,
yaitu
pasien
mengalami
cedera
(injury)
atau
mengalami
2.
3.
12
Termasuk didalamnya anatar lain kegagalan dalam menginterprestasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan mencatat pesanan/order tim kesehatan lainnya, salah dalam
membaca pesanan/order tim kesehatan lainnya, salah dalam mengidentifikasi pasien sebelum
dilakukan tindakan/prosedur keperawatan, kesalahan dalam memberikan obat, cairan dan terapi
pembatasan.
F. Teori-Teori Pembelaan dalam Kasus Malpraktik
Terdapat beberapa teori yang dapat dijadikan pegangan seorang perawat atau tenaga
kesehatan lainnya menhadapi malpraktik.
Secara skematik proses tuntutan dalam kasus malpraktik dapat digambarkan sebagai berikut:
Tuntutan Kasus
13
Ada/tida ada
Culpa
Kelalaian Berat
Kelalaian Ringan
(Culpa Lata)
(Culpa Levis)
Jika tidak ada
kesalahan apa-apa
Memenuhi standar profesi
Bebas
Hukum Pidana
Hukum Perdata
Hukum Perdata
Etik
Etik
Kepustakaan:
Ake, J. (2003). Malpraktik dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
14
Amir, A. (1997). Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widya Medika.
Badrulzaman, M.D. (1996). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III tentang Hukum Perikatan dan
Penjelasannya. Bandung: Alumni.
Fuady, M. (2002). Perbuatan Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Guwandi, J. (1993). Tindakan Medik dan Tanggung Jawab Produk Medik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Guwandi, J. (1994). Kelalaian Medik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Guwandi, J. (1996). Dokter, Pasien, dan Hukum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mariyanti, N. (1988). Malpraktik Kedokteran, dari segi Hukum Pidana dan Perdata. Jakarta: PT. Bina
Aksara.
Redaksi Sinar Grafika. (2000). KUHAP dan KUHP. Jakarta: Sinar Grafika.
Siegler, E.L & Whitney, F.W. (2000). Kolaborasi Perawat-Dokter, Perawatan Orang Dewasa dan Lansia.
Alih bahasa Indraty Secillia. Jakarta: EGC.
Syahrani, R. (2000). Seluk-beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni.
Vestal, K.W. (1995). Nursing Management: Concepts and Issues. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.