Anda di halaman 1dari 4

Hipersensitivitas

22/04/2009 at 6:43 am (Uncategorized)


HIPERSENSITIVITAS TIPE I dan II
I. PENGERTIAN HIPERSENSITIVITAS
Istilah hipersensitivitas menunjukkan suatu kondisi respon imunitas yang menimbulkan reaksi
yang berlebihan atau reaksi yang tidak sesuai, yang berbahaya bagi penjamu. Pada individu yang
rentan, reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak yang kedua dengan antigen
spesifik(alergen). Kontak yang pertama kali merupakan kejadian yang diperlukan untuk
menginduksi sensitisasi terhadap alergen tersebut.
II. PEMBAGIAN HIPERSENSITIVITAS
Reaksi hipersensitivitas ada dua macam : (1) reaksi dengan perantaraan Ab atau jenis segeradan
(2) reaksi dengan perantaraan sel atau jenis lambat. Dari sudut pandang patogenesa, reaksi
hipersensitivitas telah diklasifikasikan oleh gell dan Combs dalam 4 jenis utama : 2 yaitu tipe I,
II dan III yang diperantarai oleh antibodi dan tipe IV yang diperantarai oleh sel. 1
A. Hipersensitivitas Tipe I (Jenis Anafilaktik )
Suatu kelas antibody yang khusus ( antibody sitotrofik, terutama IgE ) terikat pada mastosit dan
basofil melalui fragmen Fc. Bila Ag bereaksi dengan Ab ini, zat amin vaso aktif dan zat perantara
lain dilepaskan dan menyebabkan reaksi ini.
B. Hipersesitivitas Tipe II (Jenis Sitotoksik )
Antigen pada permukaan sel bergabung dengan Ab. Hal ini dapat menyebabkan opsonisasi dan
fagositosa tanpa komplemen, dapat mempermudah serangan sel T, atau dapat menyebabkan
pengikatan komplemen, yang membantu perlekatan imun pada fagosit, atau efek litik dapat
menyebabkan kerusakan selaput dengan perantara komplemen.
C. Hipersensitivitas Tipe III ( Jenis Imun Kompleks )
Ag bergabung dengan Ab untuk membentuk kompleks yang dapat mengaktifkan komplemen dan
faktor Hageman ( XII dalam koagulasi darah )dan menggumpalkan trombosit. 2 Kompleks imun
tersebut akan dibuang oleh sistem retikuloendotelial, tetapi kadang-kadang kompleks tersebut
masih ada dan dideposisi di jaringan-jaringan mengakibatkan terjadinya beberapa gangguan.
Pada infeksi mikroba atau virus yang menetap, kompleks imun dapat dideposisi di organ
(misalnya ginjal)mengakibatkan terjadinya disfungsi. Pada gangguan autoimin antigen self dapat
menghasilkan antibodi yang terikat pada antigen organ atau dideposisi di organ danjaringan
sebagai kompleksm, terutama di sendi (artritis), ginjal (nefritis) dan pembuluh darah (vaskulitis).
1
D. Hipersensitivitas Tipe IV ( Delayed hypersensitivity )
Limfosit T yang membawa penerima Ag khusus mnjadi aktif bila berkontak dengan antigen
tersebut, berproliferasi, bertransformasi, dan melepaskan sejumlah zat-zat perantara ( limfokin )

yang akan mempengaruhi makrofag, Limfosit,dan sel-sel lain untuk menghasilkan reaksi
hipersensitiivitas jenis lambat. 2
III. URAIAN KHUSUS HIPERSENSITVITAS TIPE I DAN II
I. HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Hipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen
begabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaktik sistemik (misalnya
setelah pemberian protein heterolog ) atau sebagai reaksi lokal ( misalnya alergi atopik seperti
demam hay ). Mekanisme dari hipersensitivitas ini meliputi langkah-langkah berikut ini. Antigen
menginduksi pembentukan antibodi Ig E, yang terikat kuat dengan reseptor basofil dan sel mast
melalui bagian Fc antibodi tersebut. Beberapa saat kemudian, kontak yang kedua dengan antigen
yang sama mengakibatkan fiksasi antigen ke Ig E yang terikat ke sel dan pelepasan mediator
yang aktif secara farmakologis dari sel tersebut dalam waktu beberapa menit. Nukleotida siklik
dan kalsium diperlukan dalam pelepasan mediator tersebut. Terdapat juga fase lanjutan kedua
yang berlangsung beberapa hari dan melibatkan infiltrasi netrofil, monosit dan lekosit lain ke
jaringan. 1
Gambar 1.1 3
A.Mediator hipersensitivitas anafilaksis : Beberapa mediator yang penting dan efeknya dibahas
berikut :
1.Histamin
Histamin ada dalam keadaan belum terbentuk di dalam trombosit dan granula sel mast serta
basofil. Pelepasan histamin ini menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler dan
kontraksi otot polos. Obat-obat antihistamin dapat menghalangi reseptor histamin dan secara
relatif efektif pada rinitis alergi tetapi tidak pada asma. Histamin merupakan mediator utama
( primer ) pada reaksi tipe I.
2. Prostaglandin
Seperti lekotrien , yang merupakan derivat dari asam arachidonat melalui siklus sikloksigenase.
Prostaglandin mengakibatkan bonkokonstriksi dan dilatasi serta peningkatan permiabilitas
kapiler. Mediator tersebut , bersama dengan sitokin seperti TNF dan Il-4, merupakan mediator
sekunder pada reaksi tipe I. 1,2
3.Seretonin
Seretonin dibentuk dalam mastosit dan terutama terdapat dalam trombosit darah dan dilepaskan
dari trombosit selama anafilaksis. Zat ini menyebabkan pelebaran kapiler, meningginya
permiabilitas, dan menciutkan otot polos pada beberapa spesies, tetapi zat ini kurang penting
dalam reaksi anafilaktik manusia.
4. Slow Reacting Subsyance Anafilaksis ( SRS A )
Merupakan campuran leukotrin tidak terdapat dalam keadaan sebelumnya tetapi dibentuk selama
reaksi tipe I anafilaksis. SRS-A merupakan perantara yang penting dalam konstruksi bronkhus
asma, dan sintesanya tidak dihambat oleh antihistamin.
5. Kinin
Kinin adalah peptida dasar yang berasal dari protein plasma. Zat ini tidak merupakan perantara
primer tetapi menambah gambaran klinik dari reaksi demikian melalui keterlibatannya yang

kedua kali. Faktor Hageman ( F XII ) dalam rangkaian proses pembekuan darah dapat diaktifkan
dalam anfilaksis. Ini dapat mengakibatkan aktivasi pasmin, suatu enzim fibrinolitik, dan
kalikrein yang memisahkan bradikinin dari globulin alfa yang menyebabkan pelebarah pembuluh
darah , permiabilitas kapiler yang meningkat dan penciutan otot polos. 1
Adapun beberapa penyakit yang merupakan penyakit tipe I :
a. Hay fever (Alergic Rhinitis )
Hay fever merupakan reaksi lokal. Ketika antigen ( biasanya tepung sari bunga ) kontak dengan
membran mukosa hidung dan konjunctiva, terjadi sekresi yang berlebihan.
b. Asma
Allergen biasanya tepung sari bunga. Antigen terhirup dan mencapai membran mukosa bronkial
melalui saluran pernafasan atas atau melalui aliran darah dari saluran pencernaan. Alergen akan
bergabung dengan antibodi yang terikat pada sel-sel membran mukosa bronkial.reaksi antigenantibodi ini akan merusak sel dan dihasilkan histamin serta menyebabkan spasmo bronkhus. 4
Adapun beberapa contoh penyakit lainnya antara lain Anafilaktik shock,reaksi gigitan serangga
dll.
II. HIPERSENSITIVITAS TIPE II
Hipersensitivitas tipe II melibatkan pengikatan antibodi (IgG atau IgM ) ke antigen permukaan
sel atau molekul matriks ekstraseluler. Antibodi yang ditujukan ke antigen permukaan sel dapat
mengaktifkan komplemen ( atau efektor yang lain ) untuk menghancurkan sel tersebut. Antibodi
(IgM atau IgM) melekat pada antigen melalui regio Fab dan bertindak sebagai jembatan ke
komplemen regio Fc. Hasilnya dapat berupa lisis sel yang diperantarai oleh komplemen seperti
yang terjadi pada anemia hemolitik reaksi tranfusi ABO dan penyakit hemolitik Rh.
Obat-obat seperti penisilin, fenasetin, dan kinidin dapat melekat pada protein permukaan ada sel
darah merah dan mengawali pembentukan antibodi. Antibodi autoimun ini kemudian dapat
bergabung dengan permukaan sel, yang mengakibatkan terjadinya hemolisis.
Gambar 1.2 & 1.3 3
Pada beberapa kasus,antibodi terhadap reseptor sel permukaan mengubah fungsi tanpa kerusakan
atau trauma pada sel-contohnya, pada miatenia gravis, antibodi terhadap reseptor asetilkolin
merusak transmisi neuromuskular.1 Adapun yang merupakan sel efektor pada tipe ini adalah NK
cell, makhrofag, monosit, neutrofil, Tc. 5,7
Gambar 1.4 6
Adapun beberapa penyakit yang merupakan reaksi tipe II antara lain : Hemolytic Desease Of The
Newborn, Rhesus & ABO incompatibility, reaksi transfusi, Drug Induced Anemia Hemolitik,
transplantatioin rejection, autoimun desease. 5
A.Penyakit Hemolitik Pada Neonatus
Penyakit ini disebabkakn oleh antibodi terhadap daah rhesus positif yang melewati plasenta dari
ibu dengan rhesus positif. Antibodi bereaksi dengan antigen yang terdapat pada permukaan
membran sel darah merah anak dengan rhesus positif, menyebabkan hemolisis. Ibu dapat
tersensitisasi menyebabkan terbentuknya antibodi karena, pada kelahiran bayi rhesus positf
sebelumnya, beberapa sel darah merah bayi memasuki sirkulasi ibu ketika plasenta terlepas. Dan
karena adanya transfusi darah rhesus positif. 4
B. Drug induced Hemolytic Anemia

Obat (hapten) berikatan dengan membran (protein) eritrosit yang akan merangsang pembentukan
antibodi, sehingga terjadi reaksi hapten- antibodi, komplemen teraktivasi hingga mencapai
proses fagositosis. 5
Dibawah ini merupakan tabel perbandingan dari tipe-tipe hipersensitivitas.
Comparison of Different Types of hypersensitivity
characteristics type-I
(anaphylactic) type-II
(cytotoxic) type-III
(immune complex) type-IV
(delayed type)
antibody IgE IgG, IgM IgG, IgM None
antigen exogenous cell surface soluble tissues & organs
response time 15-30 minutes minutes-hours 3-8 hours 48-72 hours
appearance weal & flare lysis and necrosis erythema and edema, necrosis erythema and
induration
histology basophils and eosinophil antibody and complement complement and neutrophils
monocytes and lymphocytes
transferred with antibody antibody antibody T-cells
examples allergic asthma, hay fever erythroblastosis
fetalis, Goodpastures nephritis SLE, farmers lung disease
tuberculin test, poison ivy, granuloma
Gambar 1.57
IV. KESIMPULAN
1. Hipersensitivitas adalah suatu kondisi respon imunitas yang menimbulkan reaksi yang
berlebihan atau reaksi yang tidak sesuai, yang berbahaya bagi penjamu
2. Reaksi Hipersensitif dibagi 4 yakni : Reaksi Anafilaktik, Cytotoxic, Immune Complex,
Delayed hypersensitivity
3. Mekanisme Tipe I yakni dengan cara : Antigen menginduksi pembentukan antibodi IgE, yang
terikat kuat dengan reseptor basofil dan sel mast melalui bagian Fc antibodi, mengakibatkan
fiksasi antigen ke IgE yang terikat ke sel dan pelepasan mediator yang aktif secara farmakologis
dari sel tersebut dalam waktu beberapa menit
4. Mekanisme Tipe II yakni dengan : melibatkan pengikatan antibodi (IgG atau IgM ) ke antigen
permukaan sel atau molekul matriks ekstraseluler. Antibodi yang ditujukan ke antigen
permukaan sel dapat mengaktifkan komplemen ( atau efektor yang lain ) untuk menghancurkan
sel tersebut
5. Beberapa penyakit pada Hipersensitivitas Tipe I : Hay fever (Llergic Rhinitis ), Asma,
Anafilaktik shock, reaksi gigitan serangga dll
6. Beberapa penyakit pada Hipersensitivitas Tipe II : Hemolytic Desease Of The Newborn,
Rhesus & ABO incompatibility, Reaksi transfusi, Drug Induced Anemia Hemolitik,
Transplantatioin rejection, Autoimun desease.
Tentang iklan-iklan ini

Anda mungkin juga menyukai