Meningitis
Meningitis
NIM: 04011181419006
PENDIDIKAN DOKTER UMUM 2014
Bagaimana hubungan lengan dan tungkai sebelah kanan lemah dan sering
tersedak dengan kejang pada kasus?
Kejang > 5 menit merusak saraf Nervus IX (Glossofaring) terganggu fungsi
nervus tidak berjalan dengan baik (Karena epiglotis mengalami parese sehingga tidak
dapat menutup baik, akibatnya minuman masuk ke laring dan menimbulkan reflek
batuktersedak
Bagaimana hubungan batuk pilek dengan kejang pada kasus?
Tidak ada hubungan.
Apa makna klinis dari riwayat batuk pilek tanpa demam?
Kejang pada kasus ini tidak disertai demam karena pada kasus ini kejang bukan
disebabkan infeksi pada selaput otak atau meningitis seperti yang terjadi pada saat
anak ini 6 bulan, melainkan oleh status epileptikus. Umumnya, status epileptikus
mempunyai jenis kejang yang tidak disertai demam. Karena itulah pada kasus ini
kejang tidak disertai demam.
atau
meningitis)
atau
karena
darah
subaraknoid,
terhadap fleksi
Kemudian angkat bahu pasien untuk membiarkan kepala
Cara pemeriksaan
o
kontralateral
Cara pemeriksaan
4) Kernig sign
Cara pemeriksaan
o
Interpretasi hasil :
o Lutut lurus tanpa kesulitan: normal
o Resistensi terhadap pelurusan lutut: Kernigs sign
bilateral mengindikasikan iritasi meningeal; jika unilateral,
mungkin terjadi pada radikulopati (bandingkan dengan
straight leg raising)
5) Babinski
s sign
6) Chaddocks sign
7) Gordons sign
8) Schaeffers sign
9) Oppenheims sign
Stimulasi
Respon abnormal :
dengan cepat
11) Pemeriksaan N.IX
Kelumpuhan pada N. Hipoglossus akan menimbulkan gangguan
pergerakan lidah.
I.
Sintesis Masalah
1. Nervus Cranialis
Nervus cranialis Ada 12 saraf kranial yang meninggalkan otak melalui
foramina dan fissura di tengkorak. Semua saraf ini didistribusikan ke kepala
dan leher kecuali saraf kranial kesepuluh, yang mempersarafi struktur-struktur
yang berada di toraks dan abdomen. Saraf-saraf otak tersebut diberi nama
sebagai berikut: olfactorius (n.I), opticus (n.II), oculomotorius (n.III),
trochlearis (n.IV), trigeminus (n.V), abducens (n.VI), facialis (n.VII),
vestibulocochlearis
(n.VIII),
glossopharyngeus
(n.IX),
vagus
(n.X),
Nama
Tempat
keluar di
Olfactorius
Sensorik (SVA)
otak
Celah-celah
Penghidu
di
lamina
cribrosa
ossis
II
III
Opticus
Oculomotorius
Sensorik (SSA)
Motorik
Penglihatan
ethmoidalis
Canalis
opticus
(GSE, Mengangkat kelopak mata Fissura
GVE)
IV
Trochlearis
Motorik (GSE)
konstriksi pupil;
akomodasi mata
Membantu menggerakkan Fissura
bola mata ke bawah dan orbitalis
Trigeminus
Divisi
Sensorik (GSA)
ophtalmicus
superior
juga
membran superior
Sensorik (GSA)
rongga hidung
Kulit wajah di atas maxilla; Foramen
gigi geligi rahang atas; rotundum
membrane mukosa hidung,
Divisi
Motorik (SVE)
mandibularis
m. ovale
Nama
Komponen
Fungsi
Tempat
keluar di
otak
Sensorik (GSA)
membrane
Abducens
Motorik (GSE)
anterior lidah
M.
rectus
lateralis Fissura
menggerakkan
VII Facialis
Motorik (SVE)
mata
ke orbitalis
lateral
superior
Otot-otot wajah dan kulit Meatus
kepala, m. stapedius, m. acusticus
digastricus venter posterior, interna,
dan m. stylohyoideus.
Sensorik (SVA)
Pengecapan
pertiga
dari
bagian
canalis
dua- facialis,
anterior foramen
palatum.
us
parasimpatis
Kelenjar
(GVE)
submandibula
ludah
dan
sublingual,
kelenjar
lakrimalis,
dan
kelenjar
ar
Vestibular
Sensorik (SSA)
Dari
utriculus,
sacculus, Meatus
Sensorik (SSA)
internus
Meatus
acusticus
IX
Glossopharynge
Motorik (SVE)
us
Sekretomotorik
M.stylopharingeus-
internus
Foramen
membantu menelan.
jugulare
Kelenjar parotis.
parasimpatis
(GVE)
Sensasi
umum
dan
sinus
carotis
(baroreseptor);
corpus
carotis (kemoreseptor)
No
Nama
Komponen
Fungsi
Tempat
keluar di
Vagus
darah
otak
pembuluh Foramen
dan
besar
di
toraks; jugulare
dari
traktus
faring
alimentary
ke
fleksura
Accessorius
Motorik (SVE)
Radix cranialis
kolon;
hepar,
m.
tensor
veli jugulare
(kecuali
cricothyroid)
Radiks spinalis
XII Hypoglossus
dan
di
m.
cabang-
Motorik (SVE)
cabang n. vagus
M. sternocleidomastoideus Foramen
Motorik (GSE)
dan m. trapezius
jugulare
Otot-otot lidah (kecuali m. Canalis
palatoglossus)
bentuk
dan
mengatur hypoglossus
pergerakan
lidah
Keterangan: GSA: aferen somatik umum, SSA: aferen somatik khusus, GVA:
aferen viseral umum, SVA: aferen visceral khusus, GSE: eferen somatik
umum, GVE: eferen viseral umum, SVE: eferen viseral khusus.
2. Kejang dan Epilepsi
Definisi
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang
gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah
mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda
adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat.
Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan
pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau
cenderung menjadi status epileptikus.
Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis
yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan
kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu.
Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala
saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan
penyebabnya.
Patofisiologi
a. Status Somatomotorik
tanpa
provokasi.
Bangkitan
epilepsi
disebabkan
oleh
postur abnormal
otot hipertoni
kejang
penurunan kesadaran
bradikardi, takipneu
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang teliti dan detail,
pemeriksaan fisis lengkap dan EEG serta dibantu oleh pemeriksaan pencitraan
bila ada indikasi.
Pada episode kejang pertama, anamnesis harus ditujukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding lain sebagai penyebab kejang, seperti
infeksi SSP, trauma, kelainan metabolik, hipoglikemi, gangguan elektrolit,
keracunan obat, atau toksin. Bila tidak ditemukan penyebab tersebut,
kecurigaan dapat mengarah pada epilepsi dan minta orang tua untuk
menggambarkan dengan detail faktor pemicu, awitan, durasi, frekuensi, dan
jenis bangkitan kejang. Selidiki apakah ada keadaan organik yang mendasari
melalui pemeriksaan lingkar kepala, pertumbuhan, pemeriksaan neurologis.
Tanyakan mengenai postur tubuh sianosis, kontrol sfingter kandung kemih,
dan periode post-iktal apakah tampak mengantuk atau sakit kepala.
Pemeriksaan EEG berguna untuk menegakkan diagnosis epilepsi bila
ditemukan aktivitas epileptiform pada periode inter-iktal atau abnormalitas
fokal Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada keadaan kurang tidur (sleepdeprived).
Pemeriksaan pencitraan diindikasikan pada:
1) Anak dengan gambaran kejang fokal atau kejang umum yang bukan
merupakan
bagian
dari
sin.
drom
klinis
dengan
penyebab
Fase Epileptikus
Menurut Kariasa (2002), secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus
dibagi menjadi lima fase, yaitu :
a. Fase pertama : Pada fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti
peningkatan aliran darah otak dan cardiac output ,peningkatan oksigenase
jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum,
peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan oleh
asidosis laktat dan terjadi perubahan saraf yang bersifat reversibel pada
tahap ini.
b. Fase Kedua : Setelah 30 menit ada perubahan ke fase kedua yaitu
kemampuan tubuh beradaptasi menjadi berkurang dimana tekanan darah ,
pH dan glukosa serum kembali normal. Kemudian, terjadilah kerusakan
saraf yang bersifat irreversibel pada tahap ini.
c. Fase ketiga : Pada fase ketiga, aktivitas kejang berlanjut mengarah pada
terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan
peningkatan kerusakan saraf yang irreversibel.
d. Fase keempat : Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus
selama tahap keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk
memerlukan mekanisme ventilasi.
e. Fase kelima : Keadaan pada fase keempat diikuti oleh penghentian dari
seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kerusakan saraf
dan kerusakan otak berlanjut.
Tatalaksana
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang
membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik,
dan penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU).
Lini
pertama
dalam
penanganan
status
epileptikus
menggunakan
antikonvulsan
masa
kerja
lama
seharusnya
dengan
atau
0,4
0,6
mg/KgBB/dosis
REKTAL
Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5 10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 4 kali per hari.
Kompres : suhu > 39 C dengan air hangat, suhu > 38 C dengan air biasa.
dasarnya.
menjaga
keseimbangan
air
dan
elektrolit,
pertahankan
Rentang usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4
tahun.
Etiologi
Bakteri yang menyebabkan meningitis pada neonatus biasanya berasal dari jalan lahir
ibu. E. coli, Klebsiella, Listeria, Group B Streptococcus (GBS). Bayi harus dianggap
imonocompromised, maka semua penyebab harus dipertimbangkan dalam
diagnosis. Virus yang sangat berbahaya pada neonatus adalah Herpes Simplex (HSV)
dari jalan lahir. Kebanyakan ibu tidak tahu mereka menderita infeksi ini.
Pada anak yang berumur 3 bulan sampai 3 tahun : H.influenzae penyebab utama
60% pada semua kasus meningitis bakteri pada anak yang berusia kurang dari 12
bulan. Meningitis tuberculosis paling sering tampak pada golongan anak umur ini dan
merupakan lanjutan dari infeksi primer.
Pada anak yang berumur 3-21 tahun: virus (enterovirus, arbovurus, herpesvirus)
adalah penyebab utama pada anak berumur ini. Bakteri yang paling sering dilaporkan
adalah N.meningitidis dan S. pnemoniae.
Table 1. Etiologi Meningitis Berdasarkan Umur7
Etiologi
0-3 bulan
Streptococcus
X
group B
Escherichia coli
X
Listeria
X
monocytigenes
Hemophilus
3-36 bulan
3-21 bulan
Yg lemah imun
X
X
3) Gangguan kesadaran.
4) Tanda-tanda rangsang meninggal, kaku kuduk, tanda brudzinski dan kering (+).
Patofisiologi Meningitis8
MENINGITIS BAKTERIAL
Meningitis bakteri (purulenta) adalah meningitis yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat
maupun virus.5
Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh
infeksi lapisan meningen oleh bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika
Patofisiologi
Meningitis bakteri pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit lain.
Bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringitis, tonsillitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis, dan lain-lain.5
Penyebaran bakteri dapat pula secara perikontinuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus, sinusitis. Penyebaran bakteri dapat juga
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.5
Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang.
Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran
pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi
submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal,
fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan
beberapa mekanisme:5
Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara
hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran
melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi
kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial.5
Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun
(misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi
penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.5
Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai
sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem
terjadi
dan
mengakibatkan
peningkatan
konsentrasi
laktat
dan
opistotonus
Palsy nervus kranialis, merupakan akibat TTIK atau adanya eksudat yang
Fase I : sub febris, lesu, iritabel, selera makan menurun, mual dan sakit kepala
ringan.
ini
menyebabkan
meningitis
pada
neonatus
dan
anak-anak
WBC
Opening
count per
Pressure
mL
1005000;
Bacterial meningitis 200-300
>80%
PMNs*
Viral meningitis
10-300;
90-200 lymphocy
tes
Glucose
(mg/dL)
Protein
(mg/dL)
Microbiology
<40
>100
Specific pathogen
demonstrated in 60% of
Gram stains and 80% of
cultures
Normal,
reduced in
LCM and
mumps
Normal but
may be
slightly
elevated
Elevated,
>100
50-200
Tuberculous
meningitis
100-500;
180-300 lymphocy Reduced, <40
tes
Cryptococcal
180-300 10-200;
Reduced
Aseptic meningitis
10-300;
90-200 lymphocy
tes
Normal values
0-5;
80-200 lymphocy
tes
antigen, culture
Normal
Normal but
may be
slightly
elevated
50-75
15-40
Beberapa test didasari oleh prinsip aglutinasi untuk mendeteksi antigen bakteri
pada cairan tubuh juga telah tersedia. Deteksi antigen bakteri dapat diperoleh dari
spesimen LCS, darah atau urin. Test jenis ini bermanfaat pada penderita meningitis
dengan riwayat pengobatan belum lengkap (Partially treated meningitis/PTM) di
mana bakteri tidak dapat berkembang biak pada LCS tetapi antigennya tetap tinggal
pada cairan tubuh penderita.
Deteksi antigen dalam urin berguna pada beberapa kasus karena urin dapat
dikonsentrasikan beberapa kali lipat di laboratorium. Beberapa bakteri gram negatif
dan S. pneumoniae serotipe tertentu yang memiliki antigen kapsuler dapat
memberikan reaksi silang dengan poliribofosfat HIB sehingga pewarnaan gram
spesimen LCS lebih spesifik dibandingkan rapid diagnostic test.
Diagnosa Banding Meningtis Bakterial
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:5
1. Abses otak
2. Tumor otak
3. Vaskulitis SSP
4. Lead encephalopathy
5. Meningitis fungal
6. Meningitis tuberculosis
7. Tuberculoma
8. Stroke
9. Encephalitis
yang
melibatkan
Staphylococcus
aureus,
Pseudomonas
aeruginosa
MENINGITIS TUBERKULOSIS
Adalah infeksi peradangan selaput otak akibat komplikasi bakteri TBC dimana
tanda tuberkulosa hampir sama dengan kriteria diagnosa tuberkulosa anak. Penyakit
ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
X-foto +
Sumber +
Gejala +
BCG -
b. Bakteri/PA :
Mantoux tes
X-foto
Sumber +/-
Gejala +/-
BCG -
c. Bakteri/PA - :
Mantoux tes +
X-foto
Sumber +/-
Gejala +
BCG -
d. Bakteri/PA - :
Mantoux tes +
Sumber +/-
Gejala +/-
BCG -
e. Bakteri/PA + ; BCG + :
Bakteri/PA
Mantoux tes +
Gejala +/-
Apabila salah satu dari criteria di atas dipenuhi maka dapat dibuat diagnosis
tuberculosis.4,5,6
Dari pemeriksaan fisik: tergantung stadium penyakit. Tanda rangsang meningen
seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 2
tahun
Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif.
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang
paling bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada
anak dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi
hingga saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan
penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium
tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux :
1.
Pembengkakan (Indurasi)
2.
Pembengkakan (Indurasi)
3.
Pembengkakan (Indurasi)
Rekomendasi
WHO
yang
terakhir
mengenai
pelaksanaan
MENINGITIS VIRUS/ASEPTIK
Adalah reaksi peradangan pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab (virus, parasit, bakteri, mikoplasma atau kamidia.6
Patogenesis5,6
Meningitis aseptik 85% disebabkan oleh virus, penyebarannya bisa secara hematogen,
perikontinuitatum amupun akibat trauma kepala. Setelah msuk ke dalam tubuh, virus
tersebut akan tersebar ke seluruh tubuh dengan berbagai cara :
Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
Pnyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lender dan
menyebar melalui saraf.
Pada keadaan mulanya akan timbul demam pada pasien tetapi belum ada kelainan
neurologis. Virus akan terus berkembang biak dan menyebar ke saraf dan timbul
gangguan neurologis.6
Glukosa mmol/L
3-6
3-6
Meningitis bakterial
Berkabut atau purulen
500-5000
Neutrofil
Diagnosa Banding5
Meningitis TBC
Abses Otak
Tumor otak
Ensefalopati
BAB III
KESIMPULAN
Meningitis adalah suatu reksi peradangan yang mengenai satu atau semua apisan
selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang
menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa.
Berbagai bakteri, virus, fungi, tuberkulosis, cryptococcuc, dan anaerobe dapat
menyebabkan meningitis. Etiologi berbeda dapat tergantung umur pasien.
Penatalaksanaan meningitis :