Sinusitis Kronik
Oleh:
Poppy Geraldine
712014012
Pembimbing:
dr. Rizal Imran Ambiyar Sp.THT-KL
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sinus Paranasalis
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga membentuk
rongga-rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai ostium di dalam rongga hidung. (UI).
Sinus-sinus membentuk rongga dalam tulang wajah dan diberi nama yang sesuai, yaitu sinus
maksilaris, s\phenoidalis, frontalis, etmoidalis.
Semua sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan bersilia yang mengalami
modifikasi dan mampu menghasilkan mukus serta sekret yang disalurkan ke
dalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutamanya berisi udara Pada
orang sehat, sinus terutama berisi udara. (Frisdiana, 2011)
Sinus maksilaris rudimenter umumnya telah ditemukan pada saat lahir.Sinus paranasalis
lainnya timbul pada masa kanak-kanak pada tulang wajah. (Boies). Secara embriologik, sinus
paranasal berasal dri invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus
usia 3-4 bulan. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang dari 8 tahun. Sinus-sinus
ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-16tahun. (UI)
Secara klinis, bagian yang penting ialah bagian depan-tengah meatus medius yang sempit, yang
disebut kompleks ostiomeatal.
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid
anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus
unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya dan ostium sinus maksila. (Frisdiana).Daerah ini penting karena
hampir semua lubang saluran dari sinus paranasal terdapat di sana. (Prasetyo,
2012).
rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
sphenoid. (UI)
Dari segi klinik, yang perlu diperhatikan dari sinus maksila adalah 1. Dasar sinus maksila
sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2),
kadang-kadang gigi taring (C), dan gigi molar (M3). Bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol
ke dalam sinus sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2. Sinusitis
maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari
dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia. Drainase harus melalui
infundibulum (bagian dari sinus etmoid anterior) yang sempit.Pembengkakan akibat radang pada
daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
(UI)
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon yang
terdapat didalam massa bagian lateral os-etmoid. (UI). Di bagian terdepan sinus etmoid
anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan
dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah
etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus
2.2 Sinusitis
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh
rinisitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis.
Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis
etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. (Frisdiana, 2011)
a. Sinusitis maksilaris
Sinusitis maksilaris akut yang ringan biasanya menyusul suatu infeksi saluran nafas atas
yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum juga merupakan
faktor predisposisi dari sinusitis maksilaris. Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa
demam, malaise, nyeri kepala tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik,
wajah terasa bengkak dan penuh, nyeri pada gerakan kepala mendadak, nyeri pipi khas
yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada saat palpasi dan perkusi Batuk iritatif nonproduktif sering ada. Pada pemeriksaan fisik terdapat pus dalam hidung, biasanya meatus
media, pus atau secret mukopurulen di dalam nasofarin (BOIES)
Gambaran radiologis sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan
mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak
hebat atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya terbentuk gambaran
air-fluid-level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto tegak sinus
maksilaris. (BOIES)
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi
gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Dasar sinus maksila adalah prosesus
alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh
tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar langsung
kedalam sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu
sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang
terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotic yang mencakup bakteri anaerob.
Seringkali juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila. (UI)
b. Sinusitis etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis
orbita. Pada anak, dinding lateral sinus etmoidalis lebih merekah sehingga cenderung
lebih sering menimbulkan selulitis orbita. Pada orang dewasa, seringkali bersama-sama
dengan sinusitis maksilaris, serta dapat dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang
tidak dapat dielakkan. (BOIES)
Gejala berupa nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan diatas jembatan
hidung, drainase, dan sumbatan hidung.
Pengobatan sinusitis etmoidalis berupa pemberian antibiotic sistemik,
dekongestan hidung, dan obat semprot atau tetes vasokonstriktor topical. (boies)
c. Sinusitis frontalis
d. Sinusitis sfenoidalis
2.3. diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Peeriksaan fisik engan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi
sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Pada rinosinusitis akut, mukosa
edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus
medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi
Water, PA, dan lateral umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. CT scan sinus merupakan gold-standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis
kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.
2.2.1 Etiologi dan faktor predisposisi
Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah. Defisiensi
gizi, dan penyakit sistemik umum perlu dipertimbangkan dalam etiologi sinusitis. Faktor-faktor
local tertentu berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi dapat menjadi faktor predisposisi
penyakit sinus. (Boies)
a. Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran nafas atas. Mukosa sinus
paranasalis berjalan kontinu dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang
hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus.
b. Bakteri
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus juga menciptakan suatu
lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Selama suatu fase akut,
sinusitis kronik juga dapat disebabkan dengan bakteri penyebab yang sama dengan
sinusitis akut. Sinusitis kronik berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat atau fungsi
mukosiliar yang terganggu., maka proporsi bakteri penyebabnya adalah bakteri anaerob.
(BOIES)
Menurut penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
S.pneumonia (3-50%), H.influenzae (20-40%).
2.2 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar di dalam KOM. Organ-organ pembentuk KOM yang letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat begerak
dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous, Kondisi ini bsa dianggap sebagai
rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila
kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakerial dan memerlukan terapi antibiotic. (UI)
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predispose), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia, dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa semakin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar dan akhirnya terjadi perubahan mukosa menjadi
kronik, yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip atau kista. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan tindakan operasi.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis
akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus
dicari dan diobati secara tuntas.
TERAPI
KOMPLIKASI
1. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling seri adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Kelainan
yang dapat timbul adalah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal.
2. Kelainan intracranial
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan thrombosis
sinus kavernosus.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
: Herlina, 28th
Anamnesis
:
Keluhan Utama:
OS mengeluh keluar secret dari hidungnya yang berbau busuk dan menyebabkan hidung
tersumbat. Perdarahan (+/+)
RPP:
OS mengeluh
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : baik
RR : 24x/m
Sianosis : -
Gizi : baik
Stridor inspirasi : -
Anemia : -/-
Retraksi suprasternal : -
Interkostal : -
Nadi : 84x/m
Epigastrial : -
Muntah : -
Kejang : -
Telinga
Pembengkakan -/-
Tenggorokan
Pal molle N/N
Hematoma -/-
Uvula N/N
Krepitasi -/-
Infiltrat/abses -/-
Tonsil :
T1 / T1
Rinoskopi anterior :
MAE : dbn/dbn
Hiperemis -/-
Vestibulum N
Hiperemi -/-
Detritus -/-
Kavum nasi :
Edema -/-
Penyempitan -/-
Massa -/-
Furunkel -/-
Sekret -/-
Fistel -/-
RESUME
Anamnesis :
o Pasien merasa mendengar suara berdenging di kedua telinganya, suara engingan
timbul terus menerus.
o Pasien mengaku kedua telinganya terasa seperti tersumbat.
o Pasien juga menyatakan bahwa pendengarannya menurun.
Pemeriksaan Fisik
o Status generalis :
o Status lokalis :
Otoskopi :
Tampak adanya sekret pada kedua telinga, bersifat encer. Perforasi (-/-),
refleks cahaya (+/+)
Diagnosis Kerja
o Tuba Katar
Rencana Terapi
o Manuever Valsava atau Toynbee
o Obati penyebab (misalnya flu, infeksi telinga)
Prognosis
o Dubia et bonam.
BAB IV
KESIMPULAN