Anda di halaman 1dari 20

SANG PENUAI

Drama Tiga Babak


oleh: Yung Darius

***
BABAK 1.
Adegan 1.
SEBUAH RUANG MAKAN YANG SEDERHANA, MENUNJUKKAN KELUARGA PETANI.
BAPAK NAMPAK SEDANG MEMBERSIHKAN ALAT-ALAT PERTANIAN DI SUDUT KIRI
DEPAN PANGGUNG. PAGI HARI. TERDENGAR SUARA MUSIK TRADISIONAL
MENGALUN LAMAT-LAMAT. DI DINDING NAMPAK TERGANTUNG BEBERAPA
LUKISAN, SALIB, DAN FOTO KELUARGA. SAMBIL MEMBERSIHKAN ALAT-ALAT,
BAPAK IKUT BERSENANDUNG PERLAHAN-LAHAN MENGIKUTI ALUNAN MUSIK.
SEBENTAR KEMUDIAN IBU MASUK TERGOPOH-GOPOH DENGAN MEMBAWA
KERANJANG BERISI SAYUR-SAYURAN SEGAR.
001. Ibu

: Pak...! Pak...!!

002. Bapak

: (Nampak tak acuh, sambil terus membersihkan peralatan) Ada apa toh bu, pagipagi sudah teriak-teriak seperti ada kebakaran saja.

003. Ibu

: Aduuuh!! Bapak ini bagaimana sih, kok tenang-tenang saja....

004. Bapak

: (Melihat ke arah ibu dengan heran) Lho, memangnya ada yang gawat bu, kok
tiba-tiba saja panik seperti itu...?

005. Ibu

: Bagaimana tidak panik pak? Seluruh desa sudah heboh... heboh....!!!

006. Bapak

: Ibu ini seperti iklan di teve saja, heeeboh... heeeboh....

007. Ibu

: Tuh kan, bapak itu ngak serius, orang semua sudah bingung, bapak malah
bercanda!!

008. Bapak

: Bukannya bercanda, habis ibu sih, bikin bapak ingin tertawa saja...

009. Ibu

: Pak..!! (Ibu duduk dengan kesal).

010. Bapak

: (Meletakkan perkakas dan menghampiri ibu) Ada apa sih bu, kok keliatan serius
sekali, padi kita dicuri orang??

011. Ibu

: Bukan itu...

012. Bapak

: Terbakar seperti hutan di Kalimantan?

013. Ibu

: Lebih dari itu...! Sawah kita mau digusur pak!!

014. Bapak

: Apa?! (Terkejut).

015. Ibu

: (Berdiri di depan bapak) Di gu sur !!!

016. Bapak

: Digusur..?! Huss!! Jangan bicara sembarangan!! Bikin isu saja!!

017. Ibu

: Ini bukan isu! Tapi, berita seputar desa!!!

018. Bapak

: Ha, ha, ha... nah betul kan, cuma isu, buktinya ibu juga tidak serius...

019. Ibu

: Habis.. bapak kok ngak tanggap sih? Padahal seluruh desa sudah ribut, resah,
bingung!!

020. Bapak

: Sudahlah bu, jangan mudah terpancing kabar burung yang belum tentu
kebenarannya...

021. Ibu

: Bapak sih selalu begitu, menganggap enteng persoalan...

022. Bapak

: Habis, harus bagaimana lagi bu, harus marah-marah, marah sama siapa? Apalagi
beritanya belum jelas kebenarannya.

023. Ibu

: Belum jelas bagaimana pak? Wong sawah di desa seberang sana saja sudah
mulai digusur...

024. Bapak

: Darimana ibu tahu?

025. Ibu

: Dari ibu-ibu lain yang bekerja di ladang tadi.

026. Bapak

: Sudahlah, kita tenang-tenang saja dulu, tidak usah panik seperti itu, kita tunggu
pemberitahuan resmi dari yang berwenang.

027. Ibu

: Tapi kan harus ada persiapan pak!

028. Bapak

: Iya, nanti saja, kalau sudah ada pemberitahuan resmi... Sekarang kan hari sudah
siang, bapak mau memeriksa saluran air di sawah dulu. (Mengambil perkakas
dan topi).

029. Ibu

: Bapak... kalau diberitahu... selaluuu saja tidak ditanggapi dengan serius...

030. Bapak

: Sudah, sudah, bapak berangkat dulu ya bu... oya, ayam-ayam jangan lupa diberi
makan ya bu..

031. Ibu

: Iya, iya (Nampak kesal. Bapak keluar.) Huuuhhh....

IBU MEMBENAHI SAYURAN DI KERANJANG DAN KELUAR KE KIRI PANGGUNG.


MUSIK MENGALUN PERLAHAN. BLACK OUT.

Adegan 2.
PANGGUNG SEPERTI ADEGAN 1. SIANG HARI. PANGGUNG KOSONG. MASUK DUA
GADIS SEBAYA DENGAN SERAGAM SEKOLAH SMU.
032. Anti

: Dina, benar ngak sih kalau sekolah kita bakal kena gusur?

033. Dina

: Kalau yang aku dengar dari ayahku sih memang begitu, tapi benar apa tidaknya,
aku juga nggak tahu tuh.

034. Anti

: Aduh, kalau sampai benar-benar terjadi, bagaimana ya?

035. Dina

: Yaaaaa.... terpaksa kita pindah ke sekolah lain...

036. Anti

: Pindah? Ke sekolah lain? Di mana?

037. Dina

: Ya ke desa lain atau... ke kota...

038. Anti

: Hah? Ke kota? Mana mungkin? Kan jauh?

039. Dina

: Apa boleh buat, kalau memang begitu keadaannya? Atau kalau ngak mau, ya
terpaksa berhenti sekolah!

040. Anti

: Berhenti? Aduh, kan sudah tanggung, tinggal setahun lagi...

041. Dina

: Yaaa... aku juga bingung jadinya... ngak tahu deh... bagaimana nanti saja...

042. Anti

: Kenapa sih ya, kok mesti digusur segala?

043. Dina

: Menurut cerita ayahku sih mau dibuat jalan tembus ke kota...

044. Anti

: Ooooo... begitu. Sebenarnya sih bagus juga ya, nantinya kan kota jadi dekat...
nah kalau jalannya sudah jadi, bisa tuh kita sekolah di kota....

045. Dina

: Iyaaa... tapi kitanya ngak tinggal di sini lagi....

046. Anti

: Lho kok? Memangnya kenapa?

047. Dina

: Besar kemungkinan kan rumah kita ikut tergusur juga dan kita kan harus pindah
dari sini.

048. Anti

: O iya ya... bodohnya aku ini! (Sambil menepuk dahinya sendiri).

049. Ibu

: (Terdengar suara dari dalam) Anti...! Sudah pulang kau nak?

050. Anti

: Sudah bu!

051. Ibu

: (Terdengar suara dari dalam) Dengan siapa kau bicara..? (Ibu masuk) Oh, nak
Dina, ibu kira siapa?

052. Dina

: Selamat siang tante. Apa kabar?

053. Ibu

: Baik, nak Dina. Bagaimana kabarnya ibumu, sudah lama tante ngak ketemu...

054. Anti

: Dina kan baru mendapat adik baru...

055. Ibu

: O ya? Kok tante ngak tahu? Laki-laki atau perempuan?

056. Dina

: Ah, Anti bisa saja. Bukan adik beneran kok tante, tapi adik sepupu yang
dititipkan di rumah, karena ibunya baru sembuh sakit...

057. Ibu

: Oooo begitu... tante kira adik beneran...

058. Anti

: Bu, ibu sudah dengar mengenai rencana pembuatan jalan tembus ke kota yang
akan melalui desa kita ini?

059. Ibu

: Sudah Anti, ibu sudah dengar dari ibu-ibu yang lain tadi pagi...

060. Dina

: Benar ngak sih tante?

061. Ibu

: Tante juga ngak tahu pastinya, tapi begitulah kabar yang tante dengar...

062. Anti

: Bapak sudah tahu, bu?

063. Ibu

: Tadi pagi sudah ibu beritahu, tapi bapakmu itu sepertinya tidak menanggapinya
dengan serius...

064. Anti

: Bapak memang selalu begitu... ya, Dina... ayahku selalu tampak tenang-tenang
saja dalam menghadapi situasi segawat apapun...

065. Dina

: Beda sekali dengan ayahku ya, ayahku gampang panik orangnya, kadang-kadang
hal yang kecil saja sudah membuat ayahku kalang kabut... Makanya begitu
mendengar rumah kami akan digusur, ayahku sudah kebingungan mencari
tempat tinggal yang baru... padahal kan belum tentu benar beritanya...

066. Ibu

: Ya, tante rasa ngak ada salahnya, kita bersiap-siap menghadapi situasi sulit yang
akan menimpa, kalau seandainya kabar tersebut benar... Tante rasa ayahmu
benar, nak Dina...

067. Anti

: Ya, lebih baik siap, daripada tiba-tiba digusur, mau tinggal di mana nantinya
kita. Ibu harus mendesak bapak, supaya bersiap-siap...

068. Ibu

: Yaaah... engkau sendiri tahu sifat bapakmu Anti... ibu hanya bisa berdoa saja,
supaya Tuhan yang memberi kita kekuatan, kalau sampai berita tersebut memang
benar...

069. Dina

: Betul tante, rasanya itulah yang bisa kita lakukan. Hanya Tuhanlah kekuatan
kita, begitu kan yang sering dikatakan Pak Pendeta Herman.

070. Anti

: Iya, rasanya kita memang harus banyak-banyak berdoa dan membiarkan


kehendak Tuhan yang jadi.

071. Dina

: Eh, Anti aku mau pulang dulu ya, nanti sore jadi ngak mau belajar bersama di
rumah Rusti?

072. Anti

: Aku minta ijin dulu sama ibuku. Boleh ya bu?

073. Ibu

: Tentu saja boleh, asal jangan pulang terlalu malam ya...

074. Dina

: Ngak kok tante, sebelum gelap kami sudah akan tiba di rumah. Baiklah, saya
permisi dulu ya tante...

075. Ibu

: Ya nak Dina, hati-hati di jalan ya...

076. Dina

: Terima kasih tante, yuk Anti sampai nanti sore ya...

077. Anti

: Iya...

Anti mengantar Dina sampai ke pintu. Dina keluar.


078. Ibu

: Ayo Anti, bantu ibu siapkan meja, sebentar lagi bapakmu pulang dari sawah,
kita makan bersama-sama... ibu sudah bikin pepes oncom kesukaanmu serta
sayur lodeh dan tahu isi kesukaan bapakmu...

079. Anti

: Bu, kalau nanti kita benar-benar digusur, bagaimana bu?

080. Ibu

: Sudahlah, Anti, ibu juga masih bingung, nanti saja kita bicarakan bersama-sama
dengan bapakmu dan kakakmu Andi.

IBU DAN ANTI KELUAR. MUSIK MENGALUN LAMAT-LAMAT. BLACK OUT.

BABAK 2.
Adegan 1.

PAGI HARI. BAPAK SEDANG MEMBACA ALKITAB. MUSIK TRADISIONAL


MENGALUN PERLAHAN. TERDENGAR KETUKAN DI PINTU. BAPAK MELETAKKAN
ALKITAB DAN BERJALAN KE PINTU DAN MEMBUKANYA.
081. Petugas

: Selamat pagi, Pak.

082. Bapak

: Selamat pagi...

083. Petugas

: Apakah saya bisa bertemu dengan Pak Kardi?

084. Bapak

: Saya sendiri, bapak ini darimana ya?

085. Petugas

: Saya petugas dari kecamatan...

086. Bapak

: Ooooo.... mari silakan masuk...

087. Petugas

: (Sambil berjalan masuk) Maaf... pagi-pagi sudah mengganggu...

088. Bapak

: Oh, tidak, tidak... mari, silakan duduk...

089. Petugas

: Terima kasih...

090. Bapak

: Sebenarnya... ada apa ini? Tidak biasa-biasanya, petugas kecamatan pagi-pagi


sudah keliling...

091. Petugas

: Begini lho pak, waah... saya harus mulai darimana ya...??

092. Bapak

: Sepertinya ada yang serius sekali??

093. Petugas

: Ya.. itulah yang bikin saya jadi susah... saya ini cuma orang kecil... cuma
petugas yang menjalankan perintah atasan.... jadi...

094. Bapak

: Ah, jangan berkata begitu pak. Kita ini sama-sama kok, kalau memang ada yang
perlu disampaikan, ya disampaikan saja. Tidak usah ragu-ragu begitu pak...

095. Petugas

: Yaahh... kalau yang enak-enak biasanya jauh dari saya, kalau yang ngak enak
begini, kebagian melulu.... yaaah... sudah nasib....

096. Bapak

: Wah, wah, jangan putus asa begitu. Katakan saja, ada apa sebenarnya..?

097. Petugas

: Begini... eeehh.... saya harap bapak tidak kaget dengan berita yang akan saya
sampaikan... atau... barangkali bapak juga sudah mendengarnya....

098. Bapak

: Berita mengenai apa ya? Saya jadi tidak mengerti...

099. Petugas

: (Mengeluarkan selembar surat edaran) Saya kira sebaiknya bapak membacanya


sendiri di dalam surat edaran ini, semuanya mungkin lebih jelas...

100. Bapak

: (Menerima surat edaran tersebut dan membacanya. Beberapa saat sunyi.)


Ooooo... mengenai proyek jalan tembus itu?

101. Petugas

: Betul sekali pak. Kami harap, bapak dapat hadir dalam pertemuan yang akan
diadakan di kantor kecamatan hari Senin yang akan datang. Nanti Bapak Camat
akan memberikan penjelasan mengenai proyek jalan tembus tersebut.

102. Bapak

: Baik.. baik... saya akan menyempatkan diri menghadirinya...

103. Petugas

: Waah... lega sekarang rasanya...

104. Bapak

: Lho, memangnya kenapa?

105. Petugas

: Tadinya saya kuatir bapak akan tidak senang mendapat kabar yang kurang
menyenangkan ini...

106. Bapak

: Oooo... saya kira tidak perlu lah, kalau memang proyek ini besar manfaatnya
bagi orang banyak, maka sebagai warga negara yang baik, sudah sepantasnyalah
saya ikut mendukungnya. Bukan begitu, bung?

107. Petugas

: Waaahh.... bapak betul-betul seorang yang bijaksana...

108. Bapak

: Lagipula kalau saya harus marah, bukan kepada saudara tempatnya. Seperti yang
saudara katakan tadi, saudara ini kan cuma petugas yang menjalankan perintah
atasan, iya kan?

109. Petugas

: Terima kasih, pak, terima kasih. Kalau begitu... selesai sudah tugas saya... saya
mau permisi dulu, masih banyak warga yang harus saya kunjungi, mudahmudahan semuanya bijaksana seperti bapak. Ayo pak, saya permisi dulu..
(Berdiri dan menyalami Bapak).

110. Bapak

: Kok buru-buru, tidak minum dulu...

111. Petugas

: Terima kasih, pak... Sikap bapak yang bijaksana sudah cukup menghibur hati
saya... permisi... (Keluar).

112. Bapak

: Mari... silakan... (Bapak menutup pintu. Berjalan kembali ke kursi dan duduk.
Meraih surat edaran dan membacanya berulang-ulang. Beberapa kali ia menarik
napas, lalu tercenung.)

MUSIK TERDENGAR LAMAT-LAMAT. DI KEJAUHAN TERDENGAR KOKOK AYAM.


BAPAK MEMANDANG JAUH (MENERAWANG). CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN.
MUSIK TERDENGAR LEBIH KERAS. BLACK OUT.

Adegan 2.

CAHAYA KEMBALI TERANG. SUNYI. BAPAK MASIH DUDUK TERMENUNG.


113. Ibu

: (Masuk diam-diam sambil membawa minuman di tangannya) Pak..

114. Bapak

: (Terkejut) Uh! Ibu bikin kaget saja....

115. Ibu

: Lho... bapak yang pagi-pagi sudah nglamun... nglamunin siapa sih pak?? Itu ya,
bintang sinetron yang katanya dilamar sama Pak Menteri ya??

116. Bapak

: Huss!! Ibu ini kalau bicara suka ngawur saja!!

117. Ibu

: Habis... nglamunin apa pak??

118. Bapak

: Bukannya nglamun, bapak lagi mikir!

119. Ibu

: Kok mikir toh? Kalau flu ya minum jengkol!!

120. Bapak

: Ibu nih...

121. Ibu

: Eh, pak, tadi sepertinya bapak berbicara dengan seseorang? Siapa?

122. Bapak

: Petugas dari kecamatan?

123. Ibu

: (Ganti terkejut) Petugas? Dari kecamatan? Mau apa dia masih pagi begini?

124. Bapak

: Itulah yang bapak pikirkan, bukannya nglamun...!!

125. Ibu

: Iya, sudah, sudah, jangan marah toh pak, lekas tua!!

126. Bapak

: Habis, ibu juga sih..

127. Ibu

: Ada apa pak, kok tiba-tiba saja petugas kecamatan datang ke sini?

128. Bapak

: Ternyata kabar yang ibu dengar kemarin dulu itu bukan kabar burung seperti
yang bapak kira, tapi kabar yang benar-benar akan terjadi...

129. Ibu

: (Mengernyitkan dahi) Kabar yang mana toh pak?

130. Bapak
131. Ibu

: Lho... masak sudah lupa, kabar yang itu lho?


: Kabar dilamarnya anak gadis Pak Darto oleh saudagar kaya dari kota?

132. Bapak

: Bukan itu... kalau yang itu sih bapak tidak tahu...

133. Ibu

: Habis yang mana toh pak? Kok bicara ya menclak-menclok sih? Bapak ini
sedang nglindur ya? Ayo diminum dulu kopinya, biar hilang ngantuknya...

134. Bapak

: Ah, ibu, belum tua sudah pikun. Kabar mengenai proyek jalan tembus itu lho!!

135. Ibu

: Oooo... yang itu. Lho, kalau yang itu sih sejak semula juga ibu sudah yakin
beritanya benar, cuma bapak saja yang tidak mau percaya. Wong orang-orang
sudah pada sibuk mencari tempat tinggal yang baru, cuma bapak yang tenangtenang saja. Terus apa kata petugas kecamatan? Kapan mulai dilakukan
penggusuran? Dapat penggantian apa tidak? Terus kita mau tinggal di mana?
Sawah kita bagaimana?

136. Bapak

: Aduh... satu satu toh bu pertanyaannya jangan seperti peluru nyasar begitu!

137. Ibu

: He..eh.. lupa, habis bapak lama benar sih bicaranya... Jadi, benar kan pak kabar
tersebut? Bapak sudah terima pemberitahuan resminya?

138. Bapak

: (Menghirup kopi) Itulah yang disampaikan petugas tadi. Surat edaran dan
sekaligus undangan untuk menghadiri pertemuan di kantor kecamatan hari Senin
besok. Ada penjelasan dari Pak Camat, katanya.

139. Ibu

: Sekarang... jelas sudah... kita akan digusur... lalu, bagaiman keputusan bapak?

140. Bapak

: Sabar dulu toh bu, ini juga bapak baru mikir...

141. Ibu

: Iya... jangan terlalu lama mikirnya, pak. Nanti tahu-tahunya kita sudah digusur.
Lalu, dapat penggantian tidak ya pak?

142. Bapak

: Ya belum tahu, ini kan cuma pemberitahuan saja, kita bakal kena gusur untuk
proyek pembangunan jalan tembus ke kota. Berapa banyak yang digusur juga
belum jelas apalagi jumlah penggantiannya. Itulah sebabnya kita diminta hadir
dalam pertemuan nanti.

143. Ibu

: Yaah... mudah-mudahan saja tidak terlalu dekat waktunya ya pak...

144. Bapak

: Yaah... mudah-mudahan saja... sayang rasanya melihat padi-padi yang telah siap
untuk dituai, harus dihancurkan... kita berdoa saja bu, mudah-mudahan kita
diberi kesempatan untuk panen dulu...

145. Ibu

: Yah, mudah-mudahan...

146. Bapak

: Kita lihat saja, hasil pertemuannya nanti, bagaimana, baru kita ambil keputusan
tindakan apa yang harus dilakukan...
: Kenapa ya... pak, jalan tembus harus dibuat di sini, bukannya di tempat lain...

147. Ibu
148. Bapak

: Sama saja toh bu, kalau di tempat lain, ya keluarga lain yang mengalami
kesulitan, itu kan sama saja dengan memindahkan kesulitan... Kita tidak boleh
egois, pemerintah tentu sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan
matang...

149. Ibu

: Iya ya pak, tapi...

150. Bapak

: Sudahlah bu, mungkin kelak, setelah adanya jalan tembus ke kota, desa ini akan
maju pesat ekonominya dan akan berubah jadi kota, kan itu akan
menguntungkan anak cucu kita kelak....

151. Ibu

: Iiih, bapak, sudah kepingin menimang cucu ya? Anti kan baru kelas 2 SMU,
masih lama toh pak, pak...

152. Bapak

: Ah, ibu bisa saja, bukan itu maksud bapak....

153. Ibu

: Sudah ah, ibu mau ke ladang dulu, mau memetik sayuran, nanti sudah keburu
siang, panas...

154. Bapak

: Iya, akhir-akhir ini udara bertambah panas saja, ya bu... Bapak juga mau
memperbaiki kandang ayam dulu... Nanti saja kita bicarakan dengan Anti dan
Andi, coba kita dengar juga pendapat mereka...

IBU BERJALAN KELUAR. BAPAK MENGAMBIL ALKITAB DAN MENYIMPANNYA DI


RAK. MUSIK TERDENGAR PERLAHAN-LAHAN DAN MAKIN KERAS. CAHAYA REDUP
PERLAHAN-LAHAN. BAPAK KELUAR KE KIRI PANGGUNG. BLACK OUT.

Adegan 3.
SORE HARI. ANDI DAN ANTI SEDANG BERBINCANG-BINCANG. ANDI BERDIRI
DEKAT TIANG TERAS MEMANDANG JAUH KE ARAH SAWAH-SAWAH. SEDANG
ANTI DUDUK DI BALAI-BALAI.
155. Anti

: Aduuuh... gimana dong kak, Anti jadi bingung nih...

156. Andi

: Bingung kenapa? Kok bingung sih?

157. Anti

: Tuh, kak Andi mah seperti bapak, selalu tenang-tenang saja, padahal kan sudah
jelas, kita akan segera digusur...

158. Andi

: Hei, hei, jangan bicara sembarangan, tahu dari mana kamu?

159. Anti

: Lho, kan tadi pagi bapak sudah mendapat surat dari kecamatan. Katanya kita
akan segera digusur untuk proyek jalan tembus...
: Itu belum tentu Anti. Itu baru surat panggilan untuk menghadiri pertemuan yang
akan diadakan di kecamatan Senin besok. Nah, hasil pertemuan nanti, kan belum
tahu, wong pertemuannya saja belum berlangsung... huuuh... sok tahu ah!

160. Andi

161. Anti

: Iya... tapi semua teman-teman Anti sudah membicarakannya. Pokoknya, proyek


jalan tembus itu, sudah hampir pasti dilaksanakan dalam waktu dekat ini....

162. Andi

: Sudah, sudah, jangan sok tahu. Kamu memang persis seperti ibu, bawaannya
panik melulu....

IBU MUNCUL SAMBIL MEMBAWA BAKUL BERISI PAKAIAN YANG BARU DIANGKAT
DARI JEMURAN.
163. Ibu

: Lho, lho kok ibu dibawa-bawa sih, ada apa nih? Kelihatannya serius sekali?
Kalian habis bertengkar ya?

164. Anti

: Ah, ibu, ngak kok, kami tidak bertengkar, cuma kak Andi masih belum yakin
kalau kita akan segera kena gusur...

165. Ibu

: Lho, kan sudah ada pemberitahuan dari kecamatan...

166. Anti

: Tuh betul kan kak Andi, kak Andi sih ngak mau percaya...

167. Andi

: Bukannya ngak percaya, maksudku... keputusan itukan belum pasti 100%, masih
tergantung pertemuan besok di kecamatan... Siapa tahu saja, dalam pertemuan
tersebut diputuskan kita tidak jadi digusur. Jadi... sebelum keputusannya pasti,
kita tidak usah grusak-grusuk dulu lah...

168. Anti

: Iya, kak Andi sih enak, kak Andi kan laki-laki, jadi ngak soal sekolahnya jauh,
lagipula sekarang ini kan kan Andi sekolahnya sudah dekat ke kota, tapi...
gimana dong dengan Anti...

169. Andi

: Iya, iya, tapi kan ngak perlu grusak-grusuk gitu, ya tenang saja dulu, kita
pikirkan dulu baik-baik...

170. Ibu

: Maksud adikmu ya itu, Andi. Bukannya grusak-grusuk. Sekolahnya kan sudah


tinggal setahun lagi, kan sudah tanggung kalau harus pindah sekolah...

171. Andi

: Kalau gitu ya kita tolak saja rencana penggusuran itu...

BAPAK MASUK, BARU PULANG DARI SAWAH.


172. Bapak

: Andi...! Darimana kamu punya pikiran seperti itu?

173. Andi

: Habis! Bagaimana lagi? Masak sebagai warga yang sudah tinggal puluhan tahun
di sini, kita tidak diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri?

174. Bapak

: Siapa bilang Andi? Siapa bilang kita tidak diberi kesempatan? Kita kan belum
tahu, apa yang akan disampaikan Bapak Camat nanti. Kita jangan terburu-buru
mengambil kesimpulan sendiri Andi..

175. Andi

: Lho, Andi sih cuma menanggapi pendapat Anti dan ibu. (Pada Anti) Tuh,
betulkan? Makanya jangan sok tahu dulu...

176. Anti

: Idih kak Andi, Anti kan bukan sok tahu...

177. Bapak

: Sudah, sudah, jangan dipertengkarkan lagi, ayo kita masuk, hari sudah mulai
gelap. Lho, seperti ada bau hangus, bu...

178. Ibu

: Oh iya, ibu sampai lupa, ibu sedang menanak nasi.. ayo Anti, bantu ibu
menyiapkan makan malam...

IBU KELUAR KE KIRI PANGGUNG DENGAN TERGESA-GESA DIIKUTI ANTI.


179. Andi

: Pak, apa tidak mungkin proyek itu dibatalkan?

180. Bapak

: Bapak tidak tahu Andi, kita lihat saja nanti....

BAPAK KELUAR KE KIRI PANGGUNG, MENINGGALKAN ANDI YANG MASIH


TERMANGU-MANGU MENATAP SAWAH DI KEJAUHAN. SUARA KODOK DAN
SERANGGA MALAM MULAI TERDENGAR SEKALI-KALI. CAHAYA REDUP
PERLAHAN-LAHAN. MUSIK BERBUNYI LEBIH KERAS. BLACK OUT. ANDI KELUAR
KE KIRI PANGGUNG.

BABAK 3.
Adegan 1.

ADEGAN INI BERLANGSUNG DI LUAR PANGGUNG, DI BAWAH PANGGUNG


SEBELAH DEPAN SEJAJAR DENGAN PENONTON. TIGA ORANG PEMUDA SEDANG
TERLIBAT PEMBICARAAN YANG CUKUP SERIUS.
181. Darno

: Aku rasa kita harus melakukan sesuatu!

182. Amir

: Maksudmu bagaimana?

183. Darno

: Yah, masakan kita hanya duduk diam melihat tanah kita digusur, tanah yang
sudah kita diami bertahun-tahun....

184. Andi

: Tapi... kita kan mendapat ganti rugi dari pemerintah...

185. Darno

: Ganti rugi? Ganti rugi katamu... Andi, Andi, kau memang pemuda yang baik,
harapan bangsa....

186. Andi

: Lho, mengapa kau berkata seperti itu Darno? Memangnya ada sesuatu yang tidak
beres?

187. Darno

: Andi! Cukup untuk beli apa, uang ganti rugi yang tidak seberapa itu, hah?

188. Amir

: Yah, aku dengar dari orangtuaku, uang ganti ruginya sangat tidak memadai,
orangtuaku juga sedang bingung, tak tahu harus berbuat apa...

189. Darno

: Nah, kau dengar sendiri bukan. Uang ganti rugi itu tak cukup untuk membeli
tempat tinggal yang baru, apalagi sawah, ladang...

190. Andi

: Ah, aku rasa semua itu tergantung, bagaimana kita melihatnya, demi
pembangunan, tentulah perlu pengorbanan...

191. Darno

: Tapi apakah seimbang pengorbanan yang telah kita berikan dengan hasil yang
akan kita nikmati nantinya..

192. Amir

: Aku setuju dengan Darno, kita tidak boleh tinggal diam, kita harus melakukan
sesuatu untuk menuntut hak kita...

193. Darno

: Bagus, bagus. Ternyata kau masih mempunyai pikiran yang waras Amir.
Bagaimana dengan kau Andi. Kau mau ikut dengan kami?

194. Andi

: Waaah... aku harus tahu dulu tindakan apa yang akan kalian rencanakan. Aku
tidak bisa memutuskan begitu saja untuk ikut atau tidak.

195. Darno

: Begini... (Melambaikan tangannya pada Amir dan Andi, lalu Darno


membeberkan rencananya dengan berbisik-bisik).

196. Andi

: Ah, gila, aku tidak bisa melakukan itu....

197. Darno

: Itu terserah kau Andi. Kalau kau mau menerima begitu saja keadaan ini,
janganlah kelak kau menyesal, kalau kau dan keluargamu hidup terlunta-lunta...

198. Amir

: Yah, Andi. Aku rasa hanya inilah satu-satunya jalan bagi kita untuk menolong
orangtua kita keluar dari kesulitan yang dihadapinya...

199. Andi

: Tidak! Aku harus bicarakan dulu ini dengan ayahku...

200. Darno

: Huss!! Jangan, jangan, jangan sekali-kali kau beberkan rencana ini kepada orang
lain, termasuk keluargamu sekalipun, kalau kau tidak ingin mendapat susah
nantinya... Bagaimana? Kau mau ikut?

201. Amir

: Ayolah Andi, aku rasa rencana ini tidak akan berakibat fatal. Kita kan harus
berusaha, daripada menerima keadaan ini begitu saja tanpa berbuat apa-apa.

202. Darno

: Toh, kalau gagal, kau tidak menderita rugi apa-apa..

203. Amir

: Iya, asal kau jangan mengatakan rencana ini kepada siapapun.

204. Darno

: Bagaimana Andi? Kita selalu bersama-sama sejak kecil, masakan sekali ini kau
tidak mau membantu kami?

205. Andi

: Baiklah, beri aku waktu beberapa hari....

206. Darno

: Wiss!! Jangan beberapa hari, keburu terlambat nantinya, besok malam saja, aku
tunggu kau di sini, kita matangkan rencana tersebut, oke? Sekarang kita bubar!!

DARNO DAN AMIR KELUAR KE ARAH YANG BERBEDA. ANDI BERJALAN


PERLAHAN-LAHAN SAMBIL BERPIKIR. MUSIK BERBUNYI KERAS. CAHAYA REDUP
PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT. ANDI KELUAR.

Adegan 2.
MALAM HARI. DI TERAS. CAHAYA TIDAK TERLAMPAU TERANG. ANTI SEDANG
MEMBACA DI BALAI-BALAI. BAPAK SEDANG MEMPERBAIKI SESUATU. IBU
NAMPAK GELISAH, SEBENTAR-SEBENTAR IA BERJALAN KE TEPI TERAS DAN
MELIHAT KE DALAM KEGELAPAN DI KEJAUHAN.
207. Ibu

: Aneh, mengapa sudah begini malam kakakmu Andi belum pulang juga ya Anti?

208. Anti
209. Bapak

: Ngak tahu bu!


: Ah, ibu... Andi itu kan anak laki-laki, kok ya diperlakukan seperti anak
perempuan saja...

210. Ibu

: Iyaa... tapi tidak biasanya, dia pulang larut malam, tanpa memberitahukan
terlebih dulu... ibu kuatir, jangan-jangan...

211. Bapak

: Ibu! Jangan suka punya pikiran macam-macam... berdoa saja bu, berdoa saja...

212. Ibu

: Sudah..! Anti, apa kakakmu tidak bilang, kalau ia mau pergi ke rumah temannya
atau ke mana..?

213. Anti

: Tidak bu... tadi siang sih... kak Andi memang kelihatan seperti orang yang
sedang gelisah...

214. Bapak

: Antiii.... jangan kau bikin ibumu tambah kuatir saja...

215. Anti

: Lho... memang benar kok pak...

216. Bapak

: Lalu... mengapa tidak kamu tanya, ada apa?

217. Anti

: Sudah... malahan Anti yang dimarahi kak Andi, Anak kecil, jangan banyak
tanya! Ya sudah, Anti terus ngak berani nanya-nanya lagi...

218. Ibu

: Tuh pak, coba... pasti ada sesuatu yang digelisahkannya. Ibu jadi tambah
kuatir...

219. Bapak

: Berdoa bu, berdoa...

220. Ibu

: Lebih baik kita tanyakan saja teman-temannya, barangkali ada yang tahu ke
mana perginya Andi...

221. Bapak

: Tenang saja dulu, bu. Mungkin dia ke asyikan ngobrol di rumah Tono, teman
karibnya itu...

222. Anti

: Dengan Tono apa dengan Dina...

223. Bapak

: Huss! Kau lagi Anti, ibumu sedang bingung, kau malah bercanda...

224. Anti

: Emang benar kok pak, bu. Teman-teman lain juga tahu, kalau kak Andi senang
menggoda Dina. Kalau sudah digoda kak Andi, wajah Dina merah tersipu-sipu
seperti kepiting rebus....

225. Bapak

: Bisa saja kau Anti... dan kau... kau akan tersipu-sipu kalau digoda Tono....

226. Anti

: Iih! Bapak... (Tersipu-sipu).

227. Bapak
: Ha..ha..ha.. ha.. ha.. ha.. (Tiba-tiba terdengar bunyi kentongan).
BAPAK, IBU, DAN ANTI TERDIAM KAGET. IBU NAMPAK SEMAKIN GELISAH.
228. Ibu

: Coba dengar pak, tanda bahaya dibunyikan orang. Pasti telah terjadi sesuatu,
jangan-jangan Andi...

229. Bapak

: Tenang dulu, bu, tenang dulu...

230. Anti

: Ayo, pak, bu, coba kita lihat ke sana... supaya tahu apa yang terjadi...

231. Ibu

: Ayo, pak, cepat pak...

232. Bapak

: Iya, iya...

MEREKA KELUAR KE KANAN PANGGUNG DENGAN TERGESA-GESA. MUSIK


BERBUNYI DENGAN KERAS. DITIMPALI BUNYI ANJING MENGGONG-GONG DAN
SUARA KAKI ORANG BERLARIAN. BLACK OUT.

Adegan 3.

TERAS DEPAN. CAHAYA TERANG. MUSIK TERDENGAR PERLAHAN-LAHAN. ANDI


DUDUK DENGAN LESU, KEPALANYA DIBALUT DAN IA MASIH NAMPAK
KESAKITAN. IBU DUDUK DI SAMPINGNYA . ANTI DAN DINA BERDIRI DI SEBELAH
KANAN BALAI-BALAI. BAPAK DI SEBELAH KIRI PANGGUNG.
233. Bapak

: Bapak kan sudah bilang Andi, jangan ambil tindakan sendiri-sendiri. Segala
sesuatunya harus dimusyawarahkan dulu. Kamu ini kok malah...

234. Ibu

: Sudah Pak, sudah. Jangan marah-marah begitu. Andi kan cuma terbujuk oleh
Darno dan Amir saja...

235. Bapak

: Bagaimana ibu tahu?

236. Dina

: Betul, Om. Waktu itu kak Tono sempat mendengar pembicaraan mereka, tapi
tidak tahu persis apa yang direncanakan Darno dan Amir. Sebenarnya kak Tono
sempat menannyakan pada kak Andi, tapi kak Andi tidak mau mengatakannya...

237. Anti

: Kenapa kak Andi tidak mau mengatakannya?

238. Bapak

: Iya, Andi, kenapa kau tak mau memberitahukan Bapak?

239. Ibu

: Katanya, Andi diancam!

240. Bapak

: Diancam? Jaman apa ini? Kok masih ada ancam-ancaman segala!

241. Andi

: Benar pak, mereka mengancam, kalau sampai Andi membocorkan rencana


tersebut, kita sekeluarga akan mendapat susah...

242. Bapak

: Seharusnya kau tak perlu takut Andi. Kalau kau mengatakan hal tersebut
sebelumnya, kita bisa melaporkan pada yang berwajib!

243. Dina

: Tapi... justru kak Andi terluka karena mencegah usaha Darno dan Amir untuk
merusak buldoser yang akan dipakai untuk penggusuran...

244. Anti

: Lho, darimana kau tahu Dina?

245. Dina

: Kakakku yang mengatakan begitu...

246. Ibu

: Ibu rasa sebaiknya kita tidak memperpanjang soal ini, kita sudah harus bersyukur
pada Tuhan, Andi selamat, dan terbukti tidak terlibat dalam usaha pengrusakan
itu...

MUNCUL SEORANG PRIA SETENGAH BAYA DI DEKAT TERAS.


247. Pria

: Selamat pagi... Waah, keliatannya sedang asyik sekali...

248. Bapak

: Oh Pak Sumarto... selamat pagi, pak... mari, silakan masuk dan silakan duduk...

249. Pria

: Saya mendengar musibah yang menimpa nak Andi tadi malam...

250. Bapak

: Iya, kepalanya terserempet buldoser, waktu berusaha mencegah Darno dan Amir
yang ingin merusak alat tersebut... Untunglah lukanya tidak parah...

251. Pria

: Syukurlah kalau begitu... Peristiwa ini seharusnya tidak perlu terjadi, jika tidak
ada pihak yang mencoba memancing di air keruh...

252. Ibu

: Lho, bagaimana maksud Pak Sumarto...?

253. Bapak

: Iya, kami jadi bingung, siapa yang mencoba memancing di air keruh?

254. Pria

: Berdasarkan hasil penyelidikan sementara yang saya dengar sewaktu saya


menuju kemari tadi, ternyata Darno dan Amir itu hanyalah kaki tangan Pak
Gondo, yang selama ini dikenal sebagai spekulan tanah...

255. Andi

: Spekulan tanah, Om? Jadi...

256. Pria

: Yah, ia berusaha mengacaukan suasana dan memaksa pemerintah menaikkan


uang ganti rugi yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan baginya,
mengingat sebagian besar tanah warga sudah dikuasainya...

257. Bapak

: Ooooo begitu, pantas saja, selama ini ia pula yang paling getol membujuki
warga untuk menjual tanah kepadanya dengan harga murah, dengan alasan agar
segera digusur tanpa ganti rugi...

258. Pria

: Yah, begitulah kira-kira rencana yang sudah disusun oleh Pak Gondo dan
melalui Darno dan Amirlah, ia seringkali membujuk dan mengancam warga
yang tidak mau menjual tanah mereka kepada Pak Gondo...

259. Andi

: Tapi, Om, sebenarnya ganti rugi tersebut memang tidaklah seberapa...

260. Anti

: Iya Om, nanti kami mau tinggal di mana?

261. Pria

: Mengapa kalian harus kuatir. Om sudah menyediakan tempat yang lebih baik
untuk kalian..

262. Ibu

: Lho, maksud Pak Sumarto, bagaimana?

263. Bapak

: Iya, Pak Sumarto, tempat yang lebih baik bagaimana?

264. Pria

: Begini Pak Kardi, Bu Kardi, Andi, Anti, dan juga Dina. Kesejahteraan keluarga
pekerja-pekerja di sawah-sawah yang aku miliki adalah menjadi tanggung
jawabku. Belasan tahun kalian semua telah bekerja dengan baik dan setia di sini.
Menabur, menanam, menyirami, dan menuai. Sudah baaaanyak.. yang kalian
hasilkan selama belasan tahun di sini. Masak aku akan melupakan begitu saja
jasa kalian selama ini?

265. Anti

: Jadi, kami akan pindah ke mana, Om?

266. Pria

: Kalian lihat bukit yang di sebelah sana itu?

267. Dina

: Ada apa dengan bukit di sebelah sana itu, Om?

268. Pria

: Di balik bukit itu, aku mempunyai sawah-sawah yang teramat luas, yang sudah
siap untuk dituai. Aku membutuhkan banyak tenaga-tenaga penuai.

269. Bapak

: Jadi, kita akan pindah ke sana bersama-sama, begitu maksud Pak Sumarto?

270. Pria

: Ya, kita akan bekerja bersama-sama, bahu membahu, menabur, menanam,


menyirami, dan menuai. Di sini sudah banyak yang kita tuai, biarlah kita juga
mau bersama-sama pergi untuk menuai di tempat lain. Lagipula, apa yang kita
korbankan di sini, tidaklah seberapa, jika kita bandingkan dengan pengorbanan
Tuhan Yesus....

271. Dina

: Maksud Om?

272. Pria

: Kita telah mengorbankan tanah dan sawah kita, demi membangun jalan tembus
ke kota yang kelak akan membawa kehidupan yang lebih baik bagi desa ini.
Bukankah Tuhan Yesus juga telah berkorban di atas kayu salib demi membuka
jalan tembus dari manusia kepada Allah??

273. Bapak

: Oh, betul, betul sekali apa yang dikatakan Pak Sumarto. Bapak sungguh seorang
tua yang bijaksana.

274. Pria

: Nah, sekarang marilah kita pergi, kita singsingkan lengan baju kita bersamasama, kita bekerja lebih keras lagi, kita harus terus menabur, menanam,
menyirami, dan menuai, sebelum hari menjadi gelap. Siapakah kalian semua???

275. Serentak

: Siaaapppp....!!!!!!

MUSIK BERBUNYI DENGAN RIANG. MEREKA SEMUA BERGEMBIRA DAN


BERSALAM-SALAMAN. CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT.
276. Narasi

: Lalu Ia berkata kepada mereka: Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil


kepada segala makhluk. Markus 16 ayat 15.

MUSIK BERHENTI. CAHAYA DINYALAKAN KEMBALI TERANG. SEMUA PEMAIN


MASUK KE PANGGUNG DAN MEMBERI HORMAT.

SELESAI.
Yung Darius
Jakarta, 13 Oktober 1997.

Anda mungkin juga menyukai