***
BABAK 1.
Adegan 1.
SEBUAH RUANG MAKAN YANG SEDERHANA, MENUNJUKKAN KELUARGA PETANI.
BAPAK NAMPAK SEDANG MEMBERSIHKAN ALAT-ALAT PERTANIAN DI SUDUT KIRI
DEPAN PANGGUNG. PAGI HARI. TERDENGAR SUARA MUSIK TRADISIONAL
MENGALUN LAMAT-LAMAT. DI DINDING NAMPAK TERGANTUNG BEBERAPA
LUKISAN, SALIB, DAN FOTO KELUARGA. SAMBIL MEMBERSIHKAN ALAT-ALAT,
BAPAK IKUT BERSENANDUNG PERLAHAN-LAHAN MENGIKUTI ALUNAN MUSIK.
SEBENTAR KEMUDIAN IBU MASUK TERGOPOH-GOPOH DENGAN MEMBAWA
KERANJANG BERISI SAYUR-SAYURAN SEGAR.
001. Ibu
: Pak...! Pak...!!
002. Bapak
: (Nampak tak acuh, sambil terus membersihkan peralatan) Ada apa toh bu, pagipagi sudah teriak-teriak seperti ada kebakaran saja.
003. Ibu
004. Bapak
: (Melihat ke arah ibu dengan heran) Lho, memangnya ada yang gawat bu, kok
tiba-tiba saja panik seperti itu...?
005. Ibu
006. Bapak
007. Ibu
: Tuh kan, bapak itu ngak serius, orang semua sudah bingung, bapak malah
bercanda!!
008. Bapak
: Bukannya bercanda, habis ibu sih, bikin bapak ingin tertawa saja...
009. Ibu
010. Bapak
: (Meletakkan perkakas dan menghampiri ibu) Ada apa sih bu, kok keliatan serius
sekali, padi kita dicuri orang??
011. Ibu
: Bukan itu...
012. Bapak
013. Ibu
014. Bapak
: Apa?! (Terkejut).
015. Ibu
016. Bapak
017. Ibu
018. Bapak
: Ha, ha, ha... nah betul kan, cuma isu, buktinya ibu juga tidak serius...
019. Ibu
: Habis.. bapak kok ngak tanggap sih? Padahal seluruh desa sudah ribut, resah,
bingung!!
020. Bapak
: Sudahlah bu, jangan mudah terpancing kabar burung yang belum tentu
kebenarannya...
021. Ibu
022. Bapak
: Habis, harus bagaimana lagi bu, harus marah-marah, marah sama siapa? Apalagi
beritanya belum jelas kebenarannya.
023. Ibu
: Belum jelas bagaimana pak? Wong sawah di desa seberang sana saja sudah
mulai digusur...
024. Bapak
025. Ibu
026. Bapak
: Sudahlah, kita tenang-tenang saja dulu, tidak usah panik seperti itu, kita tunggu
pemberitahuan resmi dari yang berwenang.
027. Ibu
028. Bapak
: Iya, nanti saja, kalau sudah ada pemberitahuan resmi... Sekarang kan hari sudah
siang, bapak mau memeriksa saluran air di sawah dulu. (Mengambil perkakas
dan topi).
029. Ibu
030. Bapak
: Sudah, sudah, bapak berangkat dulu ya bu... oya, ayam-ayam jangan lupa diberi
makan ya bu..
031. Ibu
Adegan 2.
PANGGUNG SEPERTI ADEGAN 1. SIANG HARI. PANGGUNG KOSONG. MASUK DUA
GADIS SEBAYA DENGAN SERAGAM SEKOLAH SMU.
032. Anti
: Dina, benar ngak sih kalau sekolah kita bakal kena gusur?
033. Dina
: Kalau yang aku dengar dari ayahku sih memang begitu, tapi benar apa tidaknya,
aku juga nggak tahu tuh.
034. Anti
035. Dina
036. Anti
037. Dina
038. Anti
039. Dina
: Apa boleh buat, kalau memang begitu keadaannya? Atau kalau ngak mau, ya
terpaksa berhenti sekolah!
040. Anti
041. Dina
: Yaaa... aku juga bingung jadinya... ngak tahu deh... bagaimana nanti saja...
042. Anti
043. Dina
044. Anti
: Ooooo... begitu. Sebenarnya sih bagus juga ya, nantinya kan kota jadi dekat...
nah kalau jalannya sudah jadi, bisa tuh kita sekolah di kota....
045. Dina
046. Anti
047. Dina
: Besar kemungkinan kan rumah kita ikut tergusur juga dan kita kan harus pindah
dari sini.
048. Anti
049. Ibu
050. Anti
: Sudah bu!
051. Ibu
: (Terdengar suara dari dalam) Dengan siapa kau bicara..? (Ibu masuk) Oh, nak
Dina, ibu kira siapa?
052. Dina
053. Ibu
: Baik, nak Dina. Bagaimana kabarnya ibumu, sudah lama tante ngak ketemu...
054. Anti
055. Ibu
056. Dina
: Ah, Anti bisa saja. Bukan adik beneran kok tante, tapi adik sepupu yang
dititipkan di rumah, karena ibunya baru sembuh sakit...
057. Ibu
058. Anti
: Bu, ibu sudah dengar mengenai rencana pembuatan jalan tembus ke kota yang
akan melalui desa kita ini?
059. Ibu
: Sudah Anti, ibu sudah dengar dari ibu-ibu yang lain tadi pagi...
060. Dina
061. Ibu
: Tante juga ngak tahu pastinya, tapi begitulah kabar yang tante dengar...
062. Anti
063. Ibu
: Tadi pagi sudah ibu beritahu, tapi bapakmu itu sepertinya tidak menanggapinya
dengan serius...
064. Anti
: Bapak memang selalu begitu... ya, Dina... ayahku selalu tampak tenang-tenang
saja dalam menghadapi situasi segawat apapun...
065. Dina
: Beda sekali dengan ayahku ya, ayahku gampang panik orangnya, kadang-kadang
hal yang kecil saja sudah membuat ayahku kalang kabut... Makanya begitu
mendengar rumah kami akan digusur, ayahku sudah kebingungan mencari
tempat tinggal yang baru... padahal kan belum tentu benar beritanya...
066. Ibu
: Ya, tante rasa ngak ada salahnya, kita bersiap-siap menghadapi situasi sulit yang
akan menimpa, kalau seandainya kabar tersebut benar... Tante rasa ayahmu
benar, nak Dina...
067. Anti
: Ya, lebih baik siap, daripada tiba-tiba digusur, mau tinggal di mana nantinya
kita. Ibu harus mendesak bapak, supaya bersiap-siap...
068. Ibu
: Yaaah... engkau sendiri tahu sifat bapakmu Anti... ibu hanya bisa berdoa saja,
supaya Tuhan yang memberi kita kekuatan, kalau sampai berita tersebut memang
benar...
069. Dina
: Betul tante, rasanya itulah yang bisa kita lakukan. Hanya Tuhanlah kekuatan
kita, begitu kan yang sering dikatakan Pak Pendeta Herman.
070. Anti
071. Dina
: Eh, Anti aku mau pulang dulu ya, nanti sore jadi ngak mau belajar bersama di
rumah Rusti?
072. Anti
073. Ibu
074. Dina
: Ngak kok tante, sebelum gelap kami sudah akan tiba di rumah. Baiklah, saya
permisi dulu ya tante...
075. Ibu
076. Dina
077. Anti
: Iya...
: Ayo Anti, bantu ibu siapkan meja, sebentar lagi bapakmu pulang dari sawah,
kita makan bersama-sama... ibu sudah bikin pepes oncom kesukaanmu serta
sayur lodeh dan tahu isi kesukaan bapakmu...
079. Anti
080. Ibu
: Sudahlah, Anti, ibu juga masih bingung, nanti saja kita bicarakan bersama-sama
dengan bapakmu dan kakakmu Andi.
BABAK 2.
Adegan 1.
082. Bapak
: Selamat pagi...
083. Petugas
084. Bapak
085. Petugas
086. Bapak
087. Petugas
088. Bapak
089. Petugas
: Terima kasih...
090. Bapak
091. Petugas
092. Bapak
093. Petugas
: Ya.. itulah yang bikin saya jadi susah... saya ini cuma orang kecil... cuma
petugas yang menjalankan perintah atasan.... jadi...
094. Bapak
: Ah, jangan berkata begitu pak. Kita ini sama-sama kok, kalau memang ada yang
perlu disampaikan, ya disampaikan saja. Tidak usah ragu-ragu begitu pak...
095. Petugas
: Yaahh... kalau yang enak-enak biasanya jauh dari saya, kalau yang ngak enak
begini, kebagian melulu.... yaaah... sudah nasib....
096. Bapak
: Wah, wah, jangan putus asa begitu. Katakan saja, ada apa sebenarnya..?
097. Petugas
: Begini... eeehh.... saya harap bapak tidak kaget dengan berita yang akan saya
sampaikan... atau... barangkali bapak juga sudah mendengarnya....
098. Bapak
099. Petugas
100. Bapak
101. Petugas
: Betul sekali pak. Kami harap, bapak dapat hadir dalam pertemuan yang akan
diadakan di kantor kecamatan hari Senin yang akan datang. Nanti Bapak Camat
akan memberikan penjelasan mengenai proyek jalan tembus tersebut.
102. Bapak
103. Petugas
104. Bapak
105. Petugas
: Tadinya saya kuatir bapak akan tidak senang mendapat kabar yang kurang
menyenangkan ini...
106. Bapak
: Oooo... saya kira tidak perlu lah, kalau memang proyek ini besar manfaatnya
bagi orang banyak, maka sebagai warga negara yang baik, sudah sepantasnyalah
saya ikut mendukungnya. Bukan begitu, bung?
107. Petugas
108. Bapak
: Lagipula kalau saya harus marah, bukan kepada saudara tempatnya. Seperti yang
saudara katakan tadi, saudara ini kan cuma petugas yang menjalankan perintah
atasan, iya kan?
109. Petugas
: Terima kasih, pak, terima kasih. Kalau begitu... selesai sudah tugas saya... saya
mau permisi dulu, masih banyak warga yang harus saya kunjungi, mudahmudahan semuanya bijaksana seperti bapak. Ayo pak, saya permisi dulu..
(Berdiri dan menyalami Bapak).
110. Bapak
111. Petugas
: Terima kasih, pak... Sikap bapak yang bijaksana sudah cukup menghibur hati
saya... permisi... (Keluar).
112. Bapak
: Mari... silakan... (Bapak menutup pintu. Berjalan kembali ke kursi dan duduk.
Meraih surat edaran dan membacanya berulang-ulang. Beberapa kali ia menarik
napas, lalu tercenung.)
Adegan 2.
114. Bapak
115. Ibu
: Lho... bapak yang pagi-pagi sudah nglamun... nglamunin siapa sih pak?? Itu ya,
bintang sinetron yang katanya dilamar sama Pak Menteri ya??
116. Bapak
117. Ibu
118. Bapak
119. Ibu
120. Bapak
: Ibu nih...
121. Ibu
122. Bapak
123. Ibu
: (Ganti terkejut) Petugas? Dari kecamatan? Mau apa dia masih pagi begini?
124. Bapak
125. Ibu
126. Bapak
127. Ibu
: Ada apa pak, kok tiba-tiba saja petugas kecamatan datang ke sini?
128. Bapak
: Ternyata kabar yang ibu dengar kemarin dulu itu bukan kabar burung seperti
yang bapak kira, tapi kabar yang benar-benar akan terjadi...
129. Ibu
130. Bapak
131. Ibu
132. Bapak
133. Ibu
: Habis yang mana toh pak? Kok bicara ya menclak-menclok sih? Bapak ini
sedang nglindur ya? Ayo diminum dulu kopinya, biar hilang ngantuknya...
134. Bapak
: Ah, ibu, belum tua sudah pikun. Kabar mengenai proyek jalan tembus itu lho!!
135. Ibu
: Oooo... yang itu. Lho, kalau yang itu sih sejak semula juga ibu sudah yakin
beritanya benar, cuma bapak saja yang tidak mau percaya. Wong orang-orang
sudah pada sibuk mencari tempat tinggal yang baru, cuma bapak yang tenangtenang saja. Terus apa kata petugas kecamatan? Kapan mulai dilakukan
penggusuran? Dapat penggantian apa tidak? Terus kita mau tinggal di mana?
Sawah kita bagaimana?
136. Bapak
: Aduh... satu satu toh bu pertanyaannya jangan seperti peluru nyasar begitu!
137. Ibu
: He..eh.. lupa, habis bapak lama benar sih bicaranya... Jadi, benar kan pak kabar
tersebut? Bapak sudah terima pemberitahuan resminya?
138. Bapak
: (Menghirup kopi) Itulah yang disampaikan petugas tadi. Surat edaran dan
sekaligus undangan untuk menghadiri pertemuan di kantor kecamatan hari Senin
besok. Ada penjelasan dari Pak Camat, katanya.
139. Ibu
: Sekarang... jelas sudah... kita akan digusur... lalu, bagaiman keputusan bapak?
140. Bapak
141. Ibu
: Iya... jangan terlalu lama mikirnya, pak. Nanti tahu-tahunya kita sudah digusur.
Lalu, dapat penggantian tidak ya pak?
142. Bapak
: Ya belum tahu, ini kan cuma pemberitahuan saja, kita bakal kena gusur untuk
proyek pembangunan jalan tembus ke kota. Berapa banyak yang digusur juga
belum jelas apalagi jumlah penggantiannya. Itulah sebabnya kita diminta hadir
dalam pertemuan nanti.
143. Ibu
144. Bapak
: Yaah... mudah-mudahan saja... sayang rasanya melihat padi-padi yang telah siap
untuk dituai, harus dihancurkan... kita berdoa saja bu, mudah-mudahan kita
diberi kesempatan untuk panen dulu...
145. Ibu
: Yah, mudah-mudahan...
146. Bapak
: Kita lihat saja, hasil pertemuannya nanti, bagaimana, baru kita ambil keputusan
tindakan apa yang harus dilakukan...
: Kenapa ya... pak, jalan tembus harus dibuat di sini, bukannya di tempat lain...
147. Ibu
148. Bapak
: Sama saja toh bu, kalau di tempat lain, ya keluarga lain yang mengalami
kesulitan, itu kan sama saja dengan memindahkan kesulitan... Kita tidak boleh
egois, pemerintah tentu sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan
matang...
149. Ibu
150. Bapak
: Sudahlah bu, mungkin kelak, setelah adanya jalan tembus ke kota, desa ini akan
maju pesat ekonominya dan akan berubah jadi kota, kan itu akan
menguntungkan anak cucu kita kelak....
151. Ibu
: Iiih, bapak, sudah kepingin menimang cucu ya? Anti kan baru kelas 2 SMU,
masih lama toh pak, pak...
152. Bapak
153. Ibu
: Sudah ah, ibu mau ke ladang dulu, mau memetik sayuran, nanti sudah keburu
siang, panas...
154. Bapak
: Iya, akhir-akhir ini udara bertambah panas saja, ya bu... Bapak juga mau
memperbaiki kandang ayam dulu... Nanti saja kita bicarakan dengan Anti dan
Andi, coba kita dengar juga pendapat mereka...
Adegan 3.
SORE HARI. ANDI DAN ANTI SEDANG BERBINCANG-BINCANG. ANDI BERDIRI
DEKAT TIANG TERAS MEMANDANG JAUH KE ARAH SAWAH-SAWAH. SEDANG
ANTI DUDUK DI BALAI-BALAI.
155. Anti
156. Andi
157. Anti
: Tuh, kak Andi mah seperti bapak, selalu tenang-tenang saja, padahal kan sudah
jelas, kita akan segera digusur...
158. Andi
159. Anti
: Lho, kan tadi pagi bapak sudah mendapat surat dari kecamatan. Katanya kita
akan segera digusur untuk proyek jalan tembus...
: Itu belum tentu Anti. Itu baru surat panggilan untuk menghadiri pertemuan yang
akan diadakan di kecamatan Senin besok. Nah, hasil pertemuan nanti, kan belum
tahu, wong pertemuannya saja belum berlangsung... huuuh... sok tahu ah!
160. Andi
161. Anti
162. Andi
: Sudah, sudah, jangan sok tahu. Kamu memang persis seperti ibu, bawaannya
panik melulu....
IBU MUNCUL SAMBIL MEMBAWA BAKUL BERISI PAKAIAN YANG BARU DIANGKAT
DARI JEMURAN.
163. Ibu
: Lho, lho kok ibu dibawa-bawa sih, ada apa nih? Kelihatannya serius sekali?
Kalian habis bertengkar ya?
164. Anti
: Ah, ibu, ngak kok, kami tidak bertengkar, cuma kak Andi masih belum yakin
kalau kita akan segera kena gusur...
165. Ibu
166. Anti
: Tuh betul kan kak Andi, kak Andi sih ngak mau percaya...
167. Andi
: Bukannya ngak percaya, maksudku... keputusan itukan belum pasti 100%, masih
tergantung pertemuan besok di kecamatan... Siapa tahu saja, dalam pertemuan
tersebut diputuskan kita tidak jadi digusur. Jadi... sebelum keputusannya pasti,
kita tidak usah grusak-grusuk dulu lah...
168. Anti
: Iya, kak Andi sih enak, kak Andi kan laki-laki, jadi ngak soal sekolahnya jauh,
lagipula sekarang ini kan kan Andi sekolahnya sudah dekat ke kota, tapi...
gimana dong dengan Anti...
169. Andi
: Iya, iya, tapi kan ngak perlu grusak-grusuk gitu, ya tenang saja dulu, kita
pikirkan dulu baik-baik...
170. Ibu
171. Andi
173. Andi
: Habis! Bagaimana lagi? Masak sebagai warga yang sudah tinggal puluhan tahun
di sini, kita tidak diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri?
174. Bapak
: Siapa bilang Andi? Siapa bilang kita tidak diberi kesempatan? Kita kan belum
tahu, apa yang akan disampaikan Bapak Camat nanti. Kita jangan terburu-buru
mengambil kesimpulan sendiri Andi..
175. Andi
: Lho, Andi sih cuma menanggapi pendapat Anti dan ibu. (Pada Anti) Tuh,
betulkan? Makanya jangan sok tahu dulu...
176. Anti
177. Bapak
: Sudah, sudah, jangan dipertengkarkan lagi, ayo kita masuk, hari sudah mulai
gelap. Lho, seperti ada bau hangus, bu...
178. Ibu
: Oh iya, ibu sampai lupa, ibu sedang menanak nasi.. ayo Anti, bantu ibu
menyiapkan makan malam...
180. Bapak
BABAK 3.
Adegan 1.
182. Amir
: Maksudmu bagaimana?
183. Darno
: Yah, masakan kita hanya duduk diam melihat tanah kita digusur, tanah yang
sudah kita diami bertahun-tahun....
184. Andi
185. Darno
: Ganti rugi? Ganti rugi katamu... Andi, Andi, kau memang pemuda yang baik,
harapan bangsa....
186. Andi
: Lho, mengapa kau berkata seperti itu Darno? Memangnya ada sesuatu yang tidak
beres?
187. Darno
: Andi! Cukup untuk beli apa, uang ganti rugi yang tidak seberapa itu, hah?
188. Amir
: Yah, aku dengar dari orangtuaku, uang ganti ruginya sangat tidak memadai,
orangtuaku juga sedang bingung, tak tahu harus berbuat apa...
189. Darno
: Nah, kau dengar sendiri bukan. Uang ganti rugi itu tak cukup untuk membeli
tempat tinggal yang baru, apalagi sawah, ladang...
190. Andi
: Ah, aku rasa semua itu tergantung, bagaimana kita melihatnya, demi
pembangunan, tentulah perlu pengorbanan...
191. Darno
: Tapi apakah seimbang pengorbanan yang telah kita berikan dengan hasil yang
akan kita nikmati nantinya..
192. Amir
: Aku setuju dengan Darno, kita tidak boleh tinggal diam, kita harus melakukan
sesuatu untuk menuntut hak kita...
193. Darno
: Bagus, bagus. Ternyata kau masih mempunyai pikiran yang waras Amir.
Bagaimana dengan kau Andi. Kau mau ikut dengan kami?
194. Andi
: Waaah... aku harus tahu dulu tindakan apa yang akan kalian rencanakan. Aku
tidak bisa memutuskan begitu saja untuk ikut atau tidak.
195. Darno
196. Andi
197. Darno
: Itu terserah kau Andi. Kalau kau mau menerima begitu saja keadaan ini,
janganlah kelak kau menyesal, kalau kau dan keluargamu hidup terlunta-lunta...
198. Amir
: Yah, Andi. Aku rasa hanya inilah satu-satunya jalan bagi kita untuk menolong
orangtua kita keluar dari kesulitan yang dihadapinya...
199. Andi
200. Darno
: Huss!! Jangan, jangan, jangan sekali-kali kau beberkan rencana ini kepada orang
lain, termasuk keluargamu sekalipun, kalau kau tidak ingin mendapat susah
nantinya... Bagaimana? Kau mau ikut?
201. Amir
: Ayolah Andi, aku rasa rencana ini tidak akan berakibat fatal. Kita kan harus
berusaha, daripada menerima keadaan ini begitu saja tanpa berbuat apa-apa.
202. Darno
203. Amir
204. Darno
: Bagaimana Andi? Kita selalu bersama-sama sejak kecil, masakan sekali ini kau
tidak mau membantu kami?
205. Andi
206. Darno
: Wiss!! Jangan beberapa hari, keburu terlambat nantinya, besok malam saja, aku
tunggu kau di sini, kita matangkan rencana tersebut, oke? Sekarang kita bubar!!
Adegan 2.
MALAM HARI. DI TERAS. CAHAYA TIDAK TERLAMPAU TERANG. ANTI SEDANG
MEMBACA DI BALAI-BALAI. BAPAK SEDANG MEMPERBAIKI SESUATU. IBU
NAMPAK GELISAH, SEBENTAR-SEBENTAR IA BERJALAN KE TEPI TERAS DAN
MELIHAT KE DALAM KEGELAPAN DI KEJAUHAN.
207. Ibu
: Aneh, mengapa sudah begini malam kakakmu Andi belum pulang juga ya Anti?
208. Anti
209. Bapak
210. Ibu
: Iyaa... tapi tidak biasanya, dia pulang larut malam, tanpa memberitahukan
terlebih dulu... ibu kuatir, jangan-jangan...
211. Bapak
: Ibu! Jangan suka punya pikiran macam-macam... berdoa saja bu, berdoa saja...
212. Ibu
: Sudah..! Anti, apa kakakmu tidak bilang, kalau ia mau pergi ke rumah temannya
atau ke mana..?
213. Anti
: Tidak bu... tadi siang sih... kak Andi memang kelihatan seperti orang yang
sedang gelisah...
214. Bapak
215. Anti
216. Bapak
217. Anti
: Sudah... malahan Anti yang dimarahi kak Andi, Anak kecil, jangan banyak
tanya! Ya sudah, Anti terus ngak berani nanya-nanya lagi...
218. Ibu
: Tuh pak, coba... pasti ada sesuatu yang digelisahkannya. Ibu jadi tambah
kuatir...
219. Bapak
220. Ibu
: Lebih baik kita tanyakan saja teman-temannya, barangkali ada yang tahu ke
mana perginya Andi...
221. Bapak
: Tenang saja dulu, bu. Mungkin dia ke asyikan ngobrol di rumah Tono, teman
karibnya itu...
222. Anti
223. Bapak
: Huss! Kau lagi Anti, ibumu sedang bingung, kau malah bercanda...
224. Anti
: Emang benar kok pak, bu. Teman-teman lain juga tahu, kalau kak Andi senang
menggoda Dina. Kalau sudah digoda kak Andi, wajah Dina merah tersipu-sipu
seperti kepiting rebus....
225. Bapak
: Bisa saja kau Anti... dan kau... kau akan tersipu-sipu kalau digoda Tono....
226. Anti
227. Bapak
: Ha..ha..ha.. ha.. ha.. ha.. (Tiba-tiba terdengar bunyi kentongan).
BAPAK, IBU, DAN ANTI TERDIAM KAGET. IBU NAMPAK SEMAKIN GELISAH.
228. Ibu
: Coba dengar pak, tanda bahaya dibunyikan orang. Pasti telah terjadi sesuatu,
jangan-jangan Andi...
229. Bapak
230. Anti
: Ayo, pak, bu, coba kita lihat ke sana... supaya tahu apa yang terjadi...
231. Ibu
232. Bapak
: Iya, iya...
Adegan 3.
: Bapak kan sudah bilang Andi, jangan ambil tindakan sendiri-sendiri. Segala
sesuatunya harus dimusyawarahkan dulu. Kamu ini kok malah...
234. Ibu
: Sudah Pak, sudah. Jangan marah-marah begitu. Andi kan cuma terbujuk oleh
Darno dan Amir saja...
235. Bapak
236. Dina
: Betul, Om. Waktu itu kak Tono sempat mendengar pembicaraan mereka, tapi
tidak tahu persis apa yang direncanakan Darno dan Amir. Sebenarnya kak Tono
sempat menannyakan pada kak Andi, tapi kak Andi tidak mau mengatakannya...
237. Anti
238. Bapak
239. Ibu
240. Bapak
241. Andi
242. Bapak
: Seharusnya kau tak perlu takut Andi. Kalau kau mengatakan hal tersebut
sebelumnya, kita bisa melaporkan pada yang berwajib!
243. Dina
: Tapi... justru kak Andi terluka karena mencegah usaha Darno dan Amir untuk
merusak buldoser yang akan dipakai untuk penggusuran...
244. Anti
245. Dina
246. Ibu
: Ibu rasa sebaiknya kita tidak memperpanjang soal ini, kita sudah harus bersyukur
pada Tuhan, Andi selamat, dan terbukti tidak terlibat dalam usaha pengrusakan
itu...
248. Bapak
: Oh Pak Sumarto... selamat pagi, pak... mari, silakan masuk dan silakan duduk...
249. Pria
250. Bapak
: Iya, kepalanya terserempet buldoser, waktu berusaha mencegah Darno dan Amir
yang ingin merusak alat tersebut... Untunglah lukanya tidak parah...
251. Pria
: Syukurlah kalau begitu... Peristiwa ini seharusnya tidak perlu terjadi, jika tidak
ada pihak yang mencoba memancing di air keruh...
252. Ibu
253. Bapak
: Iya, kami jadi bingung, siapa yang mencoba memancing di air keruh?
254. Pria
255. Andi
256. Pria
257. Bapak
: Ooooo begitu, pantas saja, selama ini ia pula yang paling getol membujuki
warga untuk menjual tanah kepadanya dengan harga murah, dengan alasan agar
segera digusur tanpa ganti rugi...
258. Pria
: Yah, begitulah kira-kira rencana yang sudah disusun oleh Pak Gondo dan
melalui Darno dan Amirlah, ia seringkali membujuk dan mengancam warga
yang tidak mau menjual tanah mereka kepada Pak Gondo...
259. Andi
260. Anti
261. Pria
: Mengapa kalian harus kuatir. Om sudah menyediakan tempat yang lebih baik
untuk kalian..
262. Ibu
263. Bapak
264. Pria
: Begini Pak Kardi, Bu Kardi, Andi, Anti, dan juga Dina. Kesejahteraan keluarga
pekerja-pekerja di sawah-sawah yang aku miliki adalah menjadi tanggung
jawabku. Belasan tahun kalian semua telah bekerja dengan baik dan setia di sini.
Menabur, menanam, menyirami, dan menuai. Sudah baaaanyak.. yang kalian
hasilkan selama belasan tahun di sini. Masak aku akan melupakan begitu saja
jasa kalian selama ini?
265. Anti
266. Pria
267. Dina
268. Pria
: Di balik bukit itu, aku mempunyai sawah-sawah yang teramat luas, yang sudah
siap untuk dituai. Aku membutuhkan banyak tenaga-tenaga penuai.
269. Bapak
: Jadi, kita akan pindah ke sana bersama-sama, begitu maksud Pak Sumarto?
270. Pria
271. Dina
: Maksud Om?
272. Pria
: Kita telah mengorbankan tanah dan sawah kita, demi membangun jalan tembus
ke kota yang kelak akan membawa kehidupan yang lebih baik bagi desa ini.
Bukankah Tuhan Yesus juga telah berkorban di atas kayu salib demi membuka
jalan tembus dari manusia kepada Allah??
273. Bapak
: Oh, betul, betul sekali apa yang dikatakan Pak Sumarto. Bapak sungguh seorang
tua yang bijaksana.
274. Pria
: Nah, sekarang marilah kita pergi, kita singsingkan lengan baju kita bersamasama, kita bekerja lebih keras lagi, kita harus terus menabur, menanam,
menyirami, dan menuai, sebelum hari menjadi gelap. Siapakah kalian semua???
275. Serentak
: Siaaapppp....!!!!!!
SELESAI.
Yung Darius
Jakarta, 13 Oktober 1997.