Anda di halaman 1dari 4

Pitiriasis Rosea

Pitiriasis rosea (PR) merupakan kelainan papuloeritroskuamosa yang swasirna dengan etiologi
belum diketahui pastiyang jelas bukan infeksi jamur atau kuman, maupun reaksi alergi di kulit. Bukan
pula manifestasi kelainan internal. Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari kemungkinan
reaktivasi virus herpes (HHV6 dan HHV7) endogen sebagai penyebab, meski masih banyak
perdebatan.1-4 Dasar pemikirannya ialah adanya peningkatan insiden pada musim tertentu adanya
kekambuhan bila daya tahan tubuh menurun misalnya saat kehamilan. Tetapi karena belum terbukti
sepenuhnya kontagius, maka pasien tidak perlu diisolasi. Kelainan terutama pada usia anak dan
dewasa muda (10-35 tahun) dan lebih sering pada wanita. Kelainan lebih sering terjadi pada saat
pergantian cuaca dan kadang didahului oleh infeksi saluran napas atas.
Patofisiologi
Terjadinya pityriasis rosea masih dalam perdebatan, Watanabe et al telah membuktikan
kepercayaan yang sudah lama ada bahwa pityriasis rosea merupakan kelainan kulit yang disebabkan
oleh virus. Mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV 6 dan HHV 7 dalam sel mononuklear
pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virus-virus pada sampel serum pasien. Dimana
virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan pada masa kanak-kanak dan tetap ada pada fase laten
dalam sel mononuklear darah perifer, terutama CD4 dan sel T dan pada air liur. Erupsi kulit yang
timbul dianggap sebagai reaksi sekunder akibat reaktivasi virus HHV 6 atau HHV 7 (terkadang juga
bisa keduanya).
Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV 6 dan HHV 7 pada
kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel mononuklear darah perifer dan serum dari pasien
penderita pityriasis rosea. Terdapat hipotesis bahwa reaktivasi HHV 7 memicu terjadinya reaktivasi
HHV 6. Namun apa yang menjadi pemicu utama reaktivasi HHV 7 masih belum jelas. Pityriasis rosea
tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan
karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik.
Bukti lain menyebutkan reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan
timbulnya pityriasis rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan
sedikit peningkatan insiden pityriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti
ibu hamil dan penderita transplantasi sumsum tulang.
Gambaran Klinis
Tempat predileksi pityriasis rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal dan paha. Sinar
matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah yang terkena sinar
matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari melindungi kulit dari Pityriasis rosea. Pada 75%
penderita biasanya timbul gatal didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita. Pada beberapa
pasien terkadang terdapat gejala prodormal seperti malaise, headache, nausea, loss of appetite, fever
dan arthralgia.
Gambaran klinis diawali oleh lesi inisial berupa bercak eritematosa dengan skuama halus
seukuran koin yang disebut herald patch. Lesi akan diikuti dengan timbulnya bercak-bercak
berukuran lebih kecil, berbentuk anular (bulat oval), eritem dengan skuama halus, tersusun mengikuti
garis langer. Biasanya lesi dimulai di badan, meluas mengenai lengan, tungkai atas, dan leher. Bila
terjadi di punggung, kerap terlihat susunan serupa pohon natal. Pada beberapa kasus lesi dapat

dijumpai di luar area yang lazim yakni sampai di wajah dan tungkai bawah. Keluhan gatal bervariasi
yang umumnya dirasakan saat berkeringat.
Kelainan dapat berlangsung antara 8 sampai 12 minggu. Bila kelainan tidak menghilang setelah
12 minggu, perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis lain misalnya pitiriasis likenoid kronik atau
psoriasis gutata. Umumnya hanya berlangsung 1x saja, tetapi beberapa pasien ada yang mengalami
lebih dari 1x kelainan.

Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan gatal sekujur tubuh. Terdapat Herald-patch sebagai
lesi yang pertama. Terdapat juga makula bulat lonjong, pada beberapa makula terdapat tepi
yang meninggi. Beberapa pasien mengeluh demam, malaise dan nafsu makan berkurang.
b. Pemeriksaan Fisik
Kelainan dapat berupa makula eritematosa berbentuk bulat lonjong, tepi meninggi
dan lekat pada tepi. Terdapat Herald-patch sebagai lesi pertama. Tempat predileksi adalah
bagian tubuh yang tertutup pakaian, leher dagu, tetapi ada juga yang dibagian tubuh yang
terbuka disebut pityriasis rosea inversa.
c. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya untuk menegakkan diagnosis pityriasis rosea tidak dibutuhkan
pemeriksaan penunjang, tetapi terkadang kita perlu pemeriksaan penunjang untuk pityriasis
rosea dengan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis pityriasis rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan epidermis ditemukan adanya
parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan dan

menghilang atau menipisnya lapisan granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya
ekstravasasi eritrosit serta beberapa monosit
Diagnosis Banding
Masalah kerap terjadi di fase awal penyakit. Karena pada saat itu evergreen tree appearance
with dropping branches belum muncul; yang sering terjadi ialah herald patch disalahdiagnosiskan
sebagai tinea korporis. Diagnosis banding yang perlu dipikirkan ialah dermatofitosis dan dermatitis
numularis.1-5 Biasanya seorang dermatologis dapat menegakkan diagnosis secara klinis tetapi bila
ada keraguan dan fasilitasnya memungkinkan akan dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan
KOH.
Sebaliknya bila dijumpai lesi serupa PR tetapi tanpa herald patch maka sebagai diagnosis
banding perlu dipikirkan antara lain erupsi obat, sifilis stadium II, dan dermatomikosis. Pada kondisi
tersebut, pemeriksaan uji serologis untuk sifilis merupakan indikasi.
-

Tinea corporis
Penyakit ini sering disangka jamur oleh penderita, juga oleh dokter sering didiagnosis
sebagai tinea korporis. Gambaran klinisnya memang mirip tinea korporis karena terdapat
eritema dan skuama di pinggir dan bentuknya anular. Perbedaannya pada pitiriasis rosea
gatalnya tidak terlalu berat seperti pada tinea korporis, skuamanya halus sedangkan pada tinea
korporis kasar. Pada tinea sediaan KOH akan positif.

Digitate dermatitis / Small Plaque Parapsoariasis


Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi dikulit yang berbentuk oval, kemerahan, sedikit
menonjal, dengan besar <5cm. Gambaran lesi mirip dengan pityriasis rosea. Lesi-lesi ini
membentuk cigarette paper appearance yang terlihat seperti bekas jari-jari yang memeluk
tubuh dari belakangyang, mengikuti arah garis lipatan tubuh. Tidak ada lesi inisial.

Secondary Syphilis
Lesi berbentuk makula dan papul-papul, besarnya 0,5-1cm, bulat atau oval, berwarna
pink-kemerahan. Lesi inisial selalu berbentuk makula, lesi-lesi berikutnya berupa
papuloskuama, pustul, ataupun seperti jerawat. Pada palpasi, papul lembut, padat. Lesi
biasanya tidak simetris, tersebar di seluruh tubuh, tetapi paling banyak dijumpai leher, kepala,
telapak tangan dan telapak kaki.
Pasien yang terkena penyakit ini biasanya demam, dan ada pembesarn kelenjar getah
bening seperti di axila dan inguinal. Dapat ditemukan juga splenomegaly.

Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Pityriasis Rosea, selain luka karena garukan kuku.

Tata Laksana
1. Umum
Walaupun pityriasis rosea bersifat self limited disease (dapat sembuh sendiri), bukan tidak
mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu diperlukan
penjelasan kepada pasien tentang :

Pityriasis rosea akan sembuh dalam waktu yang lama


Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2
minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan
bahwa Pityriasis rosea berlangsung hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada pityriasis rosea adalah dengan mencegah bertambah
hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air, sabun, dan
keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.
2. Khusus
- Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin losion atau 0,25%
mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang hebat dapat
diberikan glukokortikoid topikal kerja menengah (bethametasone dipropionate 0,025%
ointment 2 kali sehari).
- Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal. Untuk
gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan kortikosteroid sistemik.
Penggunaan eritromisin masih diperdebatkan. Eritromisin oral pernah dilaporkan cukup
berhasil pada penderita pityriasis rosea yang diberikan selama 2 minggu. Dari suatu
penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita pityriasis rosea yang mendapat
eritromisin oral mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga
mempunyai efek sebagai anti inflamasi.

Ardhie, Ari Muhandari. 2008. Di Kamar Praktik: Pitiriasis Rosea atau Dermatofitosis. Majalah
Kedokteran Indonesia 58(10): 395-398
Djuanda Adhi. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

Anda mungkin juga menyukai