Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ENDOKRIN I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PARATIROID: HIPOPARATIROID

KLIEN

Dosen Pembimbing: Yulis Setiya Dewi S.Kep., MNg


Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Moh. Ismail Mujid Tabah (131311133019)


Nusrotud Diana
(131311133025)
Defi Lutpiana
(131311133035)
Sri Puastiningsih
(131311133041)
Lilis Ernawati
(131311133068)
Nabila Rida Puspitasari (131311133)
Ninik Yusika Ratsari
(131311133128)
Imroatur Rohis Rizkiyah (131311133)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena berkat limpahan rahmat-Nya kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN HIPOPARATIROID ini dengan tepat waktu. Tak luput juga kami

mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini hingga selesai.
Makalah ini berisi tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipoparatiroid.
Makalah ini bertujuan agar pembaca mengetahui bagaimana memberikan asuhan
keperawatan pada pasien hipoparatiroid yang benar.
Kami menyadari makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami
sangat berterima kasih. Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata pengantar.............................................................................................
Daftar isi.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................
1.2 Rumusan Masalah......................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................
1.4 Manfaat .....................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid ....................
2.1.1 Anatomi .......................................
2.1.2 Fisiologi .......................................
2.2 Definisi Hipoparatiroid ..................................
2.3 Klasifikasi Hipoparatiroid ...............................................
2.4 Etiologi Hipoparatiroid ....................................................
2.5 Patofisiologi Hipoparatiroid .............................................
2.6 Manifestasi Klinis Hipoparatiroid.....................................
2.7 Komplikasi Hipoparatiroid.......................................
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Hipoparatiroid....................................
2.9 Penatalaksanaan Hipoparatiroid ..........................................
2.10 WOC (Terlampir) .......................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Studi Kasus .............................................................................
3.2 Pengkajian ...........................................................................
3.3 Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................
3.4 Analisa Data ...........................................................................
3.5 Diagnosa Keperawatan .........................................................................
3.6 Intervensi Keperawatan ..............................................................
3.7 Evaluasi ..............................................................................
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..............................................................................
4.2 Saran ..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar paratiroid adalah suatu organ dalam sistem endokrin yang
berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa tersebut

membantu

memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh


karena itu hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium
dalam tubuh seseorang. Penderita dengan kelainan hormon paratiroid tidak
tampak jelas pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan
hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat.
Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid salah
satunya yakni hipoparatiroid.
Hipoparatiroid adalah penurunan fungsi dari kelenjar paratiroid , yang
mengarah

ke

tingkat

penurunan

hormon

paratiroid

(PTH).

Pada

hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,


yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum
meninggi (bisa sampai 9,5 - 12,5 mgr%). Banyak gejala klinis yang muncul
akibat

hipokalsemia

ini

diantaranya

bisa

menyebabkan

iritabilitas

neuromuscular yang berupa tetanic (hipertonis otot yang menyeluruh).


Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kirakira 100 kasus dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju
seperti Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak
ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai
resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria.
Berdasarkan kondisi penderita hipoparatiroid maka

tindakan

penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk penderita hipoparatiroid yaitu


dengan menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L)
dan

menghilangkan

gejala

hipoparatiroidisme

serta

hipokalsemia.

Memberikan asupan nutrisi dengan diet tinggi kalsium rendah fosfor


diresepkan.
Para penderita hipoparatiroidisme dapat mengalami komplikasi seperti
spasme otot akut yang bisa menyebabkan gangguan pada pernafasan, kelainan
sistem otot, ligamen dan saraf, pertumbuhan yang terhambat, malformasi gigi
dan retardasi mental pada anak. Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi
yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini
maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan
data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap
penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar paratiroid?
2) Apakah pengertian gangguan hipoparatiroid?
3) Apa etiologi dari gangguan hipoparatiroid?
4) Apa klasifikasi gangguan hipoparatiroid?
5) Bagaimana manifestasi klinik gangguan hipoparatiroid?
6) Bagaimana patofisiologi gangguan hipoparatiroid?
7) Apa pemeriksaan diagnostik pada gangguan hipoparatiroid?
8) Komplikasi apa saja yg bisa terjadi pada penderita hipoparatiroid?
9) Bagaimana penatalaksanaan gangguan hipoparatiroid?
10) Bagaimana prognosis ganggguan hipoparatiroid?
11) Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan gangguan hipoparatiroid?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Endokrin I
diharapkan mahasiswa semester 4 dapat menyusun asuhan keperawatan
masalah pada gangguan kelenjar paratiroid yakni hipoparatiroid dan
hiperparatiroid.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Endokrin I
diharapkan mahasiswa dapat :
1) Menjelaskan anatomi dan fisiologi kelenjar paratiroid.
2) Menjelaskan pengertian gangguan hipoparatiroid.
3) Memahami etiologi dari gangguan hipoparatiroid.
4) Menjelaskan klasifikasi gangguan hipoparatiroid.
5) Menjelaskan manifestasi klinik gangguan hipoparatiroid.
6) Memahami patofisiologi gangguan hipoparatiroid.
7) Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada gangguan hipoparatiroid.
8) Memahami komplikasi apa saja yang bisa terjadi pada penderita
hipoparatiroid.
9) Mengetahui penatalaksanaan gangguan hipoparatiroid.
10) Mengetahui prognosis ganggguan hipoparatiroid.
11) Mampu menyusun asuhan keperawatan pada gangguan hipoparatiroid.
1.4 Manfaat
1) Dapat melakukan Asuhan Keperawatan yang baik dan benar pada klien
dengan gangguan hipoparatiroid.
2) Dapat menambah pengetahuan dalam pembelajaran pada pembahasan
gangguan hipoparatiroid.
3) Menambah sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan bagi pembaca.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid
2.1.1 Anatomi
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus
ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus
keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk
kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus
pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang
menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat
bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada
posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada
dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim
kelenjar tiroid.
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang
terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar
tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan
jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan
di mediastinum.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3


milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik
lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama
mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang
mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis
dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun
lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam
sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan
setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil
masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel
utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.
2.1.2 Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone,
PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar
kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma,
yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar
kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal,
meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif
bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium
yaitu di ginjal, tulang dan usus.
2.2 Definisi
Hipoparatiroid adalah gangguan endokrin pada kelenjar paratiroid karena
penurunan atau penggunaan hormone paratiroid yang tidak mencukupi, ditandai
dengan peka rangsang neuromuscular dan peningkatan reflex tendon dalam.
Hipoparatiroidisme adalah gangguan yang jarang ditemukan, yang
menyebabkan hipokalsemia, baik yang timbul secara genetic, atau akuesita,
biasanya sebagai akibat cedera atau pengangkatan kelenjar paratiroid yang tidak

sengaja, pada waktu pembedahan kelenjar paratiroid atau pembedahan daerah


leher lainnya. Bentuk familial berupa gangguan sex-linked resesif atau otosom
dominan. Yang terakhir telah dilaporkan berkaitan dengan anemia pernisiosa,
hipogonadisme dan insufisiensi adrenal. Pseudohipoparatiroidisme, suatu cacat
genetic, dimana jaringan sasaran tidak memberik respon terhadap parathormon,
mempunyai hubungan dengan berbagai kelainan rangka.

2.3 Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik
hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah.
1. Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus
2.

sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.


Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa.
Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya
dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan
adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa,

kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.


3. Hipoparatiroid pasca bedah
ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau
sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang
terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran
darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior.
Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu
kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi
tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis
walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.

2.4 Etiologi
Paratiroid akan melakukan pengaturan terhadap kadar kalsium dalam darah
sehingga kadar kalsium akan menjadi normal sebagai bentuk homeostasis tubuh,
namun dalam beberapa kondisi hormon paratiroid akan mengalami pengurangan
dalam tubuh yang bisa disebabkan oleh bebrapa hal, dan diantaranya adalah:
1. Kelainan kongenital, berupa tidak adanya kelenjar paratiroid yang
disebabkan oleh beberapa faktor seperti terkena sindrome Di George,
sindrom ini menyebabkan komplikasi dimana kadar kalsium dalam
darah mengalami penurunan
2. Destruksi
autoimun
kelenjar

paratiroid,

seperti

HAM

(hipoparatiroidisme, insufisiensi adrenal dan kandisiasis mukokutaneus)


dan APECED (autoimune polyendocrinopathy candidiasis, ectodermal
dystrophy).
3. Kerusakan akibat pembedahan/pengangkatan kelenjar paratiroid
4. Magnesium ( ion 2 + seperti kalium) yang mempengaruhi sekresi PTH
oleh

kelenjar

paratiroid,

hipo

atau

hipermagnesemia

dapat

menyebabkan hipokalsemia.
5. Penyakit infiltratif pada kelenjar paratiroid ( penyakit wilson)
6. Metastase pada kelenjar paratiroid
Jika kadar kalsium dan PTH keduanya rendah, maka akan terdapat
keadaan hipoparatiroid. Sebagai alternative, jika kadar kalsium rendah dan
kadar kadar PTH nya tinggi maka kemungkinan:
1. Defisiensi vit D yang menyebabkan hipokalsemia dan direspon oleh
kelenjar paratiroid.
2. PTH yang abnormal atau tidak berfungsi.
3. Reseptor PTH yang resisten terhadap PTH
Penyebab hipopartiroidisme yang paling sering ditemukan adalah sekresi
hormon paratiroid yang kurnag adekuat akibat suplai darah terganggu atau
setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat dilakukan
tiroidektomi, paratiroidektomi, atau diseksi radikal leher. Atrofi kelenjar
paratiroid

yang

etiologinya

tidak

hipoparatiroidisme yang jarang dijumpai.

diketahui

merupakan

penyebab

Menurut Manuaba (2007), hipoparatiroidisme dapat terjadi akibat


operasi kelenjar tiroid yang kurang cermat, sehingga kelenjar paratiroid ikut
terangkat.

Rubenstein

(2007)

juga

berpendapat

bahwa

etiologi

hipoparatiroidisme yaitu:
1. Idiopatik.
2. Pascabedah tiroid dan paratiroid.
3. Pseudohipoparatiroidisme (penurunan sensitivitas terhadap PTH)
2.5 Patofisiologi
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang
mengakibatkankenaikan kadar fospat darah (Hiperfospatemia) dan penurunan
konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia) tanpa adanya parathormon akan
terjadi penurunan obsorpsi intestinalkalsium dari makanan dan penurunan
resorpsi kalsiun dari tulang dan di sepanjang tubulusrenalis penurunan eskresi
fospat melalui ginjal menyebabkan hipofospaturia, dan kadarkalsiun serum
yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria.
2.6 Manifestasi klinis
Hipoparatiroid ini biasanya bisa terjadi akibat operasi kelenjar tiroid yang
kurang cermat, sehingga kelenjar paratiroid ikut terangkat. Hipoparatiroid
buatan seperti ini akan menimbulkan gejala klinis (Manuaba, 2007):
1. Kesemutan di tangan, jari, dan sekitar mulut
2. Kram otot parah dari seluruh tubuh
3. Kejang-kejang. Hal ini dikarenakan kalsium yang memiliki beberapa
fungsi utama di dalam tubuh kita termasuk memberikan energi listrik
untuk seluruh sistem saraf, menyediakan energi listrik untuk kontraksi
otot, dan memberikan kekuatan untuk tulang.
4. Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas sistem neuromuskuler yang
berupa tetanus. Tetanus merupakan hipertoni otot yang menyeluruh
disertai tremor dan kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang
terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan voluntir.
5. Tetanus Laten
Pada tetanus laten, ditunjukkan oleh tanda Trousseau atau tanda
Chvostek yang positif diantaranya:

1) Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedanl


yang ditimbulkan akibat penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3
menit dengan manset tensimeter. (cara: px ditensi, sistolnya berapa? Jgn
dikempesin sampai 3 menit) akibatnya lengan tidak bisa ditekuk,
2) Tanda chvostek menunjukkan hasil positif apabila pengetukan yang
dilakukan secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan
kelenjar parotis dan di sebelah anterior telinga menyebabkan spasme
atau gerakan kedutan di mulut, hidung, dan mata. (jika pada ... akan
menimbulkan pergerakan pada mulut, pipi, dan sebelah mata sebelah
telinga yang diketuk,
6. Tetanus yang nyata (overt)
Pada keadaan tetanus yang nyata (overt), tanda-tanda mencakup:
1) Bronkospasme, spasme laring, spasme korpopedal (fleksi sendi siku
serta pergelangan tangan dan ekstensi sendi karpofalangeal)
2) Disfagia
3) Fotofobia
4) Aritmia jantung, dan kejang.
Gejala lainnya mencakup ansietas iritabilitas, depresi, bahkan delirium,
perubahan pada EKG dan hipotensi juga dapat terjadi.
Dalam titanic equivalent, terdapat berbagai macam tipe gejala; yaitu:
1. Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2. Stridor laryngeal (spasme) yang bisa menyebabkan kematian
3. Parestesia/ kesemutan
4. Disfagia dan disartria
5. Kelumpuhan otot-otot
6. Aritmia jantung
Selain itu hipoparatiroid juga dapat menyebabkan:
1. Malaise
2. Kuku rapuh
3. Kulit kering
4. Rasa kebal
5. Parestasia pada jari-jari tangan
6. Suara kasar atau parau
7. Gangguan haid (menoragia atau menorrhea) disamping hilangnya
libido
8. Suhu tubuh dan frekuensi nadi subnormal
9. Kenaikan berat bada

10. Kulit menjadi tebal


11. Rambut menipis dan rontok
12. Wajah tampak tanpa ekspresi dan mirip topeng
13. Rasa dingin meski lingkungan hangat
14. Apatis
15. Konstipasi
16. Kenaikan kadar kolesterol serum, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner, fungsi ventrikel kiri jelek
2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang bisa muncul akibat hipooparatiroid adalah sebagai
berikut:
1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari
9mg/100ml. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar
paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari
kelenjar-kelenjar tersebut.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi,
karena retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini
3.

disebabkan tidak adaya kerja hormon paratiroid.


Setiap pasien yang sudah menderita hipotiroidisme untuk waktu yang
lama hampir dapat dipastikan akan mengalami kenaikan kadar kolesterol,
aterosklerosis dan penyakit arteri koroner.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa
nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan
membantu. Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang
berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2-1,5 mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2) Fosfat anorganik dalam serum tinggi

3) Fosfatase alkali normal atau rendah


2. Foto Rontgen ditunjukan:
1.) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak
2.) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus
koroid
3.) Pada EKG: biasanya QT-interval lebih panjang.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl
(2,2-2,5

mmol/L)

dan

menghilangkan

gejala

hipoparatiroidisme

serta

hipokalsemia. Dan penatalaksanaan Hipokalsemia dibedakan menjadi 2 bagian


yaitu penatalaksanaan pada kondisi akut dan kronis. Pada kondisi akut, dimana
pasien datang dengan kejang, penurunan kesadaran, spasme otot. Walaupun
Apabila terjadi hipokalsemia yang terjadi bersifat ringan (7-8 mg/dl) maka
penatalaksanaan hipokalsemia harus dilakuakan secara agresif dengan kalsium
glukonas intravena. Kalsium glukonas intravena diberikan sebagai berikut, 1
sampai 2 ampul (90 180 elemental calcium) dilarutkan dalam 50 100 mL
larutan dextrose 5% yang kemudian diberikan dalam 10 menit.
Pada kondisi hipokalsemia kronik dimana pasien hanya mengeluhkan gejala
ringan atau bahkan tanpa gejala klinis dapat diberikan preparat kalsium vitamin D
per oral. Beberapa jenis preparat kalsium terdapat dipasaran, dimana kalsiun
karbonat paling banyak digunakan. Preparat kalsium karbonat mengandung 40%
elemental calcium dengan harga relatif murah sedangkan kalsium sitrat
mengandung 21%, kalsium laktat 13%, kalsium glukonat 9% elemental calcium.
Selain preparat tablet juga terdapat preparat cair, seperti kalsium glubionat yang
mengandung 230 mg elemental calcium dalam 10 ml, serta kalsium karbonat cair
dosis preparat kalsium dimulai dari 1-3 gram elemental calcium yang terbagi
dalam 3-4 dosis bersama makan. Target koreksi hipokalsemia disini adalah :

1. Terkontrolnya gejala klinis

2. Mempertahankan konsentrasi kalsium serum pada kisaran normalnya


(8-8,5 mg/dl)
3. Jumlah kalsium urin dalam 24 jam dibawah 300 mg/24jam
4. Produk kalsiuum fosfat dibawah 55.
Secara khusus pada hipoparatiroid dibutuhkan pemberian vitamin D atau
analog vitamin D kalsitriol, sebuah vitamin D dalam bentuk aktif dan kerja cepat
sehingga digunakan sebagai terapi inisial.pada kondisi hipoparatiroid, terapi ideal
adalah mengganti hormon tersebut. Auto dan Xenotranplantasi jaringan kelenjar
paratiroid telah dikerjakan pada saat paratiroidektomi untuk mempertahankan
fungsinya. Metode tersebut memberikan tingkat kesuksesan yang bervariasi.
Marwah etal dalam sebuah kohort perpektif menyimpulkan bahwa auto
transplantasi minimal 1 kelenjar paratiroid secara rutin secara bermakna
mengurangi insiden hipoparatiroid. Preparat hormon PTH (1-34 PTH teriparatide)
juga telah dicoba sebagai terapi pengganti.dalam beberapa penelitian termasuk uji
klinis terbatas selam 3 tahun dosis PTH sekali sampai dua kali sehari subkutan
mampu menormalkan konsentrasi kalsium serum setara kalsitriol, tetapi
mempunyai kelebihan ekskresi kalsium urin normal.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus
memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tibatiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi
mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien
mengalami gangguan pernafasan.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau
Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3)
biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal.
2.10 WOC (Terlampir)

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Studi Kasus
Tn. A usia 57 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 7 Maret 2015 dengan
keluhan sering mengalami kejang 1 bulan terakhir. Saat pengukuran TTV
didapatkan TD : 90/80 mmHg, suhu : 370C, nadi : 88x/menit, RR : 20x/menit dan
suara nafas stridor. Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL
(normalnya 8.510.5 mg/dl), kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat di rumah pasien sering mengeluh sakit
kepala, sulit nafas saat kejang, kejang/kekakuan dirasakan pada muka, terkadang
pada tangan dan kaki, dan akhir-akhir ini pasien tidak mau makan dikarenakan
susah menelan. Berat badan pasien turun dari 65kg menjadi 62kg. Terdapat Tanda
Chvostek atau Trousseaus positif pada pasien. Pasien mengatakan pernah
mengalami operasi bedah leher 2 bulan yang lalu.
3.2 Pengkajian
1. Identitas
Nama

: Tn.A

Usia

: 57 tahun

Jenis Kelamin

: Pria

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Tn. X usia 57 tahun datang ke rumah sakit pada tangggal 7 Maret 2015
dengan keluhan sering mengalami kejang 1 bulan terakhir. Keluarga pasien
mengatakan bahwa saat di rumah pasien sering mengeluh sakit kepala, sulit
nafas saat kejang, kejang/kekakuan dirasakan pada muka, terkadang pada
tangan dan kaki, dan akhir-akhir ini pasien tidak mau makan dikarenakan
susah menelan. Rambut pasien terlihat tumbuh jarang dan kulit kering /
bersisik. Terdapat Tanda Chvosteks atau Trousseaus positif pada pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah melakukan operasi pembedahan pada leher
4. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath) : Sulit napas (Bronkospasme/ spasme laring), suara napas
stridor.
B2 (Blood) : Hipotensi 90/80 mmHg
B3 (Brain) : Sakit Kepala

B4 (Bladder) : hiperfosfatemia 6,0 mg/dl


B5 (Bowel) : Sulit menelan, disfagia
B6 (Bone)
: Kejang otot di muka, tangan dan kaki, Tanda Chvosteks
atau Trousseaus, kulit kering atau bersisik, rambut jarangjarang, kaku pada ekstremitas.

3.3 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium : kalsium dalam serum rendah yaitu -5 mg/dL (normalnya 8.5
10.5 mg/dl). Kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
3.4 Analisa Data
Data
DS :
Pasien
beberapa
bernafas

Etiologi
Penurunan kalsium dalam
mengeluh

kali
saat

darah

sulit
terjadi

kejang

Iritabilitas neuromuscular
Kejang otot pada
bronkus/laring

DO :
Suara nafas stridor

DS :
Pasien

Masalah Keperawatan
Pola nafas tidak efektif

Sulit bernafas
Pola nafas tidak efektif
Iritabiltas neuromuscular

mengeluh

sulit

menelan dan tidak bisa


makan
DO :
Berat badan pasien turun
dari 65kg menjadi 61kg
DS :
Pasien mengeluh kaku

Kejang otot pada faring

Kebutuhan nutrisi kurang


dari kebutuhan

Sulit menelan
Disfagia
Intake nutrisi kurang
Tetanus laten

Intoleransi Aktivitas

Ekstremitas kaku

pada tangan dan kaki


Intoleransi Aktivitas
DO : DS :
Pasien mengeluh kejang
di otot tangan dan kaki

Defisiensi parathormon
Peningkatan kadar fosfat
dalam darah & penurunan

DO : -

kalsium dalam darah

Risiko Cidera

Iritabilitas sistem
neuromuscular
Tetanus
Kejang
Risiko cidera
3.5 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas
kejang.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi inadekuat.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekakuan ekstremitas.
4. Resiko cidera berhubungan dengan kejang yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
3.6 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Pola nafas tidak efektif
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1. RR 16-20 kali/menit
2. Ekspansi paru mengembang
Intervensi
Rasional
1. Kaji upaya pernapasan dan kualitas 1. Untuk mengetahui suara dan keadaan
suara napas setiap 2 jam
jalan nafas
2. Auskultasi untuk mendengar stridor 2. Untuk mengetahui adanya stridor yang
laring tiap 4 jam
3. Baringkan
pasien

merupakan tanda adanya edema laring


untuk 3. Untuk mencegah penekanan jalan

mengoptimalkan bersihan jalan napas


4. Kolaborasi

pemberian

oksigen

tambahan sesuai dengan kebutuhan

nafas/ mempertahankan jalan nafas


untuk tetap terbuka
4. Untuk memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa
dan membantu pengenceran sekret

Diagnosa Keperawatan: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


intake nutrisi inadekuat

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi


Kritera hasil :
1. Nutrisi adekuat
2. Masukan makanan dan cairan adekuat
3. Energi adekuat
4. BB normal
Intervensi
Rasional
1. Monitor makanan/cairan yang dicerna 1. Untuk memantau intake dan output
dan hitung masukan kalori tiap hari
2. Tentukan makanan kesukaan klien

dari klien
2. Untuk meningkatkan motivasi klien

3. Dorong

memilih

untuk makan
3. Memudahkan klien untuk menelan dan

tinggi

tidak memperberat kerja usus


4. Unruk meningkatkan kadar kalsium

pasien

untuk

makanan yang lunak


4. Dorong masukan makanan
kalsium

5. Kolaborasi tentukan makanan yang


tepat sebagai program diet

dalam tubuh
5. Untuk menentukan diet yang sesuai
dengan kebutuhan klien

Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekakuan


ekstremitas
Tujuan : Aktivitas (ADL) kembali normal
Kriteria hasil :
1. Klien mampu melakukan aktivitasnya sendiri ( mampu makan sendiri, memakai
pakian sendiri, makan, jalan, duduk)
Intervensi
Rasional
1. Rencanakan dan monitor program 1. Mempertahankan aktivitas daily living
aktivitas yang tepat
klien
2. Bantu memilih aktivitas yang sesuai 2. Membiasakan klien dengan aktivitas
dengan kemampuannya
ringan sesuai kemampuannya
3. Bantu untuk memfokuskan apa yang 3. Mempertahankan kemampuan klien
dapat pasien lakukan
4. Buat lingkungan yang aman buat
pasien
5. Berikan reinforcement kepada pasien
atas kemampuannya

dalam

beraktivitas

sesuai

dengan

kemampuannya
4. Untuk menghindari risiko cidera saat
klien melakukan aktivitasnya
5. Menumbuhkan motivasi klien untuk
melakukan
kemampuannya

aktivitas

sesuai

6. Monitor respons emosi, fisik, sosial 6. Melihat perkembangan pasien secara


dan spiritual dalam aktivitas

holistic setelah melakukan aktivitasnya

Diagnosa Keperawatan : Resiko cidera berhubungan dengan kejang yang


diakibatkan oleh hipokalsemia
Tujuan : Klien tidak mengalami cidera
Kriteria hasil :
1. Reflek normal
2. Tanda vital stabil
Intervensi
1. Pantau TTV dan reflek tiap 2 jam 1. Untuk

Rasional
memantau
perkembangan

sampai 4 jam
keadaan umum pasien
2. Pantau fungsi jantung secara terus 2. Untuk mengetahui perkembangan
menerus
keadaan kerja jantung klien
3. Bila pasien dalam tirah baring berikan 3. Mengurang risiko klien terjatuh dari
bantalan

pada

tempat

tidur

dan

tempat tidur

pertahankan tempat tidur dalam posisi


rendah
4. Bila aktivitas kejang terjadi ketika
pasien bangun dari tempat tidur, bantu
pasien

untuk

berjalan,

singkirkan

4. Untuk mengurangi risiko cidera pada


klien

akibat

benda-benda

tajam

disekitar klien saat terjadi kejang

benda-benda berbahaya, bantu pasien


dalam

menangani

kejang

reorientasikan bila perlu


5. Kolaborasi dengan dokter
menangani

gejala

dini

dan
dalam
dengan

memberikan dan memantau efektifitas


cairan parenteral dan kalsium

5. Untuk mengantisipasi terjadinya gejala


dini kejang yang dapat menimbulkan
risiko cidera

3.7 Evaluasi
1. Dx 1 : Pola nafas efektif, RR 16-20 kali permenit, TTV dalam batas normal,
Ekspansi paru mengembang.
2. Dx 2 : Nutrisi adekuat, masukan makanan dan cairan adekuat, energi adekuat,
BB normal.

3. Dx 3 : Mampu makan sendiri Memakai pakaian sendiri Mandi, jalan dan


duduk.
4. Dx 4 : reflek normal, tanda vital stabil.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipoparatiroid adalah gangguan endokrin pada kelenjar paratiroid karena
penurunan atau penggunaan hormone paratiroid yang tidak mencukupi,
ditandai dengan peka rangsang neuromuscular dan peningkatan reflex tendon
dalam. Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik
hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah. Tanda dan gejala dari
hipoparatiroid Kesemutan di tangan, jari, sekitar mulut, Kram otot parah dari
seluruh tubuh, kejang-kejang, hipokalsemia, tetanus laten, tetanus yang nyata
(overt). Hipoparatiroid gangguan yang jarang terjadi tapi bisa terjadi pada
anak-anak sampai lansia.

4.2 Saran
Sebaiknya kita mengetahui tanda dan gejala dari hipoparatiroid sebelum
kita terkena penyakit ini. Karena penyakit ini bisa menyerang kelenjar
paratiroid kita. Apabila kita mengetahui gejala awal dari penyakit ini, kita
bisa mencegah agar tidak semakin parah dengan memeriksakan diri secepat
mungkin ke dokter atau ke sarana kesehatan terdekat.

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary SPC etc. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Endokrin. Jakarta : EGC
Rumahorbo, Hotma. 2000. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Endokrin. Jakarta: EGC
Wiwik M, Ira Sari Yudaniayanti, Nusdianto Triakoso. J. Penelit. Med. Eksakta.
Vol. 8, No. 1, April 2009: 31-38
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/05%20vol%208%20no%202%20April
%202009%20FKH%20 wiwik%20misako_%2031-38.pdf (diakses pada 7 Maret
2015 pk 10.00 WIB)
Parathyroid Clinic, Norman. 2009. Symptoms of Parathyroid Disease and
Hyperparathyroidism_ Parathyroid Symptoms_ High Calcium, Tiredness,
Osteoporosis,

Fatigue,

Weakness,

Lack

of

Energy,

and

others.

www.prathyroid.com (diakses tanggal 7 Maret 2015 pk 10.30 WIB)


Morton, Patricia Gonce. 2005. Panduan pemeriksaan kesehatan dengan
dokumentasi soapie, E/2. Jakarta: EGC
Rubenstein, David, dkk. 2007. Lecture Notes: Kedokteran klinis. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Prof. dr. I.B.G Manuaba, Sp.OG(K). 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai