Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis yang sebagian masyarakatnya
bekerja di bidang agraris. Dengan penduduk sebesar kurang lebih 240 juta
orang yang tersebar dari sabang sampai merauke, sektor pertanian
berperan penting bagi pembangunan ekonomi. Indonesia merupakan
negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam menyebabkan
negara ini menjadi salah satu negara dengan penghasil berbagai macam
jenis bahan pangan terbesar di dunia salah satunya adalah ubi kayu.
Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil.
Penyebaran

ubi

kayu hampir ke

seluruh dunia,

antara lain

Afrika,

Madagaskar, India dan Tiongkok. Ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia


pada tahun 1852 (Hambali dkk, 2007). Ubi kayu tersebar hampir diseluruh
wilayah

Indonesia.

Dengan

produksi

mengalami

peningkatan

setiap

tahunnya. Ubi kayu merupakan bahan pangan utama ketiga di Indonesia


setelah padi dan jagung (Barrett, Diane.M dan Damardjati, Djoko.S, 1982).
Menurut data BPS (2008), produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2003
mencapaii 18.523.810 ton, tahun 2004 terjadi peningkatan mencapai
19.424.707 ton, tahun 2005 mencapai 19.321.183, tahun 2006 mencapai
19.986.640, dan pada tahun 2007 (triwulan ketiga) mencapai 18.950.274
ton.
Ubi

kayu

Euphorbiaceae

(Manihot
yang

esculenta

memiliki

Crantz)

beberapa

sifat

termasuk

dalam

Famili

menguntungkan

untuk

digunakan sebagai bahan makanan, kandungan pati yang relatif tinggi dan
penggunaannya yang luas, yaitu untuk membuat berbagai macam bahan
makanan, bahan pengental, saus, makanan bayi, dan lain-lain (Wargiono,
1987). Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan yang mempunyai
potensi untuk terus dikembangkan dan menempati posisi tersendiri dalam
ekonomi pertanian Indonesia dibandingkan dengan komoditi tanaman
pangan lainnya karena perannya sebagai bahan pangan, bahan pakan,
bahan baku industri dan komoditi ekspor yang akan terus berkembang.
Penyediaan hasil olahan oleh industri juga bisa dalam bentuk bahan
setengah jadi yang siap diolah oleh konsumen rumah tangga (Damardjati
dan Widowati, 1993). Namun, ubi kayu mengandung asan sianida (HCN)
yang versifat toksik, sehingga masalah penurunan kadar HCN menjadi

perhatian utama dalam pemanfaatan ubi kayu (Kobawila et al., 2005;


Adamafio et al., 2010).

Berbagai upaya untuk membuat ubi kayu aman dikonsumsi sangat


bervariasi.

Metode

tersebut

umumnya

bertujuan

untuk

mengurangi

toksisitas dan mengubah umbi ubi kayu segar yang mudah rusak menjadi
produk awet. Ubi kayu sebagai pangan langsung harus memenuhi syarat
utama, yaitu tidak mengandung racun HCN (< 50 mg per kg umbi basah).
Sementara itu, umbi ubi kayu untuk bahan baku industri tidak disyaratkan
adanya kandungan protein maupun ambang batas HCN,

tapi yang

diutamakan adalah kandungan karbohidrat yang tinggi (Muchtadi dan


Sugiono,

2009).

Ubi kayu sebagai sumber energi yang kaya akan karbohidrat dapat
diolah menjadi tepung. Menurut Ginting (2002), tepung ubi kayu (cassava)
dapat digunakan dalam pembuatan tepung campuran, yaitu campuran
antara tepung terigu dengan tepung ubi kayu (cassava), karena tepung ubi
kayu mempunyai warna, tekstur, dan aroma yang menyerupai tepung
terigu. Tepung campuran tersebut dapat digunakan dalam pembuatan roti,
kue, mie, dan produk makanan ringan lain. Dengan berkembangnya
pengolahan tepung ubi kayu dan teknologi pengolahan tepung ubi kayu
menjadi berbagai makanan, diharapkan tepung ubi kayu dapat digunakan
sebagai bahan baku pengganti tepung terigu untuk industri pengolahan
pangan. Selain itu dimaksudkan agar ubi kayu itu sendiri mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi

karena selama ini ubi kayu kebanyakan diolah

sebagai gaplek, tepung tapioka, ataupun dibuat camilan (digoreng, direbus,


dibuat keripik).
Dari uraian di atas, proses pengolahan tepung cassava sangat
berpengaruh terhadap kualitas tepung yang dihasilkan. Oleh karena itu,
perlu adanya aplikasi penerapan metode yang berbeda untuk menjadi
tinjauan lebih lanjut dalam pemilihan metode yang tepat dan sesuai.
Metode yang sesuai akan menghasilkan tepung cassava berkualitas baik.
1.2 Rumusan Masalah:

Berdasarkan penjelasan di atas perlu kita mengetahui bagaimana


proses pengolahan tepung umbi yang baik dan juga sebelum melakukan
penelitian kita harus mengetahui karakteristik tepung ubi kayu dengan
berbagai variasi pengeringan.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian kami adalah:
1. Untuk mengetahui pengolahan tepung ubi kayu
2. Untuk mengetahui karakteristik tepung ubi kayu
1.4 Luaran
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan teknologi penepungan
singkong yang memiliki kualitas baik sehingga dapat diminati oleh
masyarakat.
1.5 Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang
pengolahan

teknologi

mahasiswa lebih luas.

penepungan

ubi

kayu,

sehingga

pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ubi Kayu
Ubi kayu atau kasava (Manihot utilisima) juga dikenal sebagai ketela
pohon atau singkong. Tanaman ini merupakan pohon tahunan tropika dan
subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai
makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Ubi
kayu merupakan umbi atau akar pohon daging umbinya berwarna putih
atau kekuning-kuningan. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa
dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling
sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar (PTP, 2008).
Menurut Prasasto (2007), Tanaman ubi kayu (manihot utilissima) merupakan
salah satu hasil komoditi pertanian di Indonesia yang

biasanya dipakai

sebagai bahan makanan. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka ubi


kayu ini bukan hanya dipakai sebagai bahan makanan saja tetapi juga
dipakai sebagai bahan baku industri.
Panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2 sampai 3 cm dan
panjang 50 sampai 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam.
(Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 2005). Ubi kayu termasuk tanaman
tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub
tropis. Adapun klasifikasi ubi kayu adalah sebagai berikut (Direktorat
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2010).
Klasifikasi tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiceae

Genus

: Manihot

Spesies

: Manihot esculentas CRANTZ

(Balai Iinformasi Pertanian Irian Jaya, 1995).


2.2 Variasi dan Kandungan dalam Ubi Kayu
Tanaman ubi kayu merupakan tanaman yang memberikan hasil tinggi
walaupun tumbuh pada lahan yang kurang subur. Tanaman ini merupakan
tanaman yang tahan hama dan penyakit, memiliki umur panen sekitar 8

bulan, memiliki kadar pati antara 35-40% (bb) serta menghasilkan


rendemen tepung yang tinggi (Wagiono, 1979).
Kandungan kimia dalam ubi kayu disajikan alam tabel sebagai
berikut:
Komponen

Komposisi
Ubi kayu segar
Tepung ubi kayu
(a)
(b)
Air
57,00
8,65
Abu
2,46
2,55
Lemak
6,54
Protein
1,18
Karbohidrat (by differce)
85,86
80,45
74,81
62,54
Pati
11,05
2,69
Serat kasar
0,36
Selulosa
1,88
Hemiselulosa
0,02
Lignin
(a)
(b)
Sumber: Susmiati (2010), Arnata(2009)
Menurut Rukmana (1997), jenis tanaman ubi kayu dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu, jenis ubi kayu manis dan jenis ubi kayu pahit. Jenis ubi kayu
manis yaitu ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung. Contoh varietasnya
adalah gading, adira 1, mangi, betawi, mentega, randu, lanting dan kaliki.
Sedangkan jenis ubi kayu pahit yaitu ubi kayu untuk diolah atau apabila
ingin mengkonsumsinya harus melalui proses. Contoh varietasnya adalah
karet, bogor, SPP dan adira 2.
Masyarakat telah mengetahui bahwa ubi kayu mengandung racun
sianida (HCN) dan pada umumnya telah mengetahui bagaimana cara
menghilangkan racun HCN. Namun ada beberapa yang beranggapan bahwa
ubi kayu beracun mengandung banyak racun HCN sedangkan ubi kayu yang
tidak beracun mengandung kadar HCN sangat rendah. Kandungan HCN
pada ubi kayu tergantung pada varietas, lokasi dan kondisi pertanian. Jenis
ubi kayu yang memiliki kadar racun disebut ubi kayu pahit, sedangkan yang
rendah disebut singkong manis (Sediaoetama, 1999).
Pada ubi kayu HCN tidak terdapat bebas melainkan terikat dalam
bentuk senyawa yang disebut linamarin atau glukosida aseton sianohidrin.
Senyawa ini akan bersifat toksin apabila telah terura (Winarno, 1992).
Sedangkan Menurut Winarno (1984), batas aman kandungan HCN adalah

sekitar 0,5 3,5 mg HCN/kg berat bahan, sedangkan jumlah HCN di dalam
ubi kayu cukup aman apabila kurang dari 50 mg/kg umbi kering.
Nilai komposisi kimia utama ubi kayu adalah kalorinya yang tinggi.
Ubi kayu segar mengandung 35-40 % bahan kering dan 90% sisanya berupa
karbohidrat. Berdasarkan bobot segar, ubi kayu dapat menghasilkan 150
kkal/100 gr bobot segar dan berdasarkan hasil persatuan luas ubi kayu
dapat bersaing dengan tanaman bijian dalam hal kalori dan efisiensi tenaga
kerja. Ubi kayu juga merupakan sumber vitamin C yang baik yang
mengandung 30-35 mg/100gr bobot segar dan biasanya rendah kandungan
serat (1,4%) dan lemak (0,3%). Varietas, umur panen dan lingkungan
agronomi juga dapat mempengaruhi komposisi kimia ubi kayu (Wijandi,
1986).
2.3 Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Kayu
Teknologi pengolahan ubi-ubian pada umumnya masih sederhana,
yaitu dibuat gaplek,
bawah
umbi

standar
segar

Dalam

menjadi berbagai

gaplek

mutu. Pengolahan

masih

bentuk

pangan

tepung
terbatas

tepung,
produk

dan

pati dengan

produk

makanan

dengan direbus/dikukus

bahan

pangan

makanan

kualitas

ini

yang

lebih

dari

atau

(Damardjati dkk,1993).Tepung dan pati ubi-ubian

bahan

digoreng.

luwes

menunjang

di

diolah

diversifikasi
mempunyai

potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas komersial,seperti

tepung

kasava (singkong/ubikayu), tepung ubi jalar, tepung uwi, tepung gadung,


tepung talas, pati ganyong dan pati garut (Suismono, 2001).
Pemanfaatan ubi kayu dapat dilihat pada gambar berikut:

(Wijana et al, 2011)


Tepung singkong adalah tepung yang terbuat dari singkong dengan
adanya perbaikan dalam ketentuan keamanan pangan. Tepung ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993. Proses pembuatan tepung ini merupakan
perbaikan dari cara pembuatan tepung gaplek.

Keunggulan proses ini

hasilnya lebih tinggi dibanding tepung gaplek yaitu dari 20 sampai 22%
menjadi 25 sampai 30%, awet, gizi lebih baik, dan dapat mensubstitusi
terigu, baik parsial atau seluruhnya. Tepung singkong mengandung air 12%,
lemak 0,32%, protein 1,19%, karbohidrat 81,75%, serat 3,34% (Widowati,
2011).
Dalam pembuatan tepung singkong terdiri dari beberapa tahap yaitu
(Widowati, 2011) :
1.Tahap persiapan
Varietas singkong yang digunakan dalam pembuatan tepung singkong dapat
berasal dari berbagai varietas. Singkong merupakan jenis umbi-umbian
yang tidak tahan disimpan, sehingga perlu diperhatikan penanganan pada
saat panen, pengangkutan, dan pengolahan.

Dalam waktu 24 jam setelah

singkong dipanen, langsung diproses menjadi sawut kering. Apabila


terlambat maka akan terjadi kerusakan, umbi singkong akan berwarna
kecoklatan, dan dapat menurunkan kualitas tepung singkong. Kualitas
tepung singkong sangat ditentukan oleh mutu singkong segar. Agar
diperoleh tepung yang berwarna putih, harus digunakan singkong putih dan
segar.
2.Tahap pengupasan
Pengupasan kulit singkong secara manual menghasilkan umbi singkong
yang tinggi, tetapi memerlukan waktu yang relatif lama dan tenaga kerja
yang banyak.

Cara tersebut umumnya menggunakan pisau dapur atau

pisau khusus. Sedangkan dengan menggunakan mesin pengupas kulit


singkong, umbi singkong yang dihasilkan kurang maksimal, walaupun dapat
mempercepat waktu pengupasan.
3.Tahap pencucian dan perendaman
Singkong yang telah dikupas secepatnya dicuci dengan air mengalir atau di
dalam bak agar kotoran, Lendir, dan kadar HCN dapat hilang.

Untuk

menjaga agar umbi tetap bersih dan putih sewaktu proses penyawutan,
maka dilakukan perendaman dengan air yang cukup banyak (seluruh umbi
tercelup).

Tepung yang dihasilkan mengandung HCN 40 ppm (ambang

batas HCN dalam produk. Dep Kes, RI).


3.Tahap penyawutan
Penyawutan dilakukan dengan alat penyawut yang digerakkan secara
manual atau dengan tenaga mesin. Sawut yang dihasilkan berupa irisan
singkong dengan lebar 0,2 sampai 0,5 cm, panjang 1 sampai 5 cm, dan
tebal 0,1 sampai 0,4 cm. Sawut basah ditampung dalam bak plastik atau
wadah lain yang tidak korosif.
4.Tahap pengepresan
Sawut basah dimasukkan dalam alat pengepres dan ditekan sampai airnya
keluar. Tujuan pengepresan yaitu agar pengeringan sawut lebih cepat, dan
untuk mengurangi kadar HCN, terutama pada singkong jenis pahit. Sawut
hasil pengepresan memerlukan waktu pengeringan (penjemuran) 10 sampai
16 jam, sedangkan sawut tanpa pres harus dijemur se lama 30 sampai 40
jam.
5.Tahap pengeringan
Sawut pres harus segera dijemur, apabila cuaca buruk dapat digunakan alat
pengering.

Pengeringan sawut perlu mendapat perhatian khusus, karena

akan menentukan mutu tepung yang dihasilkan. Kadar air maksimum yang
direkomendasikan maksimum 14%. Apabila kadar air sawut masih tinggi,

tepung singkong yang dihasilkan tidak tahan lama untuk disimpan, sehingga
menurunkan mutu tepung singkong.

Penjemuran dilakukan di atas rak,

menggunakan alas dari bahan yang tidak korosif (misal: anyaman bambu,
sasak nampan aluminium).
6.Tahap pengemasan
Sawut kering langsung dikemas dengan kantong plastik tebal kedap udara,
lalu dimasukkan dalam karung plastik.

Gudang atau ruang penyimpanan

harus bersih, dan kering serta diberi alas kayu agar karung tidak langsung
bersentuhan dengan lantai.
7.Tahap penepungan
Penggilingan sawut kering menjadi tepung singkong dapat menggunakan
alat penepung beras yang banyak beredar di pasaran. Agar lebih efisien,
penepungan dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghancuran sawut untuk
menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan penggilingan/penepungan
dengan saringan lebih halus (80 mesh).
2.4 Karaketristik Tepung Ubi Kayu
Singkong dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan pangan
pokok ataupun diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati singkong
(tepung tapioka), gaplek, dan tepung singkong. Dalam pengolahan tepung
cassava/singkong sangat di kontrol dalam hal kualitas ( higinitas produk )
mulai dari pemilihan bahan baku, proses sampai produk akhir. Ini dilakukan
untuk memenuhi standar (SNI) yang ditetapkan oleh lembaga terkait seperti
departemen kesehatan dan perdagangan dengan tujuan tepung ubi kayu
yang dihasilakan dapat menembus pasar dalam negeri maupun pasar luar
negeri (Rubatzky dan Yamaguchi, 1988).
Menurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu adalah tepung yang
dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui proses
penepungan

ubi

kayu

iris,

parut,

maupun

bubur

kering

dengan

mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung ubi


kayu sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992)
Kriteria Uji

Satuan

Persayaratan

Keadaan
- Bau

Khas ubi kayu

- Rasa

Khas ubi kayu

- Warna

Benda-benda asing

Putih
-

Tidak boleh ada

Air

% b/b

Maks.12

Abu

% b/b

Maks.1,50

Derajat Asam

ml. NaOH/100 g

Asam Sianida
Kehalusan

Maks.3

Mg/kg

Maks.40

% (lolos ayakan 80 mesh)

Pati

% b/b

Min.90
Min.70

Bahan tambahan pangan sesuai SNI 01-0222-1995


Cemaran logam:
- Pb

mg/kg

Maks.1,00

- Cu

mg/kg

Maks.10,00

- Zn

mg/kg

Maks.40,00

- Raksa (Hg)

mg/kg

Maks.0,05

Arsen

mg/kg

Maks.0,50

Cemaran Mikroba
6

- Angka lempeng total

Koloni/g

Maks.1 x 10

- E. Coli

Koloni/g

Maks.3 x 10

- Salmonella

Koloni/g

Maks.1 x 10

1
4

Sumber: (Dewan Standarisasi Nasional, 1992).


Secara fisik, tepung singkong mudah menyerap air jika dibandingkan
dengan tapioka. Jika dilihat dari warnanya, tepung singkong memiliki warna
yang lebih gelap dan lebih kusam daripada tapioka. Sedangkan dari
teksturnya,

tapioka

memiliki

tekstur

yang

lebih

halus

dan

lembut

dibandingkan tepung singkong.


Tepung ubi kayu adalah salah satu produk olahan singkong yang
kualitasnya semakin merosot karena tidak memenuhi syarat yang berlaku.
Dalam pengolahan penepungan ubi kayu haruslah memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas tepung ubi kayu. Beberapa hal yang
merupakan dasar penentuan kualitas tepung tapioka adalah tingkat
keputihan warna, tingkat kehalusan (mesh), kadar air yang tersisa, dan
kandungan unsur-unsur yang berbahaya.

Tepung singkong dapat dimodifikasi untuk memperoleh mutu produk


yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan. Modifikasi tepung singkong
telah dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti Muharram (1992), yang
memodifikasi tepung singkong dengan pengukusan, penyangraian, dan
penambahan GMS (Glyceril Mono Stearat).
2.5 Perbandingan Teknologi Pengolahan Tepung Ubi Kayu dengan
Tepung yang Lain
Mocaf (Modified cassava flour) adalah produk tepung dari ubi kayu
yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara
fermentasi. Mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik
dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi,
daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Secara umum proses pembuatan
mocaf meliputi tahap-tahap penimbangan, pengupasan,

pemotongan,

perendaman (Fermentasi), dan pengeringan. Karakteristik MOCAF diduga


dipengaruhi

oleh

jenis

kultur

yang

ditambahkan

saat

fermentasi,

penambahan kultur juga berpengaruh terhadap lama waktu fermentasi ubi


kayu (Rahayu, 2010).
Tepung tapioka juga sering disebut tepung aci atau tepung kanji.
Tepung taipoka pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu tepung tapioka
halus dan tepung tapioka kasar.
Pembuatan tepung tapioka halus biasanya dari tapioka kasar yang
mengalami penggilingan kembali. Pabrik tepung tapioka kasar sebagai
bahan mentah yang dibeli dari pedagang-pedagang kecil dari desa-desa.
Pembuatan tepung tapioka kasar dilakukan dengan memarut
singkong yang telah dikupas dan dicuci, dengan air yang mengalir, parutan
singkong diperas melalui saringan. Filtrat ditampung dan pemerasan diakhiri
bila fitrat yang keluar sudah jernih dan larutan dibiarkan mengendap.
Endapan disusi dengan air setelah itu air pencuci dibuang sampai bersih.
Endapan dikeringkan diatas tampah sampai kering sedangkan ampas
singkong yang telah tersangkut diatas saringan terserbut disebut onggok
(Koswara, 2009).

Pengupasa
n

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini akan di laksanakan di Laboratorium RPHP Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakutlas Teknologi Pertanian, Universitas Jember,
Jember.dan di lakuakan pada bulan April sampai bulan Juni 2016.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat

Pisau
Alat pengering
Baskom besar
Ayakan tepung
Tampah
Penyawut
Kain saring
3.2.2 Bahan

Singkong
Air
3.3 Rancangan Kerja
Diskusi kelompok
Penentuan judul
Konsultasi
Suvei bahan
Pembelian bahan
Praktikum
Penyusunan laporan
Presentasi
No
1.

Kegiatan
Diskusi 1

Pelaksana
Semua anggota kelompok

2.

Penentuan Judul

Nur Intan Aulia

3.

Konsultasi

Firas Nuryanti
Nur Intan Aulia
Yolla lenanda
Semua anggota kelompok

4.

Diskusi 2

Semua anggota kelompok

Keterangan
Penbagian tugas
mengerjakan
propopsal
Menentukan
judul untuk
penelitian
Konsultasi judul
proposal dan
skema kerja
Revisi proposal
bab 1-3
Pembenahan
proposal yang

5.

Presentasi

Semua anggota kelompok

6.

Pembelian Bahan

7.

Praktikum Dan
Pengamatan

Falahyanti Ayunafitrih
Diah Nurmala
Yusuf Ade
Semua anggota kelompok

8.

Penyusunan
Laporan

Semua anggota kelompok

9.

Presentasi

Semua anggota kelompok

sudah di revisi
Memperestasika
n hasil proposal
bab 1-3
Pembelian ubi
singkong
Pembuatan
tepung ubi kayu
dengan variasi
pengeringan
Penyusuna
laporan hasil
pengamatan bab
4-6
Mempresentasik
an hasil
keseluruhan
praktikum dan
hasil analisa

3.4 Prosedur Pelaksanaan Kegiatan


singkong

Pengupasan

Pencucian
dan
Perendama
Pengering
an

Penyawuta
n

Pengemasa
n Sawut

penepunga
n

Sumber: (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, 2009).


3.5 Prosedur Parameter Pengamatan
N

Parameter

Alat

o
1.

Warna

Indra penglihatan

2.

Tekstur

Penetrometer

3.

Ukuran

Ayakan mesh

4.

Bau

Indra penciuman

3.6 Prosedur Analisa


Pada praktikum ini terdapat 4 parameter pengamatan, yaitu warna, tekstur,
ukuran dan bau. Warna merupakan hal yang sangat penting bagi
kenampakan karena merupakan indikator kematangan yang sangat dikenal
oleh konsumen. Pada praktikum yang dilakukan, pengukuran warna tersebut
dapat dilakukan dengan alat indra penglihatan.
Tekstur merupakan tingkat kekerasan atau keempukan suatu bahan yang
dapat diukur dengan menggunakan alat berupa penetrometer. Penetrometer
merupakan alat yang digunakan untuk megukur sifat fisik
Ukuran bahan merupakan kriteria penting untuk keperluan penanganan dan
pengolahan lanjutan, mengetahui ukuran bahan dapat menggunakan mesh.
Mesh merupakan

Anda mungkin juga menyukai