Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HEMATOLOGI

TROMBOSITOSIS ESENSIAL

Oleh:
Oktavinayu Sari Latif (0910711015)
Inaas Azmi Haidar (0810713017)
Ahnia Novita (0910714023)
Putri Kartika Sari (0910714048)
Pembimbing:
dr. Shinta Oktya Wardhani, SpPD

LABORATORIUM / SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Trombositosis esensial adalah kelainan klonal sel induk hematopoeitik

multipotensial, termasuk kelainan mieloproliferatif dengan ekspresi fenotip


predominan pada jalur megakariosit dan trombosit. Terdapat 3 kelainan utama
penyebab trombositemi, yaitu : kelainan klonal (Trombositemi esensial/primer
dan

kelainan

mieloproliferatif

lain),

familial

(mutasi

trombopoietin)

dan

trombositosis reaktif terhadap berbagai penyebab akut dan kronis.


Trombositemi primer sering ditemukan secara tidak sengaja pada
pemeriksaan hematologi pada penderita yang asimtomatis. Trombositemi
esensial pertama kali dilaporkan oleh di Guglielmo pada tahun 1920 dan Epstein
dan Goedel pada tahun 1934. Pada saat itu, Trombositemi esensial dianggap
merupakan bagian dari penyakit mieloproliferatif yang lain (Polisitemia vera,
Lekemi mielositik kronik, Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia). Pada tahun
1960, Trombositemi esensial ditentukan sebagai suatu penyakit mieloproliferatif
yang berbeda.
Tingkat insiden yang dilaporkan untuk trombositosis esensial berkisar dari
0,59(<9/100.000) jiwa. Suatu survey yang berbasis populasi di kota Gteborg,
Swedia, melaporkan insiden trombositosis esensial sebesar 1.55/100.000 jiwa, di
bawah insiden polisitemia vera yaitu 1,97/100.000 jiwa (Briere, 2007).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi Trombositosis Esensial


Trombositosis

esensial

(disebut

juga

trombositemia

esensial,

trombositosis idiopatik, trombositosis primer, trombosemia hemoragis) adalah


gangguan sel progenitor hematopoiesis multipoten dan bermanifestasi klinis
dengan timbulnya produksi berlebih dari platelet tanpa penyebab yang diketahui
(Spivak, 2005)
Gangguan

ini

tergolong

dalam

sindroma

myeloproliferatif

seperti

polisitemia vera, chronic myelocitic leukemia (CML), dan myelofibrosis dimana


hal ini dapat mengakibatkan berbagai proses patologis pada tubuh penderita.
Pada keadaan ini, peningkatan platelet dapat secara signifikan menyebabkan
perdarahan, trombosis atau keduanya (Wintrobe, 1974)
2.2

Epidemiologi Trombositosis Esensial


Tingkat insiden yang dilaporkan untuk trombositosis esensial berkisar dari

0,59(<9/100.000) jiwa. Suatu survey yang berbasis populasi di kota Gteborg,


Swedia, melaporkan insiden trombositosis esensial sebesar 1.55/100.000 jiwa, di
bawah insiden polisitemia vera yaitu 1,97/100.000 jiwa (Briere, 2007).
Prevalensi trombosis esensial adalah sekitar 30/100.000 jiwa. Diagnosis
trombositosis esensial lebih dapat ditegakkan saat ini dibandingkan di masa lalu
karena penjelasan yang paling mungkin adalah penggunaan mesin hitung
otomatis dalam pemeriksaan darah rutin yang mengarah ke diagnosis
trombositosis esensial pada pasien yang tanpa gejala. Median usia terdiagnosa
trombositosis esensial adalah sekitar 65-70 tahun dengan onset usia terkena
trombositosis esensial tergolong luas. Trombositosis esensial sering juga
terdiagnosa pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. Karena diagnosis
trombositosis esensial dapat diketahui di awal kehidupan dan kejadian penyakit
ini sekitar dua kali lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki,
maka terjadinya trombositosis esensial juga terkait dengan kehamilan (Briere,
2007).

2.3

Etiologi dan Patogenesis Trombositosis Esensial


Trombopoietin, suatu ligan reseptor faktor pertumbuhan megakariosit (c-

mpl /murine myeloproliferative leukemia virus), saat ini dikenal sebagai regulator
humoral

utama

produksi

megakariosit

dan

trombosit.

Trombopoietin

mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai dari sel induk sampai produksi


trombosit. Sitokin-sitokin lain (interleukin 1, interleukin 6, interleukin 11) juga
mempengaruhi produksi trombosit pada berbagai tingkat, kemungkinan berkerja
sinergi dengan trombopoietin. Trombosit matur berperan penting dalam regulasi
kadar

trombopoietin

plasma.

Trombosit

mempunyai

reseptor

terhadap

trombopoietin (c-mpl) dan memobilisasi trombopoietin dari plasma. Pada


keadaan trombositopeni, terjadi peningkatan kadar trombopoietin plasma karena
berkurangnya pengikatan trombopoietin oleh trombosit. Peningkatan kadar
trombopoietin plasma ini akan merangsang megakariopoiesis. Sebaliknya pada
keadaan trombositosis, deplesi plasma trombopoietin akan menurunkan
megakariopoiesis. Mekanisme regulasi ini mengatur produksi trombosit.

Gambar 1. Mekanisme pengaturan produksi trombosit oleh trombopoetin

Penyebab pasti trombositosis esensial sejauh ini belum diketahui. Pada


Trombositosis esensial, kadar trombopoietin normal atau bahkan meningkat
meskipun terjadi peningkatan massa trombosit dan megakariosit. Terjadinya
disregulasi kadar trombopoietin plasma pada trombositosis esensial diduga
disebabkan karena :

Produksi trombopoieitin yang berlebihan dan/atau

Abnormalitas pengikatan dan pemakaian trombopoietin oleh trombosit


dan megakariosit. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya ekspresi c-mpl
pada trombosit penderita trombositosis esensial.
Pada Trombositosis esensial, mekanisme mengapa terjadinya ekspresi

fenotipe dominan pada jalur megakariosit dan trombosit sebagai akibat kelainan
sel induk hematopoietik multipotensial tidak diketahui dengan pasti. Hal tersebut
diduga disebabkan karena :

Perbedaan respon klon hematopoietik abnormal terhadap faktor-faktor


regulator yang cenderung berdiferensiasi menjadi jalur megakariosittrombosit

Terjadinya mutasi pada sel multipotensial tertentu yang hanya dapat


berdiferensiasi terbatas terutama menjadi trombosit
Analisis klonal menunjukkan bahwa hematopoiesis klonal hanya terdapat

pada dua pertiga dari pasien. Oleh karena itu pertanyaannya adalah sejauh
mana pentingnya klonalitas dalam mempengaruhi patogenesis trombositosis
esensial.
Identifikasi terbaru dari mengaktifkan titik mutasi V617F pada Janus
kinase tirosin gen (JAK2) merupakan awal dari penelitian mengenai gangguan
kronis mieloproliferatif. JAK2 V617F yang mengalami mutasi terjadi pada sekitar
50% dari pasien dengan trombositosis esensial. Hal ini, juga terjadi pada 50%
dari pasien dengan myelofibrosis idiopatik kronis dan hampir semua pasien
dengan polisitemia vera, sehingga hal ini bukan merupakan sesuatu yang
spesifik. Oleh karena itu mutasi JAK2V617F tidak boleh digunakan untuk
diferensial diagnosis pada subtype individu dengan gangguan mieloproliferatif
kronis. Sehingga timbul pertanyaan sejauh mana mutasi titik tunggal dapat
bertanggung jawab pada tiga gangguan/fenotip berbeda. Nilai serta durasi
mutasi alel JAK2V617F, sejauh ini belum diketahui, perubahan genetik mungkin
berperan dalam hal ini (Greisshammer, 2007).
Terjadinya mutasi menyebabkan peningkatan proliferasi dan usia sel
dengan membuat sel-sel lebih sensitif terhadap stimulasi yang masuk,
menyebabkan ekspansi klonal dari progenitor hematopoiesis pada gangguan
mieloproliferatif (Briere, 2007)

Studi terakhir oleh Vanucchi et al. menunjukkan serangkaian besar pasien


dengan trombositosis esensial dan polisitemia vera yang alelnya bermutasi
dikaitkan dengan penyakit yang simtomatis dan mutasi homozigot JAK2V617F
berkorelasi secara signifikan dengan fenotipe klinis (usia, jumlah leukosit,
hematokrit, splenomegali, pruritus). Mutasi homozigot pada pasien trombositosis
esensial dan polisitemia vera dapat berkembang menjadi mielofibrosis sekunder,
dimana kondisi tersebut lebih membutuhkan kemoterapi. Selanjutnya, mutasi
homozigot pada pasien trombositosis esensial memiliki risiko lebih tinggi untuk
kejadian

kardiovaskuler.

Pemahaman

terhadap

pathogenesis

gangguan

myeloproliferative kronis, identifikasi dari mutasi JAK2V617F merupakan hal


yang penting secara klinis, karena menjadi dasar untuk terapi berbasis molekuler
dengan menggunakan inhibitor JAK2 tertentu. Substansi novel saat ini dalam
pengembangan dan akan memasuki uji klinis dalam waktu dekat. Kedepannya
diharapkan identifikasi mutasi JAK2V617F membantu klinisi dalam membedakan
trombositosis esensial dan trombositosis sekunder (Greisshammer, 2007).
2.4

Manifestasi Klinis Trombositosis Esensial


Manifestasi klinis dari trombositosis esensial didominasi oleh oklusi

vaskuler dan perdarahan. Oklusi vaskuler termasuk trombosis mayor yang


melibatkan serebrovaskuler, koroner, dan sirkulasi arteri perifer. Trombosis pada
arteri-arteri besar merupakan penyebab mayor suatu mortalitas atau dapat
menginduksi gangguan neurologis, jantung atau arteri perifer. Deep Vein
Thrombosis (DVT) juga berpotensi serius untuk mengancam jiwa karena resiko
emboli paru atau trombosis portal. Oklusi vaskuler juga terjadi pada pembuluh
darah kecil. Aspirin sensitive erythromelalgia, merupakan salah satu gejala
utama dari gangguan mikrovaskuler pada trombositosis esensial, yang di
deskripsikan dengan nyeri dan ulserasi pada ibu jari kaki, disertai dengan rasa
hangat, kemerahan atau keunguan pada ekstremitas yang terkena. Iskemia pada
arteri digitalis juga dapat menimbulkan nekrosis atau bahkan gangrene dengan
pulsasi arteri yg masih teraba (Briere, 2007).
Perdarahan pada trombositosis esensial biasaya terbatas pada kulit,
seperti: rash, hematoma subkutan, ekimosis, dan epistaxis atau perdarahan gusi.
Riwayat perdarahan saluran cerna (melena dan/atau hematemesis), perdarahan
sekunder karena trauma atau operasi dapat juga terjadi pada trombositosis
esensial.Perdarahan secara primer terjadi pada pasien dengan jumlah trombosit

yang tinggi. Perdarahan diatesis tidak disebabkan oleh gangguan fungsi


trombosit tetapi lebih kepada reduksi proteolitik dari multimer Faktor Von
Willebrand.

Aspirin

menyebabkan

dapat

komplikasi

memperburuk perdarahan
perdarahan

yang

parah.

diatesis
Oleh

laten dan

sebab

itulah

penggunaan aspirin dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan


dan jumlah trombosit yang sangat tinggi (sebagai tanda adanya defisiensi pada
faktor Von Willebrand) (Briere, 2007).
Frekuensi dari terjadinya komplikasi trombohemoragis pada trombositosis
esensial telah diteliti secara luas dengan metode penelitian retrospektif. Pada
kelompok pasien dengan trombositosis esensial sejumlah 809 pasien diketahui
insiden dari tromboemboli tanpa perdarahan sebanyak 42%, gejala perdarahan
tanpa trombosis terjadi sekitar 1,4%, dan tromboeboli yang disertai dengan
perdarahan terjadi pada 15% responden (Briere, 2007).
2.5

Faktor Resiko
Beberapa studi telah mengidentifikasi faktor risiko atas dasar risiko tinggi

trombosis atau perdarahan yang dapat diidentifikasi. Faktor risiko meliputi:

Riwayat komplikasi tromboemboli atau perdarahan yang parah

Pasien diatas usia 60 tahun

Jumlah trombosi tdi atas 1500109/l.


Selain itu, faktor risiko kardiovaskular seperti hipertensi arteri, diabetes,

kelebihan berat badan, dan merokok juga termasuk faktor-faktor risiko. Menurut
rekomendasi konsensus, pada pasien trombositosis esensial dibagi menjadi tiga
kelompok risiko, yaitu resiko tinggi, menengah, dan rendah (Kotak 1)
(Greisshammer, 2007).
Kotak 1
Penggolongan resiko dari trombositosis esensial berdasarkan kejadian
komplikasi
Resiko Tinggi :

Usia > 60 atau

Tromboemboli atau komplikasi perdarahan serius dalam konteks


trombositosis esensial berdasarkan riwayat kesehatan sebelumnya.

Jumlah trombosit > 1500 x 109 / l

Resiko Menengah :

Usia < 60 dan

Jumlah trombosit < 1500 x 109 / l

Asimtomatik atau hanya gangguan mikrosirkulasi ringan tetapi faktor


resiko kardiovaskular ada

Resiko Rendah :

2.6

Usia < 60 dan

Jumlah trombosit < 1500 x 109 / l

Asimtomatik

Kriteria Diagnosis dan Diagnosis Banding


Trombositosis diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya menjadi primer

dan sekunder. Trombositosis primer atau trombositemia termasuk didalamnya


yaitu kelainan mieloproliferatif kronis dan juga mielodisplasia seperti sindrom 5q.
Kelainan yang paling sering pada trombositosis primer adalah trombositosis
esensial. Klasifikasi WHO memberikan definisi kriteria positif pada trombositosis
esensial termasuk di dalamnya histologi dari sumsum tulang. Selain itu juga
termasuk di dalamnya adalah proliferasi dari megakarioit yang ditandai dengan
sangat banyaknya sel megakariosit (Greisshammer, 2007).
Kepadatan sel darah yang normal tanpa adanya peningkatan pada
granulopoesis, eritropoesis dan myelofibrosis terjadi pada trombositosis esensial.
Hal ini menyebabkan terjadi diferensiasi pada trombositosis esensial dari bentuk
awal CIMF dan polisitemia vera. Pada bentuk awal dari trombositosis esensial,
hitung trombosit mungkn di bawah 600 x 10 9/l atau bahkan normal. Penyebab
reaktif trombositosis atau sekunder tertera pada kotak 3 (Greisshammer, 2007)
Sejak kejadian tromboemboli terjadi secara signifikan lebih sering pada
pasien dengan trombositosis primer, penting sekali untuk membedakan antara
trombositosis primer dan sekunder.Jika tidak ada faktor resiko trombofili,
trombositosis sekunder yang tidak berhubungan dengan meningkatnya terjadinya
tromboemboli

tidak

(Greisshammer, 2001).

perlu

terapi

profilaksis

untuk

tromboembolisme

Kotak 2
Kriteria WHO dalam Diagnosis Esensial Trombositemia
Kriteria Positif

Jumlah Trombosit 600 x 109/ l

Sumsum tulang dengan proliferasi predominan megakaryopoesis dan


peningkatan jumlah megakaryosit yang sudah matang

Kriteria Eksklusi

Tidak adanya Polisitemia Vera


-

Hemoglobin normal < 18,5 g/dl pada pria atau < 16,5 g/dl pada
wanita

Terdeteksinya besi di dalam sumsum tulang, feritin serum normal


atau volume eritrosit dalam batas normal

Tidak adanya Chronic Myeloid Leukimia (CML)


-

Tidak adanya kromosom philadephia atau gen fusi BCR/ABL

Tidak adanya Chronic Idiopathic Myelofibrosis (CIMF)


-

Fibrosis kolagen tidak ada

Fibrosis retikulin tidak ada

Tidak adanya myelodisplastic Syndrom (MDS)

Tidak adanya trombositosis reaktif

Kotak 3
Penyebab trombositosis reaktif (sekunder)
Defisiensi Fe
Paraneoplastic

Penyakit Hodgkin, Ca Bronchial, dll

Penyakit Inflamasi Kronis

Penyakit Crohn, Collitis Ulcerative, Penyakit Celiac, Penyakit Wagener,


Panarteritis nodosa, giant cell arteritis, sarcoidosis

Infeksi Kronis

Tuberculosis, Osteomyelitis

Aspleny

Post Splenectomy, Atrofi Splenic

Trombositosis Regeneratif

Anemia Hemolitic, Perdarahan kronis, Anemia Pernisiosa

Post Trauma

Post operasi

Fisiologis

2.7

Stress
Terapi Farmakologis

Pilihan pengobatan saat ini (tabel):

Obat sitotoksik seperti hidroksiurea (HU)

Interferon alpha (IFN), yang memiliki efek imunomodulasi dan anti


proliferatif

Obat selektif yang menurunkan trombosit,seperti anagrelide

Inhibitor agregasi platelet, seperti aspirin.


Tingkat kepercayaan 3 zat Cytoreductive di atas adalah Ib, yaitu, untuk

masing-masing zat, setidaknya ada satu studi terkontrol acak. Inhibitor


ribonucleotide reduktase yaitu Hidroksiurea (HU) telah digunakan pada pasien
selama beberapa dekade.HU diberikan diberikan dalam bentuk kapsul. Beberapa
studi menunjukkan beberapa efek samping yang tidak diinginkan. Namun,
karena efek sitoto ksik yang tidak selektif, leukopenia atau anemia juga dapat
terjadi sehingga dosis harus dibatasi. Kelompok ahli Eropa baru-baru ini
menemukan bahwa ada resistensi klinis terhadap pengobatan dengan HU (11).
Resistensi klinis ada, misalnya, dalam kasus jumlah trombosit > 600 109 / l
setelah minimal 3 bulan terapi 'dengandosis minimum 2 g HU per diem,
HUmenyebabkan perubahan mukokutan (Verstovsek, 2012).
Masalah lain selama pengobatan jangka panjang dengan HU adalah
leukemogenicity

atau karsinogenisitas zat sering dibicarakan tetapi tidak

pernah dibuktikan secara pasti. Satu penelitian retrospektif terbaru dengan


periode observasi rata-rata 11,4 tahun melaporkan bahwa akut leukemia terjadi
pada 9,3% dari 108 pasien yang mendapatkan pengobatan HU (12). Terapi
dengan HU jangka panjang lebih lanjut dibatasi olehefek samping dermatologis,
terutama perkembangan tumor kulit dan ulkus kulit. Kombinasi atau pengobatan
HU dengan zat sitotoksik lain - misalnya, busulfan diduga mengakibatkan
peningkatan risiko leukemogenic dan karsinogenik (Kiladjian, 2006).
Interferon alpha (IFN) telah digunakan dalam pengobatan trombositosis
esensial selama 20 tahun.Berbeda denganHU, IFN tidak memiliki efek
leukemogenic atau teratogenik. Efektivitasnya, diukur berdasarkan penurunan
jumlah trombosit, seperti halnya pada HU. Namun, di sebagian pasien, efek

samping yang tidak diinginkan seperti gejala seperti flu dengan demam,
kelelahan, dannyeri tulang muncul pada pasien, sehingga mengakibatkan
penghentian pengobatan hingga pada sepertiga pasien. Efek samping seperti
penurunan berat badan, kelelahan berlanjut, rambut rontok, vertigo, dan depresi
jarang terjadi. Sediaan baru saat ini sedang diuji dalam pengobatan
trombositosis esensial, yaitu pegylated interferon (Langer, 2005).
Anagrelide memberikan pilihan pengobatan baru pada trombositosis
esensial yang diminum secara oral merupakan derivate dari imidazoquinazolin.
Di Eropa, anagrelide dilisensikanuntuk digunakan dalam menurunkanjumlah
trombosit pada pasien yang tidak berespon pada pengobatan saat ini ataujumlah
trombosit tidak dapat diturunkan dengan obat. Studi eksperimental telah
menunjukkan bahwa anagrelide selektif dapat menghambat megakaryopoesis
dan, berbeda dengan HU, tidak memiliki myelodysplastic atau efek lain pada
hematopoesis. Yangpaling sering dilaporkan efek samping yang mnuncul adalah
sakit kepala, jantung berdebar, retensi cairan, mual, dan diare. Anagrelide tidak
memiliki efek genotoksik dan tidak ada risiko potensial untuk transformasi
leukemogenic. Dalam sebuah studi,transformasi leukemogenic terjadi pada 47
(2,1%) dari 2251 pasien yang diobati trombositosis esensial dengan anagrelide.
Semua pasien tersebut telah, sebelumnya telah diobati dengan zat sitotoksik
lainnya (HU, busulfan) (Greisshammer, 2007).
Penggunaan asam asetilsalisilat diindikasikan ketika terjadi gangguan
microcirculatory yaitu erythromelalgia. Asam asetilsalisilat harus diberikan pada
dosis rendah(50-100 mg / hari). Risiko yang mungkin adalah peningkatan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan. Asam asetil salisilat karenanya harus
diberikan

dengan

hati-hati

dalamkondisi

berikut:

pada

pasiendengan

kecenderungan perdarahan yang lebih besar, pada pasien dengan ulkus, pada
pasien yang menggunakan terapi bersamaan dengan anagrelide, atau pada
pasien dengan jumlah trombosit yang sangat tinggi (di atas 1.000-1.500 109 /l)
(Greisshammer, 2007)
Tabel Keuntungan dan Kerugian dari Macam-macam Terapi Esensial
Trombositosis
Penurunan

Aspirin
-

Hidoksiurea
++

Interferon
++

Anegrelide
++

trombosit
Penurunan

++

++

++

tromboemboli
Resiko

++

Perdarahan
Efek samping
Harga

+
+

++
++

+++
+++

++
+++

2.8

Strategi pengobatan
Tujuan pengobatan adalah pencegahan atau menghilangkan gejala atau

penyakit yang berhubungan dengan komplikasi serta kualitas hidup pasien.


Karena semua obat yang digunakan untuk pengobatan trombositosis esensial
memiliki risiko dan efek samping, memanajemen risiko individu adalah sangat
penting dalammemilih pengobatan. Hal ini mungkin awalnya tidak memerlukan
untuk memulai terapi obat tetapi perlu pemeriksaan yang sering. Menurut ilmu
pengetahuan terkini, pasien dengan resiko rendah atau menengah tidak
memerlukan pengobatan Cytoreductive (Barbui, 2004).
Pada pasien dengan risiko menengah dimana risiko individu untuk
trombosis arteri dinilai meningkat makaasam asetilsalisilat harus diberikan.
Dalam kasus apapun, factor risiko kardiovaskular harus diobati secara efektif
atau dikurangi (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia,berhenti merokok). Perlu
diperhatikan bahwa pemberian estrogen - misalnya, dalam terapi penggantian
hormon atau kontrasepsi - meningkatkan risiko komplikasi tromboemboli
(Greisshammer, 2007)
Untuk pasien yang lebih tua, pasien berisiko tinggi, pengobatan dengan
HU saat ini merupakan standar. Manfaat pengobatan Cytoreductive pada pasien
risiko tinggi trombositosis esensial telah ditelit idalam 2 studi (Cortelazzo, 1995).
Pada pertengahan 1990-an, pengurangan yang signifikan terjadinya komplikasi
terjadi pada pasien dengan pemberian HU dibandingkan dengan kelompok
kontrol tidak diobati (Cortelazzo, 1995). Baru-baru ini diterbitkan MRC-PT1 studi
pemberian

HU

dibandingkan

dengan

pemberian

anagrelide

dan

asam

asetilsalisilat. Diagram 2 menunjukkan hasil dari kedua studi banding.


Anagrelide serta HU mengakibatkan pengurangan yang cukup besar
pada trombosis arteri dan vena yang berat dibandingkan dengan kontrol tidak
diobati. Pada studi pemberian anagrelide dan asam asetilsalisilat dari studi MRCPT1, kejadian iskemik transien dan perdarahan masih terjadi. Kombinasi asam
asetilsalisilat dan anagrelide(75 mg/ hari) yang wajibpada studiMRC-PT1
mungkin merupakan penyebab peningkatan perdarahan.

Dalam studi trombositosis esensial di Jerman, ada perbedaan dalam


keberhasilan terapi antaraHU dan interferon alfa. Pada pasien berisiko tinggi
dengan lebih muda, perlakuan tanpa efek genotoksik dengan anagrelide atau
interferon alfa lebih disukai. Pedoman Amerika,merekomendasikan HU bahkan
pada pasien berisiko tinggi dengan usia lebih muda merupakan pengobatan
standar. Menariknya, anagrelide dilisensikan di Amerika Serikat sebagai
pengobatan lini pertama untuk semua kelompok usia, sehingga terlepas dari
pedoman yang direkomendasikan anagrelide lebih sering digunakan, bukan HU,
karena potensi masalah yang disebutkan sebelumnya (Greisshammer, 2007).
Selama kehamilan, pasien trombositosis esensial mungkin mengalami
keguguran spontan, gangguan pertumbuhan janin, atau kelahiran prematur,
karena microthrombiplasenta. Yang paling umum komplikasi keguguran spontan
pada trimester pertama. Sebuah literatur retrospektif, yaitu ulasan dari 179
kehamilan pada pasien trombositosis esensial menunjukkan bahwa keguguran
spontan terjadi pada 56 (31%) wanita. Ketika asam asetilsalisilat diberikan pada
dosis rendah, lebih dari setengah kehamilan yang sukses. Risiko untuk ibu
rendah, meskipun komplikasi trombosis atau perdarahan telah dijelaskan dalam
kasus- kasus individu. Jika cytoreduction diperlukan selama kehamilan, interferon
merupakan pilihan pengobatan terbaik (Greisshammer, 2007).

Diagram 1. Rekomendasi Terapi Trombositosis Esensial Berbasis Faktor


Resiko
2.9

Komplikasi
Trombosis adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien

trombositosis esensial dibandingkan dengan perdarahan. Komplikasi ini dapat


menjadi serius jika bekuan darah menghambat aliran darah yang menuju ke
organ seperti otak dan jantung. Pasien usia tua yang sudah mengalami penyakit
yang berhubungan dengan pembuluh darah mungkin akan memiliki faktor resiko
yang lebih tinggi dalam hal kejadian thrombosis. Komplikasi thrombosis dapat
terjadi pada pasien dengan trombosit yang sedikit meningkat.Tidak ada korelasi
antara jumlah trombosit dengan resiko thrombosis. Trombositosis esensial yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi pada wanita hamil seperti : aborsi
spontan, fetal growth retardation, persalinan premature, dan ablasio plasenta.
Selain itu trombositosis esensial juga dapat berubah menjadi neoplasma
mieloproliferatif yang lain seperti leukemia akut atau mielodisplastik sindrom atau
kanker sumsum tulang yang lain. Tetapi hal ini sangat jarang terjadi.
2.10

Prognosis
Penelitian terbaru tidak ada perbedaan dalam harapan hidup pasien

dengan trombositosis esensial dan pada kontrol populasi sehat dalam 10 tahun
pertama setelah diagnosis. Setelah 10 tahun, harapan hidup menjadi terbatas
(risiko relatif 2,2 , 95% confidence interval 1,7-2,8). Prognosis trombositosis
esensial ditentukan oleh terjadinya trombosis atau perdarahan berat (Elliot,
2005).

BAB III
KESIMPULAN
1. Trombositemi esensial adalah kelainan klonal sel induk hematopoietik
multipotensial, termasuk kelainan mieloproliferatif dengan ekspresi fenotipe
predominan pada jalur megakariosit dan trombosit.
2. Pada Trombositemi esensial, kadar trombopoietin normal atau bahkan
meningkat, meskipun terjadi peningkatan massa trombosit dan megakariosit.
Terjadinya disregulasi kadar trombopoietin plasma pada trombositemi
esensial diduga disebabkan karena produksi trombopoieitin yang berlebihan
dan/atau abnormalitas pengikatan dan pemakainan trombopoietin oleh
trombosit dan megakariosit. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya ekspresi
c-mpl pada trombosit penderita trombositemi esensial.
3. Mekanisme

yang

berperan

dalam

terjadinya

Trombositemi primer adalah peningkatan jumlah

trombositosis

pada

colony-forming unit

megakaryocyte (CFU-MEG), peningkatan pertumbuhan megakariosit tanpa


adanya stimulasi faktor pertumbuhan yang diduga disebabkan adanya
megakariopoiesis otonom atau peningkatan sensitivitas klon trombosit
abnormal terhadap aktivitas megakaryocyte colony stimulating activit,
penurunan efek inhibisi platelet inhibiting factor (TGF-1) dan defek
microenvironment
4. Kelainan fisik yang dapat ditemukan : manifestasi perdarahan ( 13-37 %
penderita)

epistaksis,

easy

bruising,

petekie,

perdarahan

traktus

gastrointestinal berulang ; manifestasi trombosis (18-84 % penderita) banyak


ditemukan pada orang tua ; trombosis vena : vena hepatica (sindroma BuddChiari), mesenterika, lienalis, priapism (trombosis vena penis), emboli paru ;
trombosis arteri : transient cerebral ischemia, eritromelalgia (obstruksi
mikrosirkulasi jari-jari kaki/tangan), dapat berlanjut menjadi akrosianois ;
splenomegali ringan dapat ditemukan pada 40 % penderita, splenonegali
moderate ditemukan pada 20-50 % penderita ; Hepatomegali ; Gout ; Abortus
berulang dan gangguan pertumbuhan fetus , karena adanya infark multipel di
plasenta

yang

disebabkan

insufisiensi plasenta.

thrombus

trombosit

yang

mengakibatkan

DAFTAR PUSTAKA
Breire, Jean B. 2007. Essential Thrombocythemia, Orphanet Journal of Rare
Disease. BioMed Central Ltd: Clichy, France.
Cortelazzo S, Viero P, Bellavita P et all. 1995. Hydroxyurea for patient with
essential trombocythemia and high riskof thrombosis. English Journal
Medicine: German
Elliot MA, Tefferi A. 2005. Thrombosis and Haemmorrage in Polisitemia Vera and
Essential Thrombocythemia. Br J Haematol: France
Greisshammer, Martin. 2007. Essential Thrombocythemia-Clinical Significance,
Diagnosis, and Treatment.Semin Tromb Hemost: German
Kiladijan JJ, Rain JD, Bernard JF. 2006. Long term incidence of haematological
evolution in three French prospective studies of hydroxyurea and
pipobroman in policytemia vera and essential thrombocythemia. . BioMed
Central Ltd: Germany
Spivak, Jery. L, 2005. Harrison Principal of Internal Medicine 16th edition.
Essential thrombocytosis. Mc Graw Hill Company : USA. Pg 630.
Wintrobe, Maxwell. 1974. Clinical Hematology, Essential Thrombocythemia.
Lea&Febiger: Philadelphia
Verstovsek, Srdan. 2012. Essential Thrombocytemia Fact. Leukemia &
Lymphoma Society: Texas

Anda mungkin juga menyukai