Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDHULUAN
1.1 Latar Belakang
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada
henti jantung.Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda,
tergantung penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada,
yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif.
Pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan
menjadi prioritas dan dasar sebelum kita memberikan pertolongan.
Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyai
hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, kerena penderita yang
diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup
kembali.
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang
terlatih dalam bidang kesehatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukan dan
dipelajari dokter, perawat, para medis dan juga orang awam. Dalam AHA (2015),
dikatakan bahwa penolong tidak terlatih hanya dapat memberikan kompresi saja
(Hands-Only), sedangkan untuk yang sudah terlatih dapat memberikan napas
buatan. CPR hanya dengan kompresi mudah dilakukn oleh penolong tidak terlatih
dan dapat dipandu secara lebih efektif oleh operator melalui telepon. Tingkat
kelangsungan hidup dari penderita serangan jantung terkait etiologi jantung baik
dengan hanya kompresi maupun dengan kompresi dan napas buatan adalah sama
bila diberikan dengan tepat dan segera sebelum penolong tiba. (AHA, 2015: 7)
1

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Resusitasi Jantung Paru (RJP)?
1.2.2 Bagaimana rantai kehidupan pada pasien yang mengalami serangan
jantung?
1.2.3 Apa saja indikasi dilakukan RJP?
1.2.4 Bagaimana tanda RJP yang efektif?
1.2.5 Apa saja komplikasi RJP?
1.2.6 Bagaimana langkah-langkah RJP?
1.2.7 Apa saja fase-fase RJP?
1.2.8 Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan selama RJP?
1.2.9 Bagaimana bantuan hidup dasar dewasa dan kualitas CPR penolong tidak
terlatih?
1.2.10 Bagaimana prigram AED untuk penolong tidak terlatih dalam komunitas?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi,
indikasi,dan algoritma resusitasi jantung paru.

BAB II
RESUSITASI JANTUNG PARU

2.1 Pengertian
Resusitasi

Jantung

Paru

(RJP)

merupakan

suatu

usaha

untuk

mengembalikan fungsi pernafasan dan fungsi jantung serta menangani akibat-

akibat berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati
pada saat itu.(Simposium, In, Activities, Team, & Barat, 2013)
Resusistasi Jantung Paru adalah suatu teknik yang sangat berguna
untuk menyelamatkan nyawa dalam keadaan darurat, termasuk serangan
jantung atau hamper tenggelam, di mana napas seseorang atau detak jantung
telah berhenti. The American Heart Assosiation merekomendasikan bahwa
setiap orang atau tenaga medis harus memulai RJP dengan penekanan dada.
Walaupun, seseorang kekurang ilmu pengetahuan atau pengalaman apabila
melakukan penekanan dada pada seseorang henti napas atau henti dettak jantung
ia dapat menyelamatkan nyawa oran tersebut . Hal ini jauh lebih baik daripada
tidak melakukan apa-apa. RJP dapat tetap menjaga aliran oksigen yang
adekuat ke otak dan organ vital lainnya sampai ia dapat memulihkan
denyut jantung normal.Apabila, seseorang kekurangan oksigen dalam darah ia
akan menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permenen dalam beberapa
menit. (Ganthikumar, 2016)

2.2 Rantai kehidupan (chain survival)


Rantai kehidupan (chain survival) terpisah telah direkomendasikan yang
akan mengidentifikasi jalur penawaran yang berbeda antara yang mengalami
serangan jantung di Rumah sakit. Alasannya perawatan untuk semua pasien pasca
serangan jantung, di mana pun lokasi serangan tersebut terjadi, akan di pusatkan
di rumah sakit, biasanya di ruangan unit perawatan intensif ( ICU/ intensive care

unit tempat penanganan pasca serangan jantung tersedia). Elemen struktur dan
proses yang diperlukan sebelum pemusatan dilakukan sangat berbeda di antara
kedua kondisi tersebut. Pasien yang mengalami OHCA mengandalkan masyarakat
untuk memberikan dukungan. Penolong tidak terlatih harus mengenali serangan,
meminta bantuan, dan memulai CPR, serta memberikan defibrilasi ( misalnya,
PAD/ public- access defibrilasi) hingga tim penyedia layanan medis darurat
( EMS/ emergency medical service) yang terlatih secara professional mengambil
ahli tanggung jawab, lalu memindahkan pasien ke unit gawat darurat dan/ atau
laboratorium jantung. Pada akhirnya, pasien di pindahkan pasien ke unit
perawatan kritis untuk perawatan lebih lanjut. Sebaliknya, pasien yang mengalami
HCA mengandalkan system pengawasan yang sesuai. ( AHA, 2015: 6)

2.3 Indikasi
2.3.1 Pasien dengan Henti Napas

Henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas,
obstruksi jalan nafas oleh benda asing, sengatan listrik, tersambar petir, serangan
infrak jantung, tercekik (suffocation), trauma.
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernafasan dari korban dan ini merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan
Bantuan Hidup Dasar. Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut dan
nadinya masih dapat mesirkulasi darah ke otak dan organ-organ vital lainnya.
Dengan memberikan bantuan resusitasi, ia dapat menjalankan sirkulasi lebih baik
dan mencegah kegagalan perfusi organ.(Ganthikumar, 2016)

2.3.2 Pasien dengan Henti Jantung


Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen keotak dan organ vital lainnya secara
mendadak dan dapat balik normal, jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan
menyebabkan kematian atau kerusakan otak menetap kalau tindakan tidak
adekuat. Henti jantung yang terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis
tertentu tidak termasuk henti jantung atau cardiac arrest.
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau
takikardi tanpa denyut, kemudian disusul oleh ventrikel asistol dan terakhirnya
oleh disosiasi elktro-mekanik. Fibrilasi ventrikel terjadi karena koordinasi
aktivitas jantung menghilang.
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar yang tidak teraba (karotis,
femoralis, radialis) disertai sianosis (kebiruan), pernafasan berhenti atau gasping,

tidak terdapat dilatasi pupil karena bereaksi terhadap rangsangan cahaya dan
pasien tidak sadar. Pengiriman oksigen ke otak tergantung pada curah jantung,
kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap oksigen dan fungsi pernapasan.
Iskemia melebihi 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri
rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.
(Ganthikumar, 2016)
2.4 Tanda- tanda RJP ( Resuistasi Jantung Paru) yang Efektif
Menurut Suharsono (2008) suatu resusitasi jantung paru yang berhasil dapat
dievaluasi dari:
2.4.1 Penolong merasakan denyut nadi karotis korban
2.4.2 Pupil korban bereaksi terhadap rangsangan cahaya
2.4.3 Kulit korban tidak pucat
2.4.4 Pasien mulai bernafas spontan
2.4.5 Nadi berdenyut spontan
2.5 Komplikasi RJP ( Resuistasi Jantung Paru)
Resusitasi jantung paru yang dilakukan dengan cara yang tidak tepat dapat
menimbulkan komplikasi yang berbahaya, antara lain:
2.5.1 Patah tulang Sternum (dada)
2.5.2 Patah tulang iga
2.5.3 Cedera organ dalam
2.5.4 Muntah
(Aehlert, 2007: 228)
2.6 Langkah langkah Resusitasi Jantung Paru
2.6.1

Memastikan kondisi lingkungan sekitar aman bagi penolong

2.6.2

Memastikan kondisi kesadaran pasien

Penolong harus segera mengkaji dan menentukan apakah korban sadar atau
tidak. Penolong harus menepuk menggoyang bahu korban sambil bertanya dengan

jelas: hallo pak/ ibu apakah anda baik- baik saja? Jangan menggoyangkan korban
dengan kasar karena dapat mengakibatkan cedera. Juga hindari gerakan leher yang
tidak perlu pada kajian cedera kepala dan leher.

Memeriksa Kesadaran Korban


2.6.3

Mengaktifkan panggilan gawat darurat (Emergency Medical Services)


Jika korban tidak berespon, segera panggil bantuan dan segera

menghubungi 118 untuk memanggil ambulans. Jika ada orang lain disekitar
korban, minta orang tersebut untuk menelpon ambulans dan ketika menelpon
ambulans dan ketika menelpon memberitahukan hal hal berikut:
a. Lokasi korban
b. Nomor telpon yang anda pakai
c. Apa yang terjadi pada korban
d. Jumlah korban
7

e. Minta ambulans segera datang


f. Tutup telepon hanya jika diminta oleh petugas

Mengaktifkan panggilan gawat darurat


2.6.4

Memastikan posisi pasien tepat


Agar resusitasi yang diberikan efektif maka korban harus berbaring pada

permukaan yang datar, keras, dan stabil. Jika korban dalam posisi tengkurap atau
menyamping, maka balikan tubuhnya agar terlentang. Pastikan leher dan kepala
tersangga dengan baik dan bergerak bersamaan selama membalik pasien.

Memastikan posisi pasien tepat


8

2.7 Fase fase RJP ( Resusitasi Jantung Paru) sesuai Algoritma AHA, 2010
2.7.1

Fase 1 : Tunjangan Hidup Dasar ( Basic Life Support)

2010

Guidelines for CPR

2.7.1.1 C ( Circulation)

Mengkaji nadi / tanda sirkulasi: ada tidaknya denyut jantung korban/ pasien
dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/ pasien,
dengan dua tiga jari tangan ( jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba
pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian kedua jari digeser ke
bagian sisi kanan atau kiri kira- kira 1- 2 cm raba dengan lembut selama 5- 10
9

detik. Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa


pernapasan korban denan melakukan maneuver tengadah kepala topang dagu
untuk menilai penapasan korban/ pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan
pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

Mengecek nadi karotis korban

Melakukan kompresi Dada: Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung,
selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau kompresi jantung luar,
dilakukan dengan teknik sebagai berikut:

1) Menentukan titk kompresi ( center of chest ) cari prosesus xypoideus pada


sternum dengan tangan kanan, letakkan telapak tangan kanan, letakkan telapak
tangan kiri tepat 2 jari diatas prosesus xypoideus

10

Menentukan titik kompresi (center of chest)


2) Melakukan kompresi dada : kaitkan kedua jari tangan pada lokasi kompresi
dada, luruskan kedua siku dan pastikan mereka terkunci pada posisinya,
posisikan bahu tegak lurus diatas dada korban dan gunakan berat badan anda
untuk menekan dada korban sedalam minimal 100 hingga 120/menit atau
sekitar 18 detik. ( 1 siklus terdiri dari 30 kompresi: 2 ventilasi ). Lanjutkan
sampai 5 siklus CPR, kemudian periksa nadi karotis, bila nadi belum ada
lanjutan CPR 5 siklus lagi. Bila nadi teraba, lihat pernapasan ( bila ada upaya
napas) lakukan rescue breating dan check nadi tiap 2 menit.

Melakukan kompresi dada


2.7.1.2 A ( Airway )
Tindakan ini bertujuan mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Bukajalan napas dengan head tilt- chin lift/ jaw thrust. Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan spontan

11

kain ( fingers sweep), sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek
dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka
dengan teknik cross Finge, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk pada mulut korban.

Membuka jalan napas dengan head tilt- chin lif,jaw thrust


2.7.1.3 B (Breating)
Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung
ataumulut ke stoma ( lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dubutuhkan
untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 2 detik dan volume udara yang
dihembuskan adalah 7000 1000 ml ( 10ml/kg) atau sampai dada korban/ pasien
terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Kosentrasi
oksigen yang dapat diberikan hanya 16- 17%. Penolong juga harus
memperhatikan respon dari korban/ pasien setelah diberikan bantuan napas. Cara
memberikan batuan pernapasan.

12

Mulut ke mulut: penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan
mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik
agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong
harus menutup lubang hidung korban/ pasien dengan ibu jari telunjuk untuk
mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan
pada kebanyakan orang dewasa adalah 7000- 1000 ml ( 10 ml/kg).

Memberikan bantuan pernapasan mulut ke sungkup

Mulut ke hidung: teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut
korban tidak memungkinkan.

Mulut ke stoma: pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang


(stoma) yang menghubungkan trakea lansung ke kulit. Bla pasien engalami
kesulitan dalam pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke
stoma.

13

Setelah napas dan nadi korban ada, bila tidak ada kontraindikasi untk
mencegah kemungkinan jalan napas tersumbat oleh lidah, leher, atau muntah
berikan posisi recovery pada korban dengan langkah sebagai berikut:
a.

Letakkan tangan kanan korban yang dekat dengan anda dalam posisi lengan lurus
dan telapak tangan menghadap ke atas kearah paha korban.

b.

Letakkan lengan yang jauh dari anda menyilang diatas dada korban dan letakkan
punggung tangannya menyentuh pipinya.

c.

Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut korban yang jauh dari
anda sampai membentuk sudut 90 0

d.

Gulingkan korban kearah penolong.

e.

Lanjutkan untuk memonitor denyut nadi korban, tanda sirkulasi dan pernapasan
tiap 2 menit hingga bantuan datang.

Recovery Position
2.7.2

Fase II: Tunjangan Hidup Lanjutan ( advance life support)

14

Fase kedua merupakan fase yang dilakukan setelah tunjangan hidup dasar
berhasil diberikan. Fase ini terdiri atas:
a.

D (Drug): pemberian obat- obatan termasuk cairan untuk memperbaiki kondisi


korban/ pasien

b.

E ( ECG): melakukan pemeriksaan diagnosis elektrodiagrafis secepat mungkin


untuk mengetahui fibrilasi ventrikel.

2.7.3

Fase III: Tunjangan Hidup Terus Menerus ( prolonged life support).

a. G( Gauge): pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara


terus menerus dinilai divari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
b. H ( head): tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan system saraf dari
kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung
c. I (intensive care): perawtan insentif di ICU meliputi: tunjangan ventilasi,
pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung.
2.8 Hal- hal yang perlu di perhatikan selama RJP
Selama RJP, aliran darah ke paru- paru berkurang sehingga oksigenasi dan
ventilasi dapat dipertahankan dengan volume dan kecepatan napas yang lebih
kecil dari normal. Hiperventilasi akan berbahaya karena akan menaikkan
tekanan intratoraks yang akan menurunkan venous return jantung dan
mengurangi curah jantung serta beresiko menyebabkan distensi jantung.
Jangan melakukan lebih dari 2 rescue breath sebelum kembali lagi kompresi
dada. 1 siklus = 30 kompresi + 2 napas ( 30: 2 ). (Panacea. 2014 : 16 )

15

2.9 Bantuan Hidup Dasar Dewasa dan kualitas CPR Penolong Tidak Terlatih
Berikut adalah masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi
pembaharuan pedoman 2015 untuk CPR orang dewasa oleh penolong tidak
terlatih:
2.9.1

Hubungan penting dalam rantai kelangsungan hidup pasien dewasa di luar


rumah sakit tidak berubah sejalk 2010, dengan tetap menekankan pada
algoritma BLS deawasa universal yang disederhanakan.

2.9.2

Algoritma BLS dewasa telah diubah untuk menunjukkan fakta bahwa


penolong dapat mengaktifkan system tanggapan darurat ( misalnya, melalui
penggunaan ponsel) tanpa meninggalkan korban.

2.9.3

Masyarakat yang anggotanya berisiko terkena serangan jantung disarankan


menerapkan program PAD

2.9.4

Rekomendasi telah di perkuat untuk mendorong pengenalan langsung


terhadap kondisi korban yang tidak menunjukkan reaksi, pengaktifan system
tanggapan darurat, dan inisiasi CPR jika penolong tidak terlatih menemukan
korban yang tidak menunjukkan reaksi juga tidak bernafas dengan normal.

2.9.5

penekanan perihal identifikasi cepat terhadap kemungkinan serangan jantung


oleh operator telah ditingkatkan melalui penyediaan instruksi CPR secepatnya
kepada pemanggil.

2.9.6

Urutan yang disarankan untuk satu- satunya penolong telah dikonfirmasi:


penolong diminta untuk memulai kompresi dada sebelum memberikan napas
buatan ( C- A- B bukan A- B C) agar dapat menguragi penundaan kompresi
pertama.

16

2.9.7

Terdapat penekanan lanjutan pada karakteristik CPR berkualitas tinggi:


mengkompresi dada pada kecepatan dan kedalaman yang memadai,
membolehkan

recoil

dada

sepenuhnya

setelah

setiap

kompresi,

meminimalkan gangguan dalam kompresi, dan mencegah ventilasi yang


berlebihan.
2.9.8

Kecepatan kompresi dada yang di sarankan adalah 100 hingga 120/min


(diperbarui dari minimum 100/min).

2.9.9

Rekomendasi yang di klarifikasi untuk kedalaman kompresi dada pada orang


dewasa adalah minimum 2 inci (5 cm), namun tidak lebih besar dari 2,4 inci
(6 cm). (AHA, 2015: 5-6)

2.10 Program untuk penolong tidak terlatih dalam komunitas


2.10.1 Penekanan pada kompresi dada
Penolong tidak terlatih harus memberikan CPR hanya kompresi (handsonly) dengan atau tanpa panduan operator untuk korban serangan jantung dewasa.
Penolong harus melanjutkan CPR hanya kompresi hingga EAD atau penolong
dengan pelatih tambahan tiba. Semua penolong tidak terlatih, pada tingkat
minimum, harus memberikan kompresi dada untuk korban serangan jantung.
Selain itu, jika penolong terlatih mampu melakukan napas buatan, ia harus
menambahkan napas buatan dalam rasio 30 kompresi berbanding 2 napas buatan.
(AHA, 2015: 6)
2.10.2 Saat CPR berlangsung, penolong harus memberikan kompresi yang efektif pada
kecepatan (100 hingga 120/min) dan kedalaman yang sesuai sewaktu
meminimalkan jumlah dan durasi gangguan dalam kompresi dada. Komponen

17

tambahan CPR bekualitas tinggi mencakup membolehkan recoil dada sepenuhnya


setelah setiap kompresi dan mencegah ventilasi yang berlebihan.(AHA, 2015: 7)

2.11 Bantuan Hidup Dasar Dewasa dan Kualitas CPR


Berikut adalah masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi
pembaharuan pedoman 2015 untuk HCP:
2.11.1 Rekomendasi ini memungkinkan fleksibilitas untuk mengaktifkan pengaktifa
system tanggapan darurat untuk lebih menyesuaikan dengan kondisi klinis
HCP
2.11.2 Penolong terlatih didorong untuk menjalankan beberapa langkah secara
bersamaan dan upaya untuk mengurangi waktu untuk kompresi dada pertama
2.11.3 Tim terpadu yang terdiri atas penolong yang sangat terlatih dapat
menggunakan pendekatan terencana yang menyelesaikan beberapa langkah
dan penilaian secara bersamaan. Satu penolong akan mengaktifkan system
tanggapan darurat dan penolong kedua akan memulai kompresi dada,
penolong ketiga akan menyediakan ventilasi atau mengambil perangkat
kantong masker untuk napas buatan, dan penolong keempat mengambil dan
menyiapkan defibrillator.
2.11.4 Peningkatan penekanan telah ditetapkan pada CPR berkualitas tinggi
menggunakan target performa
2.11.5 Kecepatan kompresi diubah ke kisaran 100 hingga 120 / min.
2.11.6 Kedalam kompresi untuk pasien dewasa diubah ke minimum 2 inci (5 cm)
namun tidak melebihi 2,4 inci (6 cm).

18

2.11.7 Untuk mendukung recoil penuh dinding dada setelah setiap kompresi,
penolong harus menjaga posisi agar tidak tertumpu di atas dada di antara
kompresi.
2.11.8 kriteria untuk meminimalkan gangguan diklarifikasi dengan sasaran fraksi
kompresi dada setinggi mungkin dengan target mimimum 60 %
2.11.9 penggunaan teknik ventilasi pasif dapat dianggap sebagai bagian dari paket
perawtaan untuk korban OHCA.
2.11.10Untuk pasien yang sedang menjalani CPR dan memiliki saluran udara
lanjutan yang dipasang, laju ventilasi yang disederhanakan disarankan 1
napas buatan setiap 6 detik ( 10 napas buatan per menit ). ( AHA, 2015: 8)
2.11

Pengenalan Dan Pengaktifan Cepat System Tanggapan Darurat


HCP harus meminta bantuan terdekat bila mengetahui korban tidak

menunjikkan reaksi, akan lebih praktis bagi HCP untuk melanjutkan dengan
menilai pernapasan dan denyut secara bersamaan sebelum benar benar
mengaktifkan system tanggapan darurat. ( AHA, 2015: 10)
2.11.1 Penekanan pada Kompresi Dada.
Melakukan kompresi dada dan menyediakan ventilasi untuk semua pasien
dewasa yang mengalami serangan jantung adalah tindakan yang perlu dilakukan
HC, baik yang disebabkan maupun tidak disebabkan oleh jantung. ( AHA,
2015:10)
2.11.2 Kejut Atau CPR Terlebih Dahulu.

19

Untuk pasien dewasa yang mengalami serangan jantung dan terlihat jatuh
saat AED dapat segera tersedia, penting bahwa defibrillator dignakan secara
mungkin. ( AHA, 2015:11)
2.11.3 Kecepatan Kompresi Dada: 100 hingga 120 /min
Pada orang dewasa yang menjadi korban serangan jantung, penolong perlu
melakukan kompresi dada pada kecepatan 100 hingga 120 /min. ( AHA, 2015:11)
2.11.4 Kedalaman Kompresi Dada
Sewaktu melakukan CPR secara manual, penolong harus melakukan
kompresi dada hingga kedalaman minimal 2 inci (5 cm) untuk dewasa rata-rata,
dengan tetap menghindari kedalaman kompresi dada yang berlebihan (lebih dari
2,4 inci [6 cm].(AHA, 2015: 7)
2.11.4 Rekoil Dada
Penting bagi penolong untuk tidak bertumpu di atas dada di antara kompresi
untuk mendukung recoil penuh dinding dada pada pasien dewasa saat mengalami
serangan jantung.

( AHA, 2015:11)

2.11.5 Komponen CPR Berkualitas Tinggi untuk Penyedia BLS


Komponen

Dewasa dan anak


Remaja

Anak anak ( usia 1


tahun hingga pubertas)

Bayi
( usia kurang dari 1 tahun,
tidak termasuk bayi baru
lahir)

Keamanan
lokasi

Pastikan lingkungan Pastikan


lingkungan Pastikan lingkungan telah
telah aman untuk telah aman
untuk aman untuk penolong dan
penolong dan korban penolong dan korban
korban

Pengenalan
serangan
jantung

Periksa
adanya
reaksi napas terhenti
atau
tersenggal
( misalny napas tidak
normal)

Periksa adanya reaksi


napas
terhenti
atau
tersenggal ( misalny
napas tidak normal)

Periksa adanya reaksi napas


terhenti atau tersenggal
( misalny napas tidak
normal)

Tidak ada denyut yang Tidak


20

ada

denyut

yang

Pengaktifan
system
tanggapan
darurat

Tidak ada denyut


yang teraba dalam
10
detik.
( pemeriksaan napas
dan denyut dapat
dilakukan
secara
bersamaan kurang
dari 10 detik)

teraba dalam 10 detik.


( pemeriksaan napas dan
denyut dapat dilakukan
secara bersamaan kurang
dari 10 detik)

teraba dalam 10 detik.


( pemeriksaan napas dan
denyut dapat dilakukan
secara bersamaan kurang
dari 10 detik)

Jika anda sendiri


tanpa
ponsel
tinggalkan
korban
untuk mengaktifkan
system
tanggapan
darurat
dn
mengambil
AED
sebelum
memulai
CPR atau kirim
orang lain untuk
melakukannya dan

mulai
CPR
secepatnya, gunakan

AED segera setelah


tersedia.

Korban terlihat jatuh


pingsan

Korban terlihat jatuh


pingsan

ikuti langkah langkah


untuk orang dewasa dan
anak remaja di sebelah
kiri

ikuti langkah langkah


untuk orang dewasa dan
anak remaja di sebelah kiri

korban tidak terlihat


jatuh pingsan

korban tidak terlihat jatuh


pingsan

Rasio
kompresi
ventilasi
tanpa
saluran
udara
lanjutan

1 atau 2 penolong

berikan CPR selama 2


menit
tinggalkan korban untuk
mengaktifkan
system
tanggapan darurat dan

mengambil AED
kembali ke anak atau

bayi lanjutkan CPR,


gunakan AED segera
setelah tersedia
1 penolong

30: 2

30: 2

30: 2

2 penolong atau lebih

2 penolong atau lebih

Rasio
kompresi
ventilasi
tanpa
saluran
udara
lanjutan

Kompresi
berkelanjutan pada
kecepatan 100- 120
inci/ min

Berikan 1
napas buatan setiap 6
detik ( 10 napas
buatan/min)
100- 120 inci/min

Kecepatan
kompresi

15: 2

Kompresi
berkelanjutan pada
kecepatan 100- 120 inci/
min

Berikan 1 napas
buatan setiap 6 detik ( 10
napas buatan/min)
100- 120 inci/min

21

berikan CPR selama 2 menit


tinggalkan korban untuk
mengaktifkan
system
tanggapan
darurat
dan
mengambil AED
kembali ke anak atau bayi
lanjutkan CPR.
gunakan AED segera setelah
tersedia
1 penolong

15: 2

Kompresi
berkelanjutan pada
kecepatan 100- 120 inci/
min

Berikan 1 napas
buatan setiap 6 detik ( 10
napas buatan/min)
100- 120 inci/min

Kedalaman
kompresi

Penempata
n tangan

Minimum 2 inci ( 5
cm)

2 tangan berada di
separuh
bagian
bawah tulang dada
( sternum)

Minimum sepertiga dari


diameter AP dada sekitar
2 inci inci ( 5 cm)

Minimum sepertiga dari


diameter AP
Sekitar 1 inci (4 cm)

2 tangan atau 1 tangan 1 penolong


berada di separuh bagian
bawah
tulang
dada 2 jari di tengah dada ,tepat
di bawah baris putting.
( sternum)
2 penolong atau lebih
2 tangan dengan ibu jari
bergerak melingkat dibagian
tengah dada, tepat di bawah
baris putting.

Recoil dada

Lakukan
recoil
penuh dada setelah
setiap kali, jangan
bertumpu di atas
dada setelah setiap
kali kompresi.

Lakukan recoil penuh


dada setelah setiap kali,
jangan bertumpu di atas
dada setelah setiap kali
kompresi.

Lakukan recoil penuh dada


setelah setiap kali, jangan
bertumpu di atas dada
setelah setiap kali kompresi.

Meminimal
kan
gangguan

Batasi gangguan
dalam kompresi
dada menjadi kurang
dari 10 detik

Batasi gangguan dalam


kompresi dada menjadi
kurang dari 10 detik

Batasi gangguan dalam


kompresi dada menjadi
kurang dari 10 detik

( AHA, 2015: )

2.12 Penyedia layanan kesehatan BLS Algoritma Serangan Jantung pada orang
dewasa

22

23

(AHA, 2015)
2.13 Trauma Resusitasi jantung paru
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau
dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun
isi dari cavum thorax (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada. (Handaya, 2011)
Trauma thorax atau cedera dada dapat menyebabkan kerusakan dinding
dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ disekitarnya termasuk
viscera (berbagai organ dalam besar didalam rongga dada. (Handaya, 2011)
Beberapa trauma yang dapat terjadi pada dinding dada
2.13.1

Fraktur iga dan sternum.

24

Komplikasi ini sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan
walaupun terasa ada fraktur iga. Posisi tangan yang salah saat melakukan
kompresi dada dapat menyebabkan fraktur iga. ( Adam, 2013)
2.13.2

Hemothorax

Robeknya pembuluh darah interkosta dan laserasi paru- paru dapat


mengakibatkan terkumpulnya darah dalam rongga dada. Tingkat kegawatan
hemothorax bergantung pada jumlah dan kecepatan perdarahan thorax. (Handaya,
2011)
2.13.3

Contusio paru

Contusio paru merupakan kerusakan jaringan paru yang terjadi pada


hemoragi dan edema setempat. Kontusio paru berhubungan dengan trauma dada
ketika terjadi kompresi dan dekompresi cepat pada dinding dada(trauma tumpul).
(Handaya, 2011)
2.13.4

Flail chest

Flail chest terjadi jika dua atau lebih iga yang berdekatan fraktur pada satu
tempat atau lebih sehingga mengakibatkan segmen iga melayang bebas. Sebagai
akibatnya, dinding dada kehilangan stabilitasnya dan mengakibatkan kerusakan
pernafasan dan kondisi gawat nafas. (Handaya, 2011)
2.13.5

Laserasi hati dan limpa

Posisi tangan yang terlalu rendah akan menekan procesus xipoideus ke arah
hepar/limpa dan menyebabkan cedera pada hati dan limpa. (Adam.2013)
2.14 Spesifik Penolong Yang Dapat Memberikan RJP
2.14.1

Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)

25

Untuk orang awam yang tidak berpengalaman hanya kompresi dada yang
dilakukan.
2.14.2

Penolong yang terlatih (Trained lay rescuer) harus memberikan

kompresi dada untuk pasien yang SCA dan dapat memberikan ventilasi
dengan maka perbandingan 30 : 2. 5
2.14.3

Penyedia pelayan kesehatan (Healthcare Provider). (Ganthikumar,

2016)
2.15

Tanda RJP Boleh Dihentikan

Tindakan RJP ini hanya boleh dihentikan bila :


2.16.1 RJP sudah berhasil
2.16.2 Ada orang lain yang menggantikan
2.16.3 Penolong kelelahan
2.16.4 Penderita sudah meninggal (pupil makin melebar). (Simposium et al., 2013)

26

BAB III
KESIMPULAN

Resusistasi Jantung Paru adalah suatu teknik yang sangat berguna


untuk menyelamatkan nyawa dalam keadaan darurat, termasuk serangan
jantung atau hamper tenggelam, di mana napas seseorang atau detak jantung
telah berhenti. The American Heart Assosiation merekomendasikan bahwa
setiap orang atau tenaga medis harus memulai RJP dengan penekanan dada.
Walaupun, seseorang kekurang ilmu pengetahuan atau pengalaman apabila
melakukan penekanan dada pada seseorang henti napas atau henti dettak jantung
ia dapat menyelamatkan nyawa oran tersebut . Hal ini jauh lebih baik daripada
tidak melakukan apa-apa. RJP dapat tetap menjaga aliran oksigen yang
adekuat ke otak dan organ vital lainnya sampai ia dapat memulihkan
denyut jantung normal.Apabila, seseorang kekurangan oksigen dalam darah ia
akan menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permenen dalam beberapa
menit.

27

Daftar Pustaka

Aehlert, Barbara. 2007. Emergency Medical Responder: first responder in action.


Rusia: The McGraw-Hill Companies
AHA. 2010. Highlights of the 2010 American Hearth AssosiationGuidelines for
CPR and ECC
AHA. 2015. Highlights of the 2015 American Hearth AssosiationGuidelines for
CPR and EC
Ganthikumar, K. (2016). INDIKASI DAN KETERAMPILAN RESUSITASI
JANTUNG PARU ( RJP ) Kaliammah Ganthikumar Program Studi
Pendidikan Dokter , Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Resusistasi
Jantung Paru adalah suatu teknik yang sangat berguna untuk menyelamatkan
nyawa dalam kead, 6(1).
Simposium, M., In, E., Activities, F., Team, H. E., & Barat, S. (2013). Curiculum
vitae Pemateri, (April), 122.
Sharudin, N. A. 2010. AHA Guidelines for CPR and ECC. Bandung
Suharsono. T., Ningsih. D. K. 2008. Penatalaksanaan Henti Jantung di Luar
Rumah Sakit sesuai dengan Algoritma AHA 2005. Malang : UMM Press

28

Handaya, Adeodatus.Y. 2011. Diakses dari http://dokteryudabedah.com/traumatorax/ pada 12 September 2016 pukul 10.00 WIB
Adam, Muhamad.2013. Diakses
darihttps://www.scribd.com/doc/141917610/Pedoman-Baru-ResusitasiJantung-Paru-Bahasa-Indonesia-Update-AHA-2010 pada 12 September 2016
pukul 10.16 WIB

29

Anda mungkin juga menyukai