Tugas Pengemasan Bhy
Tugas Pengemasan Bhy
1.1
Pendahuluan
Latar Belakang
menyimpan makanan yang masih panas, maka akan terjadi reaksi kimia antara
plastik dengan makanan tersebut. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara
suhu dan laju reaksi, yaitu semakin tinggi suhu sistem maka laju reaksinya akan
berjalan lebih cepat. Sacramento Tarigan selaku Kepala Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan,
menghimbau agar masyarakat tidak menggunakan kantung plastik kresek
berwarna untuk membungkus makanan siap santap. Peringatan tersebut terkait
dengan bahaya plastik kresek, khususnya plastik berwarna hitam yang biasanya
digunakan sebagai wadah gorengan yang panas. Jenis kemasan makanan yang
diteliti oleh BPOM pusat yakni kantong plastik kresek, styrofoam, plastik polivinil
klorida (PVC), plastik polietilen (PE) dan polipropilen (PP) dinyatakan bahaya
untuk membungkus makanan siap santap.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa plastik tidak boleh
digunakan sebagai penyimpan makanan. Oleh karena itu, penulis mengangkat
judul Bahaya Plastik sebagai Pembungkus Makanan karena masih banyak
masyarakat belum menyadari bahwa plastik memiliki bahan-bahan berbahaya
yang tidak baik untuk kesehatan manusia.
2.1
Rumusan Masalah
3.1
(1)
Tujuan
Untuk mengetahui bahan yang terkandung dalam plastik.
(2)
Untuk mengetahui bahaya plastik bagi kesehatan jika digunakan sebagai
pembungkus makanan.
II. Pembahasan
2.1
Plastik merupakan bahan yang sangat murah dan mudah didapat karena pada
umumnya pembuatannya dari bahan sintetik yaitu polistirena dan atau PVC
(polivinil klorida). Pada pembuatan plastik tertentu agar tahan panas,
ditambahkan senyawa penta kloro difenil atau PCB sebagai satic agent. Jika
plastik tersebut semakin tahan panas, maka kandungan PCB makin banyak serta
kualitasnya semakin bagus. Dalam plastik tersebut terdapat zat-zat adiktif, salah
satunya ialah Bisphenol A (BPA). Dari berbagai penelitian, telah terbukti bahwa
dalam plastik terdapat kandungan Bisphenol A (BPA) sedikitnya 95%. Bisphenol A
(BPA) adalah bahan kimia industri yang sudah hadir dalam botol plastik keras
yang dikenal sebagai polikarbonat dan makanan berbasis logam dan kaleng
minuman sejak 1960-an, yang telah digunakan dalam berbagai produk
konsumen, termasuk botol air yang dapat digunakan kembali seperti botol bayi.
BPA juga ditemukan di epoxy resin, yang bertindak sebagai lapisan pelindung
pada bagian dalam makanan berbasis logam dan kaleng minuman.
Berdasarkan bahan penyusunnya, plastik diklasifikasikan dan diberi kode yang
biasanya tertulis di bagian bawah kemasan. Kode ini berupa angka 1-7 yang ada
di dalam segitiga, dan di bawah segitiga ini ada kode berupa huruf seperti
berikut:
a.
PETE atau PET (polyethylene terephthalate). Kode angka satu berarti
plastik terbuat dari polyethylene terephthalate. Biasanya berwarna bening atau
transparan dan banyak digunakan antara lain untuk botol air mineral atau botol
air minum dalam kemasan seperti soda, jus, atau isotonik.
b.
HDPE (high density polyethylene). Plastik dengan kode jenis dua ini
memiliki sifat semi fleksibel, keras, tahan larutan kimia, lembab, dan memiliki
permukaaan licin tetapi buram.
c.
PVC (polyvinyl chloride) adalah plastik dengan kode angka tiga yang paling
sulit didaur ulang. Plastik ini terbuat dari vinil klorida. Plastik jenis ini biasa
digunakan untuk selang atau pipa air, bisa juga ditemukan pada plastic
pembungkus (cling wrap). Kandungan dari PVC yaitu DEHA yang terdapat pada
plastik pembungkus.
d.
LDPE (low density polyethylene) merupakan plastik dengan kode jenis
empat yang biasa dipakai untuk tempat makanan dan botol-botol yang lembek.
e.
PP (polypropylene) adalah jenis plastik dengan kode angka lima yang
tersusun dari propilen-propilen.
f.
PS (polystyrene) merupakan plastik dengan kode angka enam yang terbuat
dari zat kimia bernama styrene. Biasa dipakai sebagai tempat bahan makan
styrofoam.
g.
Mayoritas plastik seperti PVC, agar tidak bersifat kaku dan rapuh maka
ditambahkan dengan suatu bahan pelembut (plasticizers). Bahan pelembut ini
mayoritas terdiri atas kumpulan ftalat (ester turunan dari asam ftalat). Beberapa
contoh pelembut adalah epoxidized soybean oil (ESBO), di(2-ethylhexyl)adipate
(DEHA), dan bifenil poliklorin (PCB) yang digunakan dalam industri pengepakan
dan pemrosesan makanan, acetyl tributyl citrate (ATBC) dan di(2-ethylhexyl)
phthalate (DEHP) yang digunakan dalam industri pengepakan film (Sheftel,
2000).
2.2
Menurut kajian dari National Institute of Health (NIH), plastik yang mengandung
bisphenol-A sebagai bahan utamanya dapat mempengaruhi perkembangan otak
pada janin dan bayi yang baru lahir. Bahan ini mampu meran`gsang
pertumbuhan sel kanker atau memperbesar resiko keguguran kandungan.
Dalam plastik, agar tidak bersifat kaku dan rapuh ditambahkan suatu bahan
pelembut seperti yang telah dipaparkan di atas. Namun, penggunaan bahan
pelembut ini yang justru dapat menimbulkan masalah kesehatan. Sebagai
Selain itu, yang perlu diwaspadai dari penggunaan plastik dalam industri
makanan adalah kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Contohnya
adalah penggunaan kantong plastik hitam (kresek) untuk membungkus makanan
seperti gorengan dan lain-lain. Menurut Made Arcana, ahli kimia dari Institut
Teknologi Bandung yang dikutip Gatra edisi Juli 2003, zat pewarna hitam ini kalau
terkena panas (misalnya berasal dari gorengan), bisa terurai, terdegradasi
menjadi bentuk radikal. Zat racun itu bisa bereaksi dengan cepat, seperti
oksigen dan makanan. Kalaupun tidak beracun, senyawa tadi bisa berubah jadi
racun bila terkena panas. Bentuk radikal ini karena memiliki satu elektron tidak
berpasangan menjadi sangat reaktif dan tidak stabil sehingga dapat berbahaya
bagi kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh berkembang tidak
terkontrol seperti pada penyakit kanker. Namun, belum dapat dipastikan
munculnya kanker ini disebabkan kantong plastik yang beracun atau karena
faktor dari makanan itu sendiri. Hal ini perlu dibuktikan, karena banyak faktor
yang menentukan terjadinya kanker, misalnya kekerapan orang mengonsumsi
makanan yang tercemar, sistem kekebalan, faktor genetik, kualitas plastik, dan
makanan. Apabila terakumulasi, bisa menimbulkan kanker.
Styrofoam yang sering digunakan orang untuk membungkus makanan atau
untuk kebutuhan lain juga dapat menimbulkan masalah. Menurut Prof. Dr. Hj.
Aisjah Girindra, ahli biokimia Departemen Biokimia FMIPA-IPB, hasil survei di AS
pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 100% jaringan lemak orang Amerika
mengandung styrene yang berasal dari styrofoam (Iqmal Tahir, 2009). Penelitian
dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah mencapai ambang
batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. Penelitian di New Jersey
lebih mengkhawatirkan lagi ditemukan 75% ASI (air susu ibu) terkontaminasi
styrene. Hal ini terjadi akibat si ibu menggunakan wadah styrofoam saat
mengonsumsi makanan. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa styrene
bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang sedang
mengandung. Dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan
styrene dalam tubuh. Akibatnya bisa muncul gejala saraf, seperti kelelahan,
gelisah, sulit tidur, dan anemia.
Selain menyebabkan kanker, sistem reproduksi seseorang bisa terganggu.
Berdasarkan hasil penelitian, styrofoam bisa menyebabkan kemandulan atau
menurunkan kesuburan. Anak yang terbiasa mengonsumsi makanan yang
dibungkus styrene juga bisa kehilangan kreativitas dan pasif. Mainan anak yang
terbuat dari plastik yang diberi zat tambahan ftalat agar mainan menjadi lentur
juga dapat menimbulkan masalah. Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para
pakar kesehatan di Uni Eropa menyebutkan bahwa bahan kimia ftalat banyak
menyebabkan infeksi hati dan ginjal. Oleh karena itu, Komisi Eropa melarang
penggunaan ftalat untuk bahan pembuatan mainan anak.
III. Penutup
3.1
Simpulan
(1) Bahan yang terkandung dalam plastik adalah Bisphenol A dan bahan
pelembut (plasticizers).
3.2
Saran
Daftar pustaka
vhievhie. 27 Agustus 2009. Bahayanya plastik pembungkus makanan(Online),
(www.beritaterkinionline.com, diakses 31 oktober 2010).
Tahir, Iqmal. 7 November 2009. Bahaya Styrofoam Pembungkus
Makanan(Online), (citizennews.suaramerdeka.com, diakses 31 oktober 2010).
Aris, Dwi. 2010. Awas! Bahaya Plastik Daur Ulang (Online), (dwiaris.web.id,
diakses 31 oktober 2010).
-. 30 Juni 2010. Bahaya dibalik Kemasan Plastik Makanan(Online),
(www.2lisan.com, diakses 31 oktober 2010).
-. 2009. Bahaya Penggunaan Kantong Kresek Warna Hitam sebagai
Pembungkus Makanan(Online), (hariansib.com, diakses 31 oktober 2010).
Akhmadi . 16 Juni 2009. Mengurangi Bahaya Plastik(Online), (www.rajawana.com,
diakses 31 oktober 2010).