Anda di halaman 1dari 8

A.

Identitas Pasien
a. Nama
b. Umur
c. Alamat
d. Pekerjaan
e. TTL
f. Suku
g. Jenis Kelamin

:N
: 37 Tahun
: Desa Batu Labbo
: IRT
:
: Bugis
: Perempuan

B. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien pada hari Rabu 13 Januari 2016 pukul
10.00 WITA di Puskesmas Banyorang. Pasien berusia 37 tahun mengeluh sering
pusing sejak 3 hari yang lalu, memberat saat berubah posisi terutama saat
berbaring, berdiri, dan bangun,. Dan meringan saat istirahat. Pasien merasa
disekelilingya berputar dan pengelihatan menjadi kabur. pasien mengeluh
pusing disertai mual tetapi tidak muntah. Pasien tidak mengeluh demam. Pasien
tidak mengeluh batuk dan flu.
C. Pemeriksaan
a. Tanda Vital
TD
:
Nadi
:
Pernapasan
:
Suhu
:
b. Status Gizi
BB
: 16 Kg
TB
:
IMT
:
c. Pemeriksaan Fisis
Inspeksi
:
Palpasi
:
Perkusi
:
Auskultasi
: Bisisng usus menurun
d. Pemeriksaan penunjang : e. Diagnosis
: susp. Askariasis
f. Dif. Diagnosis
:
g. Perencanaan terapi
: Pirantel pamoat
D. Diskusi dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering digambarkan
sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing
(dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri
kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan
nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.1
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar
sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan
pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak
penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang
dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh
penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan
keseimbangan.1,2
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang
dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada
BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.
Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi
ini terjadi akibat gangguan otolit.3,4,5
II. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang
sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada
perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35
tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. 6,7
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang
yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi
secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang
dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir
menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa,
sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih
tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang
terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3
kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior) dan kss
posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus. 8,9,10

Keseimbangan dan orientasi tubuh


seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor
vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor
sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada
saat itu. 8
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin
membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat
makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik
terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh suatu substansi
gelatin yang disebut kupula. 8,9,10

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh


akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut
akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan
akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan
impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia
terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi. 8,10
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.8
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat
menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa
vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.8
IV. ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang
yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah.
BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia. 13
V. PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia
menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia
(otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada
permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif
akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan
benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi
netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke
belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari

inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus
dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal
ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
4,6,14,15
Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam
KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini
berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini
menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali,
terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi.
Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan
teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay" (latency)
nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi
manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan
vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability"
dari gejala pusing. 4,6,14,15
VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo
bisa diikuti dengan mual. 6
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi
neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara
melakukannya sebagai berikut :3,5
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang
kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat
nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di
KSS posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai
kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan selama
10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.

- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan dan
penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat


gerakan provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi
nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya
serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.3
VII. DIAGNOSIS BANDING
Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu
kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat,
serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga
empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala dan
dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan
selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak
ada perubahan pendengaran.9
Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam.
Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau
kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada
struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.
Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal
ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan
oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas
ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi
vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber
dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik
yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin. 9

Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan
mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media
oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai
beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang
kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat
disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya bertambah. 16
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat
pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang diperlihatkan
pada gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejalagejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk
menghilangkan debris. 6

Pasien digerakkan dalam 4 langkah,


dimulai dengan posisi duduk dengan kepala dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1)
pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2)
kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas
dan telinga yang tidak terkena berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian
dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi
wajah menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien
dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah 1.6
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal
berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial
pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis
semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama
nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi
langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi
pendengaran.6

IX. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi
dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali
pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. 4
DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May 30th].
Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html
2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 2000. p.341-59
3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal. 104-9
4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
5. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM [online] 2009 [cited
2009 May 30th]. Available from : http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
6. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis
& treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill
Companies. 2004. p 761-5
7. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [online] 2009 [cited 2009 May 20th]. Available
from : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=23.
8. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
9. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor :
Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45
10. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
11. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online] 2009 [cited
2009 May 30th]. Available from :http://www.drtbalu.com/BPPV.html
12. Anonym. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. [online] 2009 [cited 2009 May
30th]. Available from : http://cache-media.britannica.com/eb-media/86/4086-004EA855487.gif
13. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm
14. Bojrab DI, Bhansali SA, Battista RA. Peripheral Vestibular Disorders. In: Jackler RK &
Brackmann DE, Editor: Textbook of Neurotology. St. Louis, Missouri : Mosby. 1994. p 62933
15. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
16. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre. Dalam
: KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94

Anda mungkin juga menyukai