Anda di halaman 1dari 10

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Nilai Standar Luas Lahan Untuk Pembangunan Rumah Susun


Di Indonesia
Cipta Althaf Ronaza(1), Denny Zulkaidi(2)
(1)

Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.
(2)

Abstrak
Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan yang tidak disertai dengan penambahan lahan
mengakibatkan perumahan harus dibangun secara vertikal untuk dapat menampung lebih banyak
penduduk. Konsep hunian vertikal tersebut di Indonesia dikenal dengan sebutan rumah susun.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak rumah susun yang dibangun terlalu padat
dan melebihi daya tampungnya sehingga tidak layak huni bagi penghuninya. Memang telah ada
ketentuan teknis yang mengatur pembangunan rumah susun, namun ketentuan teknis tersebut
belum lengkap sehingga akibatnya masalah berupa rumah susun yang tidak layak huni masih saja
terjadi. Salah satu ketentuan tersebut yaitu mengenai luas lahan minimum seluas 5000 m2 yang
hanya dapat mengatur jenis rumah susun rendah pun sehingga tidak dapat menjamin pembangunan
semua rumah susun dengan layak huni. Berdasarkan hasil kajian ini, rekomendasi nilai standar luas
lahan rumah susun layak huni adalah 16 m2/penghuni untuk jenis rumah susun rendah (1-4 lantai)
dengan luas minimum 3355 m2 dan kepadatan penghuni maksimum 625 org/Ha , 8 m2/penghuni
untuk rumah susun sedang (5-8 lantai) dengan luas minimum 4451 m2 dan kepadatan penghuni
maksimum 1250 org/Ha, dan 5 m2/penghuni untuk rumah susun tinggi (>8 lantai) dengan luas
minimum 7658 m2 dan kepadatan penghuni maksimum 2000 org/Ha.
Kata-kunci : standar, kepadatan, rumah susun, rasio luas lahan, luas minimum

Pendahuluan
Rumah susun hunian pada dasarnya merupakan
bangunan hunian yang dibangun dengan tujuan
pemenuhan kebutuhan tempat tinggal secara
bersama. UU No. 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun menyebutkan bahwa definisi dari
rumah susun yaitu bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang berfungsi untuk tempat
hunian beberapa penduduk. Fungsi tempat
hunian
bersama
tersebut
mendatangkan
beberapa
dampak
positif
terhadap
pembangunan. Pembangunan rumah susun
dapat mengurangi penggunaan tanah atau

lahan dan membuat ruang terbuka lebih lega


khususnya di perkotaan (Santoso, 2010).
Pembangunan rumah susun atau hunian vertikal
sebenarnya merupakan salah satu alternatif
solusi dari persoalan backlog dan permukiman
kumuh yang terjadi pada mayoritas kota-kota
besar di dunia ini, khususnya di negara
berkembang seperti di Indonesia. Backlog
merupakan fenomena yang menunjukkan
adanya selisih negatif dari jumlah keluarga
dengan jumlah rumah yang tersedia atau
terbangun (BPS, 2015). Sedangkan permukiman
kumuh
adalah
kawasan
yang
proses
pembentukannya disebabkan oleh keterbatasan
kota dalam menampung perkembangan kota
sehingga timbul kompetisi dalam penggunaan
lahan perkotaan (Silas, 1985). Persoalan backlog
dan perumahan kumuh ini timbul akibat dari
keterbatasan lahan dan adanya gap antara
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3 | 691

Standar Luas Lahan untuk Perencanaan Pembangunan Rumah Susun di Indonesia

permintaan dan ketersediaan perumahan


(Chaucan, 1996; Velaga dan Price, 2009;
Erick,2010).
Indonesia memiliki persoalan yang serius terkait
gap antara penyediaan rumah dengan
kebutuhan rumah ini. Berdasarkan data yang
disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Properti
Indonesia (PSPI), Panangian Simanungkalit,
pada tahun 2014 di Indonesia terdapat backlog
dengan jumlah sebesar 15 juta unit (Harian
Kompas, 6 Desember 2014). Angka ini akan
terus meningkat mengingat laju urbanisasi dan
angka kelahiran penduduk Indonesia sebagai
faktor utama penyebab gap tersebut juga
semakin meningkat. Mengingat tempat tinggal
adalah kebutuhan dasar, semua persoalan
khusunya gap tempat tinggal tentu sebisa
mungkin harus di atasi. Penyediaan tempat
tinggal yang optimal secara fungsi lahan adalah
salah satu solusi yang baik untuk merumahkan
penduduk di kota-kota besar.Salah satu bentuk
penyediaan tempat tinggal yang optimal yaitu
dengan
pembangunan
bangunan
hunian
bertingkat atau rumah susun hunian (Yeh,
2000).

Pada
beberapa
tahun
ke
belakang,
pembangunan rumah susun hunian sendiri di
Indonesia sudah cukup marak dilakukan,
namun ternyata semuanya tidak terlepas dari
beragam persoalan. Rumah susun hunian
tersebut dibangun dengan beragam jenis
mulai dari rumah susun sederhana sampai
apartemen. Ternyata, rumah susun hunian
yang telah dibangun tersebut menimbulkan
persoalan
baru
bagi
penduduk
dan
lingkungan sekitarnya. Hasil temuan Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN,
2012) menyebutkan di antara persoalan yang
sering dikeluhkan penghuni (penduduk yang
tinggal
dalam
rumah
susun)
yaitu
pengelolaan rumah susun oleh pengembang
yang buruk, kualitas bangunan yang tidak
memadai, banyaknya persoalan teknis yang
terjadi seperti kebocoran pipa, lantai kamar
mandi, dan parkir yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. Dalam temuan BPKN tersebut
salah satunya disebutkan ada kasus dimana
rumah susun dengan kapasitas 7000 sarusun
hanya menyediakan lahan parkir untuk 2000
mobil saja.
692 |Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3

Persoalan fisik yang lebih disoroti pada kasuskasus di atas dalam hal ini yaitu persoalan fisik
yang
berkaitan
dengan
kuantitas
atau
penyediaan komponen-komponen pada rumah
susun. Sebenarnya, persoalan kuantitas atau
penyediaan komponenrumah susun tersebut
dapat teratasi jika perencanaannya benar
terutama perencanaan terkait luas lahan atau
dalam konteks rumah susun disebut tanah
bersama rumah susun. Namun di Indonesia
perencanaan luas lahan rumah susun ini sendiri
seringkali tidak terlaksana dengan baik.Hal
inidikarenakan saah satunya oleh perencanaan
luas lahan untuk rumah susun yang tidak
dilakukan berdasarkan ketentuan penyediaan
luas lahan untuk sebuah rumah susun. Hal inilah
yang berpotensi menimbulkan
beragam
masalah-masalah teknis, karena luas lahan
merupakan penjumlahan dari luas setiap
komponen rumah susun.
Perencanaan luas lahan rumah susun hunian di
Indonesia sampai sekarang belum memiliki
aturan secara lengkap. Padahal undang-undang
pertama mengenai rumah susun telah ada
semenjak tahun 1985. Bahkan setelah revisi
terakhir undang-undang rumah susun tersebut
pada tahun 2011, persoalan luas lahan rumah
susun ini masih belum teratasi. Masih banyak
rumah susun di Indonesia yang luasnya tidak
ideal bagi penghuninya seperti pada beberapa
fakta yang telah disebutkan. Persoalan ini masih
belum teratasi sampai sekarang bukan karena
tidak adanya aturan atau standar melainkan
karena aturan yang ada belum lengkap
mengatur penyediaan lahan rumah susun.
Terdapat aturan mengenai intensitas maksimum
penduduk pada rumah susun dengan KDB
(Koefisien Dasar Bangunan) sebesar 34% dan
KLB (Koefisien Lantai Bangunan) sebesar 1,105
maksimal 1528 jiwa pada SNI 03-2846-1992
namun itu ternyata tidak operasional di semua
keadaan terutama keadaan saat ini. Begitupun
terdapat aturan pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum tahun 1992 yang mengatur
hanya persentase luas lahan per bagian
komponen rumah susun, tidak mengatur
bagaimana penyediaan tanah bersama untuk
rumah susun secara keseluruhan. Belum
tersedianya aturan yang jelan yang mengatur
penyediaan luas lahan seperti dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI), peraturan oleh
pemerintah, peraturan oleh kementerian terkait
seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU),

Cipta Althaf Ronaza

Kementerian Perumahan
Direktorat
Jenderal
mengindikasikan bahwa
yang dilakukan berkaitan

Rakyat (Menpera), dan


Perhubungan
Darat
belum ada Penelitian
dengan hal tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk


merumuskan standar luas lahan yang belum
lengkap dan tepat dalam perencanaan
pembangunan rumah susun di Indonesia
dengan sasaran sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi kriteria kebutuhan yang
harus dipenuhi terkait dengan luas lahan
yang harus disediakan untuk sebuah rumah
susun.
b. Mengidentifikasi
dan
menentukan
komponen-komponen perhitungan luas lahan
rumah susun dan satuannya.
c. Membuat model perhitungan luas lahan
rumah susun.
d. Melakukan
simulasi
terhadap
model
perhitungan luas lahan rumah susun yang
telah dibuat dengan beberapa studi kasus
dan skenario.
e. Melakukan verifikasi terhadap hasil dari
simulasi model perhitungan luas lahan rumah
susun dengan data aktual.
f. Merumuskan
standar
luas
lahan
pembangunan rumah susun.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat eksploratori karena
mencari sesuatu yang baru. Pendekatan
pembuatan
penelitianini
yaitu
berupa
pendekatan pendekatan nofmaitf (mengacu
pada aturan) dan empiris berupa permintaanpenyediaan (luas lahan yang disediakan dengan
persepsi penghuni).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Perumusan nilai standar luas lahan dilakukan
dengan perhitungan matematis secara deduktif.
Pertanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah
merupakan pertanyaan yang terbuka dengan
pendekatan-pendekatan pre-determined (sudah
ditentukan sebelumnya).
Strategi penelitian ini yaitu survei dan
eksperimen. Survei dilakukan sebagai strategi
untuk mendapatkan kecenderungan persepsi
penghuni terhadap luas lahan rumah susunnya,
sedangkan eksperimen untuk menentukan nilai

standar luas lahan yang paling tepat di antara


beberapa skenario yang diajukan.
Tinjauan Literatur
Acuan Standar Luas Lahan Rumah Susun
Setiap standar terntunya memiliki acuan sebagai
patokan yang harus terpenuhi ketika nanti
standar tersebut akan diberlakukan. Pada
penelitian ini, sesuai dengan tujuan besar
penelitian dimana dengan penelitian ini
diharapkan rusun yang dibangun dapat layak
huni maka setidaknya untuk layak huni minimal
kebutuhan minimum penghuninya terpenuhi.
Newmark
dan
Thompson
(1977)
menerjemahkan kebutuhan dasar manusia
Hirarki Maslow ke dalam kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi dalam konteks
tempat tinggal. Ada 5 kebutuhan yang harus
terpenuhi oleh seorang penghuni terhadap
tempat huniannya, yaitu kebutuhan fisiologis,
kebutuhan keamanan dan keselamatan, dan
kebutuhan sosial. Jika kebutuhan-kebutuhan ini
diterjemahkan lagi dalam bentuk komponen
ruang pada sebuah tempat hunian, maka
minimal sebuah tempat hunian harus memiliki
ruang yang sehat, nyaman, aman, selamat dan
cukup untuk melakukan interaksi.
Komponen Model Perhitungan Luas Lahan
Untuk merumuskan sebuah standar, terlebih
dahulu harus diketahui bagaimana proses
perhitungannya, begitupun dengan standar luas
lahan. Karena model perhitungan luas lahan
rumah susun belum ada, maka sebelum
merumuskan standar maka dirumuskan terlebih
dahulu model perhitungannya. Berdasarkan
acuan standar luas lahan berupa kebutuhan
dasar minimum penghuni yang ada pada
penjelasan
sebelumnya,
maka
peneliti
mengambil literatur yang dianggap telah
mencakup kebutuhan dasar penghuni terhadap
tempat huniannya antara lain aturan utama
rumah susun di Indonesia dan standar
internasional rumah susun. Literatur tersebut
diambil dari 2 aspek utama yaitu aspek legal
dan teori. Literatur dari aspek legal berupa UU
No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3 | 693

Standar Luas Lahan untuk Perencanaan Pembangunan Rumah Susun di Indonesia

dari aspek teori yaitu gabungan dari Time Saver


Standard for Building Types dan Time Saver

aplikatif di lapangan ketika akan diterapkan


nantinya.

Standar
for
Developments.

Metode Pengumpulan Data

Housing

and

Residential

Dari literatur tersebut didapat 10 komponen


model perhitungan luas lahan rumah susun yang
dijabarkan melalui tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Komponen Model Perhitungan Luas
Lahan Rumah Susun
KOMPONEN
MODEL
NO.
PERHITUNGA
SATUAN
N LUAS
LAHAN
Memperhatikan jumlah
Jumlah
1.
penghuni untuk analisis
penghuni
kebutuhan
Memperhatikan jumlah
2.
Jumlah sarusun
sarusun untuk analisis
kebutuhan
Minimal terdapat 1 ruang
Komponen
3.
keluarga, 1 ruang tidur
sarusun
dan 1 kamar mandi
Studio : 1-2 orang, 18m2
Satu kamar tidur : 2
orang, 24m2
Dua kamar tidur : 3-4
orang, 27m2
Luas dan tipe
4.
Tiga kamar tidur : 4-6
sarusun
orang, 32m2
Empat kamar tidur : 6-8
orang, 72m2
Lima Kamar Tidur: 8-12
orang, 130 m2
Sirkulasi
Maksimum 30% dari total
5.
bangunan
luas lantai bangunan
Minimal terdapat 10
6.
Lantai dasar
sarusun per lantai
KDB terhadap Persil :
50%
7.
KDB maksimum
KDB terhadap Lahan :
25%
8.
9.
10.

KDH publik
minimum

Minimum 20%

KLB
Sarana
prasarana

1-18

Data yang dikumpulkan pada Penelitian ini


terdiri dari data primer dan sekunder. Data
sekunder yang diambil berupa teori dan aturan
legal (UU, SNI, dan ketentuan teknis
pembangunan rusun dari kementerian) terkait
dengan pembangunan rumah susun yang akan
digunakan dalam penentuan komponen model
perhitungan luas lahan rumah susun untuk
tahap awal perumusan standar. Data sekunder
lainnya yaitu data rencana tapak beberapa
rumah susun yang akan digabung dengan data
primer berupa persepsi penghuni terhadap luas
rumah susunnya. Data persepsi penghuni dan
rencana tapak yang ditinggalinya tersebut
berfungsi sebagai kontrol atas nilai standar yang
dihasilkan dari perhitungan model perhitungan
agar nanti didapat nilai standar yang memenuhi
kriteria penghuni, tidak hanya berdasarkan teori.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan secara garis
besar ada tiga, yaitu analisis konten, analisis
kuantitatif dan grafis, dan analisis perbandingan.
Analisis konten digunakan ketika studi literatur
untuk menetapkan komponen yang akan
digunakan dalam model perhitungan luas lahan.
Analisis kuantitatif dan grafis digunakan ketika
melakukan simulasi terhadap model perhitungan
luas lahan. Analisis perbandingan digunakan
untuk mendapatkan nilai standar dengan cara
membandingkan nilai standar hasil simulasi
dengan nilai standar berdasarkan persepsi
penghuni.

1 m2/orang

SNI 03-7013-2004

Skema dan Skenario Perhitungan Luas


Lahan Rumah Susun

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Tabel tersebut ditetapkan setelah melalui


analisis konten. Setiap komponen dilengkapi
oleh satuan yang telah melalui tahap verifikasi
dengan kondisi aktual agar satuan untuk
masing-masing komponennya sesuai dan
694 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3

Skema adalah konsep yang digunakan ketika


melakukan perhitungan luas lahan untuk sebuah
rencana rumah susun. Berikut digambarkan
skema perhitungan luas lahan dari sebuah
rumah susun.

Cipta Althaf Ronaza

keadaan. Skenario yang mungkin muncul pada


perencanaan rumah susun digambarkan dalam
tabel 2.

Gambar 1. Skema Perhitungan Luas Lahan


Rumah Susun

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa proses


perhitungan luas lahan untuk rumah susun
dimulai dari sarusun atau komponen terkecil dari
rusun lalu secara berurutan ke komponen yang
lebih besar.
Perencanaan sebuah rumah susun pada
hakikatnya pasti tidak konstan berbentuk satu
gedung yang menjulang dan berlantai tinggi,
oleh karena itu ada beberapa skenario yang
harus disiapkan dalam standar ini agar nantinya
standar ini dapat diaplikasikan pada setiap
SIMULASI

Pada setiap skenario akan dilakukan simulasi


menggunakan model perhitungan dan nanti
setiap hasil perhitungan per skenario menjadi
hasil yang akan dipilih untuk dijadikan standar
luas lahan perencanaan pembangunan rumah
susun di Indonesia.Keluaran dari hasil simulasi
akab berbentuk dua standar yang umum
digunakan oleh Badan Standardisasi Nasional
(BSN) yaitu standar minimum dan standar rasio.
Oleh karena komponen utama perencanaan ini
berupa daya tampung dan lahan makan satuan
dari standar yang akan terbentuk yaitu standar
luas lahan rusun minimum dan standar luas
lahan rusun rasio penghuni.
Model Perhitungan Luas Lahan Rumah
Susun
Dari skema perhitungan luas lahan pada bagian
sebelumnya dapat dirumuskan cara untuk
menghitung sebuah luas lahan rumah susun.
Cara untuk menghitung luas lahan tersebut
berbentuk tahapan-tahapan yang ditunjukkan
pada tabel 3.

Tabel.2 Skenario Perhitungan Luas Lahan Rumah Susun


SKENARIO 1
SKENARIO 2

1-4 lantai (yang dipilih 4


lantai)

Sarana seluruhnya di
luar dan landed.
Basement untuk parkir
disediakan 1 lantai.

5-8 lantai (yang dipilih 8


lantai)

Sarana seluruhnya di
luar dan landed.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.

> 8 lantai (yang dipilih


12 dan 20 lantai)

Sarana seluruhnya di
luar dan landed.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.

Sarana yang masuk ke


dalam rumah susun seluas 1
lantai rumah susun.
Basement untuk parkir
disediakan 1 lantai.
Sarana yang masuk ke
dalam rumah susun
maksimal seluas 3 lantai
rumah susun.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.
Sarana yang masuk ke
dalam rumah susun
maksimal seluas 3 lantai
rumah susun.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.

SKENARIO 3
Sarana dibangun di luar
rumah susun berbentuk
rusun non hunian
dengan tinggi 3 lantai.
Basement untuk parkir
disediakan 1 lantai.
Sarana dibangun di luar
rumah susun berbentuk
rusun non hunian
dengan tinggi 5 lantai.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.
Sarana dibangun di luar
rumah susun berbentuk
rusun non hunian
dengan tinggi 5 lantai.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3 | 695

Standar Luas Lahan untuk Perencanaan Pembangunan Rumah Susun di Indonesia


Tabel.3Model Perhitungan Luas Lahan Rumah Susun
KOMPONEN
MODEL
STANDAR
SATUAN/KONSTANTA
PERHITUNGAN/RUMUS
LUAS LAHAN

NO.

TAHAPAN

1.

Rencana jumlah
sarusun yang
akan dibangun

Jumlah sarusun

2.

Luas lantai
sarusun hunian

3.

Tentukan jumlah sarusun

Luas dan tipe


sarusun

Jumlah sarusun x luas masingmasing tipe sarusun

Studio : 1-2 orang, 21m2


Satu kamar tidur : 2 orang,
30m2
Dua kamar tidur : 3-4 orang,
36m2
Tiga kamar tidur : 4-6 orang,
45m2
Empat kamar tidur : 6-8 orang,
72m2
Five Bedroom : 8-12 orang, 130
m2

Komponen
yang ada dalam
sarusun

Komponen
sarusun

1 ruang keluarga, 1 ruang tidur


dan 1 kamar mandi

Daya tampung
bangunan
rumah susun

Jumlah penghuni

Jumlah sarusun x daya


tampung masing-masing tipe
sarusun

Studio : 1-2 orang, 21m2


Satu kamar tidur : 2 orang,
30m2
Dua kamar tidur : 3-4 orang,
36m2
Tiga kamar tidur : 4-6 orang,
45m2
Empat kamar tidur : 6-8 orang,
72m2
Five Bedroom : 8-12 orang, 130
m2

KLB
KDB rusun
terhadaplahan

Nilai KDB lahan/ nilai KLB

KDB lahan : 50% dari luas


lahan

Tentukan jumlah blok

7.

Luas lantai
bangunan
rumah susun

Sirkulasi
bangunan

[(Sirkulasi bangunan + 100%)


x Luas lantai sarusun hunian] /
jumlah lantai bangunan rumah
susun perblok

Maksimal 30% dari luas lantai

8.

Luas halaman
bangunan
rumah susun

KDB rusun
terhadap persil

Luas lantai bangunan rumah


susun-perblok x KDB persil

KDB Persil : 50% dari luas


persil rumah susun

9.

Luas bagian
rumah susun

Luas lantai bangunan rumah


susun + luas halaman
bangunan rumah susun

10.

Jumlah sarusun
di lantai dasar
bangunan
rumah susun

Lantai dasar

Minimal terdapat 10 sarusun


per lantai

KDB rusun
terhadaplahan

KDB lahan : 50% dari luas


lahan

4.

5.
6.

11.

Jumlah lantai
bangunan
rumah susun
Jumlah blok
bangunan
rumah susun

Luas bagian
penunjang
rumah susun

Prasarana
Sarana

(Luas bagian rumah susun x


nilai prasarana) / nilai KDB
lahan
Perbandingan jumlah penghuni
dengan daya dukung masingmasing sarana

696 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3

Minimum 15% dari luas lahan


Lihat tabel 4 (terlampir)

Cipta Althaf Ronaza


NO.

KOMPONEN
STANDAR
LUAS LAHAN

TAHAPAN

MODEL
PERHITUNGAN/RUMUS
(Luas bagian rumah susun x
nilai KDH) /nilai KDB lahan
Jumlah penghuni x nilai KDH
Luas bagian rumah susun +
luas luas bagian penunjang
rumah susun

KDH
12.

Luas lahan
rumah susun
total

Hasil Simulasi Model Perhitungan Luas


Lahan Rumah Susun
Setelah dilakukan simulasi terhadap model
perhitungan
luas
lahan
rusun
dengan

SATUAN/KONSTANTA
Minimum 10 % dari luas lahan
1m2/orang
-

menggunakan skema dan skenario yang telah


ditentukan didapatlah hasil berupa tabel 3 dan
tabel 4.

Tabel.4 Hasil Simulasi Perhitungan Luas Lahan Rumah Susun


BENTUK
JUMLAH
STANDAR
SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3
LANTAI
LUAS LAHAN
4
3355
3384
2584
8
4451
4523
2722
Luas lahan
minimum (m2)
12
7658
8253
3500
20
4
20
21
16
8
13
14
8
Rasio penghuni
(m2/org)
12
12
12
5
20
4
83,9
85
65
8
55,6
57
34
Rasio sarusun
(m2/sarusun)
12
50
52
23
20

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Hasil simulasi di atas menghasilkan nilai standar


berupa berupa standar luas lahan minimum dan
standar luas lahan rasio penghuni.Setelah
dilakukan simulasi ditemukan nilai terendah,
rata-rata, dan tertinggi yang dapat dijadikan
nilai standar untuk setiap jenis rumah susun
(rendah, sedang, dan tinggi). Nilai-nilai tersebut
akan dijadikan salah satu rujukan nilai standar
nanti di akhir Penelitian ini.
Penentuan Nilai Standar
Rumah Susun Minimum

Luas

Lahan

membandingkan nilai hasil simulasi dengan


persepsi penghuni maka diambil beberapa data
rumah susun per jenis rumah susun dan
perspesi penghuni yang tinggal di rumah susun
tersebut untuk nanti disesuaikan dengan hasil
perhitungan. Dalam Penelitian ini, data rumah
susun yang diambil berjumlah satu rumah susun
per jenis rumah susun.
Hasil dari perbandingan antara data persepsi
penghuni dengan hasil perhitungan ditunjukkan
dengan tabel 5 sebagai berikut.

Hasil simulasi di atas berupa hasil dari simulasi


yang mengacu pada perhitungan dengan
menggunakan konsep atau teori. Di lapangan
nantinya, agar nilai tersebut tepat dan akurat
maka sebagai kontrol perlu dibandingkan
dengan persepsi penghuni. Di sini persepsi
penghuni akan menentukan apakah nilai standar
yang dihasilkan telah sesuai atau seharusnya
bernilai lebih kecil atau lebih besar. Untuk
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3 | 697

Standar Luas Lahan untuk Perencanaan Pembangunan Rumah Susun di Indonesia


Tabel5. Perbandingan Hasil Perhitungan dengan Data Aktual (Data dan Persepsi)
NAMA
JUMLAH
STANDAR
AKTUAL
RUMAH
LANTAI
PERSEPSI
KESIMPULAN
LUAS LAHAN
(m2)
SUSUN
(lantai)
nilai standar harus lebih besar
4720.2
Luas lahan
Cingised
1-4
cukup
atau minimal seminimal yaitu nilai
minimum
aktual
1207.25
Sudirman
Luas lahan
nilai standar harus lebih besar
5-8
tidak cukup
suite
minimum
dari aktual
3666.7
Galeri
Luas lahan
nilai standar harus lebihbesar
>8
tidak cukup
Ciumbeuleuit
minimum
dari aktual
Sumber : Hasil analisis, 2015

Untuk rumah susun berjumlah lantai 8 dan


keatas (rumah susun sedang dan tinggi), dari
hasil perbandingan dengan persepsi penghuni
dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai standar
yang akan digunakan dari hasil perhitungan
harus lebih besar dari nilai aktual. Dengan
menggunakan kriteria tabel 5 sebagai acuan
untuk memilih nilai standar yang terdapat pada
tabel 4 maka didapat nilai standar luas lahan
minimum untuk rumah susun rendah, sedang,
dan tinggi berturut-turut yaitu 3384 m2, 4451
m2, dan 8253 m2.
Penentuan Nilai Standar Luas Lahan Rasio
Penghuni
Gambar 2.Hasil Simulasi untuk Nilai Standar
Luas Lahan Rusun Rasio Penghuni

25

20

m2/org

20

15
10

13

21
14

16
8

12

12

5
0

1-4'
(Rusun
Rendah)

Dari gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa


hasil simulasi untuk masing-masing jenis rumah
susun (rendah, sedang, tinggi) memiliki
kecenderungan yang hampir sama kecuali untuk
skenario 3. Hal ini menunjukkan bahwa dapat
nilai dari hasil simulasi dapat dijadikan standar
rasio penghuni. Untuk pemilihan nilai standar,
dilakukan dengan kriteria nilai rasio yang terkecil
karena nilai itu berarti nilai yang paling efisien
dan dengan logika bahwa nilai rasio yang kecil
berasal dari tipe sarusun yang besar, maka
ketika diambil nilai rasio yang kecil maka akan
dapat mewakili nilai tipe sarusun yang lebih kecil.
Oleh karena itu, nilai standar luas lahan rumah
susun rasio penghuni untuk rusun rendah,
sedang, dan tinggi berturut-turut adalah 16
m2/org, 8 m2/org, dan 5 m2/org.
Penentuan Nilai Standar Luas Lahan Rasio
Sarusun
Gambar 3. Hasil Simulasi untuk Nilai Standar
Luas Lahan Rusun Rasio Sarusun

100
m2/sarusun

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa


untuk rumah susun berlantai 4 setelah
dibandingkan dengan persepsi penghuni yang
mengatakan cukup, maka ditarik kesimpulan
bahwa nilai standar luas lahan minimum yang
digunakan dari hasil perhitungan harus lebih
besar atau seminimalnya sesuai dengan data
aktual.

80
60
40

84

85

56

57

50

52

65
34

20
0

23

Sumber : Hasil Analisis, 2015

698 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3

5-8'
(Rusun
Sedang)
>8 (Rusun
Tinggi)

5-8'
(Rusun
Sedang)
>8 (Rusun
Tinggi)

1-4'
(Rusun
Rendah)

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Dari gambar 4.2 di atas dapat dilihat


bahwa hasil simulasi untuk masing-masing jenis
rumah susun (rendah, sedang, tinggi) memiliki
kecenderungan yang hampir sama kecuali untuk
skenario 3. Hal ini menunjukkan bahwa dapat

Cipta Althaf Ronaza

nilai dari hasil simulasi dapat dijadikan standar


rasio penghuni. Sesuai dengan pertimbangan
yang sama dengan penentuan nilai pada standar
luas lahan rusun minimum maka diambil nilai
tengah pada tiap skenarionya yang mana
nilainya sebenarnya tidak begitu berbeda
dengan nilai tertinggi atau terendahnya. Oleh
karena itu, nilai standar luas lahan rumah susun
rasio penghuni untuk rusun rendah, sedang, dan
tinggi berturut-turut adalah 84 m2, 56 m2, dan
50 m2.
Nilai
yang
Direkomendasikan
untuk
Dijadikan Standar Luas Lahan Rumah
Susun
Standar luas lahan rumah susun yang peneliti
rekomendasikan tiap jenis bangunan rumah
susun (rendah, sedang, dan
tinggi) yaitu
sebagai berikut.
Tabel 6. Nilai Standar Luas Lahan Rumah Susun
Minimum
Bentuk
Jenis Rumah Susun
standar
Rendah
Sedang
Tinggi
luas lahan
Minimum
Rasio
Penghuni
Kepadatan
Penghuni

3355 m2

4451 m2

7658 m2

16 m2/org

8 m2/org

5 m2/org

625
org/Ha

1250
org/Ha

2000 org/Ha

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Peneliti tidak merekomendasikan rasio sarusun


sebagai salah satu nilai yang dapat dijadikan
rujukan untuk standar luas lahan rumah
susun,karena untuk rasio sarusun, asumsi yang
digunakan adalah pengembang membangun
rumah susun dengan hanya satu tipe
sarusun.Sedangkanpada kenyataannya,sarusun
dibangun dengan bermacam-macam tipe.
Berbeda dengan rasio sarusun, rasio penghuni,
luas lahan minimum dan dapat dijadikan acuan
dalam membuat rumah susun yang dapat
memenuhi kebutuhan penghuninya karena
aplikatif
diterapkan
dengan
skenario
perencanaan
apapun.
Untuk
kebutuhan
perencanaan, maka dalam rekomendasi ini
ditambahkan bentuk standar baru yaitu standar
kepadatan penghuni rumah susun yang menjadi
patokan daya tampung maksimum sebuah
rumah susun agar tetap ideal dengan jumlah
penghuni tertentu.

Daftar Pustaka
Publikasi
Badan Pusat Statistik. 2015.
Chan, Edwin H.W, dkk. Density control and the

quality of livingspace: a case study of


private
housing
development
in
HongKong. Hongkong.Elsevier.
Callender, John H. 1987. Time-saver Standard
for
Building
Types.McGraw-Hill

Companies.
Cresswell, John W. 2013. Research Design:

Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
De Chiara, Joseph, ed. 1984. Time-saver
Standard for Residential Development.

McGraw-Hill Companies.
Frenkel, Amnon. 2007. Spatial Distribution of

High-rise Buildings within Urban Areas:


The Case of the Tel-Aviv Metropolitan
Region.Routledge.
Katz, Robert D. 1967. Design of the Housing
Site: a Critique of American Practice.
Departmen of Urban Planning, University
of Illinois.
Koeswahyono Imam. 2004. Hukum Rumah
Susun
:
Suatu
Bekal
Pengantar
Pemahaman. Malang: Banyumedia.
Lee, Tan dan Jhy-Bang Jou.The regulation of
optimal development density.Elsevier.
Sheth, A.Z., Velaga, N.R. And Price, A.D.F.,
2009. Slum Rehabilitation In The Context

Of Urban Sustainability: A Case Study Of


Mumbai, India. In: Proceedings Of Sue-

Mot: 2nd International Conference On


Whole Life Urban Sustainability And Its
Assessment,
22-24th
April,
Loughborough, Uk.
Silas, Johan. (1985). Permukiman Dan
Permukiman. Surabaya: Arsitektur, FtspIts Surabaya
Sulestianson, Erick And Indrajati, Petrus
Natalivan.
2014.
Penanganan

Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan


Karakteristik Dan Faktor Penyebab
Kekumuhan (Studi Kasus: Permukiman
Kumuh Di Kelurahan Tamansari Dan
Kelurahan Braga): Jurnal Perencanaan

Wilayah Dan Kota B Sappk V3n2, Pp.


261-270.

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3 | 698

Standar Luas Lahan untuk Perencanaan Pembangunan Rumah Susun di Indonesia

Peraturan/Pedoman
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 No. 134.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan
Ruang.Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 No. 68.
Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan
dan
Kawasan
Permukiman.Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 No. 7.
Undang-undang No. 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun.Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 No. 108.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No:
60/PRT/1992 Tentang Persyaratan Teknis
Pembangunan Rumah Susun.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 29 tahun
2006 tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 tahun
2007
tentang
Pedoman
Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana
Bertingkat Tinggi.

699 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3

Peraturan
Menteri
Perumahan
Rakyat
No:11/Permen/M/2008 tentang Pedoman
Keserasian Kawasan Perumahan dan
Permukiman.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
No:22/Permen/M/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perumahan
Rakyat Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah No:403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Sederhana Sehat (Rs Sehat).
Keputusan
Dirjen
Perhubungan
Darat
No:272/HK.105/DRJD/96
Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sarana Parkir.
Standar Nasional Indonesia 03-1733-2004 Tata
Cara
Perencanaan
Lingkungan
Perumahan di Perkotaan.
Standar Nasional Indonesia 03-7013-2004 Tata
Cara Perencanaan Sarana Lingkungan
Rumah Susun Sederhana.
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 5 Tahun
2010
tentang
Bangunan
Gedung.

Anda mungkin juga menyukai