Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.
(2)
Abstrak
Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan yang tidak disertai dengan penambahan lahan
mengakibatkan perumahan harus dibangun secara vertikal untuk dapat menampung lebih banyak
penduduk. Konsep hunian vertikal tersebut di Indonesia dikenal dengan sebutan rumah susun.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak rumah susun yang dibangun terlalu padat
dan melebihi daya tampungnya sehingga tidak layak huni bagi penghuninya. Memang telah ada
ketentuan teknis yang mengatur pembangunan rumah susun, namun ketentuan teknis tersebut
belum lengkap sehingga akibatnya masalah berupa rumah susun yang tidak layak huni masih saja
terjadi. Salah satu ketentuan tersebut yaitu mengenai luas lahan minimum seluas 5000 m2 yang
hanya dapat mengatur jenis rumah susun rendah pun sehingga tidak dapat menjamin pembangunan
semua rumah susun dengan layak huni. Berdasarkan hasil kajian ini, rekomendasi nilai standar luas
lahan rumah susun layak huni adalah 16 m2/penghuni untuk jenis rumah susun rendah (1-4 lantai)
dengan luas minimum 3355 m2 dan kepadatan penghuni maksimum 625 org/Ha , 8 m2/penghuni
untuk rumah susun sedang (5-8 lantai) dengan luas minimum 4451 m2 dan kepadatan penghuni
maksimum 1250 org/Ha, dan 5 m2/penghuni untuk rumah susun tinggi (>8 lantai) dengan luas
minimum 7658 m2 dan kepadatan penghuni maksimum 2000 org/Ha.
Kata-kunci : standar, kepadatan, rumah susun, rasio luas lahan, luas minimum
Pendahuluan
Rumah susun hunian pada dasarnya merupakan
bangunan hunian yang dibangun dengan tujuan
pemenuhan kebutuhan tempat tinggal secara
bersama. UU No. 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun menyebutkan bahwa definisi dari
rumah susun yaitu bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang berfungsi untuk tempat
hunian beberapa penduduk. Fungsi tempat
hunian
bersama
tersebut
mendatangkan
beberapa
dampak
positif
terhadap
pembangunan. Pembangunan rumah susun
dapat mengurangi penggunaan tanah atau
Pada
beberapa
tahun
ke
belakang,
pembangunan rumah susun hunian sendiri di
Indonesia sudah cukup marak dilakukan,
namun ternyata semuanya tidak terlepas dari
beragam persoalan. Rumah susun hunian
tersebut dibangun dengan beragam jenis
mulai dari rumah susun sederhana sampai
apartemen. Ternyata, rumah susun hunian
yang telah dibangun tersebut menimbulkan
persoalan
baru
bagi
penduduk
dan
lingkungan sekitarnya. Hasil temuan Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN,
2012) menyebutkan di antara persoalan yang
sering dikeluhkan penghuni (penduduk yang
tinggal
dalam
rumah
susun)
yaitu
pengelolaan rumah susun oleh pengembang
yang buruk, kualitas bangunan yang tidak
memadai, banyaknya persoalan teknis yang
terjadi seperti kebocoran pipa, lantai kamar
mandi, dan parkir yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. Dalam temuan BPKN tersebut
salah satunya disebutkan ada kasus dimana
rumah susun dengan kapasitas 7000 sarusun
hanya menyediakan lahan parkir untuk 2000
mobil saja.
692 |Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V4 N3
Persoalan fisik yang lebih disoroti pada kasuskasus di atas dalam hal ini yaitu persoalan fisik
yang
berkaitan
dengan
kuantitas
atau
penyediaan komponen-komponen pada rumah
susun. Sebenarnya, persoalan kuantitas atau
penyediaan komponenrumah susun tersebut
dapat teratasi jika perencanaannya benar
terutama perencanaan terkait luas lahan atau
dalam konteks rumah susun disebut tanah
bersama rumah susun. Namun di Indonesia
perencanaan luas lahan rumah susun ini sendiri
seringkali tidak terlaksana dengan baik.Hal
inidikarenakan saah satunya oleh perencanaan
luas lahan untuk rumah susun yang tidak
dilakukan berdasarkan ketentuan penyediaan
luas lahan untuk sebuah rumah susun. Hal inilah
yang berpotensi menimbulkan
beragam
masalah-masalah teknis, karena luas lahan
merupakan penjumlahan dari luas setiap
komponen rumah susun.
Perencanaan luas lahan rumah susun hunian di
Indonesia sampai sekarang belum memiliki
aturan secara lengkap. Padahal undang-undang
pertama mengenai rumah susun telah ada
semenjak tahun 1985. Bahkan setelah revisi
terakhir undang-undang rumah susun tersebut
pada tahun 2011, persoalan luas lahan rumah
susun ini masih belum teratasi. Masih banyak
rumah susun di Indonesia yang luasnya tidak
ideal bagi penghuninya seperti pada beberapa
fakta yang telah disebutkan. Persoalan ini masih
belum teratasi sampai sekarang bukan karena
tidak adanya aturan atau standar melainkan
karena aturan yang ada belum lengkap
mengatur penyediaan lahan rumah susun.
Terdapat aturan mengenai intensitas maksimum
penduduk pada rumah susun dengan KDB
(Koefisien Dasar Bangunan) sebesar 34% dan
KLB (Koefisien Lantai Bangunan) sebesar 1,105
maksimal 1528 jiwa pada SNI 03-2846-1992
namun itu ternyata tidak operasional di semua
keadaan terutama keadaan saat ini. Begitupun
terdapat aturan pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum tahun 1992 yang mengatur
hanya persentase luas lahan per bagian
komponen rumah susun, tidak mengatur
bagaimana penyediaan tanah bersama untuk
rumah susun secara keseluruhan. Belum
tersedianya aturan yang jelan yang mengatur
penyediaan luas lahan seperti dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI), peraturan oleh
pemerintah, peraturan oleh kementerian terkait
seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU),
Kementerian Perumahan
Direktorat
Jenderal
mengindikasikan bahwa
yang dilakukan berkaitan
Standar
for
Developments.
Housing
and
Residential
KDH publik
minimum
Minimum 20%
KLB
Sarana
prasarana
1-18
1 m2/orang
SNI 03-7013-2004
Sarana seluruhnya di
luar dan landed.
Basement untuk parkir
disediakan 1 lantai.
Sarana seluruhnya di
luar dan landed.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.
Sarana seluruhnya di
luar dan landed.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.
SKENARIO 3
Sarana dibangun di luar
rumah susun berbentuk
rusun non hunian
dengan tinggi 3 lantai.
Basement untuk parkir
disediakan 1 lantai.
Sarana dibangun di luar
rumah susun berbentuk
rusun non hunian
dengan tinggi 5 lantai.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.
Sarana dibangun di luar
rumah susun berbentuk
rusun non hunian
dengan tinggi 5 lantai.
Basement untuk parkir
disediakan 2 lantai.
NO.
TAHAPAN
1.
Rencana jumlah
sarusun yang
akan dibangun
Jumlah sarusun
2.
Luas lantai
sarusun hunian
3.
Komponen
yang ada dalam
sarusun
Komponen
sarusun
Daya tampung
bangunan
rumah susun
Jumlah penghuni
KLB
KDB rusun
terhadaplahan
7.
Luas lantai
bangunan
rumah susun
Sirkulasi
bangunan
8.
Luas halaman
bangunan
rumah susun
KDB rusun
terhadap persil
9.
Luas bagian
rumah susun
10.
Jumlah sarusun
di lantai dasar
bangunan
rumah susun
Lantai dasar
KDB rusun
terhadaplahan
4.
5.
6.
11.
Jumlah lantai
bangunan
rumah susun
Jumlah blok
bangunan
rumah susun
Luas bagian
penunjang
rumah susun
Prasarana
Sarana
KOMPONEN
STANDAR
LUAS LAHAN
TAHAPAN
MODEL
PERHITUNGAN/RUMUS
(Luas bagian rumah susun x
nilai KDH) /nilai KDB lahan
Jumlah penghuni x nilai KDH
Luas bagian rumah susun +
luas luas bagian penunjang
rumah susun
KDH
12.
Luas lahan
rumah susun
total
SATUAN/KONSTANTA
Minimum 10 % dari luas lahan
1m2/orang
-
Luas
Lahan
25
20
m2/org
20
15
10
13
21
14
16
8
12
12
5
0
1-4'
(Rusun
Rendah)
100
m2/sarusun
80
60
40
84
85
56
57
50
52
65
34
20
0
23
5-8'
(Rusun
Sedang)
>8 (Rusun
Tinggi)
5-8'
(Rusun
Sedang)
>8 (Rusun
Tinggi)
1-4'
(Rusun
Rendah)
3355 m2
4451 m2
7658 m2
16 m2/org
8 m2/org
5 m2/org
625
org/Ha
1250
org/Ha
2000 org/Ha
Daftar Pustaka
Publikasi
Badan Pusat Statistik. 2015.
Chan, Edwin H.W, dkk. Density control and the
Companies.
Cresswell, John W. 2013. Research Design:
McGraw-Hill Companies.
Frenkel, Amnon. 2007. Spatial Distribution of
Peraturan/Pedoman
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 No. 134.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan
Ruang.Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 No. 68.
Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan
dan
Kawasan
Permukiman.Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 No. 7.
Undang-undang No. 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun.Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 No. 108.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No:
60/PRT/1992 Tentang Persyaratan Teknis
Pembangunan Rumah Susun.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 29 tahun
2006 tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 tahun
2007
tentang
Pedoman
Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana
Bertingkat Tinggi.
Peraturan
Menteri
Perumahan
Rakyat
No:11/Permen/M/2008 tentang Pedoman
Keserasian Kawasan Perumahan dan
Permukiman.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
No:22/Permen/M/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perumahan
Rakyat Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah No:403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Sederhana Sehat (Rs Sehat).
Keputusan
Dirjen
Perhubungan
Darat
No:272/HK.105/DRJD/96
Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sarana Parkir.
Standar Nasional Indonesia 03-1733-2004 Tata
Cara
Perencanaan
Lingkungan
Perumahan di Perkotaan.
Standar Nasional Indonesia 03-7013-2004 Tata
Cara Perencanaan Sarana Lingkungan
Rumah Susun Sederhana.
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 5 Tahun
2010
tentang
Bangunan
Gedung.