Anda di halaman 1dari 7

The Power of Silaturahmi

Manfaat Silaturahmi Itu Banyak


Manfaat dari silaturahmi (ada juga yang menyebut silaturahim) bukan hanya memperluas rezeki
dan memperpanjang umur saja, tetapi masih ada manfaat-manfaat lainnya yang luar biasa.
Silaturahmi adalah kunci sukses. Saya melihat teman-teman saya yang meraih sukses dengan
cepatnya, karena mereka rajin silaturahmi.
Selain membahas manfaat silaturahmi, akan dibahas juga bagaimana tip-tip membangun
silaturahmi baik di darat (offline) maupun secara online.

Ini Dia 6 Manfaat Silaturahmi


Langsung saja saya kutipkan hadits-hadits yang berkaitan dengan manfaat silaturahim:
Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya atau dikenang bekasnya (perjuangan atau
jasanya), maka hendaklah ia menghubungkan silaturahmi. (HR Muslim)
Barang siapa yang senang dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya, dan dijauhkan dari
kematian yang buruk, maka hendaklah bertakwa kepada Allah dan menyambung silaturahmi.
(HR Imam Bazar, Imam Hakim)
Belajarlah dari nenek moyangmu bagaimana caranya menghubungkan rahim-rahim itu, karena
silaturahmi menimbulkan kecintaan dalam keluarga, meluaskan rezeki, dan menunda
kematian. (HR Imam Tirmidzi)
Tidak akan masuk syurga orang yang memutuskan hubungan silaturahmi. (HR Imam
Muslim)
Jika dirangkum, maka 6 manfaat silaturahmi itu adalah:
1. Diluaskan rezekinya
2. Dikenang kebaikannya
3. Dipanjangkan umurnya
4. Khusnul khatimah
5. Kecintaan dalam keluarga
6. Kunci masuk syurga

Jika kita lihat, manfaat silaturahmi adalah untuk dunia dan akhirat. Luar biasa.

Kiat-kiat Membangun Silaturahmi


Yang pertama tentu saja niat. Meski kita sudah membahas manfaat silaturahmi untuk
kesuksesan dunia, namun bukan itu niat utama itu. Niat kita tentu harus karena Allah. Tanpa niat
karena Allah, kita bisa mendapatkan manfaat dunia seperti diluaskan rezeki, namun hanya di
dunia saja. Jika kita ingin mendapatkan manfaat dunia dan akhirat, maka niatkan silaturahmi
hanya untuk Allah, ibadah kepada Allah.
Namun begitu, kita juga tidak perlu menafikan manfaat dunia. Kita boleh berharap mendapatkan
manfaat di dunia, tetapi bukan menjadi niat utama kita. Jika kita tidak boleh berharap manfaatmanfaat itu, mengapa Rasulullah saw menyebutkannya? Kita boleh berharap manfaat dunia,
tetapi bukan menjadi niat utama.
Yang perlu diperhatikan lagi ialah bukan silaturahmi yang memperluas rezeki kita, tetapi Allah
yang memperluas rezeki kita sebagai balasan kita mau menyambungkan rezeki kita. Sama
halnya, bukan bacaan doa yang menyebabkan keinginan kita terkabul, tetapi itu adalah
kehendak Allah sebagai jawaban doa kita.
Silaturahmi itu adalah ikhtiar batin sekaligus fisik. Ikhtiar batin kuncinya di niat dan ikhtiar fisik
kuncinya Anda bertindak. masing-masing memberikan manfaat dan pastinya akan luar biasa jika
dikombinasikan. Orang kafir sekali pun, jika mereka bersilaturahmi, mereka akan mendapatkan
rezeki, tapi hanya di dunia saja. Jika seorang Muslim dengan niat ikhlas bersilaturahmi, maka dia
akan mendapatkan keluasan rezeki yang lebih luas dan balasan di akhirat nanti.

Cukuplah hadits dibawah ini sebagai panduan tentang niat:


Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap
orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya,
maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut (HR. al-Bukh?riy dan
Muslim)
Yang kedua adalah cinta. Kata silaturahmi berasal dari dua kata yaitu shilahun dan rahim.
Shilah artinya hubungan dan rahim artinya kasih sayang, persaudaraan, atau rahmat Allah taala.
Jadi silaturahmi atau silaturahim berarti menghubungkan kasih sayang, persaudaraan karena
Allah, sehingga rahmat Allah menyertai ikatan itu.
Bagaimana dengan pacaran? Apakah masuk ke silaturahim? Meski disana ada cinta dan
ikatan, tidak termasuk yang dimaksud silaturahmi sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw.
Kenapa? Pertama tidak dicontohkan dan yang kedua jika pergaulan antara laki-laki dan

perempuan tidak diridlai Allah, tidak mungkin mendatangkan rahmat. Jadi yang dimaksud
silaturahmi di artikel ini, sama sekali tidak termasuk pacaran.
Yang dimaksud dengan cinta disini adalah cinta kepada sesama Muslim karena sesungguhnya
setiap Muslim itu bersaudara. Juga cinta kepada mahluq Allah dengan cara menyebarkan
kebaikan dan kebenaran dimuka bumi.
Dengan cinta Anda tidak akan berat untuk bertemu dengan yang dicintainya, untuk membantu
yang dicintainya, untuk menunjukan jalan yang benar kepada yang dicintainya, bahkan bersedia
berkorban (itsar) bagi yang dicintainya. Tidak mungkin caci maki datang dari seorang Muslim
kepada suadaranya. Dia hanya membenci perilaku yang salah, namun ingin menyelamatkan
pelakunya.

Bentuk-bentuk Silaturahim
Maka, yang namanya silaturahmi tidak sebatas bertemu, tetapi juga menjadikan pertemuan itu
sebagai sarana mendatangkan rahmat Allah. Yang paling sederhana saja dengan ucapan salam,
dimana kita mendoakan orang yang kita jumpai agar mendapatkan keselamatan dan rahmat
Allah Subhaanahu wa Taala.
Jika cinta menjadi dasar, maka silaturahim itu mengetahui keadaan saudara dengan berkunjung,
membantu saudaranya jika perlu bantuan, menyelamatkan suadara jika mengarah kepada
kehancuran.
Tentu saja, kita bisa memanfaatkan masjid, pengajian, kegiatan amal dan sosial, seminar,
organisasi, bahkan saat bekerja pun bisa dijadikan sebagai alat untuk bersilaturahmi. Termasuk
melalui internet: email, YM, dan social network.
Bukanlah silaturahmi, menghubungkan kasih sayang, dengan cara pesta pora, rame-rame
membuka aurat, pergaulan lawan jenis yang tidak terbatas, dan mabuk-mabukan. Hal-hal seperti
ini tidak akan pernah mendatangkan rahmat.

Lalu, Bagaimana Rezeki Datang?


Karena silaturahmi itu adalah aktivitas hati dan fisik, maka rezeki bisa datang dengan berbagai
cara. Pertemuan Anda dengan sudara bisa mendatangkan peluang, baik peluang kerja maupun
peluang bisnis. Namun kita jangan membatasinya hanya itu saja, sebab Allah memiliki
wewenang memberikan rezeki kepada hamba-Nya dari arah yang tidak disangka-sangka. Kapan
dan seberapa besarnya, itu adalah hak Allah yang menentukan. Allah Mahatahu, seberapa banyak
dan kapan waktu yang terbaik bagi kita.
Bersabarlah, rezeki itu akan datang, tetaplah bersilaturahmi karena Allah tidak mungkin
menyalahi janji-Nya.
BETAPA PENTING MENYAMBUNG SILATURAHMI

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shlih al-Utsaimn
Marilah kita bertakwa kepada Allah Taala. Takwa yang juga dapat mengantarkan kita pada
kebaikan hubungan dengan sesama manusia. Lebih khusus lagi, yaitu sambunglah tali
silaturahmi dengan keluarga yang masih ada hubungan nasab (anshab). Yang dimaksud, yaitu
keluarga itu sendiri, seperti ibu, bapak, anak lelaki, anak perempuan ataupun orang-orang yang
mempunyai hubungan darah dari orang-orang sebelum bapaknya atau ibunya. Inilah yang
disebut arham atau ansab. Adapun kerabat dari suami atau istri, mereka adalah para ipar, tidak
memiliki hubungan rahim ataupun nasab.
Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling berziarah
(berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain. Sambunglah silaturahmi
itu dengan berlemah lembut, berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal
yang sudah dikenal manusia dalam membangun silaturahmi. Dengan silaturahmi, pahala yang
besar akan diproleh dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim menyebabkan seseorang bisa masuk ke
dalam surga. Silaturahim juga menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan
Allah di dunia dan akhirat.
Disebutkan dalam Shahh al-Bukhri dan Shahh Muslim, dari Abu Ayyb al-Anshr:
: :
:

:

Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam : Wahai
Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga
dan menjauhkanku dari neraka, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sungguh
dia telah diberi taufik, atau Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan? Lalu
orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan
shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi. Setelah orang itu pergi, Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi,
pastilah dia masuk surga.
Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur panjang dan banyak
rizki. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :


Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyambung tali silaturahmi. [Muttafaqun alaihi].
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: Barang siapa yang menyambungku, maka Allah
akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan
dengannya. [Muttafaqun alaihi].
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa menyambung silaturahmi
lebih besar pahalanya daripada memerdekakan seorang budak. Dalam Shahh al-Bukhri, dari
Maimnah Ummul-Mukminn, dia berkata:

Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan budakku? Nabi bertanya,
Apakah engkau telah melaksanakannya? Ia menjawab, Ya. Nabi bersabda, Seandainya
engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu, maka itu akan lebih besar pahalanya.
Yang amat disayangkan, ternyata ada sebagian orang yang tidak mau menyambung silaturahmi
dengan kerabatnya, kecuali apabila kerabat itu mau menyambungnya. Jika demikian, maka
sebenarnya yang dilakukan orang ini bukanlah silaturahmi, tetapi hanya sebagai balasan. Karena
setiap orang yang berakal tentu berkeinginan untuk membalas setiap kebaikan yang telah
diberikan kepadanya, meskipun dari orang jauh.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:




Orang yang menyambung silaturahmi itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah
terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali
hubungan kekerabatan yang sudah terputus. [Muttafaqun alaihi].
Oleh karena itu, sambunglah hubungan silaturahmi dengan kerabat-kerabat kita, meskipun
mereka memutuskannya. Sungguh kita akan mendapatkan balasan yang baik atas mereka.
Diriwayatkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan
berkata:



Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan
tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat
buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku,
maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Apabila engkau benar demikian, maka
seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi
penolongmu selama engkau berbuat demikan. [Muttafaq alaihi].
Begitu pula firman Allah Taala:

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apaapa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orangorang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk
(Jahannam). [ar-Rad/13:25].
Dari Jubair bin Mutim bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:

Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, ( memutus tali silaturahmi). [Mutafaqun
alaihi].
Memutus tali silaturahmi yang paling besar, yaitu memutus hubungan dengan orang tua,
kemudian dengan kerabat terdekat, dan kerabat terdekat selanjutnya. Oleh karena itu Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda




Maukah kalian aku beritahu tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa besar? Beliau
mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Maka para sahabat menjawab: Mau, ya
Rasulullah, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Berbuat syirik kepada Allah dan
durhaka kepada kedua orang tua.
Demikianlah, betapa besar dosa seseorang yang durhaka kepada orang tua. Dosa itu disebutkan
setelah dosa syirik kepada Allah Taala. Termasuk perbuatan durhaka kepada kedua orang tua,
yaitu tidak mau berbuat baik kepada keduanya. Lebih parah lagi jika disertai dengan menyakiti
dan memusuhi keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam shahhain, dari Abdullah bin Amr, sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
pernah bersabda:

Termasuk perbuatan dosa besar, yaitu seseorang yang menghina orang tuanya, maka para
sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, adakah orang yang menghina kedua orang tuanya sendiri?
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Ya, seseorang menghina bapak orang lain, lalu
orang lain ini membalas menghina bapaknya. Dan seseorang menghina ibu orang lain, lalu orang
lain ini membalas dengan menghina ibunya.
Wahai orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Bertakwalah kepada
Allah Azza wa Jalla. Dan marilah kita melihat diri kita masing-masing, sanak keluarga kita!
Sudahkah kita menunaikan kewajiban atas mereka dengan menyambung tali silaturahmi?

Sudahkah kita berlemah lembut terhadap mereka? Sudahkah kita tersenyum tatkala bertemu
dengan mereka? Sudahkah kita mengunjungi mereka? Sudahkah kita mencintai, memuliakan,
menghormati, saling menunjungi saat sehat, saling menjenguk ketika sakit? Sudahkah kita
membantu memenuhi atau sekedar meringankan yang mereka butuhkan?
Ada sebagian orang tidak suka melihat kedua orang tuanya yang dulu pernah merawatnya
kecuali dengan pandangan yang menghinakan. Dia memuliakan istrinya, tetapi melecehkan
ibunya. Dia berusaha mendekati teman-temannya, akan tetapi menjahui bapaknya. Apabila
duduk dengan kedua orang tuanya, maka seolah-olah ia sedang duduk di atas bara api. Dia berat
apabila harus bersama kedua orang tuanya. Meski hanya sesaat bersama orang tua, tetapi ia
merasa begitu lama. Dia bertutur kata dengan keduanya, kecuali dengan rasa berat dan malas.
Sungguh jika perbuatannya demikian, berarti ia telah mengharamkan bagi dirinya kenikmatan
berbakti kepada kedua orang tua dan balasannya yang terpuji.
Ada pula manusia yang tidak mau memandang dan menganggap sanak kerabatanya sebagai
keluarga. Dia tidak mau bergaul dengan karib kerabat dengan sikap yang sepantasnya diberikan
sebagai keluarga. Dia tidak mau bertegus sapa dan melakukan perbuatan yang bisa menjalin
hubungan silaturahmi. Begitu pula, ia tidak mau menggunakan hartanya untuk hal itu. Sehingga
ia dalam keadaan serba kecukupan, sedangkan sanak keluarganya dalam keadaan kekurangan.
Dia tidak mau menyambung hubungan dengan mereka. Padahal, terkadang sanak keluarga itu
termasuk orang-orang yang wajib ia nafkahi karena ketidakmampuannya dalam berusaha,
sedangkan ia mampu untuk menafkahinya. Akan tetapi, tetap saja ia tidak mau menafkahinya.
Para ahlul-ilmi telah berkata, setiap orang yang mempunyai hubungan waris dengan orang lain,
maka ia wajib untuk memberi nafkah kepada mereka apabila orang lain itu membutuhkan atau
lemah dalam mencari penghasilan, sedangkan ia dalam keadaan mampu. Yaitu sebagaimana yang
dilakukan seorang ayah untuk memberikan nafkah. Maka barang siapa yang bakhil maka ia
berdosa dan akan dihisab pada hari Kiamat.
Oleh karena itu, tetap sambungkanlah tali silaturahmi. Berhati-hatilah dari memutuskannya.
Masing-masing kita akan datang menghadap Allah dengan membawa pahala bagi orang yang
menyambung tali silaturahmi. Atau ia menghadap dengan membawa dosa bagi orang yang
memutus tali silaturahmi. Marilah kita memohon ampun kepada Allah Taala, karena
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[Diadaptasi oleh Ustadz Abu Sauda` Eko Mas`uri, dari ad-Dhiy-ul Lmi, Syaikh Muhammad
bin Shlih al-Utsaimn, hlm. 505-508]

Sumber: https://almanhaj.or.id/2658-betapa-penting-menyambung-silaturahmi.html

Anda mungkin juga menyukai