Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN METODE TALKING STICK

1. DEFINISI METODE TALKING STICK


Model pembelajaran Talking Stick berkembang dari penelitianbelajar kooperatif oleh
Slavin Pada tahun 1995. Model ini merupakan suatu cara yang efektif untuk
melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Dalam model
pembelajaran ini siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang
lainnya. Sehingga siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan
siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran Talking Stik adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan
bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab
pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan
tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk
menjawab pertanyaan dari guru.
Dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stik ini, guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 orang yang heterogen.
Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat,
yang dalam topik selanjutnya menyiapkan dan mempersentasekan laporannya kepada
seluruh kelas.
Model pembelajaran talking stick merupakan salah satu dari model pembelajaran
kooperatif, guru memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja
sama dengan orang lain dengan cara mengoptimalisasikan partisipasi siswa (Lie,
2002:56). Kemudian menurut Widodo (2009) mengemukakan bahwa talking
stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai
alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus
menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa
lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat
dan pertanyaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran talking
stick merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menggunakan
sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran dengan memberikan siswa kesempatan
untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain sehingga
mengoptimalisasikan partisipasi siswa.
Menurut Sugihharto (2009) mengemukakan bahwa model pembelajaran talking
stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai
dengan pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara
kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) Kelompok dibentuk dari siswa
yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) Anggota kelompok berasal
dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda, serta (4) Penghargaan lebih
berorientasi kelompok ketimbang individu.

Metode Talking Stick adalah proses pembelajaran dengan bantuan tongkat yang
berfungsi sebagai alat untuk menentukan siswa yang akan menjawab pertanyaan.
Pembelajaran dengan metode Talking Stick bertujuan untuk mendorong siswa agar
berani mengemukakan pendapat. Metode pembelajaran Talking Stick dalam proses
belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui
permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya. Tongkat
digulirkan dengan diiringi musik. Pada saat musik berhenti maka siswa yang sedang
memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Metode pembelajaran Talking Stick dilakukan hingga sebagian besar siswa
berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Penggunaan
metode ini menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif selama pembelajaran, siswa harus
selalu siap menjawab pertanyaan dari guru ketika stick yang digulirkan jatuh kepadanya
(Rahayu, 2013). Metode Talking Stick sebaiknya menggunakan iringan musik ketika
stick bergulir dari satu siswa ke siswa lainnya dalam menentukan siswa yang menjawab
pertanyaan didalam tongkat bertujuan siswa menjadi lebih semangat, termotivasi serta
proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan (Suprijono, 2009).
1. ALASAN MEMILIH METODE TALKING STICK
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa ikut terlibat dalam proses
pembelajaran diamana diawal pembelajaran siswa dilibatkan untuk membaca bukunya
kembali dan menjalankan tongkat akan menuntut siswa untuk berani berbicara dan
mengemukakan pendapatnya, bertujuan agar siswa terbiasa serta mudah untuk
mengingat pelajaran yang telah diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijono
(2009) bahwa pada metode Talking Stick siswa dilatih untuk belajar sendiri dan
menjadikan siswa lebih giat belajar serta senang dalam mengikuti proses pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk aktif. Penerapan metode Talking Stick siswa dituntut
untuk siap menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat tanpa terlebih dahulu
ditunjuk atau mengajukan diri, namun berdasarkan pemberhentian tongkat yang bergulir
pada setiap siswa. Hal ini meminimalisir terjadinya monopoli kelas oleh siswa-siswa
yang pintar, sehingga siswa-siswa yang kurang pintar juga dapat untuk mengemukakan
pendapatnya. Kemudian dilakukan untuk menghindari kegaduhan dalam kelas karena
saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Hal yang demikian terlihat pada setiap pertemuan yaitu pada saat
stick digulirkan, siswa yang memegang tongkat harus menjawab salah satu pertanyaan
yang ada di dalam tongkat. Hal ini menjadikan siswa terbiasa menjawab pertanyaan dan
mengemukakan pendapatnya, sehingga keaktifan siswa dalam kelas menjadi merata dan
tidak hanya dimonopoli oleh siswa-siswa yang pintar. Penerapan metode Talking Stick
menyebabkan siswa bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan yang menjadikan
siswa aktif selama proses pembelajaran. Penerapan metode pembelajaran Talking Stick
dapat menimbulkan rasa senang pada diri siswa karena metode Talking Stick bersifat
permainan yang menyenangkan. Permainan Talking Stick dikatakan menyenangkan
karena didalam tongkat tersebut tidak hanya berisi soal-soal tetapi juga soal kosong atau

soal pengalihan untuk menghindari terjadinya senam jantung pada diri siswa dan karena
permainan tersebut diiringi oleh iringan musik. Keuntungan penggunaan musik adalah
membuat siswa rileks dan mengurangi rasa stres. Hal ini sesuai dengan pendapat
Deporter (2009) yang menyatakan bahwa musik dapat membantu pelajar bekerja lebih
baik dan mengingat lebih banyak. Musik dapat merangsang, meremajakan dan
memperkuat belajar baik secara sadar maupun tidak sadar. Unsur permainan dalam
pembelajaran akan menimbulkan motivasi dalam diri siswa untuk aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan dengan adanya unsur permainan dalam
pembelajaran akan membuat suasana pembelajaran menjadi lebih hidup dan tidak
membosankan bagi siswa.
1. LANGKAH-LANGKAH METODE TALKING STICK
Suprijono (2009:90) menyatakan bahwa pembelajaran dengan model
pembelajaran talking stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat.
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut terdapat
beberapa langkah sebagai berikut.
Pembelajaran dengan model pembelajaran talking stick diawali oleh penjelasan guru
mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Siswa diberikan kesempatan membaca
materi tersebut. Berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya
meminta kepada siswa menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah
disiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu siswa. Siswa yang
menerima tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya.
Ketika shick bergulir dari siswa ke siswa lainnya, seyogjanya diiringi musik. Langkah
terakhir dari model pembelajaran talking stick adalah guru memberikan kesempatan
kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya. Guru
memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan siswa, selanjutnya bersamasama siswa merumuskan kesimpulan.
Selain itu, Suyatno (2009:124), menyatakan bahwa ada beberapa langkah atau sintaks
dari langkah model pembelajarantalking stick, yaitu sebagai berikut:
Guru menyiapkan sebuah tongkat.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada
pegangan / paketnya.
Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahkan siswa
untuk menutup bukunya.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat
bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
Guru memberikan kesimpulan.

Kemudian menurut Widodo (2009), menjelaskan bahwa sintaks atau langkah-langkah


pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran talking stick, yaitu sebagai
berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut.
4. Setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya,
siswa menutup bukunya dan mepersiapkan diri menjawab pertanyaan guru.
5. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya, jika siswa sudah dapat menjawabnya maka tongkat diserahkan
kepada siswa lain. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat
bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
6. Guru memberikan kesimpulan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sintaks yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah (a) guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD,
(b) guru menyiapkan sebuah tongkat, (c) guru menyampaikan materi pokok yang akan
dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari materi lebih lanjut, (d) setelah siswa selesai membaca materi/buku
pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mepersiapkan diri
menjawab pertanyaan guru, (e) guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa,
setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut
harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat
bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru, (f) guru memberikan kesimpulan,
(g) evaluasi dan penutup.
1. KELEBIHAN METODE TALKING STICK
Kelebihan dari penggunaan metode pembelajaran Talking Stick menguji kesiapan siswa
dalam menerima pembelajaran, membuat siswa membaca dan memahami pelajaran
dengan cepat dan membuat siswa belajar lebih giat, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan prestasi siswa (Suprijono, 2009).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari model
pembelajaran Talking Stick. Kelebihan dari model pembelajaran Talking Stick adalah
sebagai berikut:
1. Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar
2. Terdapat interaksi antara guru dan siswa
3. Siswa menjadi lebih mandiri
4. Kegiatan belajar lebih menyenangkan

1. KELEMAHAN METODE TALKING STICK


Adapun kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut:
1. Siswa cenderung individu
2. Materi yang diserap kurang
3. Siswa yang pandai lebih mudah menerima materi sedangkan siswa yang kurang
pandai kesulitan menerima materi
4. Guru kesulitan melakukan pengawasan
5. Ketenangan kelas kurang terjagaMemerlukan tanggung jawab guru dan sekolah
atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata
jangka panjang dan jauh.
A.
Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan.
B.
Terkadang sulit untuk mendapat izin dari pimpinan kerja atau kantor
yang akan dikunjungi.
Sedangkan kekurangan metode karya wisata (Field Trip) menurut Suhardjono (2004:85)
adalah:
1. Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan
2. Kadang-kadang sulit untuk mendapat ijin dari pimpinan kerja atau kantor yang
akan dikunjungi
3. Biaya transportasi dan akomodasi mahal.

DAFTAR PUSTAKA
Aridanu, Ichwan. 2014. Metode Pembelajaran Talking Stick.(tersedia
di www.aridanu.wordpress.com diakses pada tanggal 26 November 2014)
Admin. 2013. Metode Pembelajaran Talking Stick. (tersedia
diwww.blogpendidikan.blogspot.com diakses pada tanggal 26 November 2014)
Masykur, Ramadhani. 2011. Penerapan Metode Pembelajaran Talking Stick Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Koloid Di Kelas Xi Ipa
Sma Negeri 7 Pekanbaru.Universitas Riau
Purnamasari, Yeti. 2013. Metode Pembelajaran Talking Stick.(tersedia
di www.yetipurnamasari.blogspot.com diakses pada tanggal 26 November 2014)

https://summerinjember.wordpress.com/2014/12/19/penerapan-metode-talking-stickdalam-pembelajaran-sejarah-sbm/

PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF


TEKHNIK KANCING GEMERINCING
Model pembelajaran kooperatif teknik Kancing gemerincing diciptakan oleh
Spencer Kagan (1992) dan dikembangkan oleh Anita Lie (2002). Lie (2010: 63)
mengemukakan bahwa teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia anak didik.
Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok
mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan
pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk
mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.
Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara,
sebaliknya, juga ada anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih
dominan. Dalam situasi seperti, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok tidak bisa
tercapai karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya
yang dominan. Teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa
setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Kancing
Gemerincing
Lie (2010: 64) mengembangkan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
guru pada pelaksanaan model pembelajaran kooperatif teknik Kancing Gemerincing
adalah sebagai berikut:
1.

Guru menyiapkan suatu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (bisa juga bendabenda kecil lainnya, seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batangbatang lidi, sendok es krim dan sebagainya).

2. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing


kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung
pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).
3. Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus
menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakannya di tengah-tengah.
4.

Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi
sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.

5.

Jika semua kancing habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh
mengambil kesepakatan untuk membagi kancing lagi dan mengulangi prosedunya
kembali.

Kelebihan dari Model Pembelajaran Koperatif Tekhink Kancing Gemerincing


1) Saling ketergantungan yang positif.
2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.
6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi
menyenangkan

Kekurangan dari model Pembelajaran Koperatif Tekhink Kancing Gemerincing


1) Persiapannya memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran dan waktu.
2) Membutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
3) Kecenderungan topik pembicaraan dapat menjadi berkembang.
4) Saat berdiskusi masih ada didominasi seseorang.
Kelemahan yang ada pada pembelajaran kooperatif ini lebih bersifat teknis,
artinya hal-hal yang timbul ketika pembelajaran itu akan atau sedang diterapkan. Jika
seseorang guru teliti dan mampu mengatur proses pembelajaran, maka waktu yang
dibutuhkan tidak akan menyita jam mata pelajaran lain serta pembicaraan yang terjadi
pada siswa tidak akan melebar kemana-mana. Namun untuk masalah biaya yag
dibutuhkan cukup banyak, maka tidak perlu membebankan pada guru dan siswa, disini
sebaiknya pihak sekolah ikut andil dalam penyediaan anggaran dana khususnya bagi
pengembangan model-model pembelajaran di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.L., (2008), Learning To Teach Belajar Untuk Mengajar, Edisi Ketujuh/Buku Dua,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Budiningsih, Asri. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Deporter, Bobby. 2010, Quantum Teaching (Mempraktekkan uantum Teaching di Ruang- Ruang
Kelas. Bandung: PT. Mizan Pustaka
Ibrahim, M., dkk, (2000), Pembelajaran Kooperatif, Penerbit University Press, Surabaya.
Joyce., Wheil., dan Calhoun., (2010), Models of Teaching (ModelModel Pengajaran), Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Katu, N. (1995). Pengajaran Fisika Yang Menarik. Salatiga : Universitas Satya Wacana
Kiranawati, 2007, Metode Investigasi Kelompok,
(http://gurupkn.wordpress.com)
Komarudin, Ukim. Sukarjo. (2009). Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Lie, A., (2008), Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang- Ruang
Kelas, Penerbit PT. Grasindo, Jakarta
Sadiati, Desi, 2006, Judul Skripsi, (http://digilib.unnes.ac.id).
Slavin, Robert E, (2006), Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek, Nusa Media :
Bandung
Trianto, 2007, Model model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi
Pustaka; Jakarta
Winataputra, 2008, Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation,
(http://ipotes.wordpress.com)
Zulkifli A., (2009), Cooperative Learning, Cakrawala, September 2009.

http://fisikawansastra.blogspot.co.id/2015/04/model-pembelajaran-kancinggemerincing.html

Anda mungkin juga menyukai