Anda di halaman 1dari 14

KEJANG DEMAM

I. PENDAHULUAN
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia,serta tidak
didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Kejang demam terjadi
pada anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi
terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam di kelompokkan menjadi dua, yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks.1,2
Faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor demam, usia,
riwayat keluarga, riwayat prenatal, dan riwayat perinatal.2
Prognosis kejang demam baik, angka kematian hanya 0,64%-0,75%. Sebagian
besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi
epilepsi sebanyak 2% -7%.Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang
demam cukup mengkhawatirkan bagi orang tua. Kejang demam juga dapat
mengakibatkan gangguan tingkah laku seperti penurunan intelegensi dan pencapaian
tingkat akademik.1,2,3
II. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhutubuh
(suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.4,5
Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam adalah
suatukejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan - 5
tahunberhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu.1
Definisi kejang demam menurut International League Against Epilepsy
(ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1bulan yang berkaitan dengan demam
yang bukan disebabkan oleh infeksisusunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang
sebelumnya pada masa neonatusdan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya
misalnya karenakeseimbangan elektrolit akut.5,6

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalamikejang didahului
dengan demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersamaan demam.1,2
Anak yang pernah kejang tanpa demam kemudian mengalami kejang demam
kembali dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam definisi
kejang demam. Derajat tingginya demam yang dianggap cukupuntuk diagnosis
kejang demam ialah 38oC atau lebih, tetapi suhu sebenarnyasaat kejang berlangsung
sering tidak diketahui.1,2
Kejang demam kompleks ialah bangkitan yang berlangsung lebih dari
15menit, fokal atau multipel (lebih daripada 1 kali kejang per episode
demam)sedangkan kejang demam sederhana ialah bangkitan yang berlangsungsingkat, kurang
dari 15 menit. Kejangberbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal,
kejang tidakberulang dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang demam sederhana yaitu
80%di antara seluruh kejang demam.1,2
Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit baik satu
kali atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang makadiklasifikasikan
sebagai status epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadianini berkisar 5 % dari
keseluruhan kejang yang disertai demam.6
Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik,prenatal
dan perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasanatas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.Kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang paling tinggi, terkadang kejangterjadi pada demam yang tidak begitu
tinggi. Bila hal ini terjadi maka anak tersebut memiliki resiko tinggi untuk
berulangnya kejang.1

III. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti.

Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang


demam,yaitu4:
1.

Demamnya sendiri

2.

Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

3.

Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

4.

Gabungan semua faktor diatas.


Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang
demam.Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi sering terjadi waktu anak
sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi
difteri, pertussis, tetanus (DPT) dan morbili (campak)4.
Dari penelitian yang dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297
penderita kejang

demam, 66 (22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya.2

Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Pada
penderita yang mengalami kelainan lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilofaringitis dan otitis media akut pernah dilaporkan bahwa infeksi tersebut lebih sering
disertai kejang demam daripada infeksi lainnya.Sekitar 4,8% - 45% penderita
gastroenteritis

oleh

kuman

Shigella

mengaiamikejang

demam

dibanding

gastroenteritis oieh kuman lainnya di mana angka kejadian kejang demam hanya
sekitar 1%. Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang
demam pada shigellosis dan salmonellosis berkaitan dengan efek toksik yang
dihasilkan kuman bersangkutan4.
IV. EPIDEMIOLOGI
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelumberumur
4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan.1
Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% padaanak
umur kurang dari 5 tahun.Di Asia angka kejadian kejang demamdilaporkan lebih

tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalahkejang demam
sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-10%.3
V. MANIFESTASI KLINIK
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejangklonik
atau tonik-klonik bilateral.Seringkali kejang berhenti sendiri.Setelahkejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapisetelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar embali tanpadefisit neurologis. Kejang demam
kompleks dapat diikuti oleh paresissementarayang berlangsung beberapa jam
sampaibeberapa hari.1,8
Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapatdilihat
pada tabel berikut4 :
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks
N
o
1.
2.
3.
4.
5.

Klinis
Durasi
Tipe kejang
Berulang dalam satu episode
Defisit neurologis
Riwayat keluarga kejang demam

KD
Sederhana

KD
Kompleks

< 15 menit
umum
1 kali
+

> 15 menit
umum/ fokal
> 1 kali
+
+

VI. FAKTOR RESIKO


Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam,yaitu:
demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil,riwayat preeklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan topksik), faktor perinatal
(asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan,partus lama, cara lahir) dan faktor
pascanatal (traumakepala, trauma kepala).3,4
1. Faktor demam
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau
di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab,tetapi yang

tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virusmerupakan penyebab
terbanyak. Demam merupakan faktor utamatimbulnya bangkitan kejang.4
Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejangdan
eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh padakanal ion dan
metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh 1derajat celsius
akan

meningkatkan

metabolisme

karbohidrat

sebesar

10-15%,

sehingga

meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen. 4,9


Demam tinggi akanmengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak.
Pada keadaaan hipoksia, otak akan berkurang energi sehingga mengganggu fungsi
normal pompa Na+. Permeabilitas membrane sel terhadap ion Na+ meningkat,
sehingga menurunkan nilai ambangkejang dan memudahkan timbulnya bangkitan
kejang. Demam juga dapatmerusak neuronGamma Amino Butyric Acid(GABA)-ergik
sehingga fungsi inhibisi tergangggu.4,9
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuhberkisar
38,9C-39,9C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37C-38,9C
sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demamterjadi pada suhu tubuh di atas 40oC.4
2. Faktor usia
Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neuruliasi sampai migrasi
neural.Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masihberlanjut sampai tahuntahun pertama pascanatal.Kejang demam terjadipada fase perkembangan tahap
organisasi sampai mielinisasi. Faseperkembangan otak merupakan fase yang rawan
apabila mengalamibangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.4
Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptoruntuk
asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif,sebaliknya reseptor GABA
sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan
disbanding inhibisi.4,9
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptideksitator,
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matangkadar CRH di hipokampus
tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitankejang apabila terpicu oleh demam.4,9

Anak pada masa developmental window merupakan masaperkembangan otak


fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2tahun. Pada masa ini,
apabilamengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan
kejang.4,9
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasusterjadi
pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengankejadian paling sering
pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.4
3. Riwayat keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengankejang
demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar
60-80%.Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam makaanaknya
beresiko sebesar 20-22%.Apabila kedua orang tua mempunyairiwayat pernah
menderita kejang demam maka resikonya meningkatmenjadi 59-64%.Sebaliknya
apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko
terjadi kejang demam hanya 9%.Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu
dibandingkan ayah yaitu27% berbanding 7%.4
4. Faktor prenatal dan perinatal
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapatmengakibatkan
berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan.Komplikasi kehamilan diantaranya
hipertensi dan eklamsia, sedangkangangguan pada persalinan diantaranya trauma
persalinan.Hipertensi padaibu

dapat

menyebabkan aliran

darah

ke plasenta

berkurang sehinggaberakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas


danBBLR.Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebutdapat
mengakibatkan janin asfiksia sehingga akan terjadi hipoksiadan iskemia. Hipoksia
mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus,rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatnya fungsi neuron eksitasi,sehingga mudah timbul kejang. 4
VII. PATOGENESIS
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakanbahwa
pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengandemikian reaksi-reaksi
oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigenakan lebih cepat habis, terjadilah

keadaan hipoksia. Transport aktif yangmemerlukan ATP terganggu, sehingga Na


intrasel dan K ekstrasel meningkatyang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaansel saraf meningkat.4
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung,
otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akanmenyebabkan kejang
bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama
akan terjadi perubahan sistemik berupahipotensi arterial, hiperpireksia sekunder
akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi
neuron karena kegagalan metabolisme di otak. 4 Demam dapat menimbulkan kejang
melalui mekanisme sebagai berikut:
-

Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum

matang/immature.
Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan

gangguan permiabilitas membran sel.


Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang

akan merusak neuron.


Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan
oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkangangguan aliran ion-ion keluar masuk sel.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam

VIII.

DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang laindapat

disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan


elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya.Dari beberapa diagnosis banding
tersebut,

meningitis

merupakan

penyebab

kejangyang

lebih

mendapat

perhatian.Angka kejadian meningitis pada kejang yangdisertai demam yaitu 2-5%.6


Kejadian kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksipada sistem respirasi atas,
otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola.Lebih dari 50% kejadian kejang
demam pada anak kurang dari 3 tahunberhubungan dengan infeksi virus herpes
(Human Herpes Virus6 dan 7).6
Hal hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu11:
-

Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, dan lama kejang.


Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca

kejang.
Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas

akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll).


Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalamkeluarga.
Singkirkan
penyebab
kejang
yang
lain
(misalnya
diare/muntah
yangmengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkanhipoksemia,
asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain11:


-

Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran


Suhu tubuh: apakah terdapat demam
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,Lasuque

dan pemeriksaan nervus cranial


Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB)membonjol,

papil edema.
Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluranpernapasan,
faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lainsebagainya yang merupakan

penyebab demam.
Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis11

Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat untuk


dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jikaterdapat komplikasi atau
penyakit lain yang mendasari seperti gangguan keseimbangan elektrolit yang
berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksisaluran gastrointestinal. Pemeriksaan
laboratorium sebaiknya dilakukan untuk mencari penyebab demam diantaranya
pemeriksaan kultur urin untuk melihatada tidaknya infeksi saluran kemih jika
ternyata tidak ditemukan fokus infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar
elektrolit seperti kalsium, fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada
pasien kejangtanpa demam juga kurang memberikan arti yang bermakna jika
dilakukanpada pasien kejang demam sederhana.7
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG
(elektroensefalografi).EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat didaerah
belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral.Perlambatan
ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada harikejang dan ditemukan
pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 harisetelah serangan kejang.
Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyainilai prognostik dan kejadian kejang
berulang dikemudian hari atauperkembangan ke arah epilepsi. Saat ini sudah tidak
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang demam sederhana
karenahasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Indikasi
lumbal pungsi seperti infeksi intracranial dan penurunan kesadaran, sedangkan
kontraindikasi lumbal pungsi seperti adanya infeksi pada daerah yang akan di pungsi,
pupil edema, TIK meningkat, pasie shock dan adanya kelainan perdarahan. Pada bayi
kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsilumbal harus dilakukan pada
bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkanpada bayi berumur 12-18 bulan dan
tidak rutin dilakukan pada bayi berumur>18 tahun jika tidak disertai riwayat dan
gejala klinis yang mengarah kemeningitis.1,2,6,9
9

Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi


kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan padakejang
demam kompleks sekalipun.Pemeriksaan radiologi misalnya Magnetic resonance
imaging(MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi adatidaknya kerusakan di otak
misalnya di daerah hipokampus jika penyebabkejang masih belum diketahui.
Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjangbaik
berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karenakejang demam
sederhana

didiagnosis

berdasarkan

gambaran

klinis.Pemeriksaan

penunjang

dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis bandingkejang yang disertai dengan


demam seperi meningitis.8
Diagnosis kejangdemam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak
Indonesia yaitu jikamemenuhi kriteria sebagai berikut2:
IX.

Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun


Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit
Kejang umumnya berhenti sendiri
Kejang secara umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal
Kejang tidak berulang dalam 24 jam
PENATALAKSANAAN
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu1 :
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harusdilakukan ialah

membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkanapabila muntah untuk mencegah
aspirasi. Jalan napas harus bebas agaroksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara
teratur, diberikanterapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi.1
Awasi tanda vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasandan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres airhangat dan pemberian antipiretik.
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaanantipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli diIndonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan ketika anak demam(> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-

10

15 mg/kgBB/kalidiberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 510mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.2
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau per-rektal. Kadar diazepam tertinggi dalamdarah akan
tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secaraintravena dan
dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara per-rektal. Dosisdiazepam intravena
0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengankecepatan 1-2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal20 mg. Untuk memudahkan orangtua
di rumah dapat diberikan diazepamrektal dengan dosis1,2:
-

5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg


10 mg untuk berat badan anak > 10 kg
Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada bagan

berikut ini12 :

11

X.
PROGNOSIS
Kejadian kecacatan
pernahdilaporkan.Kematian

sebagai
akibat

komplikasi
kejang

kejang

demam

juga

demam
tidak

tidak
pernah

dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada


pasienyang

memang

sebelumnya

normal.

Penelitian

lain

secara

retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan

12

inibiasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokalatau
kejang umum.2,5
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor
resikoberulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia
saatkejang pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40C)
dantimbulnya kejang yang cepat setelah demam. Bila semua faktor tersebutterpenuhi
maka resiko berulangnya kejang demam 80 % sedangkan bila tidak terdapat faktor
tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejangpaling besar pada tahun
pertama.2,5

DAFTAR PUSTAKA
1. Marudur PT, Herini ES, Satria CD. Predictive factors for recurrent febrile
seizures in children. (Online), (http://www.paediatricaindonesiana.org/?q=a&a=
1074 &d=1, diakses 19 Mei 2015). Paediatrica Indonesiana. 2012; 52(6): 317-8.
2. Pusponegoro H, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang
demam. (Online), (http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-DemamNeurology-2012.pdf, diakses 19 Mei 2015). Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2006.h.1-13.
3. Baumann RJ. Pediatric febrile seizures. (Online), (http://emedicine.medscape.
com/article/1176205-overview#showall, diakses 19 Mei 20156 November 2014).
Medscape. 2012.
4. Tejani NR. Febrile seizures. (Online), (http://emedicine.medscape.com/article/
801500-overview#a0104, diakses 19 Mei 2015). Medscape. 2013.

13

5. British Columbia Medical Association. The Clinical Practice Guidelines of


febrile seizures. (Online), (http://www.bcguidelines.ca/pdf/febrile.pdf, diakses
20 Mei 2015). Guidelines & protocolsadvisory committee. 2010.h.2-4.
6. Dugdale DC. Grand mal seizure.(Online), (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/
ency/imagepages/19076.htm, diakses 21 Mei 2015). Medlineplus. 2010.
7. Winawer M, Hesdorffer D. Turning on the heat: the search for febrile seizure
genes. (Online), (www.neurology.org/content/63/10/1770.full.pdf, diakses 20
Mei 2015). Neurology. 2004;63(10):1770-1
8. Mayo Clinic Staff. Febrile seizure. (Online), (http://www.mayoclinic.com/health/
febrile-seizure/DS00346/, diakses 20 Mei 2015). Mayo Foundation for Medical
Education and Research. 2012.
9. Behrman RE, Kliegmen RM, Bonita, Stanton, Schor N, Geme JS. Febrile
seizure, Chapter 586 dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. Saunders. 2011. h.
1994.
10. Robert H. Sistem saraf dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3, Edisi 15.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
11. Deliana

M.

Tata

laksana

kejang

demam

pada

anak.

(Online),

(http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf, diakses 21 Mei 2015). Sari Pediatri.


2002. 4(2):59-62
12. Stocker ME, Montgomery JE. Serum paracetamol concentrations in adult

volunteers following rectal administration. (Online), (http://bja.oxfordjournals


.org/content/87/4/ 638.full, diakses 20 Mei 2015). Br J Anaesth. 2001; 87: 638

14

Anda mungkin juga menyukai