Anda di halaman 1dari 10

REVIEW ARTIKEL

IKLAN ROKOK A MILD VERSI BUKAN BASA BASI,


TEMA TANYA KENAPA: ANALISIS PASCASTRUKTURAL
Sugeng Purwanto
Dalam proses berkomunikasi baik lisan ataupun tulisan, bahasa merupakan hal yang
paling penting untuk menjamin keberlangsungan proses komunikasi tersebut. Salah satu
bentuk pemakaian bahasa dalam komunikasi seperti yang ada dalam media massa,
dalam hal ini berupa iklan. Iklan sebagai salah satu media massa mempunyai fungsi
untuk menyampaikan informasi dan pesan kepada pembaca. Dalam pembuatan iklan,
produsen
berusaha menyampaikan pesan kepada konsumen dalam bentuk lambang bermakna
melalui suatu media, diantaranya yaitu media cetak. Lambang
makna yang dimaksud adalah bahasa. Lambang-lambang yang berbentuk bahasa inilah
menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Dalam pembentukan iklan tidak hanya berupa
kata-kata saja yang menjadi objek penelitiannya, namun berupa simbol, kode atau tanda
yang berbentuk gambar yang terdapat dalam iklan tersebut. Peenyajian iklan didesain
dengan sangat menarik agar para konsumen ada ketertarikan terhadap produk yang
diiklankan. Bentuk-bentuk tampilan iklan banyak menjadi sorotan oleh para khlayak
untuk dijadikan objek penelitian, khususnya orang-orang yang bergelut dibidang
bahasa. Iklan bukan semata-mata hanya sebuah tampilan kata-kata dan gambar yang
digunakan untuk mengesankan konsumen, melainkan dalam iklan tersebut memiliki
maksud dan makna tersendiri dari tampilan kata dan gambar tersebut. Penyajian satu
iklan dengan tampilan terdapat kata-kata dan gambar yang menjadi kode, simbol atau
tanda memiliki kesatuan makna yang utuh. Oleh karena itu diperlukan bentuk tindakan
berupa penelitian untuk mengetahui makna yang utuh dari kesatuan iklan yang
ditampilkan. Misalkan saja iklan rokok A mild, penelitian iklan rokok tersebut telah
banyak dilakukan oleh beberapa orang seperti, Ummi Kalsum mahasiswa dari
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Luh Krisya Bawanti, dkk dari
Universitas

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Andri Wicaksono seorang

mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, dan Sugeng Purwanto yang telah menerbitkan
hasil penelitiannya di jurnal Dinamika Bahasa dan Ilmu Budaya. Hasil penelitian atau
penelaahan terhadap suatu objek, tidak semata-mata harus diterima begitu saja, namun
perlu diupayakan penelitian atau penalaahan lebih lanjut terhadap hasil penelitian. Oleh

sebab itu pada kajian ini, penulis berupaya memberiakn ulasan terhadap hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sugeng Purwanto.
Berdasarkan artikel yang berjudul Iklan rokok a mild versi bukan basa basi,
Tema tanya kenapa: analisis pascastruktural yang ditulis oleh Sugeng Purwanto
dalam pengkajian datanya menggunakan menggunakan pendekatan (ancangan) pasca
structural milik Ronald Barthes yang antara lain menyangkut kode-kode hermeneutic,
semantic, symbolic, narasi dan kultural. Dalam rangka menganalisis suatu iklan
menggunakan teori Roland Barthes ini terlalu bersifat umum. Sehingga membutuhkan
teori yang dapat membantu untuk penganalisisan data, tentunya teori tersebut harus
memiliki relasi yang sangat dekat dengan teori tersebut, dalam hal ini teori Roland
Barthes dengan pendekatan pasca struktural.
Hasil analisis iklan rokok tersebut, secara kode hermeneutik yaitu, teka-teki apa yang
ada di balik pemasang iklan dengan investasi milyaran rupiah, padahal tanpa iklanpun
kalau posisi perusahaan sudah seperti sekarang ini dijamin jumlah Milder tetap dapat
dipertahankan
atau bahkan ditingkatkan. Iklan di ataspun sangat enigmatis. Tidak ada himbauan,
ajakan atau apapun yang sifatnya mendorong atau memotivasi khalayak agar merokok
A Mild, bahkan lebih ironis lagi, A Mild dengan setia mencantumkan peringatan
pemerintah tentang bahaya merokok, dengan tulisan tebal-tebal tanpa ragu tehadap
kemungkinan setiap orang akan berhenti jadi Milder. Yang paling mengundang tekateki adalah adanya pesan tekstual yang berbunyi SIANG DIPENDAM MALAM BALAS
DENDAM dengan ilustrasi latar belakang, gambar meja makan yang penuh dengan
makanan dan minuman dari berbagai jenis. Berdasarkan hasil analisis iklan rokok
tersebut dari sudut pandang hermeneutik terlalu bersifat umum. Seperti yang kita
ketahui bersama bahwa hermeneutika merupakan interpretasi pemerolehan maknanya
lebih luas (Ratna, 2013;231). Jadi pandangan hermeneutik itu sebatas apa yang
ditampilkan pada kalimat atau gambar iklan tersebut, tanpa mencari makna yang
sebenarnya. Hasil yang disampaikan bersifat netral dan menyampaikan realitas yang
terlihat secara umum pada iklan rokok tersebut, tanpa diupayakan pengungkapan lebih
intensif mengenai maksud iklan tersebut.
Hasil Analisis Kode Semantik

Menurut kode semantik, iklan A Mild SIANG DIPENDAM MALAM BALAS


DENDAM memiliki konotasi kebangsaan, terutama yang terjadi di Indonesia pasca
tumbangnya regim
Soeharto menuju era reformasi dan kesukaan (preferences), sebagai tabiat manusia
yang selalu diam waktu merasa kalah, namun sesungguhnya dia menyimpan dendam
bagaikan bom waktu, yang menunggu ditekannya detonator dan meledak. Dalam
penganalisisan kalimat tersebut masih bersifat umum pula karena pemaknaan yang
dilakukan sangatlah sederhana, hanya seperti menggantikan kalimat tersebut menjadi
kalimat yang lebih panjang. Pada penganalisisan makna sepertinya peneliti membatasi
penafsiran yang berlebihan karena tidak ingin terlalu subjektif menilai sesuatu.
Hasil Analisis Kode Simbolik dan Narasi
Analisis kode simbolik dan kode narasi yang dilakukan terhadap iklan rokok A mild ini,
hampir sama. Pemaknaan yang dilakukan secara umum, kemudian dikaitkan dengan
pascastruktural yang dimaksudkan pada saat proses perjuangan. Hanya saja kode narasi
lebih diuraikan dengan kronologi, sedangkan simbolik tetap menggunakan tahapan yang
menjadi kronologi namun lebih langsung pada tujuannya dann pemaknaanya terpisah
dengan pascastruktural.
Hasil Analisis Kode Kebudayaan
Iklan dengan teks Siang dipendam malam balas dendam Iklan A Mild ini
mengandung pesan moral bagi orang yang sedang berpuasa. Secara implicit
mengandung esensi alam bawah sadar, bahwa membalas dendam itu sebenarnya tabiat
dasar manusia. Hanya pribadi-pribadi terpilih yang dapat menepis sifat balas dendam
tersebut. Berdasarkan hasil analisis kode kebudayaan, hasil pemaknaannya tidak
menjadi suatu kode yang baru karena hasil pemaknaan tersebut merupakan gabungan
pemaknaan dari analisis hermeneutika dan semantik, bedanya pada kode kebudayaan ini
dikaitkan dengan ibadah puasa sehingga mengarah pada moral.
Berdasarkan analisis hasil penelitian terhadap Artikel Iklan Rokok A Mild Versi
Bukan Basa Basi, Tema Tanya Kenapa: Analisis Pascastruktural yang
dilakukan oleh Sugeng Purwanto berdasarkan lima hal yang menjadi fokus kajian yaitu
pada bidang hermeneutika, semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan.
Lima hal tersebut digunakan untuk menganalisis satu iklan dan menggunakan

pendekatan yang sama, namun menghasilkan pemaknaan yang kurang utuh, karena ada
yang dikaitkan dengan masa setelah regim Soeharto, ibadah puasa, dan sekedar
pemaknaan biasa tanpa ada penafsiran yang berlebihan. Oleh karena itu dalam
penganalisisan iklan yang terdapat kalimat dan gambar sebaiknya menggunakan analisis
semiotik agar pemaknaan yang disampaikan bersifat utuh. Selain itu penafsiran terhadap
iklan tidak hanya sebatas pemaknaan yang bersifat umum, namun terdapat proses
sehingga penganalisisannya lebih mendalam. Lima aspek yang menjadi kajian pada
analisis iklan rokok tersebut dapat dijadaikan satu kesatuan yang utuh dalam proses
penganalisisan datanya menggunakan semiotik.
Kata semiotika berasal dari bahasa yunani seme seperti dalam semeiotikos yang berarti
penafsiran tanda sebagai suatu disiplin, semiotika berarti ilmu analisis tanda atau studi
tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi (Paul dan Jansz, 2002: 4).
Jenis -jenis semiotik ini adalah semiotik analitik, deskriptif, faunal (zoosemiotic),
kultural, naratif, natural, normatif, sosial, dan struktural. Semiotik analitik merupakan
semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik
berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat
dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam
lambang yang mengacu pada objek tertentu. Semiotik deskriptif adalah semiotik yang
memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang
sejak

dahulu

tetap

seperti

yang

disaksikan

sekarang.

Semiotik faunal

(zoosemiotic) merupakan semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang


dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah
sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat. Semiotik naratif adalah semiotik
yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan
(folklore). Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dihasilkan oleh alam. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas
sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma. Semiotik sosial

merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia
yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa
kalimat. Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa (Alex Sobur, 2012: 100-101).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka menyarankan penggunaan teori semiotika
yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce. Teori yang dikemukakan Peirce adalah
mengenai proses pemaknaan suatu tanda secara tuntas dan sempurna, sehingga
pemaknaan suatu tanda berlangsung menyeluruh hingga ditemukan makna yang utuh.

Semiotika Charles Sanders Peirce


Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya bersifat
menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin
mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua
komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara
keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu zat dan kemudian menyediakan
model teoritis untuk menunjukkan bagaimana semuanya bertemu dalam sebuah struktur.
Pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang tidak bisa ditiadakan bagi
penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatisme. Seorang penafsir adalah yang
berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam
mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala
sesuatunya akan dilihat dari jalur logika.
Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground.
Konsekuensinya, tanda (sign, atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan
triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce (dalam
Sobur, 2003: 41) mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground

dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisgn adalah kualitas yang ada
pada tanda, misalnya kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi
aktual benda atau peristiwa yang berada pada benda, misalnya kata kabur atau keruh
yang ada pada urutan kata air, sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan dihulu
sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu
lintas yang menandakan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas ikon, indeks dan simbol. Ikon
adalah tanda yang hubungannya antara tanda dan petanda yang bersifat bersamaan
bentuk alamiah. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat kausal (hubungan sebab-akibat)

atau tanda yang

langsung mengacu pada kenyataan. Tanda dapat pula mengacu pada objek melalui
kesepakatan disebut simbol.
Berdasarkan interpretant, tanda dibagi atas rheme, decisign dan argument. Rheme
adalah tanda yang memungkinkan orang berdasarkan pilihan, misalnya orang yang
merah matanya dapat saja menandakan orang itu baru menangis, penyakit mata, baru
bangun atau ingin tidur. Decisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, jika pada
suatu jalan sering terjadi kecelakan, maka ditepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang
menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang
langsung memberikan alasan tentang sesuatu (Alex Sobur, 2002: 41-42).
Semua konsep-konsep mengenai tanda yang dikemukakan oleh Peirce sangat
penting dipelajari dan dipahami oleh semua kalangan. Semua tanda yang ada di dunia
ini apabila pemaknaannya salah tentu akan mengakibatkan kesimpulan yang salah pula.
Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sementara itu, objek adalah
sesuatu yang dirujuk tanda dan interpretant adalah tanda yang ada dalam benak

seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu
berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang
diwakili oleh tanda tersebut. Teori segitiga makna mengupas persoalan bagaimana
makna itu muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu
berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya ditampilkan sebagai tampak
dalam gambar berikut.
O1

O2
O3

R1

I1/R2

I2/R3

O4

I3/R4

O5

I4/R5

O6

I5/R6

I6

R =Representament (tanda)
O = objek
I = Interpretant
Wujud Interpretant yang tersamar memungkinkan ia menjelma menjadi Tanda /
Representament baru. Hasilnya adalah satu mata rantai semiosis.
Sumber: Paul Cobley (2002: 25)
Hoed (dalam Alex Sobur 2012: 134) memberikan contoh menarik ihwal bagaimana
suatu lambang berkembang melaui proses semiosis seperti contoh berikut ini:
Sabun mandi Lux
(Gambar sabun bermerk Lux)
(Gambar wanita cantik, seorang bintang film)
Dipakai oleh sembilan dari sepuluh bintang film
Cobalah kita perhatikan beberapa tanda (kata dan gambar) pokok, yaitu Lux,
sembilan dari sepuluh, bintang film, gambar sabun, dan gambar bintang film. Proses
semiosis yang terjadi pada penerimaan iklan tersebut dapat kita gambarkan sebagai
proses signifikasi empat tahap seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 1: Proses Signifikasi Tahap I


Sabun mandi Lux

Lux

Sabun untuk mandi


(bukan untuk mencuci pakaian)

Gambar 2: Proses Signifikasi Tahap II


Sabun mandi bintang film

Sabun untuk mandi

sabun mandi istimewa


karena digunakan oleh
sebagian besar bintang film

Gambar 3: Proses Signifikasi Tahap III


bintang film mandi

sabun mandi istimewa

sebagian besar bintang film


selalu mandi dengan sabun Lux

Gambar 4: Proses Signifikasi Tahap IV


Bintang film mandi dengan sabun Lux

bintang film mandi


Jika mandi dengan sabun Lux
dengan sabun Lux
saya seperti bintang film
Berdasarkan teori semiotik Charles Sanders Peirce penganalisisan iklan dapat dilakukan
secara menyeluruh, menguraikan partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali
semua komponen dalam struktur tunggal sehingga mampu membongkar bahasa dalam

iklan tersebut secara keseluruhan. Dengan Teori segitiga makna Charles mengupas
persoalan bagaimana makna itu muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan
orang pada waktu berkomunikasi. Penentuan makna tidak langsung hanya menafsirkan
tetapi melalui proses sehingga makna yang dihasilkan lebih spesifik dan bersifat utuh.

DAFTAR PUSTAKA

Cobley, Paul dan Litza Jansz. 2002. Mengenal Semiotika for Beginners. Bandung:
Penerbit Mizan (dialihbahasakan oleh Ciptadi Sukono)
Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana,Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
offset.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fbib1/article/view/420 (diunduh pada sabtu, 14
Mei 2016. Pukul 20.31)
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Stlistika Kajian Puitika Bahasa Sastra, dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai