Anda di halaman 1dari 4

Data di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya diperkirakan 30-40% anak-anak jalanan

memakai zat-zat yang mempengaruhi kerja otak seperti lem, pil-pil psikotropika, alkohol, dan
ganja. Alkohol merupakan substansi utama yang paling banyak digunakan remaja dan sering
berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang merupakan penyebab utama
kematian remaja.1
Gambaran faktor psikososial pada anak jalanan korban pelecehan seksual dapat dijelaskan
dalam 4 dimensi, yaitu afeksi, kognisi, psikomotor, dan sosial. Hasilnya adalah adanya
kecenderungan emosi negatif seperti perasaan benci dan menyimpan dendam, keinginan
untuk hidup bebas, penilaian negatif pada diri sendiri dan kehidupan, perilaku seksual yang
tidak wajar, penggunaan obat-obatan terlarang dan konsumsi alkohol, serta relasi yang buruk
dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.Manusia terlahir sebagai makhluk sosial, seperti
inilah yang sering kita temui di jalanan dan dimana satu individu membutuhkan individu lain
merupakan problem yang masih belum untuk bertahan hidup, atau sekedar berinteraksi
terpecahkan bagi Dinas Sosial setempat, yaitudan bersosialisasi. Mulai dari kehidupan paling
masalah anak jalanan. awal sebagai embrio, kita sudah memiliki Banyak faktor yang menjadi
penyebab kebutuhan dan kebutuhan tersebut berkembang seorang anak harus turun ke
jalanan.2
Kasus kekerasan anak jalanan di Indonesia setiap tahun meningkat sebesar 50%, hal itu
membuat Indonesia menempati peringkat tertinggi di Asia Pasifik dalam hal kekerasan
terhadap anak-anak. Kekerasan pada anak terhadap berbagai aspek kehidupan anak sesuai
dengan tahapan tumbuh kembang anak, berdampak langsung pada kecacatan fisik dan yang
terberat yaitu depresi akibat tekanan. Depresi merupakan gejala kehilangan gairah, semangat
dan menurunnya daya fikir, hal ini selain dialami oleh orangtua juga sering terjadi pada anak,
dari gejalanya ini akan menimbulkan stress, gelisah dan cemas.3
Indonesia termasuk negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Dengan
tingkat pertumbuhan yang terus meningkat serta status negara ini sebagai negara berkembang
tentu menimbulkan banyak masalah yang mencangkup tentang perkembangan dan
pertumbuhan penduduk serta pemerataan ekonomi. Pembangunan yang dicanangkan belum
merata menyebabkan perbedaan yang terlihat begitu jelas antara setiap daerah di Indonesia.
Salah satu masalah yang melingkupi negara ini adalah banyaknya anak terlantar. 4

Saat ini banyak anak-anak yang seharusnya melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai
seorang pelajar namun tidak bisa menikmati bangku sekolah karena perekonomian keluarga
mereka yang sangat tidak mencukupi. Hal ini membuat banyak anak-anak terlantar dan
menjalani hidupnya dengan bekerja walaupun belum cukup usianya. Bahkan banyak anak
yang mengemis di pinggir jalan untuk memenuhi kebutuhannya.4
Dengan banyaknya anak yang putus sekolah, dan bekerja di jalanan maka tingkat kekerasan
terhadap anak juga dapat meningkat karena tekanan dari berbagai pihak. Memanfaatkan anak
di bawah umur untuk ikut memenuhi kebutuhan karena kurang sanggupnya orang tua dalam
menjalani pekerjaan yang memang sulit didapatkan. Di jalan banyak anak yang mengamen,
berdagang asongan, meminta-minta bahkan mencopet menjadi hal yang biasa. Banyak anakanak jalanan yang merusak dirinya dengan narkoba maupun mabuk-mabukan karena adanya
beban yang berat yang mereka miliki. Peran keluarga dan pemerintah sangat dibutuhkan
dalam hal ini. Membuat para anak jalanan dapat belajar dengan semestinya untuk menggapai
impian serta mendapatkan hidup yang lebih baik. Kita perlu melihat kondisi pendidikan di
negara lain yang sangat menghargai pendidikan. Contohnya di Jerman yang melakukan
kegiatan pendidikannya di biayai penuh oleh pemerintah dari tingkat dasar hingga jenjang
perguruan tinggi.4
Jumlah anak jalanan bertambah setiap hari dan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di
negara negara yang miskin dan berkembang terutamanya di benua Latin Amerika, Asia dan
Afrika. Sampai pada detik ini, jumlah anak jalanan yang pasti di seluruh dunia masih tidak
diketahui lagi, tetapi UNICEF (2003) mengestimasi bahwa ada sekurangnya sekitar 100juta
orang. Publikasi artikel oleh Railway Children (2009), menunjukkan India mempunyai
jumlah anak jalanan yang paling banyak di dunia ini dengan mencatatkan jumlah
sekurangnya 11juta orang. 5
Anak jalanan umumnya berusia sekitar dari 6 hingga 18 tahun merupakan antara kelompok
yang beresiko tinggi terhadap pembunuhan, pelecehan dan perlakuan tidak manusiawi. Demi
kelangsungan hidupnya, mereka akan memilih untuk melakukan pencurian bahkan hingga
menjual dirinya sendiri demi uang. Diperkirakan sekitar 90% dari mereka yang mengalami
ketergantungan terhadap zat-zat adiktif seperti lem, bahan pewarna, dan lain-lain, dapat
mengakibatkan penyakit gagal ginjal, kerusakan otak permanen, dan bahkan kematian.5
Berdasarkan kepada survey yang dilakukan oleh National Survey on Drug Use and Health
(2008) di Negara Amerika, sebanyak 22.8juta orang yang berusia 12 tahun dan keatas

dilaporkan pernah menyalahgunakan bahan atau zat adiktif sekurangnya satu kali dalam
riwayat hidup mereka. Ini mewakili sekitar 8.9% dari populasi anak muda yang berusia 12
tahun dan ke atas di Negara Amerika.5
Di Indonesia pula, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (2005) melaporkan
sebanyak 648 kasus tindakan pindana narkoba karena bahan atau zat aktif pada tahun 2004.
Walaupun bergitu, jumlah kasus tindakan pindana yang dilaporkan tidak mencerminkan
situasi yang sebenarnya karena rata rata banyak kasus yang tidak dilaporkan.5
Di Amsterdam, New York, London, Frankfurt, dan Indonesia, anak-anak yang terpaksa hidup
di jalanan karena berbagai sebab, juga semakin marak. Hakekatnya persoalan mereka
bukanlah kemiskinan belaka, melainkan juga eksploitasi, manipulasi, ketidak-konsistenan
terhadap cara-cara pertolongan baik oleh mereka sendiri maupun pihak lain yang menaruh
perhatian terhadap Anak Jalanan. Laporan terbaru dari UNICEF mengatakan ratusan juta
anak-anak di seluruh dunia mengalami diskriminasi dan ekploitasi namun mereka tidak
terlihat. Dalam laporan terbaru tersebut, anak-anak itu termasuk mereka yang diperdagangkan
yang menghilang dari masyarakat umum.Yang lainnya, termasuk anak-anak jalanan, tidak
mendapatkan hak dasar seperti sekolah dan pelayanan kesehatan. Anak-anak ini tidak
terdaftar ketika lahir, sehingga mereka kemungkinan besar akan dilupakan, dan tidak tercatat
di dunia ini.6
Tanpa adanya identitas sah, mereka tidak bisa menerima pendidikan, pelayanan kesehatan
dan jasa pelayanan sosial lainnya. Dan bila mereka secara resmi tidak terdaftar, itu berarti
para penyeludup manusia bisa membuat mereka hilang tanpa khawatir adanya tindakan
hukum. Penganiayaan kepada anak merupakan alasan utama seorang anak menjadi anak
jalanan. Penganiayaan ini meliputi penganiayaan mental dan fisik. Di Jakarta, anak- anak
yang dibimbing di rumah singgah setelah keluar tak jarang yang kembali lagi ke jalanan.
Fenomena ini seringkali terjadi walapun pihak rumah singgah telah memberikan sekolah
gratis, makanan gratis dan atap untuk berlindung bagi mereka. 6
Kota yang padat penduduk dan banyaknya keluarga yang bermasalah telah membuat makin
banyaknya anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang
dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat dan
hidup merdeka. Bahkan banyak kasus yang menunjukkan meningkatnya penganiayaan
terhadap anak-anak, mulai tekanan batin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh
keluarga sendiri, teman, maupun orang lain.6

Kasus-kasus kekerasan (fisik, psikologis, maupun seksual) yang dialami oleh anak-anak
jalanan dan terungkap ke publik hanyalah sebuah fenomena gunung es dari problem
kekerasan yang sebenarnya sering terjadi di dalam kehidupan anak jalanan. Oleh karena itu,
tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa anak jalanan senantiasa berada dalam situasi
yang mengancam perkembangan fisik, mental dan sosial bahkan nyawa mereka. Kekerasan
inilah yang melekat dalam diri anak jalanan dan membentuk kepribadian mereka di masa
depan.6
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), penyelenggara perlindungan
anak di Indonesia, termasuk pemerintah dan aparat penegak hukum belum memiliki respon
yang tinggi terhadap perlindungan anak. Jumlah anak jalanan di Indonesia kian hari pun kian
bertambah jumlahnya. Data terakhir yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan
angka 154.861 jiwa, yang menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA),
hampir separuhnya berada di Jakarta. Sisanya tersebar ke kota-kota besar lainnya seperti
Medan, Palembang, Batam, Serang, Bandung, Jogja, Surabaya, Malang dan Makasar. Tak
bisa dipungkiri, bahwa anak jalanan belakangan telah menjadi suatu fenomena sosial yang
sangat penting dalam kehidupan kota besar. Kehadiran mereka seringkali dianggap sebagai
cermin kemiskinan kota.6

Daftar pustaka
1. http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/overview-adolescent-healthproblems-and-services.html di unduh pada tanggal 14oktober2014
2. journal.unair.ac.id/filerPDF/110710244_3v.pdf di unduh pada tanggal 14
oktober 2014
3. http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1102 di unduh pada tanggal 14
oktober 2014
4. http://dhiasitsme.wordpress.com/2012/06/24/perlindungan-bagianak-jalanan/ di unduh pada tanggal 14 oktober 2014
5. repository.usu.ac.id/bitstream/.../5/Chapter%20I.pdf di unduh pada tanggal 14 oktober
2014

6.

http://yeriskagritania.wordpress.com/2009/12/10/fenomena-anakjalanan-di-jakarta/ di unduh pada tanggal 14 oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai