Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN WISATA

2.1 Pariwisata
Pariwisata merupakan suatu industri yang dinilai memiliki perkembangan yang cepat
dan berdampak baik dalam perekonomian baik perekonomian wilayah maupun
perekonomian masyarakat lokal. Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 9 tahun 1969 Bab II Pasal 3, usaha-usaha pengembangan pariwisata di
Indonesia merupakan suatu industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha
pengembangan serta pembangunan kesejahteraan masyarakat dan Negara. Menurut
Yoeti (1982) Industri Pariwisata adalah kumpulan dari macam-macam perusahaan yang
secara bersama-sama menghasilkan produk barang dan jasa goods and services) yang
dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya selama dalam
melakukan perjalanannya.

2.1.1 Pariwisata Berkelanjutan


Keberadaan

konsep Sustainable Tourism atau pariwisata berkelanjutan pada

dasarnya didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan. Berikut ini merupakan


gambar tahapan terbentuknya konsep pariwisata berkelanjutan;

Sumber : John Swarbrooke, 1998,hal. 8

Gambar 2.1
Kronologi Terbentuknya Konsep Pariwisata Berkelanjutan

Seiring berjalannya waktu, banyak ditemui dampak negatif dari industri pariwisata,
berbagai macam inisiatif telah digunakan untuk mencoba mengatasi permasalahan
pariwisata melalui teknik manajemen wisatawan. Pada dasarnya, ide manajemen
pariwisata dibentuk untuk mengatasi dampak terburuk dari industri pariwisata dalam
jangka waktu pendek. Istilah Pariwisata berkelanjutan mulai dikenal pada akhir
tahun 1980, ketika ilmu pariwisata dan para ahli mulai mempertimbangkan implikasi
dari industri pariwisata di Brundtland. Akan tetapi pada masa itu, istilah pariwisata
berkelanjutan (sustainable tourism) lebih dikenal dengan green tourism. Konsep

Green

Tourism

lebih

menjelaskan

mengenai

pelestarian

lingkungan

dan

memaksimalkan pemanfaatan lingkungan dalam industri pariwisata. Konsep ini sangat


berpengaruh di pemerintahan.

Sejak awal tahun 1990, istilah sustainable tourism menjadi lebih sering digunakan.
Konsep Sustainable Tourism mencakup sebuah pendekatan pariwisata terkait
mentingnya masyarakat lokal. Beberapa orang menganggap konsep sustainable
tourism merupakan suatu gagasan yang baik. Berikut merupakan keuntungan dari
sustainable tourism atau berkelanjutan.

Konsep

Pariwisata berkelanjutan

mendukung

pemahaman

terkait dampak

pariwisata pada lingkungan, kebudayaan dan masyarakat.

Konsep pariwisata berkelanjutan menjamin adanya distribusi yang seimbang


antara pengeluaran dan pembiayaan.

Konsep pariwisata berkelanjutan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat


lokal, baik secara langsung pada sektor pariwisata ataupun di sektor pendukung
lainnya.

Pariwisata memberikan keuntungan bagi industri disekitarnya seperti hotel,


restaurant, sistem transportasi, kerajinan tangan dan biro perjalanan.

Pariwisata berkelanjutan mempertimbangkan pendapat dari berbagai kelompok


masyarakat dalam penentuan kesempatan termasuk masyarakat lokal dan
pengguna sumberdaya lainnya. Dalam perencanaan dan zoning pariwisata
berkelanjutan juga mempertimbangkan daya dukung dari ekosistem sekitarnya.

Pariwisata berdampak pada peningkatan kualitas transportasi lokal, sarana


komunikasi dan infrastruktur.

Pariwisata berkelanjutan dapat memanfaatkan peranan sumberdaya alam dan


kebudayaan

bagi perekonomian masyarakat dan dapat membantu untuk

melestarikannya.

Konsep pariwisata berkelanjutan sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakat


lokal. Sehingga, peranan

masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

berkelanjutan sangat penting. Dalam konsep pariwisata berkelanjutan, masyarakat


merupakan kunci bagi suatu pariwisata untuk terus berkelanjutan. Terdapat banyak
stakeholder dalam pelaksanaan pariwisata berkelanjutan, hal ini dikarenakan ruang
lingkup yang besar dari pariwisata berkelanjutan. Salah satu dari stakeholder
tersebut ialah masyarakat lokal, dimana baik masyarakat yang secara langusng
bekerja dalam pariwisata maupun tidak merupakan faktor penting dalam pariwisata
berkelanjutan. Berikut dibawah ini merupakan stakeholder yang terlibat dalam
pariwisata berkelanjutan.

The Host
Community:

Those directly
employed in tourism
Those not directly
employed in tourism
Local business people

Governmental
Bodies:

Supra-governmental,
e.g. European Union
National governments
Regional councils
Local government

Tourism Industry:
Tour operators
Visitor attractions
Transport operators
Hospitality sector
retail travel

Tourists:
Mass
market
ecotourist

Sustainable
Tourism

Pressure
Groups:

environment
wildlife
human rights
worker rights

Voluntary Sector:

Non-govenmental
organizations in
developing countries
Trust and
environmental
charities in developed
counties
Sumber : John Swarbrooke, 1998, hal. 17

Experts:

Commerical
consultants
academic

Media:

Specialist travel
News

Gambar 2.2

Stakeholder Kunci dalam Pariwisata Berkelanjutan

Dalam perkembangannya, pariwisata berkelanjutan terdiri dari tiga aspek utama yaitu
sosial, ekonomi dan lingkungan. Untuk mewujudkan sebuah pariwisata berkelanjutan
perlu untuk menyeimbangkan antara ketiga aspek tersebut. Akan tetapi keberadaan
pariwisata seringkali hanya memberatkan pada satu aspek saja. Pada kenyataannya,
banyak pariwisata yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberi
dampak buruk bagi lingkungan. Disisi lain, perkembangan pariwisata tersebut membawa
dampak yang baik bagi perekonomian. Sementara untuk masyarakat, keberadaan
pariwisata dapat menyebabkan dampak baik dan buruk. Menurut Swarbrooke (1998),
terdapat hubungan yang jelas antara ketiga aspek periwisata tersebut. Hubungan
tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini;

Sumber : John Swarbrooke, 1998, hal. 83


Gambar 2.3
Hubungan Tiga Aspek Pariwisata Berkelanjutan

2.1.2 Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism)


Menurut Garrod (2001) terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan prinsip
prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama mengenai
pariwisata lebih dikaitkan dengan sistem perencanaan formal yang menekankan pada
keuntungan potensial dari ekowisata. Sedangkan pendekatan kedua cenderung
dikaitkan dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih fokus dengan
ketentuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunan dan perencanaan
terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam
dalam dampak pembangunan ekowisata. Salah satu bentuk perencanaan yang
partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menggunakan konsep
Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat. Suansri (2003)
mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan
lingkungan, sosial dan budaya.

Menurut Suansri (2003) terdapat beberapa prinsip dasar CBT dalam gagasannya, yaitu;
1.

Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri


pariwisata,

2.

Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek.

3.

Mengembangkan kebanggaan komunitas.

4.

Mengembangkan kualitas hidup komunitas.

5.

Menjamin keberlanjutan lingkungan.

6.

Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal.

7.

Membantu

berkembangnya

pembelajaran

tentang

pertukaran

budaya

pada

komunitas.
8.

Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia.

9.

Mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas.

10. Berperan dalam menentukan prosentase pendapatan dalam proyek yang ada di
komunitas,

Berdasarkan sepuluh prinsip utama yang diungkapkan oleh Suansri (2003) terdapat
empat kunci utama dalam pengembangan community based tourism. Kunci yang pertama
adalah sumberdaya alam dan budaya. Sumberdaya alam dan budaya yang unik dimiliki
suatu wilayah menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata.

Kunci kedua adalah

organisasi masyarakat/komunitas yang terlibat dalam pengembangan dan pengelolaan


pariwisata.

Kesadaran

masyarakat

lokal

merupakan

hal

yang

penting

dalam

pengembangan CBT dimana masyarakat memiliki rasa kepemilikian bersama dan


keinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata sendiri. Kunci yang
ketiga ialah manajemen.

Masyarakat sebagai pengelola tentunya memiliki aturan aturan dasar yang harus
dipatuhi. Masyarakat harus memiliki landasan manajemen organisasi yang kuat dalam
pengelolaan pariwisata, sehingga masing masing anggota masyarakat/komunitas
mengetahui benar tugas masing masing. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya
perselisihan antar anggota organisasi masyarakat khususnya berkaitan dengan
pembagian keuntungan. Kunci yang keempat ialah terjadinya pembelajaran/learning.
Wisatawan yang berkunjung mempelajari sumberdaya alam dan budaya yang dijadikan

sebagai atraksi utama dari pariwisata berbasis masyarakat. Secara tidak langsung,
masyarakat juga belajar dari wisatawan mengenai budaya yang mereka bawa. Dengan
begitu, dalam hal ini akan terjadi pertukaran kebudayaan/ pembelajaran masing
masing budaya.

Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat seharusnya dapat menguntungkan


masyarakat lokal selagi mereka mengelola dan mengembangkan pariwisata tersebut.
Pada

perkembangannya,

mendapatkan

keuntungan

aka

nada

dalam

insentif

pengelolaan

yang

digunakan

pariwisata,

agar

konservasi

masyarakat
alam

dan

sumberdaya alam. Sumberdaya manusia dan kesejahteraan masyarakat lokal akan


meningkat dalam perkembangannya mengelola pariwisata. Etika, norma dan nilai sosial
masyarakat dilindungi begitu juga dengan kebudayaan serta adat istiadat yang
digunakan untuk mempromosikan pariwisata. Pengembangan pariwisata berbasis
masyarakat berjalan beriringan dengan konservasi lingkungan dan warisan budaya.
Berikut dibawah ini merupakan fakor faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari
community based tourism.

Sumber : Silva, 2004, hal.9


Gambar 2.4
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Community Based Tourism

Selain elemen elemen diatas, hal hal yang berkaitan dengan Community Based
Tourism adalah kriteria ukuran kesuksesan Community Based Toursm yang didapat
melalui penelitian evaluasi di beberapa Negara di Asia (Rocharungsat, 2008 dalam
Kontogeorgopoulos, 2014):
1. Melibatkan masyarakat luas
2. Manfaat dapat terdistribusikan secara merata pada semua masyarakat
3. Manajemen pariwisata yang baik
4. Kemitraan yang kuat baik ke dalam maupun keluar
5. Keunikan atraksi (budaya dari masyarakat)
6. Konservasi lingkungan yang tidak terabaikan.
7. Terjadi interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal

2.2 Permukiman
Permukiman pada hakekatnya adalah menciptakan ruang hidup manusia (Budiharjo,
2009). Lingkup permukiman mencakup kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian,
memiliki fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi sarana prasarana untuk
tempat kerja yang terbatas yang mendukung peri kehidupan, sehingga permukiman dapat
berdaya guna dan berhasil guna.

Permukiman secara defenitif merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan, yang mendukung
perikehidupan

dan

penghidupan

penghuninya

(Anonim,

2001).

Pengertian

dasar

permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan hunian
yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana,
utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan.

Menurut Parwata (2004) permukiman terdiri dari dua yaitu isi, (manusia sendiri maupun
masyarakat), dan wadah (fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan
manusia). Dua elemen permukiman tersebut, selanjutnya dapat dibagi ke dalam lima
elemen yaitu (Constantinos A. Doxiadis, 1968) :

Alam (nature)yang meliputi: topografi, geologi,tanah, air, tumbuh-tumbuhan,


hewan, dan iklim;

Manusia(man) yang meliputi:kebutuhan biologi (ruang,udara, temperatur, dsb),


perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional, dan nilai moral;

Masyarakat(society) yang meliputi: kepadatan dan komposisi penduduk, kelompok


sosial, kebudayaan, pengembangan ekonomi, pendidikan,hukum dan administrasi;

Fisik bangunan(shell) yang meliputi: rumah, pelayanan masyarakat (sekolah, rumah


sakit, dsb), fasilitas rekreasi, pusat perbelanjaan dan pemerintahan, industri,
kesehatan, hukum dan administrasi;

Jaringan (network) yang meliputi: sistem jaringan air bersih, sistem jaringan
listrik, sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem manajemen kepemilikan,
drainase dan air kotor, dan tata letak fisik.

Teori permukiman menurut Doxiadis, 1968 bahwa permukiman adalah paduan antara
unsur manusia dan masyarakat, alam dan unsur buatan. Semua unsur pembentukan
permukiman tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi serta saling menentukan
satu dengan yang lainnya.

2.3 Isu Strategis Pembangunan Permukiman pada Kawasan Wisata


Menurut Prof. Ir. Kusudianto Hadinoto (1996) suatu kawasan pariwisata apaila tidak
direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, barangbarang sejarah dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar terhadap wisatawan
maupun obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi
pengelola tempat wisata. Disisi lain, keberadaan masyarakat lokal dapat menjadi suatu
daya tarik/atraksi baru bagi industri pariwisata. masyarakat lokal disetiap daerah
tentnunya memiliki kebudayaan dan keunikan tersendiri yang tidak ditemui di daerah

lain. Keunikan tersebut dapat dijadikan sebagai atraksi baru sebagai atraksi budaya.
dengan begitu, masyarakat lokal lebih terlibat dalam pembangunan pariwisata, dan selain
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat hal tersebut juga dapat menjaga
keberlangsungan indsutri pariwisata didaerah tersebut karena rasa sense of belonging
yang dimiliki masyarakat. Apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani
dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, maka keberadaan industri wisata
dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak - dampak negatif
terhadap ekonomi maupun sosial. Dengan demikian, pada dasarnya masyarakat setempat
merupakan salah satu faktor penting dalam keberlanjutan industri pariwisata. oleh
karena itu, dalam pengembangan kawasan pariwisata perlu adanya pelibatan masyarakat,
khususnya menjadikan kebudayaan masyarakat lokal sebagai atraksi tersendiri ataupun
dengan menjadikan rumah warga sebagai homestay.

Meskipun keberadaan kawasan pariwisata mendatangkan manfaat yang besar kepada


lingkungan permukiman di sekitar, tidak dipungkiri terdapat beberapa permasalahan
yang ada akibat keberadaan kawasan pariwisata terhadap permukiman. salah satunya
ialah timbulnya kesenjangan antar wilayah permukiman. Kesenjangan yang dimaksud
dapat dilihat dari segi ekonomi maupun segi fisik. Hal yang dimaksud dengan kesenjangan
sendiri adalah adanya ketidakmerataan peningkatan ekonomi masyarakat akibat kawasan
pariwisata.

Tentunya lingkungan permukiman yang paling dekat dengan kawasan pariwisata mendapat
dampak ekonomi yang lebih besar dari pada lingkungan permukiman yang memiliki jarak
lebih jauh. Dari segi fisik, pengembangan kawasan pariwisata tentunya tidak hanya
memperhatikan pengembangan dari dalam objek wisatanya sendiri melainkan juga
mempertimbangkan akomodasi dan kemudahan aksesibilitas untuk menuju ke kawasan
pariwisata. untuk itu, jaringan jalan menuju kawasan pariwisata sangat diperhatikan dan
merupakan bagian yang penting. Hal ini mendatangkan keuntungan bagi permukiman yang
berada di sepanjang jalan tersebut. dimana permukiman tersebut memiliki akses yang

mudah dan juga dapat memanfaatkan fungsi lahan sepanjang jalan untuk menjadikannya
kawasan komersial. Pengubahan fungsi lahan sebagai kawasan komersial ini tentunya
menghasilkan keuntungan sendiri bagi masyarakat lokal.

Selain itu, terkait pelibatan masyarakat tentunya masyarakat yang bermukim berada
disekitar kawasan pariwisata lebih terlibat dalam pengembangan kawasan pariwisata
daripada masyarakat yang terletak lebih jauh. Dalam pengembangan kawasan pariwisata
Mandalika, daya tarik wisata tidak hanya kondisi alam melainkan juga kebudayaan dan
aktivitas masyarakat lokalnya. salah satu bentuk pelibatan masyarakat dalam
pengembangan wisata ialah melalui homestay. Akan tetapi sebagian besar pengunjung
lebih mengutamakan homestay yang berada di dekat kawasan wisata. akibatnya
permukiman masyarakat yang terletak lebih jauh dari kawasan wisata menjadi kurang
dipertimbangkan.

Dalam buku Perumahan dan Permukiman di Indonesia, (Budihardjo ed, 2009),


mengisyaratkan bahwa penentuan lokasi Perumahan yang baik perlu memperhatikan halhal sebagai berikut:
(1) Ditinjau dari segi teknis pelaksanaannya
a.

Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan cut & fill;

b.

Bukan daerah banjir, bukan daerah gempa, bukan daerah angin ribut, bukan
daerah rayap;

c.

Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti;

d.

Tanahnya baik sehingga konstruksi bangunan yang ada dapat direncanakan


dengan sistem semurah mungkin;

e.

Mudah

mendapatkan

sumber

air

bersih,

limbah/kotor/hujan (drainage) dan lain-lain;


f.

Mudah mendapatkan bahan-bahan bangunan;

(2) Ditinjau dari segi tata guna tanah:

listrik,

pembuangan

air

a.

Tanah secara ekonomis telah sukar dikembangkan secara produktif, misal


bukan daerah persawahan, bukan daerah-daerah kebun-kebun yang baik, bukan
daerah;

b.

Tidak merusak lingkungan yang ada, bahkan kalau dapat memperbaikinya;

c.

Sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air


tanah, penampung air hujan dan penahan air laut;

(3) Ditinjau dari segi politis dan ekonomis:


a.

Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya;

b.

Dapat merupakan suatu cotoh bagi masyarakat sekelilingnya untuk membangun


rumah dan lingkunganyang sehat, layak dan indah walaupun bahan-bahan
bangunannya terdiri dari bahan-bahan produksi local;

c.

Mudah dalam pemasarannya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan
dapat mendatangkan keuntungan yang wajar bagi developer nya.

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:


1.

Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang
sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara
berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang
berkepribadian Indonesia;

2.

Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan


kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan
perdesaan;

3.

Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta
tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;

4.

Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan

5.

Mendorong iklim investasi asing.

No.

Sasaran

Tabel II.1
Sintesa Literatur
Analisis
Substansi
Analisis
Potensi Isu
dan
Masalah
Permasalahan
Permukiman
di
Permukiman
di
Kawasan Mandalika
Kawasan wisata
Gambaran
Umum
wilayah
Analisis
Sosial
Budaya Masyarakat

Pariwisata
Pariwisata
Berkelanjutan
Pariwisata Berbasis
Masyarakat

Perencanaan
Infrastruktur
Kawasan ditinjau
dari aspek
arsitektural,
struktural maupun
aspek ekonomis

Analisis
Serta
Ruang

Analisis Kemampuan
Pengelolaan
Membangun Daerah

Sistem
Kebutuhan

Permukiman

Overview
Daerah

Kebijakan

Indikator
Permasalahan
Infrastruktur
Permukiman
Permasalahan
di
lingkungan
masyarakat
Status lahan
Pelibatan
masyarakat dalam
pengembangan
kawasan wisata
Daya tarik/atraksi
wisata
Kebudayaan
masyarakat lokal
Interaksi antara
wisatawan dengan
masyarakat lokal
Stakeholder yang
terlibat
dalam
pengembangan
wisata
Fisik Bangunan
Infrastruktur
dasar
Infrastruktur
Pendukung
Kawasan
Rawan
Bencana
Program
dan
Kegiatan
Pemerintah
Daerah
terkait
permukiman
di
kawasan wisata

2.4 Kebijakan Pembangunan Permukiman pada Kawasan Wisata


2.4.1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan
peraturan perUndang-Undangan yang menjadi dasar kewenangan pembentukan
Peraturan Daerah, karena mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam urusan
pemerintahan konkuren, yaitu Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan
konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) dapat dipahami bahwa urusan terkait permukiman,
yaitu bidang pekerjaan umum dan penataan ruang sub urusan permukiman, serta
bidang perumahan rakyat dan kawasan permukiman merupakan urusan pemerintahan
wajib konkuren yang menjadi kewenangan daerah. Lebih jauh dalam Pasal 13 ayat
(4) disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten / kota adalah urusan pemerintahan yang lokasinya dalam daerah
kabupaten / kota.

Terkait dengan urusan konkuren bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, sub
urusan permukiman menurut pembagian kewenangan adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Pusat

Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman secara nasional.

Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di kawasan strategis nasional

2. Pemerintah Daerah Provinsi

Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di kawasan strategis Daerah


provinsi.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota

Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di Daerah kabupaten/kota.

Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman bersifat multisektoral dan

melibatkan banyak pihak. Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan leading


sector dalam pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman, namun bukan
sebagai pelaku tunggal. Perlu dipahami bahwa pencapaian target pembangunan
merupakan upaya terpadu dan sinkron dari berbagai pemangku kepentingan baik
pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Dalam penyelenggaraannya, pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman


dilakukan secara terdesentralisasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan
melibatkan peran masyarakat. Pemerintah (baik pusat maupun daerah) akan lebih
berperan sebagai pembina, pengarah, dan pengatur, agar terus dapat tercipta
suasana yang semakin kondusif. Antara pemerintah dengan pemerintah daerah,
juga terdapat pembagian peran dalam pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan
pengendalian mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Disamping itu
agar terjadi efisiensi dan efektivitas dalam pembangunan perumahan dan
permukiman,

baik

di

kawasan

perdesaan,pelaksanaannya

harus

pembiayaannya,

pelakunya)

maupun

perkotaan

dilakukan
dan

secara

maupun
terpadu

dilakukan

di

kawasan

(baik

sektornya,

berdasarkan

dokumen

perencanaan pembangunan dan penataan ruang yang berlaku.

2.4.2 Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Tengah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011-2031
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Tengah Nomor 7 Tahhun 2011 tentang
RTRW Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011-2031 Pasal 63 dijelaskan bahwa
ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan Permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 adalah sebagai berikut:
a.

Tujuan pengelolaan kawasan permukiman adalah menyediakan tempat bermukim


yang sehat dan aman dari bencana alam, dapat memberikan lingkungan lingkungan
yang sesuai dengan pengembangan yang mendorong keterpaduan sosial dan
menjamin kualitas sosial dan umum, daya dukung lingkungan, yang mendorong

keterpaduan sosial yang menjamin kualitas hidup yang berkelanjutan;


b.

pengembangan pada lahan yang sesuai dengan kriteria fisik meliputi kemiringan
lereng, ketersediaan dan mutu sumber air bersih, bebas dari potensi
banjir/genangan;

c.

membentuk klaster-klaster permukiman untuk menghindari penumpukan dan


penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara klaster permukiman
disediakan ruang terbuka hijau (RTH);

d.

prioritas pengembangan pada permukiman orde rendah dengan peningkatan


pelayanan fasilitas permukiman dan perdagangan;

e.

pengembangan permukiman ditunjang dengan pengembangan fasilitas pendukung


unit permukiman seperti : fasilitas perdagangan, jasa dan hiburan, pemerintahan,
pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan dan peribadatan);

f.

peningkatan peran pemerintah dalam mengoptimalisasi pemanfaatan lahan-lahan


tidur yang sementara tidak diusahakan;

g.

pengendalian

pengembangan

kegiatan

terbangun

dengan

pembatasan

perkembangan kawasan terbangun yang berada atau berbatasan dengan kawasan


lindung;
h.

beberapa program pengembangan perumahan dilaksanakan melalui kegiatan :

penataan lingkungan permukiman di perkotaan dan di perdesaan;

pengembangan perumahan layak huni pada daerah kumuh; dan

pengembangan perumahan bersubsidi bagi masyarakat kurang mampu berupa


Rumah Sederhana Sehat dan lain sebagainya.

Dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Tengah Tahun 20112031, telah dijelaskan bahwa Mandalika merupakan Kawasan Strategis dari Sudut
Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi yaitu termasuk kedalam kawasan wisata Selain itu
Kawasan Wisata Mandalika juga merupakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dan juga
Kawasan Strategis Kabupaten (KPK). Kawasan Pariwisata di Kabupaten Lombok Tengah
yang termasuk dalam kawasan Strategis Kabupaten (KSK) meliputi:

a. Kawasan Kuta dan sekitarnya di Kecamatan Pujut dengan sektor unggulan


pariwisata dan industri;
b.

Kawasan Selong Belanak dan sekitarnya di Kecamatan Praya Barat dengan sektor
unggulan pariwisata dan industri;
Kawasan Pariwisata Kuta

dan Selong

Belanak merupakan

destinasi

wisata

alam/nahari dengan daya tarik pasir putih, perbukitan, ombak untuk surfing, sunset,
perkampungan nelayan, budidaya ikan kerapu, budidaya mutiara, pasar ikan
tradisional, industri rumah tangga dan terumbu karang.
c. Kawasan Sade dan sekitarnya di Kecamatan Pujut dengan sektor unggulan
pariwisata.
d.

Kawasan Perkotaan Praya yang meliputi sebagian Kecamatan Praya, sebagian


Kecamatan Barat Daya, dan sebagian Kecamatan Pujut dengan sektor unggulan
perdagangan-jasa, industri, pendidikan dan pariwisata.

e.

Kawasan Agropolitan Aik Meneng yang meliputi Kecamatan Batukliang Utara,


Kecamatan Kopang dan Kecamatan Janapria dengan sektor unggulan agroindustry,
pariwisata serta konservasi.

f.

Kawasan Minapolitan di Kawasan Gerupuk dan Awang dengan sektor unggulan


perikanan dan industri.

Berdasarkan dokumen perancanaan RTRW Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011-2031,


Kawasan

Mandalika

yang

terletak

di

Kecamatan

Pujut

diperuntukkan

untuk

pengembangan sektor wisata. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Tengah


Nomor 7 Tahun 2011 Pasal 62, ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan
Peruntukan Pariwisata adalah:
a.

Pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan dilakukan kegiatan yang dapat
menyebabkan rusaknya kondisi alam terutama yang menjadi obyek wisata alam.

b.

Dalam kawasan pariwisata dilarang dibangun permukiman dan industri yang tidak
terkait dengan kegiatan pariwisata.

c.

Dalam kawasan pariwisata diperkenankan adanya sarana dan prasarana yang


mendukungkegiatan pariwisata dan sistem prasarana wilayah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

d.

Pada kawasan pariwisata diperkenankan dilakukan penelitian dan pendidikan.

e.

Pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan adanya bangunan lain kecuali
bangunan pendukung kegiatan wisata alam.

f.

Pengembangan pariwisata harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan lingkungan dan


upaya pemantauan lingkungan serta studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

2.4.3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (2) dan (3), Perumahan
adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun
perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitias umum sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sementara Kawasan permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Penyelenggaraan kawasan permukiman dalam UU No.1 Tahun 2011 dilakukan untuk


mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan

dan

penghidupan

yang

terencana,

terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.


Perencanaan kawasan permukiman harus mencakup (pasal 64):
1.

Peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan;

2.

Mitigasi bencana; dan

3.

Penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

menyeluruh,

Kawasan permukiman yang ada di sekitar Kawasan Wisata Mandalika masih berupa
pedesaan. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 pada Pasal 61 ayat (2),
penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian pedesaan mencakup:
a.

Peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian pedesaan dengan memperhatikan


fungsi dan peranan pedesaan;

b.

Peningkatan pelayanan lingkungan hunian pedesaan;

c.

Peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian


pedesaan;

d.

Penetapan bagian lingkungan hunian pedesaan yang dibatasi dan yang didorong
pengembangannya;

e.

Peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya pedesaan; dan

f.

Pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan pedesaan.

Kawasan Mandalika sendiri merupakan kawasan wisata, untuk itu permukiman di sekitar
Kawasan Mandalika harus dapat mendukung fungsi Kawasan Mandalika sebagai kawasan
wisata sesuai yang tercantum pada Pasal (61). Khususnya dalam pemenuhan
infrastruktur pendukung kawasan wisata. Selain itu, pada kondisi eksisting, sudah
banyak rumah warga yang dijadikan homestay, sebagai salah satu sarana pendukung
pariwisata.

2.4.4 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan


Perumahan dan Kawasan Permukiman
Prinsip

penyelenggaraan

kawasan

permukiman

merupakan

perwujudan

kegiatan

pembangunan peruntukan perumahan di kawasan permukiman sebagaimana yang


dituangkan di dalam rencana tata ruang yang mengutamakan keterpaduan prasarana,
sarana dan utilitas umum kawasan sebagai pengendalian dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
dilaksanakan berdasarkan kebijakaan dan strategi nasional di bidang Perumahan dan
Kawasan Permukiman sebagai mana yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor

14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 5


Ayat (2) dan (3).

Kebijakan perumahan dan kawasan permukiman meliputi:


a. Kemudahan masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan terjangkau dalam
lingkungan

yang

sehat,

aman,

serasi,

teratur,

terencana,

terpadu,

dan

berkelanjutan.
b. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar pemangku kepentingan
dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Strategi kemudahan masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan terjangkau
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan meliputi:
a. Penyediaan kebutuhan pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman melalui
perencanaan dan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
b. Keterjangkauan pembiayaan dan pendayagunaan teknologi.

2.4.5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk


Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat
setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Pembangunan kepariwisataan nasional meliputi:
a.

Destinasi Pariwisata

b.

Pemasaran

Pariwisata;

serangkaian

proses

untuk

menciptakan,

mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan


wisatawan untuk mengembangkan
kepentingannya.

Kepariwisataan

dan

seluruh

pemangku

c.

Industri Pariwisata; yaitu kumpulan Usaha Pariwisata yang saling terkait


dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata dan

d.

Kelembagaan Kepariwisataan. kesatuan unsur beserta jaringannya yang


dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah,
swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme
operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke
arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional yang selanjutnya disebut


dengan RIPPARNAS yang merupakan dokumen perencanaan

pembangunan

kepariwisataan nasional untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun
2010 sampai dengan tahun 2025. RIPPARNAS memuat beberapa hal yang antara
lain :
a.

Visi; terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia,


berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan
kesejahteraan rakyat.

b.

Misi; melalui 4 (empat) misi pembangunan kepariwisataan nasional meliputi


pengembangan
1)

Destinasi Pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai,


berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan
masyarakat;

2) Pemasaran Pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk


meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara;
3) Industri

Pariwisata

yang

berdaya

saing,

kredibel,

menggerakkan

kemitraan usaha, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan


sosial budaya; dan
4) Organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat,
sumber daya manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif

dan

efisien

dalam

rangka

mendorong

terwujudnya

Pembangunan

Kepariwisataan yang berkelanjutan.


c.

Tujuan; pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud :


1)

meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata;

2) mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan menggunakan


media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab;
3) mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian
nasional; dan
4) mengembangkan Kelembagaaan Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata
yang mampu mensinergikan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran
Pariwisata, dan Industri Pariwisata secara profesional, efektif dan efisien.
d.

Sasaran; sebagaimana dimaksud adalah peningkatan:


1)

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara;

2) jumlah pergerakan wisatawan nusantara;


3) jumlah penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara;
4) jumlah pengeluaran wisatawan nusantara; dan
5) produk domestik bruto di bidang Kepariwisataan.
e.

Arah pembangunan kepariwisataan nasional dalam kurun waktu tahun 2010


sampai dengan tahun 2025.
1)

dengan berdasarkan prinsip Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan;

2) dengan orientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan, peningkatan


kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan;
3) dengan tata kelola yang baik;
4) secara terpadu secara lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pelaku; dan
5) dengan mendorong kemitraan sektor publik dan privat.

Pelaksanaan RIPPARNAS sebagaimana dimaksud diselenggarakan secara terpadu


oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, dunia usaha, dan
masyarakat. Adapun yang menjadi Arah pembangunan kepariwisataan nasional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) dalam PP Nomor 50 menjadi dasar
arah kebijakan, strategi, dan indikasi program pembangunan kepariwisataan
nasional dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2025 yang meliputi
Pembangunan:
a.

DPN;

b.

Pemasaran pariwisata nasional;

c.

Industri pariwisata nasional; dan

d.

Kelembagaan kepariwisataan nasional.

Pembangunan DPN sebagaimana dimaksud meliputi:


a.

Perwilayahan Pembangunan DPN;

b.

Pembangunan Daya Tarik Wisata;

c.

Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata;

d.

Pembangunan Prasarana Umum, Fasilitas Umum dan Fasilitas Pariwisata;

e.

Pemberdayaan Masyarakat melalui Kepariwisataan; dan

f.

pengembangan investasi di bidang pariwisata.

2.5 Kebijakan Pariwisata Berkelanjutan dan Strategi Pengembangan


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 2
bahwa pengembangan pariwisata harus berdasarkan pada prinsip (a) manfaat, (b)
kekeluargaan, (c) adil dan merata, (d) keseimbangan, (e) kemandirian, (f) kelestarian, (g)
partisipatif, (h) berkelanjutan, (i) demokrasi, (j) kesetaraan dan (k) kesatuan. Untuk itu,
STMP untuk Lombok menargetkan tujuan secara menyeluruh sebagai berikut:
Menyetir keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh
Menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan
Melestarikan lingkungan dan mengelola salah satu aset pariwisata utama di Indonesia.
Dalam skala nasional, perkembangan pariwisata berkontribusi terhadap beberapa
komitmen dari Pemerintah seperti berikut:

- Salah satu hasil dari konferensi Rio+20 yaitu mengenai persetujuan oleh anggota
yang menyatakan akan melaksanakan proses untuk mengembangkan satu set

Sustainable Development Goals (SDGs), yang disusun berdasarkan Millenium


Development Goals dan menyatukannya dengan agenda pengembangan setelah
tahun 2015.
- 10 Years Framework Programmes on Sustainable Consumption and Production
meningkatkan kerjasama internasional untuk mempercepat perubahan menuju

Sustainable Consumption Production (SCP) di seluruh dunia. 10 YFP dikembangkan,


direplikasi dan ditingkatkan disertai inisiatif sumber daya yang ada, baik di tingkat
nasional dan regional, melepas keterkaitan antara degradasi lingkungan dan
penggunaan sumber daya dari pertumbuhan ekonomi dan hal-hal yang meningkatkan
kontribusi bersih dari aktivitas ekonomi terhadap pemberantasan kemiskinan dan
perkembangan sosial.
- Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi dalam perlawanan global
terhadap perubahan iklim: sampai tahun 2020, pengurangan emisi gas rumah kaca
sebesar 26% dari tingkat yang ada saat ini menjadi target untuk dicapai, didanai
dari sumber daya sendiri dan 41% merupakan dukungan internasional. Rencana Aksi
Nasional untuk Perubahan Iklim (RAN-PI), Rencana Aksi Nasional untuk Gas Rumah
Kaca (RAN-GRK) dan Indonesian Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR)
memandu strategi dan aktivitas terkait mitigasi Greenhouse Gas Emissions (GHG)
dan adaptasi terhadap perubahan iklim secara sistematis. Pengenalan terhadap
teknologi penghematan energi dan solusi untuk menghasilkan produk dan jasa
adalah sebuah langkah penting untuk mengurangi emisi karbondioksida. Pilar
penting lainnya yaitu meningkatnya penggunaan sumber daya energi terbarukan.
- Travel dan Pariwisata merupakan kebutuhan manusia, selain itu sektor ini membuka
kesempatan bekerja secara langsung dan tidak langsung sebesar 8,3% pekerja (9,2
juta pekerjaan). Mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan diharapkan dapat
memperkuat kesempatan kerja untuk sektor ini dengan mempekerjakan penduduk
setempat dan meningkatkan peluang kerja secara signifikan berlandaskan budaya

setempat dan lingkungan. Dalam rangka mengurangi carbon footprint dan


mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam, pemerintah pusat
bertugas mempromosikan panduan produk yang berkelanjutan khususnya untuk
industri pariwisata. Karenanya, Kementerian Pariwisata berkomitmen untuk
memperkenalkan tidak hanya Rencana Induk Pariwisata Berkelanjutan Nasional,
tetapi juga standar keberlanjutan untuk industri pariwisata dan destinasi.
- Dalam hal produk, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempromosikan
program PROPER dan Ecolabel, dua kerangka kerja yang memberikan predikat
green, produksi dan proses pengelolaan berkelanjutan. Walaupun jumlah industri
yang berminat untuk mendapatkan predikat ini masih tergolong kecil, namun
industri yang mampu memenuhi semua standar program yang dimaksud pantas
mendapatkan manfaat dari keberhasilannya seperti mendapatkan bunga kredit
yang lebih rendah atau semacamnya. Dalam kasus industri yang menjadi sumber
polusi terberat, pihak terkait mempunyai wewenang untuk menarik izin usaha dari
industri yang bersangkutan sebagai salah satu konsekuensinya apabila industri
yang bersangkutan tidak mampu untuk memenuhi standar minimal dari program
yang dimaksud.

Untuk mencapai tujuan tersebut, STMP untuk Lombok mendukung pembangunan


pariwisata yang:
diposisikan sebagai konsep/pendekatan/wahana/alat untuk mencapai tujuan akhir
pembangunan
mampu melestarikan (melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan) lingkungan
(alam dan budaya)
mampu memberdayakan masyarakat
mampu mensejahterakan masyarakat
berkelanjutan.

Pendekatan pariwisata berkelanjutan dalam pembangunan nasional seyogyanya tidak


hanya dilihat secara ekonomi saja, tetapi harus dilihat secara holistik. Selain itu, analisis
keuntungan dan kerugian pariwisata (cost and benefit analysis of tourism) dalam
pembangunan destinasi pariwisata, harus dikomunikasikan kepada masyarakat setempat
secara detail dan transparan.

2.6 Overview Kebijakan Pembangunan Wisata Mandalika


Seperti yang telah dicantumkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Tengah
Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Tengah
Tahun 2011-2031 Pasal 4 yang menjelaskan bahawa penataan ruang wilayah kabupaten
adalah untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten yang aman, nyaman, produktif dalam
rangka mewujudkan Kabupaten Lombok Tengah sebagai pusat dan pintu masuk pariwisata
Pulau Lombok yang didukung oleh budaya lokal pertanian, kelautan dan perikanan dengan
tetap memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal
ini menandakan bahwa perencanaan pariwisata meruakan prioritas dalam perencanaan
pembangunan di Kabupaten Lombok Tengah termasuk didalamnya Kawasan Wisata
Mandalika. Tidak hanya itu, pengembangan pariwisata ini juga diharapkan dapat
melibatkan masyarakat lokal dengan mengangkat nilai-nilai budaya yang ada di
masyarakat sebagai atraksi wisata. dalam dokumen RTRW dijelaskan bahwa Kawasan
Wisata Mandalika merupakan kawasan strategis kabupaten dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi.

Berikut ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan Pariwisata


Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Tengah Nomor 7
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Tengah Tahun
2011-2031 Pasal 62:
a.

Pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan dilakukan kegiatan yang dapat
menyebabkan rusaknya kondisi alam tertama menjadi obyek wisata alam

b.

Dalam kawasan pariwisata dilarang dibangun permukimn dan industri yang tidak
terkait dengan kegiatan pariwisata

c.

Dalam kawasan pariwisata diperkenankan dilakukan penelitian dan pendidikan

d.

Pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan adanya bangunan lain kecuali
abngunan pendukung kegiatan alam

e.

Pengembangan pariwisata harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan lingkungan dan


upaya pemantauan lingkungan serta studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai