BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 0,8 % penderita
skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam
Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5
juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti melalui survey awal penelitian di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara bahwa jumlah pasien gangguan jiwa pada tahun
2008 tercatat sebanyak 1.814 pasien rawat inap yang keluar masuk rumah sakit
dan 23.532 pasien rawat jalan. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 1.929 pasien
rawat inap yang keluar masuk rumah sakit dan 12.377 pasien rawat jalan di rumah
sakit tersebut. Sedangkan untuk pasien rawat inap yang menderita skizofrenia
paranoid sebanyak 1.581 yang keluar masuk rumah sakit dan 9.532 pasien rawat
jalan. Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan gangguan psikotik dengan
gejala curiga berlebihan, galak, dan bersikap bermusuhan. Gejala ini merupakan
tanda dari pasien yang mengalami perilaku kekerasan (Medikal Record, 2009).
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan
keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama
antara perawat dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal (Keliat dkk, 2002).
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada pasien perilaku
kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan pasien
memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal
kegiatan. Diharapkan pasien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat
dan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan
evaluasi yang dilakukan akan dinilai tingkat kemampuan pasien dalam mengatasi
masalahnya yaitu mandiri, bantuan, atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri,
jika pasien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuruh; bantuan,
jika pasien sudah melakukan kegiatan tetapi belum sempurna dan dengan bantuan
pasien dapat melaksanakan dengan baik; tergantung, jika pasien sama sekali belum
melaksanakan dan tergantung pada bimbingan perawat (Keliat, 2001).
Sejauh ini peneliti belum menemukan literatur mengenai adanya penelitian di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan yang terkait dengan pengaruh penerapan
strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien perilaku kekerasan
dalam mengendalikan perilaku kekerasan. Namun dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh carolina terhadap pasien halusinasi menunjukkan bahwa dengan
penerapan asuhan keperawatan halusinasi yang sesuai standar dapat membantu
meningkatkan kemampuan pasien mengontrol halusinasi (Carolina, 2008). Hal ini
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap hal tersebut.
B.
1.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Mengetahui karakteristik pasien perilaku kekerasan.
b.
Mengetahui kemampuan psikomotor pasien mengendalikan perilaku
kekerasan pada kelompok intervensi pre dan post test .
c.
Mengetahui kemampuan psikomotor pasien mengendalikan perilaku
kekerasan pada kelompok kontrol pre dan post test .
d.
Mengetahui perbedaan kemampuan psikomotor mengendalikan perilaku
kekerasan pada pasien perilaku kekerasan kelompok intervensi dan kelompok
control.
C.
Rumusan Masalah
D.
Manfaat penelitian
1.
Praktek keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi perawat
dalam menerapkan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien
perilaku kekerasan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2.
Pendidikan keperawatan
3.
Riset keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan dan sebagai bahan
referensi bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis . Berdasarkan defenisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal
dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih
menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya
disebut dengan perasaan marah.
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini
kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
B.
Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara
lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan
kekerasan.
2. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
C.
D.
Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi
oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3
cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga
cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah
destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau
agresif dan ngamuk.
E.
Gejala marah
2.
Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi
wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar.
F.
Perilaku
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2.
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku acting out untuk
menarik perhatian orang lain.
4.
Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
G.
Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 2005 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 2002, hal 83)
1.
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia
mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
BAB III
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan
perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
a.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
a)
Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b)
Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
c)
Aspek intelektual
Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang
lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e)
Aspek spiritual
Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu
data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara
perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan
secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
c.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan
yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui
penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah
dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
2.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungandi kucilkan masyarakat
Perilaku kekerasan kecemasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah frustasi,kebutuhan akan status dan
prestise.
3.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial
dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai
proses kehidupan. (Carpenito, 2002).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah
utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1)
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
2)
4.
b.
c.
d.
e.
f.
Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara
konstruktif.
g.
h.
i.
Tindakan keperawatan :
a.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang
tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non
verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
c.
k.
Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
i.
Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau
pekerjaan yang memerlukan tenaga.
ii.
iii.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat,
latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
iv.
Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada
Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
o.
t.
dentifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
u.
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain :
Tujuan khusus :
a.
b.
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
c.
d.
Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
e.
f.
Tindakan keperawatan :
a.
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b.
Berikan pujian.
Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan
yang dimiliki.
i.
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari.2001.Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,
FKUI;Jakarta.
Depkes Keliat Budi Anna, dkk.2002.Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC:Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Stuart S.J.2005.Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.