Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN KASUS
JULI 2016
OLEH :
Erik Purnomo
C111 11 275
PEMBIMBING:
dr. Dini Mulyani Verawaty Sitorus
SUPERVISOR:
dr. Yunita Sp.M (K) M.Kes
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:
Nama
: Erik Purnomo
NIM
: C111 11 275
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Konsulen,
Pembimbing,
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Umur
Agama
Nomor Rekam Medis
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
Rumah sakit
: Ny.JN
: Perempuan
: 1 Juli 1940
: 76 tahun
: Islam
: 062840
: Singki, Anggeraja Enrekang
: 14 Juli 2016
: IGD RS Universitas Hasanuddin
ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada mata kiri
Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
disertai keluar darah secara tiba-tiba dari bola mata kiri. Riwayat mata pasien
terkena duri daun salak 7 bulan yang lalu. Pada saat itu pasien merasakan mata
merah dan mata hitam menjadi putih secara perlahan lahan. Riwayat 7 bulan yang
lalu keluar cairan seperti gel tidak diketahui dan pasien berobat di Rumah Sakit
Enrekang dan diberi tetes mata dan obat oral namun tidak mengetahui nama
obatnya dan tidak kontrol teratur. Sejak 2 hari terakhir pasien merasakan mata
merah ada, nyeri pada mata ada, air mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada
dan keluar darah secara tiba tiba. Pasien kemudian berobat di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat setelah merasakan keluar darah dari mata dan dirujuk ke RS
Wahidin Sudirohusodo. Riwayat trauma yang baru tidak ada. Riwayat Operai
katarak pada mata kanan 5 bulan yang lalu.Saat ini pasien tdak ada keluhan pada
mata kanan. alergi obat tidak ada, riwayat hipertensi ada tapi tidak berobat teratur,
riwayat DM tidak ada.Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 76 kali/menit
Pernafasan
: 22 kali/menit
Suhu
: 36,5 C
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Oculi sinistra
Oculi Dextra :
Inspeksi
Pemeriksaan
OD
Palpebra
Apparatus
lakrimalis
Silia
OS
Sekret (-)
Sekret (+)
Konjungtiva
Hiperemis (-)
Mekanisme
muskular
Ke segala arah
Hiperemis
(+),
mixed injectio (+)
kemosis (+)
Pergerakan
-4
(Nyeri)
Kornea
Jernih
Kesan normal
Iris
Pupil
Lensa
IOL (+)
Sulit dievaluasi
1.
2. Palpasi
PEMERIKSAAN
OD
OS
Tensi okuler
Tn
Tn -1
Nyeri tekan
(-)
(+)
Massa tumor
(-)
(-)
Glandula periaurikuler
3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Visus
- VOD
: 20 / 60 . (tidak dikoreksi)
- VOS
: 0 (tidak dikoreksi)
- SLOS
11. Laboratorium :
RESUME
terpimpin : Dialami sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
disertai keluar darah secara tiba-tiba dari bola mata kiri. Riwayat mata pasien
terkena duri daun salak 7 bulan yang lalu. Pada saat itu pasien merasakan mata
merah dan mata hitam menjadi putih secara perlahan lahan. Riwayat 7 bulan yang
lalu keluar cairan seperti gel tidak diketahui dan pasien berobat di Rumah Sakit
Enrekang dan diberi tetes mata dan obat oral namun tidak mengetahui nama
obatnya dan tidak kontrol teratur. Sejak 2 hari terakhir pasien merasakan mata
merah ada, nyeri pada mata ada, air mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada
dan keluar darah secara tiba tiba. Pasien kemudian berobat di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat setelah merasakan keluar darah dari mata dan dirujuk ke RS
Wahidin Sudirohusodo. Riwayat trauma yang baru tidak ada. Riwayat Operai
katarak pada mata kanan 5 bulan yang lalu.Saat ini pasien tdak ada keluhan pada
mata kanan. alergi obat tidak ada, riwayat hipertensi ada tapi tidak berobat teratur,
riwayat DM tidak ada.Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
- SLOD
- SLOS
DIAGNOSIS
Oculi Sinistra perforasi et causa ulkus kornea
TERAPI
Edukasi
Terapi Sistemik
o IVFD RL 12 tpm
o Ceftriaxon 1 gr/ 24 jam/intravena
o Dexametasone 1 ampul/8 jam/intravena
o Ranitidin ampul/8jam/iv
o Neurobion 500/24jam/intravena
o Ketokonazole 200mg/12jam/oral
Terapi Topikal
o C.LFX loading dose 1 gtt/5menit/OS selama 30 menit, lanjut 1
gtt/3jam/OS
Natacen 1 tetes/6jam/OS
Eyelide tapping
Bilas RL: Betadine =12ml 1:3 pagi,sore
Anjuran: Eviserasi
o
o
o
o
PROGNOSIS
1.Quo ad visum
2.Quo ad sanationem
3.Quo ad vitam
: malam
: dubia et malam
: bonam
4.Quo ad kosmeticum
: malam
ULKUS KORNEA
A Pendahuluan
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas permukaan epitel normal yang
berhubungan dengan nekrosis jaringan kornea.1 Ulkus kornea dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, atau infeksi jamur; hal tersebut dapat terjadi sebagai penyebab
utama ataupun sekunder pada mata, sebagai contoh, abrasi, penggunaan lensa
kontak, atau penggunaan steroid topikal.2,3
Ulkus kornea biasanya steril namun ada juga penyebab lain ulkus kornea
seperti infeksi. Ulkus kornea akibat virus terjadi ketika epitel kornea intak. Ulkus
kornea akibat bakteri terjadi apabila ada riwayat trauma sehingga epitel kornea
tidak intak. Dengan semakin terkenalnya penggunaan steroid pada infeksi mata,
ulkus kornea akibat infeksi jamur semakin sering terjadi. 4
Sikatriks akibat ulkus kornea merupakan penyebab utama terjadinya
kebutaan dan gangguan visus di seluruh dunia Kebanyakan gangguan visus dapat
dicegah dengan diagnosis awal dan terapi yang tepat, dengan meminimalkan
faktor predisposisi.3
B Epidemiologi
Sekitar 25.000 orang di Amerika setiap tahunnya mengalami infeksi
keratitis. Insiden tahunan keratitis mikroba berhubungan dengan penggunaan
kontak lensa yang diperkirakan 2-4 infeksi per 10.000 pengguna lensa kontak
lunak dan 10-20 infeksi per 10.000 pengguna lensa kontak extended-wear. 4
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan
limbus.Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung
saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan
konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua
lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 5
Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan
lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 6,7
Epitel
-
Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
Membrana Bowman
-
Stroma
-
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Membrana Descement
-
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
Duas Layer
-Dulunya dianggap sebagai bagian dari membrane descement (pre desement)
yang ternyata merupakan lapisan tersendiri yang berada antara stoma dan
membrane desement.
Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longusberjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus.Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
10
asing,
terjadilah
sekuel
perubahan
patologik
yang
muncul
saat
perkembangan ulkus kornea dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat
stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir dari ulkus
kornea tergantung kepada virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh,
dan terapi yang diberikan. Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus
kornea dapat menjadi: 3
a. Ulkus terlokalisir dan sembuh
b. Penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau
c. Menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea.
1
11
Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epitelium.
Lapisan Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella
dengan menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman
dan stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi
ulkus. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan
pengelupasan. Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh
darah jaringan circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea.
Muncul juga kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat
iritis yang disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera
okuli anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan
hipopion.
Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang
ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam
dan dapat menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan
perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh menurun
maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam pada stadium ulkus aktif.
Stadium Regresi
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan
immune selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi
terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan
phagosit yang menghambat organisme dandebris sel nekrotik.
Proses ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan
respon imun humoral dan sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan
epitelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.
12
Stadium Sikatrik.
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya
13
(lihat gambar 6b). Pada stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara
tiba-tiba seperti batuk, bersin, mengejan, dan lain-lain akan menyebabkan
perforasi, kebocoran humor aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan
diafragma iris-lensa akan bergerak depan. Efek dari perforasi ini tergantung pada
posisi dan ukuran perforasi. Bila perforasi kecil dan bertentangan dengan tisu iris,
dapat terjadi proses penyembuhan dan pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma
adheren adalah hasil akhir setelah tejadinya cedera. 3
(b)
Gambar 7. Descemetocele (a. Gambaran diagram) (b. Gambaran klinis) 3
E Jenis- Jenis Ulkus Kornea
1 Ulkus Kornea Infeksi
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi yang terjadi sekunder
akibat kerusakan pada epitel kornea. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus
vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu menyertai ulkus). Hipopion adalah
pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat dibagian bawah
kamera anterior. 9
a
Keratitis Bakterial
Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi
dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan
bakteri oportunistik (mis: Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis), yang menimbulkan ulkus kornea indolen yang
cenderung menyebar perlahan dan superfisial.9
14
paling berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea. Ulkus ini
terlihat gambaran infiltrat kelabu atau kuning pada epitel kornea. Diduga bahwa
virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat dengan produksi
intraselular calcium activated protease yang mampu membuat kerusakan besar
pada stroma kornea. Dahulu zat ini diduga kologenase, akan tetapi sekarang
disebut sebagai enzim proteoglycanolytic.3
Lesi ulkus yang disebabkan pseudomonas mulai di daerah sentral kornea.
Ulkus kornea sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea karena
pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada
awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat
hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat
dan eksudat mungkin berwana hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan
15
mengenai kornea bagian bawah dan meluas ke bagian dalam stroma selang
beberapa hari. Biasanya tidak ada hipopion atau bila ada, hanya sedikit dan kornea
sekitarnya umumnya bening. Ulkus M. Liquefaciens hampir selalu terjadi pada
pasien peminum alkohol, diabetes atau dengan penyakit imunosupresi lainnya.3
b. Keratitis Jamur
Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea jamur hanya timbul bila stroma
kornea kemasukan organisme dalam jumlah yang sangat banyak suatu peristiwa
yang masih mungkin terjadi di daerah pertanian atau berhubungan dengan
pemakaian lensa kontak lunak. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah pesat
dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid
yang tidak tepat. Setelah 5 hari ruda paksa atau 3 minggu kemudian pasien akan
merasa sakit hebat pada mata dan silau. 9
Ulkus jamur indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit
(umumnya menginfiltrasi tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama).
Lesi utama, dan juga lesi-lesi satelit sering terdapat plak endotel disertai reaksi
bilik mata depan yang hebat. Abses kornea sering dijumpai. 9
Keratitis jamur yang lebih menonjol di negara berkembang dunia. Laju
perkembangan keratitis jamur lambat, terapi anti jamur yang tersedia tidak
optimal, terutama karena penetrasi okular rendah. Secara keseluruhan, sepertiga
dari semua infeksi jamur memerlukan intervensi bedah karena kegagalan
pengobatan atau perforasi kornea. Jamur yang terkait denganperforasi kornea
termasuk Fusarium solani,Aspergillus fumigatus, Penicillium citrinum, Candida
albicans, Cephalosporium, dan Curvularia. Tingkat perforasi kornea pada
keratitis jamur berkisar dari 4 % sampai 33 %. 9
16
Keratitis Virus
Herpes Simpleks
Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan
rekurens. Keratitis ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan
penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika. Bentuk keratitis
epitelialnya merupakan kelainan mata yang sebanding dengan herpes
labialis, yang memiliki ciri ciri immunologik dan patologik sama,
demikian pula waktu terjadinya. Perbedaan satu satunya adalah bahwa
perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena stroma kornea
yang avaskuler menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke lokasi lesi.
Infeksi
okular
Herpes
Simpleks
Virus
(HSV)
pada
pejamu
17
18
ulkus dendritik atau geografik khas dan sensasi kornea yang sangat
menurun, bahkan sampai hilang sama sekali. Metode PCR digunakan
untuk identifikasi HSV dari jaringan dan cairan, juga dari sel-sel epitel
kornea secara akurat. 9
d Keratitis Acanthamoeba
Achantamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.Infeksi kornea oleh
Achantamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi ini
juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak, setelah terpapar pada air
atau tanah yang tercemar. 9
Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan, dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural, tetapi seringkali hanya
ditemukan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea.9
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas
media khusus.Biopsi kornea mungkin diperlukan.Sediaan histopatologik
19
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan
limbus kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokokus. Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer
kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen
vaskular. 9
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat nyeri.
Ulkus ini timbulnya sekunder akibat konjungtivitis bakteri akut atau kronik,
terutama blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang akibat konjungtivitis
Koch-Weeks (Haemophilus aegyptius). Walaupun demikian, ulkus ini bukan suatu
proses infeksi dan pada kerokan tidak terdapat bakteri penyebab. Ulkus ini timbul
akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi
dengan antigen yang berdifusi melalui epitel kornea. 9
Ulkus Mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari
tepi kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi atau hipopion. Penyebab dari ulkus mooren belum
diketahui namun diduga autoimun. 60-80 % kasus unilateral dan ditandai dengan
penggalian (excavation) limbus dan kornea perifer, yang nyeri dan progresif dan
sering berakibat kehilangan mata. Ulkus ini tidak responsif dengan antibiotik
maupun kortikosteroid. Dilakukan eksisi konjungtiva limbus dan keratoplasti
tektonik lamelar. Terapi imuopsupresif sistemik sering diperlukan untuk
mengontrol penyakit tahap menengah atau lanjut. 9
20
F Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu
nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa
sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama
palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea
berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi
kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di
pusat. Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang
yang sakit. Dilatasi pembuluh darah adalah fenomena refleks yang
disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi
terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.
Meskipun berairmata dan fotofobia umunnya menyertai penyakit kornea,
umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. 9,10
G Diagnosis
21
Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya riwayat cidera
superfisial. Benda asing dan abrasi merupakan dua lesi kornea yang paling
umum. Adanya riwayat penyakit kornea juga mempunyai makna. Ulkus
kornea juga memberikan gejala mata merah ringan hingga berat, fotofobia,
penglihatan menurun disertai sekret. Perlu juga ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal karena kortikosteroid mungkin telah dipakai dan
dapat menjadi predisposisi bagi penyakit bakteri, jamur, atau virus.9
Pemeriksaan fisis
Pemakaian slit lamp penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar.
Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakan cahaya
di atas kornea. Dengan cara ini terlihat daerah kasar yang menandakan
adanya defek epitel 9
Pemeriksaan penunjang
Tes fluoresein
supuratif.
Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus dengan
menggunakan larutan KOH. 9
Kultur
22
H Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya pada ulkus kornea adalah dengan sikloplegi,
antibiotika yang sesuai topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat member obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotik, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Secara umum
ulkus diobati sebagai berikut: 1
1. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan
2.
3.
4.
5.
intensif,
pengobatan
agresif
dengan
23
24
anorexia. Seperti halnya untuk kebanyakan cedera segmen anterior dan infeksi.
Siklopegik harus diberikan untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Selain
terapi standar untuk keratitis jamur yaitu Vorikonazol (topikal dan oral) juga
telah berhasil digunakan.
Debridemen mekanis dari kornea yang epitel dapat membantu dalam
penetrasi topikal obat ke stroma sambil mengambil spesimen untuk
histopatologi dan evaluasi. Terapi penetrasi keratoplasty sering diperlukan
untuk mengembalikan gangguan visus karena jaringan parut kornea. Meskipun
terapi farmakologis maksimal, transplantasi awal selama penyakit aktif
mungkin diperlukan untuk yang mengalami perforasi atau yang mendekati
terjadinya perforasi.
I
Komplikasi
25
pada saat perforasi pada area pupillary. Fistula kornea: terbentuk saat
perforasi pada area pupillary tidak diikuti oleh iris dan dibatasi oleh
epitelium yang membuat jalan secara cepat. Terjadinya kebocoran
-
Prognosis
Banyak orang yang sembuh sempurna dari ulkus kornea atau infeksi,
atau mereka hanya mendapatkan perubahan minimal dalam penglihatan. Akan
tetapi, ulkus kornea atau infeksi dapat menyebabkan kerusakan jangka
panjang kepada kornea dan mempengaruhi penglihatan. 10
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang G.K, Amman J. et al. Ophtalmology: A Short Textbook. Germany.
2010. p127-42
2. Khaw P T, Shah P, Elkington. Red eye. ABC of Eyes. 4 th ed. London. BMJ
books.p10-1
3. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New Age
International: New Delhi. 2007. Pg. 89-126
4. Mills T.J. corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. Dalam :
http://emedicine.medscape.com/article/798100-overview#a0199
26
5. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi
keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2013. h. 1-13
6. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam : Ilmu Penyakit Mata . Edisi
keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2013. h. 161-67.
7. World Health Organization. Guidelines for the Management of Corneal
Ulcer. 2004
8. Farida Y. Corneal Ulcer Treatment. J Majority Volume 12. H. 119-27. 2015
9. Biswell R. Kornea. In : Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P.
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya Medika; 2009
10. Medline Plus. Corneal Ulcers and Infection. US National Library of
Medicine
NIH
National
Institutes
of
Health.
In
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001032.htm
27