Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung
dari pengelolaan lingkungan hidup yang nir-etik. Artinya, manusia melakukan pengelolaan
sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis
moral.
Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti normanorma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia
modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu saja
dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis
kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti
pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat
sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Manusia merupakan
sumber kelestarian dan kerusakan lingkungan. YB Mangunwijaya memandangnya sebagai
oposisi atau konflik antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap manusia terhadap
lingkungan hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang mempertanyakan
eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan hidup, arti materi
dan yang ada di atas materi.
Kenyataan bahwa manusia sedang berada dalam proses perusakan lingkungan
kehidupannya, lama-kelamaan mulai disadari di seluruh dunia. Hutan ditebang dengan akibat
tanah longsor yang semakin parah. Eropa dan Amerika Utara mengalami suatu kematian
hutan-hutan yang semakin mengkhawatirkan. Hujan asam mematikan kehidupan dalam
danau-danau di Kanada. Kemampuan alam untuk membersihkan diri semakin digerogoti.
Penggunaan pestisida secara besar-besaran mengakibatkan merajalelanya hama seperti
wereng coklat yang kebal terhadap obat pemberantasnya, penyakit malaria di seluruh dunia
tropis dan lain-lainnya. (Franz Magnis Suseno).
Dengan demikian masalah lingkungan hidup tak lain adalah soal bagaimana
mengembangkan falsafah hidup yang dapat mengatur dan mengembangkan eksistensi
manusia dalam hubungannya dengan alam.
BAB II
ISI
A.Pengertian Etika Lingkungan
Etika lingkungan hidup, berhubungan dengan perilaku manusia terhadap lingkungan
hidupnya, tetapi bukan berarti bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta
(antroposentris). Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana
organisme dan anorganisme berkembang dan berinteraksi, jadi lingkungan hidup adalah
planet bumi ini. Ini berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian integral dari
dari planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap seolah-olah
mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan kesejahteraan dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun
secara tidak langsung.
Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan dengan cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
B. Paham Etika Lingkungan
1. Etika Eologi
Etika Lingkungan biasa juga di sebut dengan etika ekologi di mana arti dari
ekologi itu sendiri adalah hubungan antara lingkungan dengan makhluk hidup lainnnya.
Etika ekologi di bagi menjadi etika lingkungan dangkal, dan etika lingkungan dalam.
Selain itu etika lingkungan juga dapat dikategorika etika pelestarian dan etika
pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada yang mengusahakan
pelestarian alam untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan
semua mahluk, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk.
a. Etika Ekologi Dangkal
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang
bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat
yang
melihat
pentingnya
memahami
lingkungan
sebagai
moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk
hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang
menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem.
Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara
mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik
integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling
menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi
dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan
haruslah diterima secara seimbang.
Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua
spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur
yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu
tokohnya, John B. Cobb, etika ini mengusahakan keseimbangan antara
kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1
2
4
5
6
7
8
9
sewenang-wenang
Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
Menghargai dan memelihara tata alam
Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif
yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
menjadi lingkungan hidupnya. Maka, suatu etika yang mampu memberi penjelasan
dan pertanggungjawaban rasional tentang nilai-nilai, asas dan normanorma moril bagi
sikap dan perilaku manusia terhadap alam lingkungan ini akan sulit didapatkan, tanpa
melibatkan manusia.
Masalah ekologi tidak cukup dihadapi dengan mengembangkan etika
lingkungan hidup. Kalau sudah menyangkut kesejahteraan umum masyarakat,
pemikiran etis saja tidak akan berdaya tanpa didukung oleh aturan-aturan hukum yang
dapat menjamin pelaksanaan dan menindak pelanggarnya.
Untuk itu perlu diketahui berbagai teori yang membangun pemikiran tentang
etika lingkungan hidup. Johan Galtung mengetengahkan tiga teori etika dengan
berikut di bawah ini, serta menawarkan teori etika yang dapat dijadikan sebagai
alternatif dengan kelebihannya (J. Sudriyanto, 1992: 13, lihat juga Jaelani, 1996: 5459)
a
Etika Egosentris
Etika ego sentris adalah etaika yang berdasarkan ego (diri). Focus etika ini
adalah suatu keharusan untuk melakkukan tindakan yang baik bagi diri, self.
Kebaikan individu adalah kebaikan masyarakat merupakan klaim yang dianggap
sah. Orientasi etika egosentris didasarkan pada filsafat individualisme dengan
pandangan bahwa individu merupakan atom sosial yang berdiri sendiri (J.
Sudriyanto, 1992: 14).
Menurut Sony Keraf (1990: 31) etika egosentrisme mempercayai bahwa
tindakan setiap orang pada dasarnya bertujuan mengejar kepentingannya sendiri
dan demi keuntungan dan kemajuannya pribadi. Dengan demikian manusia
merupakan pelaku rasional dalam mengusahakan hidup dengan memanfaatkan
alam yang berdasarkan pada kenyataan pandangan yang mekanistik.
Teori sosial liberal merupakan penopang utama pandangan atomisme tersebut.
Lima point pokok sebagai ajaran dalam atomisme itu yakni:
1
Pengetahuan mekanistik mengasumsikan bahwa segala sesuatu terdiri dari
bagian-bagian yang terpisah. Jika atom-atom merupakan komponen dari alam,
2
masyarakat
pada
hakikatnya
merupakan
penjumlahan
dari
Pandangan mekanistik menerima asumsi bahwa sebab yang datang dari luar
berlaku dalam bagian-bagian internal. Oleh karena itu hukum dan aturan-aturan
yang dating dari penguasa sebagai bagian eksternal akan dipertimbangan oleh
15).
Etika Homosentris
Etika homosentris bertolak belakang dengan etika ego sentris alam arti jika
ego sentris lebih menekankan pada individu, maka etika homosentrisme lebih
menitikberatkan pada masyarakat. Modelmodel yang dijadikan dasarnya adalah
kepentingan social dengan memperhatikan hubungan antara pelaku dengan
lingkungan yang mampu melindungi sebagian besar hajat masyarakat. Sony keraf
(1990: 34) mensinyalir adanya kesamaan antara etika egosentrisme, etika
homosentrisme, dan etika utilitarianisme. Ketiganya sama-sama mendasarkan diri
pada tujuan. Peniliana baik buruk suatu tindakan tergantung pada tujuannya dan
akibat dati tindakan itu, inilah inti dari utilitarianisme.
Tujuan dan akibat tindakan pada etika egosintrisme dialamatkan pada tujuan
dan manfaat pribadi individu. Tujuan dan akibat tindakan pada etika
homosentrisme diukur dengan sajauhmana tujuan dan akibat baik bagi sabanyak
mungkin masyarakat dapat dicapai. Akan tetapi homosentrisme lebih dekat dengan
utilitarianisme bahkan keduanya dapat dijadikan sebagai etika universal.
Asumsi yang digunakan oleh etika homosentrisme adalah sifat organis
mekanis dari alam. Setiap bagian merupakan bagian-bagian organ dari bagian
lainnya. Jika salah satu bagian hilang maka keseluruhan akan kurang bahkan tidak
berguna. Antar bagian dari suatu keseluruhan memiliki hubungan yang tidak
terpisahkan dan bersifat saling mempengaruhi. Sayangnya, menurut J. Sudriyanto
(1990: 16), dengan pandangan demikian sumber-sumber kekayaan alam dikuras
Etika ekosentris merupakan aliran etika yang ideal sebagai pendekatan dalam
mengatasi krisis ekologi dewasa ini. Hal ini disebabkan karena etika ekosentris
lebih berpihak pada lingkungan secara keseluruhan, baik biotik maupun abiotik.
Hal terpenting dalam pelestarian lingkungan menurut etika ekosentris adalah tetap
bertahannya segala yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem
yang sehat. Benda-benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya sendiri
seperti halnya manusia, oleh karena itu diperkirakan memilliki haknya sendiri juga.
Karena pandangan yang demikian maka etika ini sering kali disebut juga deep
ecology (J. Sudriyanto, 1992: 243).
Deep ecology juga disebut etika bumi. Bumi dianggap memperluas
ikatanikatan komunitas secara kolektif yang terdiri atas manusia, tanah, air,
tanaman, binatang. Bumi mengubah peran homo sapiens manusia menjadi bagian
susunan warga dirinya. Sifat holistik ini menjadikan adanya rasa hormat terhadap
bagian yang lain.
Etika ekosentris mempercayai bahwa segala sesuatu selalu dalam hubungan
dengan yang lain, di samping keseluruhan bukanlah sekedar penjumlahanpenjumlahan. Jika bagian berubah, keseluruhan akan berubah pula. Tidak ada
bagian dalam sesuatu ekosistem yang dapat diubah tanpa mengubah bagian yang
lain dan keseluruhan.
Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan
alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk
menyelamatkan lingkungan.
Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan
5
pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip
ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun
1974, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas
lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup dengan baik.
Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan sesuatu yang sangat diharapkan,
tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia.
Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya
guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja
mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan
memiliki tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena
dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi
begitu saja.
-
Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi
tanggung jawab kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias
menunjuk jalan keluar dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh
pandangan hak. Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa
kesenangan paling besar atau kalau dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat.
Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan paling
menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi yang
akan datang. Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan
(HPH) mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh
untung banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan
besar bagi banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan,
kita akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh
dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.Dalam perspektif
utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan
Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat
dicari juga dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di
sini harus dipahami sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan
kita untuk membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun
menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu dianggap
tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga orang lain
misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa memakai alam untuk
memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pelbagai
cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain
lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.
a. Persamaan
Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak
sama. Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk
pemegang saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan.
Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat buruk dalam
kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini
harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua orang harus
diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan
mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya
cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality),
sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan
ketidaksamaan, karena membawa penderitaan tambahan khususnya untuk orang
kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun
berbicara tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan
keadaan sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita
akan tidak berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada
generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam memakai
sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi mendatang.
Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi
alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil
lebih mendesak untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan
lingkungan hidup yang utuh kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka
bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social.
Pelaksanaan keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau
buruk dari individu tertentu. Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu
dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20.
Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan
kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks lingkungan
hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang
limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan
faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan
itu yang tetap mencemari laut dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup
memang mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di
mana-mana ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di
beberapa Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program
pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup.
Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah keadilan social para individu
masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam
saja. Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud dengan
kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada taraf perburuan,
karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah
lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran umum, bersamasama akan dicapai banyak kemajuan
perorangan dan kelompok maupun kerjasama antar disiplin ilmu, profesi dan atau antar
bangsa.
Bahwa sesungguhnya hakikat serta esensi Pembangunan Nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah upaya gotong-royong seluruh komponen
bangsa berbasis kompetensi untuk bersinerji membangun kapasitas keswadayaan, kecerdasan
serta daya-saing masyarakat sehingga handal dalam memberdayakan dan meningkatkan nilai
tambah sumber daya sebagai aset nasional dalam mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan
sejahtera yang berkelanjutan.
Bahwa Insinyur Indonesia sebagai Patriot Pembangunan pemicu dan pemimpin
Pembangunan Nasional berkelanjutan menyadari bahwa pola pikir, sikap, perilaku serta hasil
karyanya akan memacu peningkatan mutu serta martabat perikehidupan bermasyarakat,
berprofesi, berbangsa dan bernegara. Dalam menjalankan peranan dan tanggungjawabnya
tersebut, Insinyur Indonesia senantiasa berusaha keras, jujur dan adil untuk sepenuh hati
mendarmabaktikan kemampuan terbaiknya bagi rakyat, bangsa dan negara sesuai kaidah
keilmuan dan keprofesian. Oleh karena itu Insinyur Indonesia senantiasa akan teguh
mentaati, mematuhi dan mengejawantahkan Kode Etik Insinyur Indonesia.
CATUR KARSA
Prinsip - Prinsip Dasar
1
masyarakat;
Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia.
Jujur, tulus dan adil berkarya dalam kerangka peningkatan kapasitas dan dayasaing sumber daya manusia lokal dan nasional yang mampu mengoptimalkan manfaat
serta nilai tambah dari sumber daya alam nasional secara berkesinambungan, demi
kehandalan keswadayaan masyarakat untuk mensejahterakan kehidupan rakyat, bangsa
setiap karyanya;
Mencermati dan mengevaluasi keterkaitan, keakuratan serta keabsahan setiap data
kepentingan pekerjaan lain tanpa seizin Para Pihak atau semua pihak yang terkait;
e Membuat Panduan Standar Pelaksanaan dan Pengoperasian serta penjaminan atas
resiko yang dapat membahayakan atau merugikan kepentingan pengguna,
f
yang
dapat
membahayakan
atau
merugikan
berikut
saran
mengatasinya;
Bekerjasama hanya dengan perorangan atau institusi yang diyakininya tidak pernah
keinsinyuran yang sesuai dengan kompetensi pribadi dan kompetensi Tim Kerja;
Apabila dipandang perlu dalam melaksanakan pekerjaan pada butir a. diatas, dapat
bekerjasama dengan pihak lain berdasarkan ketentuan yang berlaku dan disepakati
atau menandatanganinya;
Bertanggungjawab atas semua aspek yang terkait dengan tugasnya dan materi berkas
Melarang dirinya
turut
pengambilan
keputusan atau
saudara atau kerabatnya turut atau bermaksud turut serta dalam pekerjaan tersebut;
Jujur, obyektif dan profesional dalam mengevaluasi pelaksanaan serta hasil Pekerjaan
sesuai dengan prosedur dan ketentuan penjaminan mutu berdasarkan standar yang
d
e
pekerjaan;
Memprakarsai pembinaan dan pengembangan kompetensi, keswadayaan dan daya
saing Anak Bangsa berbasis pemberdayaan potensi unggulan lokal, ilmu pengetahuan
dan teknologi oleh masyarakat.
Profesional, adil dan tulus dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat
sebagai
upaya
pengejawantahan
komitmen
keberpihakan
serta
berkelanjutan;
Memprakarsai upaya berbagi kemampuan serta pengalaman dengan cara memberi
pembelajaran dan saran profesional terkait dengan permasalahan aktual yang
sedang atau akan timbul dalam kegiatan berprofesi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
masyarakat
b Jujur, bebas, sarat pengabdian pada publik, pelanggan dan karyawannya.
c Memperjuangkan dan meningkatkan secara menyeluruh derajat profesi perekayasaan.
d Mendukung disiplin ikatan keteknikan profesional lain.
Seorang Perekayasa Teknologi Lingkungan harus berpegang teguh pada kesadaran
menjadi tanggungjawabnya.
Seorang Perekayasa Teknologi Lingkungan harus mampu mengisukan kepentingan
Disusun oleh
Teknik Lingkungan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
2013