PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) adalah suatu kondisi peradangan kulit berulang
dan kronis yang tidak diketahui penyebabnya dan paling sering selama masa bayi
dan anak-anak.
Penyakit ini secara khas timbul pada individu individu dengan riwayat
atopi di dalam keluarga ataupun adanya stigmata atopi pada individu itu sendiri.
Dermatitis atopik berlangsung kronik dan sering kambuh, ditandai oleh rasa gatal
dengan distribusi lesi yang khas serta sering dihubungkan dengan kadar IgE total
lebih tinggi dibandingkan asma atau rhinoconjunctivitis dan kadar IgE spesifik
yang sangat tinggi.
Pada tahun 1933, Wise & Sulzberger mendiagnosis suatu keadaan alergi
terhadap makanan dan bahan bahan hirup yang bermanifestasi sebagai eksema,
asma dan hay fever. Keadaan eksema inilah yang kemudian pertama kali
dinamakan dermatitis atopik.
Sedangkan atopi adalah respon hiperaktivitas yang cenderung familier
terhadap paparan alergen yang terdapat dalam lingkungan sekitar, dimana alergen
lingkungan tersebut tidak menimbulkan reaksi pada orang normal. Untuk
timbulnya atopi ini, faktor predisposisi yang berperan adalah umur, jenis kelamin,
ras, alergen hirup (polen), infestasi parasit, tungau dan makanan.
Penyakit ini secara umum memperlihatkan suatu gambaran klinis yang
khas berupa kulit kering dengan rasa gatal hebat, bersifat kronik residif serta
ditemukan pada tempat predileksi di fossa kubiti dan poplitea. Terdapat tiga tipe
DA yang berdasarkan umur munculnya penyakit ; tipe infantil, tipe anak dan tipe
dewasa.
Prinsip pengobatan dari DA adalah pendekatan multifaktorial yang
meliputi usaha untuk mengurangi dan menghilangkan kekeringan kulit (hidrasi),
terapi glukokortikoid topikal dan eliminasi dari faktor faktor yang dapat
mencetuskan timbulnya penyakit seperti stres emosional, infeksi, bahan bahan
alergen dan bahan bahan iritan.
1
BAB II
DERMATITIS ATOPIK
2.1
Defenisi
Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit peradangan pada kulit
yang bersifat kronik residif, sangat gatal, kebanyakan terjadi pada bayi dan
anak-anak dengan riwayat atopi pada individu atau keluarganya (asma,
rhinitis alergi, konjungtivitis alergi dan) serta ditandai lesi eritem, eksoriasi
dan likenifikasi pada tempat tempat predileksi.
Sinonim
dari
penyakit
ini
adalah
eczema
atopik,
eczema
Epidemiologi
Belakangan ini prevalensi DA makin meningkat dan hal ini
merupakan masalah besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan
penderita tetapi juga melibatkan keluarganya.
Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara
industri lainnya, prevalensi DA meningkat dua kali lipat bahkan tiga kali lipat
selama tiga dekade terakhir. Pada anak mencapai 15 30 persen, dan pada
orang dewasa 2 10 persen yang menderita DA. Di Negara agraris,
prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria adalah 1.3:1.
DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka
lebih dari seperempat anaknya akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila
salah satu orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita
alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini
meningkat sampai 79 persen.
2.3
Etiopatogenesis
2
limfa
perifer
(sel
Tnaive)
yang
mengakibatkan
reaksi
Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI
yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara
spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF
dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat
timbulnya peradangan kulit DA.[5]
Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar
sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA.
Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan
sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13
masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis.
IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal untuk berproliferasi
menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis. Perkembangan sel T
menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13
akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.[5]
Respons Sistemik[5]
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
Sintesis IgE meningkat.
4
sawar
kulit
akan
mengakibatkan
lebih
mudahnya
menyebabkan
kerusakan
sawar
kulit
sehingga
memudahkan
Faktor Risiko[2]
a. Wanita lebih banyak menderita DA dibandingkan pria (rasio 1.3 : 1).
b. Riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga (rhinitis alergi, konjungtivitis
alergi/vernalis, asma bronkial, dermatitis atopik, dll).
c. Faktor lingkungan: jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu semakin tinggi,
penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya
penggunaan antibiotik.
d. Riwayat sensitif terhadap wol, bulu kucing, anjing, ayam, burung, dan
sejenisnya.
Faktor pemicu [2]
a. Makanan: telur, susu, gandum, kedelai, dan kacang tanah.
b. Tungau debu rumah
c. Sering mengalami infeksi di saluran napas atas (kolonisasi Staphylococus
aureus)
2.5
Gambaran Klinis
Kulit penderita DA umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari
DA Infantil[2,5]
1. Dahi, pipi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai, serta
lutut (pada anak yang mulai merangkak).
2. Lesi berupa eritema, papul vesikel halus, eksudatif, krusta.
b.
DA Anak [2,5]
1. Lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian dalam, kelopak mata,
leher, kadang-kadang di wajah.
2. Lesi berupa papul, sedikit eksudatif, sedikit skuama, likenifikasi, erosi.
Kadang-kadang disertai pustul.
c.
d.
Gambar kiri menunjukkan lesi dermatitis atopik yang berkrusta pada anak ini.
Gambar kanan menunjukkan likenifikasi pada bagian leher dan bahu pasien
dermatitis atopik.
Pemeriksaan Penunjang (bila diperlukan dan dapat dilakukan di pelayanan
primer)
8
Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
harus terdiri dari 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria Williams
(1994) di bawah ini. [1,2,3,5]
Kriteria Mayor: [1,2,3,5]
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
c. Dermatitis di fleksura pada dewasa
d. Dermatitis kronis atau berulang
e. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor: [1,2,3,5]
a. Xerosis.
b. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus atau virus herpes simpleks).
c. Iktiosis/ hiperliniar palmaris/ keratosis piliaris.
d. Pitriasis alba.
e. Dermatitis di papilla mammae.
f. White dermogrhapism dan delayed blanch response.
g. Kelilitis.
h. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan.
i. Konjunctivitis berulang.
j. Keratokonus.
k. Katarak subskapsular anterior.
l. Orbita menjadi gelap.
m. Muka pucat atau eritem.
n. Gatal bila berkeringat.
o. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak.
p. Aksentuasi perifolikular.
q. Hipersensitif terhadap makanan.
r. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh factor lingkungan dan atau emosi.
9
2.8
Komplikasi [2]
a. Infeksi sekunder
b. Perluasan penyakit (eritroderma)
10
2.9
pembersih
yang
mengandung
antibakteri
karena
menginduksi resistensi
b.
kasus
dengan
manifestasi
klinis
likenifikasi
dan
11
2.
2.11
pengobatan
pemeliharaan
setelah
fase
akut
teratasi.
12
2.12
2.13
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, dapat terkendali dengan pengobatan
pemeliharaan.[2]
BAB III
KESIMPULAN
13
individu atau keluarganya serta ditandai lesi eritem, eksoriasi dan likenifikasi pada
tempat-tempat predileksi.
Penyakit ini dipengaruhi multifaktor, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. DA dapat dibagi menjadi tiga fase,
yaitu DA infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun), DA anak (2 sampai
10 tahun), dan DA pada remaja dan dewasa.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik harus
terdiri dari 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria Williams (1994).
Pada bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi menjadi 3 kriteria mayor berupa riwayat
atopi pada keluarga, dermatitis pada muka dan ekstensor, dan pruritus. Ditambah
3 kriteria minor berupa xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi
perifolikular, fisura di belakang telinga, dan skuama di scalp kronis.
Adapun penatalaksanaan dari penyakit ini yaitu dengan modifikasi gaya
hidup diantaranya menemukan faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang
bersifat iritan, menjaga kebersihan, menghindari stress psikis,dll. Untuk mengatasi
keluhan, farmakologi diberikan pengobatan topikal 2x sehari (kortikosteroid
topikal, golongan betametason, dan perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal atau sistemik bila lesi meluas) dan oral sistemik (antihistamin sedatif,
loratadin atau antihistamin non sedatif).
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
IDI, Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayanan Primer. 1 ed.
Dermatitis Atopik, 2013, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
14
3.
James, W.D., T.G. Berger, and D.M. Elston, Andrews' Diseases of the
Skin : Clinical Dermatology, 2006, Saunders Elsevier: Canada. p. 69 - 72.
4.
Bieber, T. and N.E.J. Med, Atopic Dermatitis. The New England Journal of
Medicine, 2008: p. 358 : 1483 - 1494.
5.
Djuanda, A., M. Hamzah, and S. Aisah, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
6 ed. Dermatitis Atopik, 2013, Jakarta: FK UI.
15