PELAYANAN KEFARMASIAN
DI PUSKESMAS
TAHUN 2016
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KEFARMASIAN
PUSKESMAS BENJENG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat.
Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi
pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat.
Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini
menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan
upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan
kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah
dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma
lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
(patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan
pasien.
B. Tujuan
Tujuan Umum : Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di UPT Puskesmas Benjeng
Tujuan Khusus :
Sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas
Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan dalam pembinaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
C. Ruang Lingkup
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial
berupa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan
tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana.
D. Landasan Hukum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/320/2015 tentang Daftar Obat Esensial
Nasional
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/523/2015 tentang Formularium Nasional
2015
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/137/2016 tentang addendum pertama
Formularium Nasional 2015
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 tentang penggunaan dana
kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas
BAB II
SUMBER DAYA KEFARMASIAN
ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk
menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.
Istilah ruang di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ruangan secara fisik, namun lebih kepada fungsi
yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak,
maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
BAB III
PENGELOLAAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian,
yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan
ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional,
meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis
dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh
Petugas Farmasi (Apoteker) di Puskesmas. Prosesnya meliputi beberapa tahap :
1. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, data
mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus
mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini
harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan
perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik memberikan efek terapi jauh lebih
baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan kesamaan
jenis.
c. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih
baik dibanding obat tunggal.
e. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari
penyakit yang prevalensinya tinggi.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi
pemakaian obat adalah :
a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh sub unit
pelayanan kesehatan.
c. Pemakaian rata-rata di puskesmas untuk setiap jenis obat.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.
Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya
berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan
untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui seperti diatas, maka diharapkan obat yang
direncanakan dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Usulan kebutuhan obat Puskesmas diajukan ke UPPF, sebagai dasar UPPF melakukan pengadaan obat
dan bahan medis habis pakai dari dana APBD, melalui blanko usulan kebutuhan obat tahunan untuk
Puskesmas yang telah ditentukan oleh UPPF Kabupaten Gresik, menggunakan rumus
Jumlah kebutuhan obat = jumlah pemakaian rata rata (tanpa stok kosong)
per bulan x 18 sisa stok
Selanjutnya UPPF akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas di wilayah
kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer
stock, serta menghindari stok berlebih.
Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan,
pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan
yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diserahkan, mencakup jumlah kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen
(LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak
memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di
Puskesmas ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Obat
yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuan penyimpanan obat adalah untuk :
- mutu obat
- Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab
- Menjaga kelangsungan persediaan
- Memudahkan pencarian dan pengawasan
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
Pengaturan Tata Ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan obatobatan, maka diperlukan pengaturan tataruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak. Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut :
a). Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi
pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk
mempermudah gerakan.
b). Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat ditata berdasarkan
sistem :
-Arus garis lurus
- Arus U
- Arus L
2. Sirkulasi udara yang baik
Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya
akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin,
apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
3. Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan
perputaran stok obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
- Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir
- Peningkatan efisiensi penanganan stok
- Dapat menampung obat lebih banyak
4. Kondisi penyimpanan khusus.
Vaksin memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran
listrik. (diperlukan tenaga khusus untuk memantau suhu )
Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.
Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan khusus,
sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk
5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, kartun dan lainlain.
Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang
cukup. Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi
atau tidak.
pencukupan kebutuhan dalam rentang waktu tertentu. Bila terjadi kekurangan/kekosongan dilakukan
permintaan tambahan/khusus ke UPPF menggunakan LPLPO
B. Pengendalian penggunaan
Tujuan pengendalian penggunaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat meningkatkan
penggunaan obat rasional dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana obat. Petugas dimasingmasing sub unit pelayanan melakukan sampling penggunaan obat rasional. Hasil sampling dilaporkan
ke petugas pengelola obat.
Pengendalian penggunaan obat rasional meliputi :
- Rendahnya prosentase penggunaan antibiotik pada non pneumonia
- Rendahnya prosentase penggunaan antibiotik pada diare non spesifik
- Rendahnya prosentase penggunaan injeksi pada myalgia
- Rendahnya prosentase rata-rata jumlah R / atau rendahnya polifarmasi
- Tingginya prosentase obat penggunaan obat generik
- Tingginya kesesuaian peresepan dengan pedoman/formularium puskesmas
C. Penangan obat hilang, rusak dan kadaluarsa
1. Penanganan obat hilang.
Tujuan: Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat sehingga diketahui persediaan obat
sesungguhnyasaat itu.
Langkah langkah untuk menangani kejadian obat hilang :
1. Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang/tidak sesuai/tidak samabukti
fisik dengan catatan pengeluaran obat, segera melakukan stok opname diluar stok opname
rutin,
2. Petugas pengelola obat menyusun daftar jenis dan jumlah obat yang tidak sesuai
catatan/diduga hilang dan melakukan crosschek pada catatan pengeluaran (kartu stok,
LPLPO sub unit, sofware catatan mutasi )
3. Setelah dipastikan hilang Pengelola obat membuat daftar obat hilang dan melaporkan kepada
Kepala Puskesmas. Daftar obat hilang tersebut nantinya akan digunakan sebagai lampiran
dari Berita Acara Obat Hilang yang diterbitkan oleh Kepala Puskesmas.
4. Kepala Puskesmas memeriksa dan memastikan kejadian pelaporan obat hilang sekali lagi
sebelum membuat berita acara obat hilang.
5. Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian kepada Kepala Dinas Kesehatan ,
disertai Berita Acara Obat Hilang.
6. Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang pada masingmasing Kartu Stok untuk dilakukan pengurangan stok.
7. Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian dengan
membuat berita acara pelaporan ke kopolisian.
2. Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa
Tujuan : Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat dalam mutu obat terjaga sampai
diterimakan ke pasien, melindungi pasien dari KNC/KTD dari penggunaan obat rusak/
kadaluwarsa.
Langkah-langkah Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa :
1. Petugas pengelola obat merekap no bacth dan tanggal kadaluarsa setiap obat yang
datang/diterima dalam buku/sofware obat kadaluarsa untuk diinformasikan ke masing-masing
unit pelayanan menjelang obat tersebut mendekati kadaluarsa.
2. Saat stok opname, bila petugas pengelola obat menemukan obat rusak di gudang obat
puskesmas, segera diinformasikan ke masing-masing unit pelayanan bila terdapat obat tersebut
untuk ditarik
3. Petugas di unit pelayanan, bila mengetahui adanya obat rusak/kadaluarsa segera melaporkan
dan mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang
obat Puskesmas dengan menggunakan laporan obat rusak/kadaluarsa.
4. Petugas gudang obat Puskesmas menerima, mengumpulkan dan memverifikasi laporan obat
rusak/kadaluarsa. Obat rusak/kadaluarsa dikumpulkan dan disimpan ditempat tententu sampai
pelaksanaan penghapusan/pemusnahan di area gudang obat ,terpisah dari obat yang lain.
5. Obat rusak/kadaluarsa yang ditemukan didalam gudang obat dikurangkan dari catatan sisa stok
pada masing-masing kartu stok yang dikelolanya.
6. Petugas gudang obat merekap laporan obat rusak/kadaluarsa dalam periode tertentu dan
melaporkan kepada Kepala Puskesmas.
7. Kepala Puskesmas melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak / kadaluarsa kepada
UPPF untuk dilakukan pemusnahan atau puskesmas memusnahkan sendiri dan dibuatkan
berita acara pemusnahan/penghapusan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengamatan mutu obat secara organoleptik/visual untuk mengetahui/menduga obat
rusak/mutunya sudah tidak terjamin sehingga perlu dimusnahkan.
Tanda-tanda perubahan mutu obat
1. Tablet.
Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat
benda asing, jadi bubuk dan lembab
Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2. Kapsul.
Perubahan warna isi kapsul
Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3. Tablet salut.
Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan.
Menjadi keruh atau timbul endapan
Konsistensi berubah
Warna atau rasa berubah
Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep.
Warna berubah
Konsistensi berubah
Pot atau tube rusak atau bocor
Bau berubah
6. Injeksi.
Kebocoran wadah (vial, ampul)
Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
Warna larutan berubah
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, mulai dari yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan sub unit pelayanan puskesmas atau sub unit pelayanan jaringannya.
Pencatatan dilakukan dengan cara menulis penerimaan/pengeluaran obat buku/sofware register harian
obat dari buku bantu peresepan/pengobatan harian untuk dijumlah dan dimasukkan ke LPLPO.
Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal bulan. Untuk gudang obat, pencatatan pengeluaran dan
penerimaan pada LPLPO berdasarkan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu (setiap
wala bulan) serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis
penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan
obat.
Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan
lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat.
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan
tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
c. Pembuatan laporan ketersediaan obat dalam jangka waktu tertentu (3 bulan) bertujuan untuk
mengevaluasi tingkat perputaran kebutuhan obat sehingga obat yang perputarannya tinggi (fast moving)
direncanakan lebih besar, yang slow moving dikurangi dan yang death moving dihilangkan dari
perencanaan, sehingga penggunaan obat lebih efesien.
d. Pembuatan laporan tribulan dalam jumlah rupiah ditujukan untuk evaluasi pemakaian obat yang berbiaya
mahal namun kurang efektif dan efisien dalam hal farmakoekonomi.
e. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan
BAB IV
PELAYANAN FARMASI KLINIK
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan
Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelayanan
resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari
penerimaan dan pengkajian, peracikan dan penyerahan, sampai pemberian infomasi obat kepada pasien.
Penerimaan dan pengkajian resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Penerimaan resep hanya yang dikeluarkan oleh unit pelayanan puskesmas
b. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter/penulis resep, asal poli, tanggal,
tanda resep (/R), nama obat, jumlah obat, nama pasien, umur pasien, dan alamat pasien
c. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, kekuatan obat/potensi, dosis, stabilitas, cara
dan lama penggunaan obat.
d. Pertimbangkan aspek klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian dosis.
e. Untuk obat yang diracik (puyer), sampaikan ke pasien agar sabar karena perlu waktu yang lebih lama
untuk meraciknya.
f. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya tidak tersedia
Peracikan dan penyerahan, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan alat/sendok, dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat
b. Untuk obat yang diracik/puyer, antibiotik diracik terpisah. Obat diracik dengan mixer/crusher sampai
homogen dan dibagi dengan mata/visual sesuai jumlah yang diminta. Bila dibagi lebih dari 20 atau
mengandung obat yang indeks terapinya sempit atau perlu pengenceran maka perlu dilakukan
penimbangan.
c. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat luar, serta
menempelkan label/memberitahukan secara lisan ke pasien kocok dahulu pada sediaan obat dalam
bentuk larutan
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga
mutu obat dan penggunaan yang salah
e. Menutup kembali wadah obat yang sudah tidak digunakan
f. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali kesesuaian obat yang
disiapkan dengan resep. Antara lain nama pasien, nama obat, jumlah item obat, jumlah obat, dan cara
penggunaan/dosis.
g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
h. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan sopan, mengingat
pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil.
Pemberian Informasi Obat
Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat tersebut, antara lain
manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan
obat, dll. Sehingga pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan, memahami tujuan
pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan serta menunjang keberhasilan pengobatan.
Informasi obat yang sering diperlukan pasien adalah :
a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi,
siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah
terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien
harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan
farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung,
tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina.
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan, misalnya berkeringat, mengantuk,
kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna dan sebagainya
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan obat lain atau
makanan tertentu, dan kontra indikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan
menyusui.
Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan serta terjadi
karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal.
Salah guna obat adalah penggunaan bermacam-macam obat tetapi efeknya tidak sesuai, tidak
rasional, tidak tepat dan tidak efektif.
Bahaya salah guna obat antara lain menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, pengeluaran
untuk obat menjadi lebih banyak atau pemborosan, tidak bermanfaat atau menimbulkan ketagihan.
f. Cara penyimpanan obat
Penyimpanan Obat secara Umum adalah :
a. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
b. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung.
c. Jangan menyimpan obat di tempat panas atau lembab.
d. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika
tertulis pada etiket obat.
e. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
f. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu lama.
g. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak.
h. Perhatikan
BUD (beyond used date) obat untuk memastikan mutu obat tetap seperti saat
penerimaan.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode
pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat,
bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, dan lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
b. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait Obat
misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan,
kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang
bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah
(Home Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat.
4. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi
kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan
kondisi klinis pasien.
c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat.
d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi dan rekomendasi.
Kegiatan visite mandiri:
a. Untuk Pasien Baru
1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal pemberian obat.
3) Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat jenisnya dan melihat
instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien.
4) Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait obat yang mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat.
c. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam satu buku yang akan
digunakan dalam setiap kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim:
a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pegobatan pasien dan menyiapkan
pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau keluarga pasien terutama tentang
obat.
c. Menjawab pertanyaan dokter tentang obat.
d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti obat yang dihentikan, obat baru,
perubahan dosis dan lain-lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya
kepatuhan penggunaan obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care) agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan Obat
sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat.
5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang
terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya
jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja
ditemukan.
Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping obat.
b. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping bat.
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk
menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
BAB V
ResikoKeselamatan Pasien
Adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan / pelayanan yang didapat di puskesmas. Risiko
tersebut meliputi :
Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah dosis obat, salah frekuensi,
salah bentuk sediaan obat, salah rute pemberian, salah teknik penyiapan.
Adanya polifarmasi, duplikasi obat.
Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis)
Pemberian obat expire date , atau obat rusak.
Keamanan Pengelolaan Obat LASA (Look Alike, Sound-Alike)
1. Unit Farmasi membuat daftar obat-obatan LASA yang dipakai. Daftar obat-obatan LASA tersebut
didistribusikan ke seluruh unit pelayanan pasien.
2. Penyimpanan obat-obatan LASA harus terpisah satu dengan yang lain dan tidak bersisian. .
3. Pada tempat penyimpanan obat-obatan LASA diberi label dengan warna mencolok (dasar kuning)
4. Dokter menulis instruksi atau resep obat-obatan LASA menggunakan huruf kapital.
5. Petugas farmasi melakukan pengecekan berkala penyimpanan obat-obatan LASA di luar Farmasi.
Keamanan Pengelolaan Obat-obatan tidak habis sekali pakai (multidose)
1. Bila mungkin, upayakan menggunakan ampul/vial single dose untuk obat-obatan atau pelarut obatobatan.
2. Jangan mencampur atau menyimpan sisa dari vial obat sekali pakai untuk pemakaian selanjutnya,
karena vial obat sekali pakai (single dose) tidak mengandung preservative anti bakteri.
3. Bila vial multidose digunakan:
a. Disimpan di lemari pendingin bila direkomendasikan oleh produsen obat
b. Diberi label yang minimal berisi tanggal obat dibuka dan tanggal obat kadaluarsa, nama obat dan
kekuatan sediaan (bila nama obat tertutup oleh label).
c. Obat dapat digunakan sampai dengan 30 hari sejak dibuka atau sesuai rekomendasi produsen
mengenai batas waktu ketahanan obat setelah dibuka.
d. Buang vial multidose bila telah terkontaminasi atau kesterilan tidak terjamin.
e. Desinfeksi diafragma karet penutup vial multidose dengan alkohol 70% dan biarkan kering sebelum
menusukkan jarum steril.
f. Gunakan alat steril untuk mengambil obat dari vial multidose, hindari pemakaian jarum dan syringe
yang telah dipakai pasien. Hindari menyentuh/ mengkontaminasi alat steril sebelum penusukan.
g. Untuk obat ampul yang digunakan multidose, sisa obat dan pengencernya disimpan dalam syringe,
diberi label yang bertuliskan nama obat dan kekuatan sediaannya, dan boleh disimpan maksimal 24
jam kecuali dinyatakan lain oleh produsennya.
BAB VII
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah terkait
obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan pengobatan/medikasi (medication error),
yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan dana, dan Standar
Prosedur Operasional.
b. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama.
c. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat pendidikan
masyarakat.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan
kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai
standar.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1) monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara capaian dengan
rencana kerja); dan
2) memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1) melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
2) meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung terhadap pelayanan kefarmasian
untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan dan evaluasi merupakan
proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri.Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan
memantau seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan
informasi obat kepada pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar
perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas,
antara lain :
Sumber daya manusia (SDM)
Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan, pengadaan, penerimaan dan distribusi)
Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep, penyiapan sediaan,
pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yang disertai informasinya serta pemantauan
pemakaian obat bagi penderita penyakit tertentu seperti TB, Malaria dan Diare)
Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen)
Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator
yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan pelayanan kefarmasian di Puskesmas antara lain :
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket melalui kotak saran atau
wawancara langsung
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan)
3. Prosedur tetap (SOP) Pelayanan Kefarmasian : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang
telah ditetapkan
Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara,
dan teknik pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
a. Retrospektif:
pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh: survei kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
b. Prospektif:
pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas
Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
a. Langsung (data primer):
data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.
BAB IX
PEMBINAAN
Pembinaan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dilaksanakan secara berjenjang dari Provinsi,
Kabupaten, Puskesmas sampai tingkat jejaringnya baik dalam aspek administrasi maupun teknis pengelolaan
obat dan bahan medis habis pakai, antara lain melalui :
a) Pertemuan koordinasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai tingkat Kabupaten yang dapat dihadiri
narasumber Provinsi.
b) Konsultasi dari jejaring ke Puskesmas, Puskesmas ke Kabupaten.
c) Pelatihan pengelolaan obat dan bahan medis habis dan pelayanan farmasi klinik yang diselenggarakan di
tingkat Kabupaten atau Provinsi sebagai upaya peningkatan kemampuan dan mutu sumberdaya manusia.
d) Pertemuan koordinasi pengelola obat puskesmas dengan jejaringnya
e) Supervisi dari Kabupaten dalam monitoring dan evaluasi pengelolaan dan administrasi obat dan bahan medis
habis pakai
e) Supervisi petugas pengelola obat puskesmas ke jejaringnya dalam monitoring dan evaluasi pengelolaan dan
administrasi obat dan bahan medis habis pakai
BAB X
PENUTUP
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Konsep kesatuan upaya kesehatan (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan termasuk
Puskesmas yang merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat pertama (primary health care). Pelayanan
kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat pokok (basic health services) yang sangat dibutuhkan
oleh sebagian besar masyarakat termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Dengan bergesernya paradigma kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat menjadi
pelayanan yang komprehensif, maka diharapkan dengan ditetapkan nya buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian akan terjadi peningkatan mutu pelayanan
kefarmasian di Puskesmas kepada masyarakat.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ini diperlukan
komitmen dan kerja sama semua pemangku kepentingan terkait. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang
pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan pasien atau masyarakat.
Pedoman ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan serta koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan
pedoman pelayanan kefarmasian di puskesmas benjeng pada masa yang akan datang.
LAMPIRAN
label informasi tambahan yang terdapat pada lampiran ini direkomendasikan untuk diberikan kepada pasien
setelah melalui pertimbangan yang tepat, disesuaikan dengan obat yang diberikan.
Berikut ini label informasi tambahan yang dianjurkan :
1 Peringatan. Menyebabkan rasa kantuk
Digunakan pada sediaan untuk anak yang mengandung antihistamin, atau sediaan lain untuk anak, yang jika
diberi peringatan nomor 2 tidak sesuai.
2 Peringatan. Menyebabkan rasa kantuk. Jangan mengemudikan kendaraan atau menjalankan mesin.
Hindari minum alkohol.
Digunakan pada sediaan untuk dewasa yang dapat menyebabkan rasa kantuk, sehingga mempengaruhi
kemampuan dalam mengemudikan dan menjalankan mesin yang penuh resiko; label 1 lebih sesuai untuk
anak-anak. Berbahaya jika mengemudikan kendaraan dalam pengaruh minuman atau obat.
Beberapa sediaan ada yang hanya menyebabkan rasa kantuk pada beberapa hari pertama pengobatan dan
beberapa ada yang hanya menyebabkan rasa kantuk pada dosis besar.
Dianjurkan hindari minuman beralkohol, karena efek obat depresi yang bekerja di obat SSP ditingkatkan oleh
alkohol. Larangan yang tegas dapat mendorong beberapa pasien tidak menggunakan obat tersebut. Oleh sebab
itu Apoteker perlu menerangkan risiko dan manfaat, terutama pada pasien yang merasa dapat mentoleransi
efek dari alkohol (lihat label 3).
Pasien epilepsi yang ingin mengemudikan kendaraan harus berkonsultasi dengan dokter.
Efek samping lain yang tidak berhubungan dengan rasa kantuk tetapi juga dapat mempengaruhi kemampuan
pasien dalam mengendarai atau menjalankan mesin dengan aman adalah penglihatan kabur, pusing, atau
mual. Secara umum tidak ada label yang secara khusus diberikan untuk mengatasi keadaan ini, tetapi
sebaiknya pasien diberi konseling dengan tepat.
3 Peringatan. Dapat menyebabkan rasa kantuk. Jika mengalami efek samping ini, jangan
mengemudikan kendaraan atau menjalankan mesin.
Digunakan pada sediaan yang mengandung monoamine-oxidase inhibitors (MAO); peringatan untuk
menghindari minuman alkohol dan minuman alkohol dosis rendah sudah dimasukkan dalam leaflet produk.
4 Peringatan. Hindari minuman beralkohol
Diberlakukan pada obat yang berinteraksi dengan alkohol yaitu alkohol dapat menghilangkan efek obat ini,
contoh : metronidazol, dan klorpropamid. Alkohol juga dapat meningkatkan efek hipoglikemia dari beberapa
obat antidiabetik oral tetapi pencantuman label peringatan secara rutin tidak perlu dilakukan.
5 Jangan digunakan bersamaan dengan obat ini.
Digunakan bersama label 25 pada sediaan tablet salut enterik. Hal ini untuk menghindari kemungkinan
pelarutan salut yang terjadi lebih awal dari seharusnya dengan adanya pH alkali.
Label 5 berlaku juga bagi ketokonazol yang penyerapannya dipengaruhi oleh antasid secara signifikan;
biasanya selang waktu untuk menghindari efek antasid adalah 2 sampai 4 jam.
6 Jangan minum obat-obat yang mengandung besi atau zink pada saat bersamaan dengan obat ini
Digunakan pada sediaan yang mengandung ofloksasin dan beberapa kuinolon, doksisiklin, minosiklin, dan
penisilamin. Interaksi obat-obat ini menyebabkan terjadinya khelat kalsium, besi dan zink sehingga berkurang
penyerapannya ketika digunakan bersama kalsium yang terdapat dalam antasid atau sediaan yang
mengandung besi atau seng. Selang waktu penggunaan kedua obat ini adalah 2 sampai 3 jam.
7 Jangan minum susu, obat yang tidak dapat dicerna, atau obat yang mengandung besi dan seng pada
saat yang sama dengan obat ini
Digunakan pada sediaan yang mengandung siprofloksasin, norfloksasin atautetrasiklinyang dapat membuat
khelat dengan kalsium,besi, magnesium, dan zink, sehingga dapat mengurangi penyerapan. Selang waktu
penggunaan kedua obat ini sebaiknya 2-3 jam.
Doksisiklin dan minosiklintidak terlalu kuat dalam membentuk khelat dengan susu sehingga hanya
membutuhkan label 6 (lihat di atas)
8 Jangan menghentikan penggunaan obat ini kecuali atas anjuran dokter
Digunakan pada sediaan yang mengandung obat yang dibutuhkan untuk jangka waktu panjang walaupun
pasien tidak merasakan manfaatnya dalam jangka waktu yang pendek (contoh obat antituberkulosis)
Juga digunakan untuk sediaan yang mengandung obat dengan risiko khusus (contoh klonidin untuk
hipertensi). Untuk kortikosteroid, label 10 (lihat di bawah) lebih sesuai
9 Gunakan dengan waktu yang teratur. Minum obat sampai habis kecuali mengalami efek samping yang
tidak diinginkan.
Digunakan pada obat yang harus dihabiskan untuk mengurangi kasus kambuhan atau kegagalan terapi
Contohnya adalah antibiotik oral. Sering kali, beberapa antibiotik dapat menyebabkan efek samping (contoh
diare pada pasien yang minum klindamisin) yang membuat penggunaan obat ini harus dihentikan dan pasien
harus kembali ke dokter.
10 Peringatan. Ikuti instruksi yang diberikan selama pemakaian obat
Digunakan khususnya pada sediaan yang mengandung antikoagulan, litium atau kortikosteroid. Kartu
pengobatan yang tepat sebaiknya diberikan pada pasien dan diikuti dengan pemberian informasi obat secara
verbal.
Label ini dapat juga digunakan pada sediaan lain untuk mengingatkan pasien pada instruksi yang pernah
diberikan.
11 Hindari kulitdari paparan cahaya matahari atau cahaya lampu secara langsung
Digunakan pada sediaan yang dapat menyebabkan fototoksik atau reaksi alergi akibat cahayajika pasien
terkena radiasi ultraviolet. Beberapa obat lain selain obat pada lampiran ini (contoh fenotiazin dan
sulfonamid) dapat menyebabkan reaksi ini pada pasien yang sensitif, walaupun jarang. Penyinaran sinar
ultraviolet dengan intensitas tinggi dari sinar lampu dapat menimbulkan terjadinya reaksi.
12 Jangan menggunakan produk obat yang mengandung asetosal bersamaan dengan penggunaan obat ini
Digunakan pada sediaan yang mengandung probenesid and sulfinpirazon yang aktivitasnya dikurangi oleh
asetosal.
Label 12 tidak digunakan untuk antikoagulan karena label 10 lebih sesuai.
13 Dilarutkan atau dicampur dengan air sebelum digunakan
Digunakan pada sediaan yang diharuskan untuk dilarutkan dalam air (contohtablet effervescent) atau
dicampur dengan air (contoh serbuk, granul) sebelum digunakan. Dalam beberapa kasus, cairan lain seperti
jus buah atau susu dapat digunakan.
14 Obat ini menyebabkan urin berwarna
Digunakan pada sediaan yang dapat menyebabkan urin pasien berwarna yang tidak seperti biasanya. Hal ini
termasuk fenolftalein (warna urin menjadi merah muda), triamteren(biru mudah),levodopa (merah gelap), dan
rifampisin (merah).
15 Bahan mudah terbakar : jauhkan dari api atau nyala api
Digunakan pada sediaan yang mengandung bahan pelarut yang mudah terbakar.
16 Diletakkan di bawah lidah. Jangan pindahkan dari wadah aslinya. Tutup wadah dengan rapat. Buang
setelah 8 minggu dibuka
Digunakan pada sediaan tablet gliseril trinitrat. Pasien harus diingatkan agar tidak memindahkan tablet dari
wadah aslinya ke plastik atau wadah lain yang kurang tepat.
17 Jangan digunakan lebih dari .. dalam 24 jam
Digunakan pada sediaan untuk terapi migren akut, kecuali yang mengandung ergotamin, digunakan label 18.
Bentuk
sediaan
harus
disebutkan
secara
spesifik,
contoh
tablet
atau
kapsul.
Juga digunakan pada sediaan yang memiliki dosis yang tidak disebutkan secara spesifik oleh dokter.
18 Jangan
digunakan
lebih
dari
..
dalam
24
jam
atau