Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2. Anak
2.1.Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang
lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang
perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.
Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola
koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin
pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan
pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami
perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif
yang cepat dan juga adakalanya perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut
juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini
sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan
mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian
juga pola koping yang dimiliki anak hamper sama dengan konsep diri yang
dimiliki anak. Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal
ini dapat kita lihat pada saat bayi anak menangis.Salah satu pola koping yang
6
dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan
keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga
mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku
social pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang
lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah
mulai
social yang
seiring
dengan
perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat berubah sesuai dengan
lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan
kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).
Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang
terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Lebih jauh, anak juga
secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki
pengalaman yang terbatas, yang memengaruhi pemahaman dan persepsi mereka
mengenai dunia. Awitan penyakit bagi mereka seringkali mendadak, dan
penurunan dapat berlangsung dengan cepat. Faktor kontribusinya adalah sistem
pernapasan dan kardiovaskular yang belum matang, yang memiliki cadangan
lebih sedikit dibandingkan orang dewasa, serta memiliki tingkat metabolisme
yang lebih cepat, yang memerlukan curah jantung lebih tinggi, pertukaran gas
yang lebih besar dan asupan cairan serta asupan kalori yang lebih tinggi per
kilogram berat badan dibandingkan orang dewasa. Kerentanan terhadap
ketidakseimbangan cairan pada anak adalah akibat jumlah dan distribusi cairan
tubuh. Tubuh anak terdiri dari 70-75% cairan, dibandingkan dengan 57-60%
cairan pada orang dewasa. Pada anak-anak, sebagian besar cairan ini berada di
kompartemen cairan ekstrasel dan oleh karena itu cairan ini lebih dapat diakses.
Oleh karena itu kehilangan cairan yang relatif sedang dapat mengurangi volume
darah, menyebabkan syok, asidosis dan kematian (Slepin, 2006).
2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu aspek
yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan
aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara
fisik maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum memahami hal ini,
terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang
relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak
tidak
mengalami
masalah
kesehatan
termasuk
pertumbuhan
dan
kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting
seorang perawat anak, yaitu: sebagai pembela, pendidik, konselor, kordinator,
pembuat keputusan etik, perencana kesehatan, dan peneliti
Sebagai pembela, perawat dituntut sebagai pembela bagi keluarganya pada
saat mereka membutuhkan
baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya),
lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama
perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan
anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak
bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan merasakan perubahan
perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Marks, 1998). Anak
menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu
menurunnya respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Ader (1885)
bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit,
karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan system imun (Subowo, 1992).
Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan
social keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang
penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan
hasil pengamatan penulis, pasien anak yang dirawat di rumah sakit masih sering
mengalami stres hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap pengobatan,
asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan. Fakta
tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat
dalam pengelolah asuhan keperawatan (Nursalam, 2005)
kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit
adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan
tahapan perkembangan anak.
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang
diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain
dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang
ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan
secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena
adanya
pembatasan
terhadap
pergerakannya,
anak
akan
kehilangan
darah,
anak
akan
meringis,
menggigit
bibirnya,
dan
makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak
kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan
adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri.
Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya
mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan katakata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada
orang tua.
2.7.4. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah
sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak
pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya
karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut
mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak
sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu
mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau
menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
2.7.5. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja memersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul
perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada
keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul