Makalah Rool Playing
Makalah Rool Playing
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan balik antara guru dan
siswa dalam situasi pendidikan. Oleh karena itu, guru dalam mengajar dituntut kesabaran,
keuletan dan sikap terbuka di samping kemampuan dalam situasi belajar mengajar.
Salah satu kegiatan pendidikan adalah menyelenggarakan proses belajar mengajar.
Belajar sebagai suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Belajar dapat membawa perubahan, dan perubahan itu pada pokoknya adalah diperoleh
kecakapan baru melalui suatu usaha. Dalam pembelajaran sebaiknya diarahkan kepada
kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar aktif baik secara fisik, sosial, maupun psikis
dalam memahami konsep. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya guru
menggunakan metode yang membuat siswa banyak beraktifitas.
Dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan, diharapkan dapat menimbulkan rasa
senang dan antusias siswa dalam belajar. Dengan demikian, pemahaman konsep semakin
baik dan hasil belajarnya akan meningkat. Tidak ada metode pembelajaran yang paling sesuai
dalam proses pembelajaran IPS, karena tiap metode memiliki kelemahan dan kelebihannya
masing-masing. Metode pembelajaran yang dapat memberikan banyak kesempatan kepada
siswa untuk aktif terlibat antara lain adalah metode bermain peran atau role play.
Dalam makalah ini, penyusun akan sedikit banyak membahas tentang metode role
play dalam proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian role playing?
2. Bagaimanakah role playing itu diterapkan dalam proses pembelajaran?
3. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan role playing dalam kegiatan pembelajaran?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup ataupun sebagai benda mati.
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara
berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan skenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan
berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru.
Menurut Akhmad Sudrajad dalam artikel Pendekatan Pembelajaran (Gogel:2010) bermain peran merupakan salah satu model
pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (interpersonal
relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill
Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam
kelas. Bermain peran (role playing) merupakan salah satu cara pemecahan masalah dalam suatu proses komunikasi (Mulyasa, 2005). Model
ini (role playing) melatih penguasaan bahasa yang baik dan benar.
Bahwa bermain peran banyak dipakai dalam pengajaran karena kegiatan belajar dan mengajar dengan menggunakan metode ini
sangat menyenangkan. Bermain peran bisa di lakukan dengan mengikuti dialog yang ada dalam wacana, bisa berperan bebas sesuai dengan
imajinasi, memerankan senang, sedih, bosan, marah, dan sebagainya (Anonim, 2008).
Secara sederhana bermain peran (role playing) adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada dalam situasi untuk
memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep (Rustaman dkk, 2003). Untuk melakukan pembelajaran bermain peran sebelumnya
siswa harus memiliki pengetahuan awal agar dapat mengetahui karakter dari peran yang dimainkannya. Tugas guru selanjutnya adalah
memberi penjelasan dan penguatan terhadap simulasi yang dilakukan dikaitkan dengan konsep yang relevan yang sedang dibahas (Saptono,
2003).
Bermain peran (role playing) banyak melibatkan siswa untuk beraktivitas dalam pembelajaran dan akan menciptakan suasana
yang menggembirakan sehingga siswa senang dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Dengan demikian kesan yang didapatkan siswa
tentang materi yang sedang dipelajari akan lebih kuat, yang ada pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa.
Bermain peran banyak dipakai dalam pengajaran karena kegiatan belajar dan mengajar dengan menggunakan metode ini sangat
menyenangkan. Siswa dapat aktif berperan sebagai seseorang ataupun suatu benda yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang sedang
disampaikan oleh guru. Dengan memerankan langsung atau siswa terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, maka siswa akan dapat
lebih mengingat atau mengerti makna dari materi yang dipelajari.
B.
kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan kebutuhan daerah. Sementara itu, kondisi pendidikan
di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitikberatkan pada model belajar konvensional seperti ceramah, sehingga
kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar (Suwarma, 1991; Jarolimek, 1967). Suasana belajar
seperti itu, menjauhkan peran pendidikan IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan memasyarakat (Djahiri, 1993)
Di sekolah saat ini, ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered. Kecenderungan pembelajaran demikian,
mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal. Kesan
menonjolnya verbalisme dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas masih terlalu kuat. Hasil penelitian Rofiuddin (1990)
tentang interaksi kelas di sekolah dasar menunjukkan bahwa 95% interaksi kelas dikuasai oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan
oleh guru dalam interaksi kelas berupa pertanyaan-pertanyaan dalam kategori kognisi rendah.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah model belajar role
playing. Menurut Zuhaerini (1983), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a) menerangkan suatu peristiwa yang
didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena
akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis;
dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.
Sementara itu, Davies dalam artikel Role Playing Gogel (2010) mengemukakan bahwa penggunaan role playing dapat
membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan afektif. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa penggunaan model ini dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Ada empat asumsi yang mendasari model ini memiliki kedudukan yang sejajar
dengan model-model pengajaran lainnya. Keempat asumsi tersebut ialah: Pertama, secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi
belajar berdasarkan pengalaman dengan menekankan dimensi di sini dan kini (here and now) sebagai isi pengajaran. Kedua, bermain
peran memberikan kemungkinan kepada para siswa untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tak dapat mereka kenali tanpa
bercermin kepada orang lain. Ketiga, model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian
ditingkatkan melalui proses kelompok. Keempat, model mengajar ini mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi
(covert) berupa sikap-sikap nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi
pemeranan secara spontan dan analisisnya.
Untuk dapat mengukur sejauhmana bermain peran memberikan manfaat kepada pemeran dan pengamatnya ditentukan oleh tiga
hal, yakni (1) kualitas pemeranan; (2) analisis yang dilakukan melalui diskusi setelah pemeranan; (3) persepsi siswa terhadap peran yang
ditampilkan dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan. Pembelajaran dengan model role playing dilaksanakan menjadi beberapa
tahap, yaitu sebagai berikut: (1) tahap memotivasi kelompok; (2) memilih pemeran; (3) menyiapkan pengamat; (4) menyiapkan tahap-tahap
permainan peran; (5) pemeranan; (6) diskusi dan evaluasi; (7) pemeranan ulang; (8) diskusi dan evaluasi kedua; (9) membagi pengalaman
dan menarik generalisasi.
Kemampuan guru dalam performa pembelajaran merupakan seperangkat perilaku nyata guru pada waktu memberikan pelajaran
kepada siswanya (Johnson, dalam Natawidjaya, 1996). Menurut Sunaryo (1989) dan Suciati (1994), performansi guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu membuka pelajaran, melaksanakan pelajaran, dan menutup pelajaran.
Membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana kesiapan mental dan menumbuhkan
perhatian siswa terhadap hal-hal yang akan dipelajari. Dasar kesiapan mental yang dimaksud, menurut Sumaatmadja (1984) antara lain
minat, dorongan untuk mengetahui kenyataan, dan dorongan untuk menemukan sendiri gejala-gejala kehidupan. Menurut pendapat Connel
(1988), kesiapan belajar siswa meliputi kesiapan afektif dan kesiapan kognitif. Sedangkan menurut Bruner (dalam Maxim, 1987), kesiapan
merupakan peristiwa yang timbul dari lingkungan belajar yang kaya dan bermakna, dihadapkan kepada guru yang mendorong siswa dalam
berbagai peristiwa belajar yang menggugah.
Berdasarkan kutipan pendapat di atas, aktivitas membuka pelajaran pada hakikatnya merupakan upaya guru menarik perhatian
siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, dan membuat keterkaitan. Menarik perhatian siswa dapat dilakukan antara lain dengan gaya
mengajar, penggunaan alat-bantu mengajar, dan pola interaksi yang bervariasi. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran menunjuk
kepada sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh guru ketika ia menyajikan bahan pelajaran. Pada tahap ini berlangsung interaksi antara guru
dengan siswa, antarsiswa, dan antara siswa dengan kelompok belajarnya.
Kemampuan mengakhiri atau menutup pelajaran merupakan kegiatan guru baik pada akhir jam pelajaran maupun pada setiap
penggalan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini dilakukan dengan maksud agar siswa memperoleh gambaran yang utuh mengenai pokokpokok materi yang dipelajarinya. Menutup pelajaran secara umum terdiri atas kegiatan-kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi.
Meninjau kembali pelajaran mencakup kegiatan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan, sedangkan mengevaluasi pelajaran
merupakan kegiatan untuk mengetahui adanya pengembangan wawasan siswa setelah pelajaran atau penggal kegiatan belajar berakhir
Jika di lihat hakekat dasar pembejajaran yang sederhana cakupan pelaksanaan pengajaran antara lain aspek tujuan pengajaran
yang dikehendaki, bahan pelajaran yang disajikan, siswa yang belajar, metode mengajar yang digunakan, guru yang mengajar, dan alokasi
waktu dalam mengajar.
Secara umum langkah langlah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan metode role playing antara lain;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
masing-masing kelompok.
Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
Guru memberikan kesimpulan secara umum.
Evaluasi.
Penutup.
C.
kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode ini
adalah, sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
untuk dilupakan
Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias
Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial
7.
yang tinggi
Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya
8.
kita melihat metode Role Playing dalam dalam cakupan cara dalam prooses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain
kelebihan terdapat kelemahan.Kelemahan metode role palying antalain:
1.
2.
3.
4.
5.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Role play adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup ataupun sebagai benda mati.
Bermain peran (role playing) banyak melibatkan siswa untuk beraktivitas dalam pembelajaran dan akan menciptakan suasana yang
menggembirakan sehingga siswa senang dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Dengan demikian kesan yang didapatkan siswa tentang
materi yang sedang dipelajari akan lebih kuat, yang ada pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa.
Metode role playing memiliki kelibihan dan kekurangan,untuk itu dalam pembelajaran sebaiknya memadukan berbagai macam metote
pembelajaran yang lain sesuai dengan meteri yang menjadi pokok pembahasan belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,Wina,(2006).
Pembelajaran
dalam
implementasi
Kurikulum
Berbasis
http://edusogem.blogspot.com/2010/10/contoh-pembelajaran-role-playing.html