Anda di halaman 1dari 24

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

1. PENDAHULUAN
Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau
sedikit, dan haid yang memanjang atau tidak beraturan1.
Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan
menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan,
penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus
abnormal saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien
mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra,
atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu
dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara
bersamaan seperti mioma uteri dan kanker leher rahim2.
Pendarahan uterus abnormal dapat ditangani dengan cepat dan tepat, bila
diketahui etiologi/penyebab pasti yang dapat berupa kelainan organik dan
perdarahan uterus disfungsional. Kelainan organik yang paling sering adalah
mioma uterus terutama mioma submukosum, endometriosis, polip, kanker
endometrium, hiperplasia endometrium dan adneksitis2,3.
2. ANATOMI UTERUS
Uterus berbentuk seperti buah alpukat atau pir yang sedikit gepeng ke arah
depan belakang. Ukuran uterus adalah panjang 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm,
tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus secara fisiologis adalah
anteversiofleksio.
Uterus terdiri atas fundus, corpus, dan serviks uteri (gambar 1). Secara
histologis, uterus berturut-turut dari dalam ke luar terdiri atas: endometrium di
korpus dan endoserviks di serviks uteri, otot polos, dan lapisan serosa (gambar 2).
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, serta jaringan dengan
banyak pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Endometrium melapisi seluruh
1

kavum uteri dan memiliki arti penting dalam siklus haid perempuan selama masa
reproduksi. Dalam masa haid, lapisan endometrium sebagian besar meluruh,
kemudian kembali tumbuh pada masa proliferasi yang disusul oleh masa
sekretorik.
Lapisan otot polos uterus sebelah dalam berbentuk sirkular dan sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan otot itu, terdapat lapisan otot oblik
yang berbentuk anyaman. Lapisan ini paling penting pada saat persalinan karena
berfungsi menjepit pembuluh-pembuluh darah yang terbuka di tempat tersebut,
sehingga perdarahan berhenti.
Uterus diikat oleh beberapa ligamen yang memfiksasi agar tetap berada pada
tempatnya, seperti:
a) Ligamentum kardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, yaitu jaringan ikat tebal
yang berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis.
Ligamen ini mencegah supaya uterus tidak turun. Arteri uterina terdapat di
dalam ligamen ini.
b) Ligamentum sakrouterina kiri dan kanan, yaitu jaringan ikat yang berjalan
dari serviks bagian belakang kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan
kanan. Ligamen ini berfungsi menahan uterus supaya tidak bergerak.
c) Ligamentum rotundum kiri dan kanan, yaitu jaringan ikat yang berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan. Ligamen
ini berfungsi menahan uterus dalam posisi antefleksi.
d) Ligamentum latum kiri dan kanan, yaitu jaringan ikat yang melewati kedua
tuba dan berjalan dari uterus ke arah lateral, merupakan bagian peritoneum
viseral terbentuk sebagai lipatan yang meliputi uterus dan kedua tuba. Di
bagian dorsal ligamen ini terdapat ovarium.
e) Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan, yaitu jaringan ikat yang
berjalan dari infundibulum ke dinding pelvis, di dalamnya banyak ditemukan
struktur penting, termasuk arteri ovarika. Ligamentum ini berfungsi menahan
tuba falopii.
f) Ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan, yang terdapat pada sudut kiri
dan kanan belakang fundus uteri, berfungsi dalam menahan ovarium4.

Gambar 1. Uterus dan Irisan Uterus tampak Posterior


3. SIKLUS MENSTRUASI
Menstruasi adalah siklus perdarahan uterin yang dialami pada kebanyakan
wanita diusia reproduksi. Menarche terjadi rata-rata pada usia 12 tahun (batas
normal 8-16 tahun).Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid
yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan
hari pertama siklus. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus
haid klasik ialah 28 hari. Panjang siklus yang biasa pada manusia ialah 25-32
hari, dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus haidnya berkisar 18-42 hari.
Lama haid biasanya antara 3-5 hari.Jumlah darah yang keluar rata-rata adalah 80
ml5,6.
Siklus menstruasi tergantung oleh siklus produksi estrogen dan
progesteron yang menunjukkan kejadian reguler ovulasi

pada kehidupan

reproduksi wanita. Perkembangan prediksi, siklus reguler, dan siklus ovulasi


menstruasi spontan diatur oleh interaksi kompleks dari sumbu hipothalamuspituitari, ovarium, dan traktus genital. Siklus menstruasi dibagi dalam dua fase,
3

yaitu fase folikuler (proliferatif) dan fase luteal (sekresi).Fase menstruasi


merupakan masa peluruhan dinding endometrium6.
Fase folikuler terjadi dari

hari pertama mens sampai ovulasi, selama

waktu folikel dalam ovarium tumbuh sebagai respon dari hormon stimulasi folikel
(FSH), dan dalam uterus kelenjar endometrium berproliferasi dibawah pengaruh
estrogen, utamanya estradiol dipengaruhi oleh folikel. Fase folikel ditandai
dengan variabel panjang, walaupun rata-rata 14 hari, perkembangan folikel
ovarium sebagai respon dari FSH, sekresi estrogen dari ovarium, proliferasi
endometrium sebagai respon dari estrogen, dan penurunan suhu basal tubuh.
Ovulasi terjadi sebagai respon peningkatan hormon luteinizing (LH).
Fase ini ditandai dengan pelepasan oosit dari folikel sebagai respon pada induksi
kolagenase FSH, secara enzimatis memecah dinding folikel, dimulainya kembali
meiosis, oosit maju dari profase I sampai metafasi II, pembentukan folikel dalam
korpus luteum6.
Fase

luteal atau sekresi merupakan bagian kedua dari perpanjangan

bagian ovulasi sampai timbulnya menstruasi. Korpus luteum dirangsang oleh LH,
menghasilkan progesteron yang mengakibatkan perubahan sekresi pada
endometrium yang diperlukan untuk mempersiapkan endometrium untuk
implantasi embrio. Fase luteal ditandai dengan durasi yang cukup konstan 12
sampai 16 hari, berbeda dengan fase folikuler, peningkatan suhu basal tubuh
dalam menanggapi produksi progesteron, mempertahankan korpus luteum dalam
ovarium, dengan sekresi progesteron dan estrogen, perubahan sekresi pada
endometrium termasuk kelenjar tortuositi dan sekresi, edema stroma, dan reaksi
desidual.Pembuluh darah menjadi lebih terlilit. Akumulasi

glikogen dalam

endometrium mencapai puncak dibahan pengeruh estrogen dan progesteron.


Proses ini menyiapkan endometrium melekatkan embrio. Jika tidak terjadi
fertilisasi maka kadar progesteron dan esterogen menurun sehingga terjadi
menstruasi5.

Gambar3. SiklusMenstruasi : Perubahan hormon, histology ovariumdan


endometrium yang terjadi selama proses menstruasi.
4. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Etiologi PUA dibagi sebagai dua, yaitu organik dan fungsional. Antara sebabsebab organik adalah, perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium yang disebabkan
oleh kelainan pada 7:
1 Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosi porsionis uteri, ulkus pada
porsiouteri, karsinoma servisis uteri
2 Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus insipiens,
abortus inkomplit, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusiouteri,
karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri
3 Tuba Falopi, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba
4 Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium
Manakala, bila perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan
penyebab organik, dikatogarikan sebagai perdarahan disfungsional. Perdarahan
disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause.
Kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa permulaan dan masa akhir fungsi
ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk

perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun.


Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam
masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri,
maka jarang diperlukan perawatan di rumah sakit7,8.
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun
pada siklus tidak berovulasi. Pada siklus berovulasi, perdarahan teratur dan
banyak terutama pada tiga hari pertama siklus haid. Penyebab perdarahan adalah
terganggunya mekanisme hemostasis lokal di endometrium.
Namun, pada siklus tidak berovulasi, perdarahan tidak teratur dan siklus haid
memanjang disebabkan oleh gangguan pada poros hypothalamus-hipofisisovarium. Adanya siklus tidak berovulasi menyebabkan efek estrogen tidak
terlawan (unopposed estrogen ) terhadap endometrium.8
a. Perdarahan Ovulatorar:
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk
menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa
mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid
tidak dikenali lagi,maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat
menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe
sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan etiologinya sebagai8:
1)Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus
dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan. Korpus
luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak
teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan
kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari
ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam
tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.

2)Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,


menoragia, atau polimenore. Dasarnya adalah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus
yang bersangkutan.
3)Apopleksia uteri: pada

wanita

dengan

hipertensi

dapat

terjadi

pecahnya pembuluh darah dalam uterus.


4)Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
b. Perdarahan Anovulatoar:
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang
kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi
kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu
fungsional aktif.Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami
atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah
pengaruh

estrogen

tumbuh

terus,

dan

dari

endometrium

mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat

yang

mula-

hiperplasia kistik. Jika

gambaran ini dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat
diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam
kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada
masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah
menarche,

perdarahan

tidak

normal

disebabkan

oleh

gangguan

atau

terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan


Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam
masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan
lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause
7

dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada
tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang
menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak
wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut.
Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam
maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan
emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang
terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya
kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu8.
5. KLASIFIKASI
International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) tahun 2011
terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim PALMCOEIN:

polip,

koagulopati,

adenomiosis,

Gangguan

leiomyoma,

ovulasi,

Keganasan

endometrium,

dan

iatrogenik,

hiperplasia,
dan

tidak

diklasifikasikan (not yet Classified).


Secara umum, komponen dari kelompok PALM merupakankelainan
struktural yang terukur secara visual, dengan menggunakan teknik-teknik
pencitraan, dan atau dengan menggunakan histopatologi sementara Sedangkan
kelompok COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai
dengan teknik pencitraan atau histopatologi)9.

Gambar 4: Klasifikasi PALM-COEIN


a. Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal
mungkintunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai
sentimeter1.
Polip endometrium sering menyebabkan perdarahan abnormal karena
kerapuhan vaskular, peradangan kronis, dan erosi permukaan. Polip pedunculated
yang lebih besar dapat mengalami nekrosis iskemik pada bagian apeks yang dapat
menjalar ke bagian kapiler bawah permukaan akibat torsi intermiten dan
berhubunagn dengan trombosis. Polip yang telah teridentifikasi dengan USG
transvaginal atau sonohisterografi10.
Kategori P memungkinkan untuk pengembangan lebih jauh subklasifikasi
untuk penggunaan klinis atau investigasi yang mencakup kombinasi variabel
termasuk dimensi polip, lokasi, jumlah, morfologi, dan histologi9.
b. Adenomiosis(PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan
uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium

ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh
jaringan miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia1.
Hubungan adenomiosis dengan terjadinya PUAmasih belum jelas.Sedangkan
kriteria untuk mendiagnosis adenomiosis secara tradisional didasarkan pada
evaluasi histopatologi kedalamanendometrium dalam jaringan di bawah
endometrium-miometrium dari spesimen histerektomi, kriteria histopatologi
bervariasi secara substansial dan persyaratan untuk mendiagnosa adenomiosis
memiliki nilai terbatas dalam sistem klasifikasi klinis.
Akibatnya terdapat kriteria diagnostik didasarkan pada sonografi dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dalam sistem diagnosis adenomiosis9.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan sebagai untuk mendiagnosis
adenomiosis dan merupakan teknik diagnostik yang lebih sensitif untuk
menemukan mioma uterus. Sebuah peningkatan maksimal ketebalan zona
junctional (> 12 mm) dan zona junctional pada rasio ketebalan miometrium (<
40%) dapat merupakan kriteria diagnosis yang berguna. Bagaimanapun, harga
mahal MRI sulit untuk diterima bila hasilnya tidak berefek pada tatalaksana
klinis2.
c. Leiomyomas (PUA-L)
Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan myometrium.
Berdasarkan

lokasinya,

leiomioma

dibagi

menjadi:

submukosum,

intramural,subserosum1.
Leiomyomas (fibroid) sebagian besar tidak bergejala, dan sering bukanlah
penyebab keluhan PUA. Sehingga perlu diciptakan sistem klasifikasi primer,
sekunder,dan tersier untuk klasifikasi L dari PUA ini7.Mioma tidak dapat
dikatakan sebagai penyebab perdarahan abnormal sebelum kemungkinan lain
disingkirkan, terutama ketika tidak terdapat tonjolan atau terletak dalam kavum
uterus10.
Sistem klasifikasi primer hanya mencerminkan ada atautidak adanya satu atau
lebih leiomyomas, sebagaimana ditentukan dengan pemeriksaan sonografi,
terlepas dari jumlah, lokasi,dan ukuran.USG transvaginal umumnya memberi
informasi akurat mengenai ukuran, jumlah, dan lokasi mioma. Sonohisterografi
10

dapat memberikan gambaran pencitraan yang lebih jelas.Dalam systemklasifikasi


sekunder, dokter diwajibkan untuk membedakan mioma yangmelibatkan rongga
endometrium (submukosa atau SM) dan yang lain, karena lesi SM yang
kemungkinan besar berkontribusi terhadap asal-usul PUA7,9.
Mekanisme perdarahan abnormal akibat mioma uteri diduga diakibatkan oleh
letaknya dalam dinding uterus. Pemeriksaan menunjukkan bahwa mioma
submukosa yang besar atau intramural dalam dapat menyebabkan jaringan sangat
teregang. Tekanan dari bawah dan trauma dari friksi intrakavitas pada permukaan
epitel dapat saling berkombinasi untuk menyebabkan peradangan fokal kronis
bahkan ulserasi, yang menghasilkan perdarahan. Pada endometrium yang tertekan
atau rusak, terjadi gangguan mekanisme hemostatik seperti pembentukan
sumbatan platelet. Erosi dan ruptur pembuluh darah permukaan yang luas pada
beberapa mioma dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan memanjang10.
Pengembangan

sistem

klasifikasi

tersier

adalah

untukleiomioma

subendometrial atau submukosa yang awalnya diajukanoleh Wamsteker yang


kemudian diadopsi di Eropa. Sistem PALM-COEIN menambahkan kategorisasi
mioma intramural dan subserosal serta kategori yang mencakup lesi (parasitik)
yang tampaknya terlepas dari rahim. Ketika myoma berbatasan atau mendistorsi
baik endometrium dan serosa, hal ini dikategorikan pertama oleh klasifikasi
submukosa dan subserosal, dengan keduanya yang dipisahkan oleh tanda
hubung.Telah

dipertimbangkan

tetapi

belum

resmi

ditetapkan

untuk

mengklasifikasikandalamukuran, jumlah, dan lokasidari tumor longitudinal dalam


rahim (misalnya, fundus, segmen bawah rahim, atau leher rahim).
d. Keganasan dan Hiperplasia (PUA-M)
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan dari
kelenjar endometrium,Gambaran dari hiperplasi endometrium dapat dikategorikan
sebagai:hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik, dan hyperplasia
endometriumkompleks non atipik dan atipik.1
Walaupun relatif jarang terjadi pada wanita usia reproduksi, hiperplasia
atipikal dan keganasan adalah penyebab potensial yang penting terkait dengan
PUA.Hiperplasia endometrium diklasifikasikan secara sederhana atau kompleks
11

dan dengan atau tanpa atipia sitologi. Tanpa menghiraukan penggunaan


terminologi untuk mendeskripsikan kedua lesi, kuncinya adalah ada atau tidaknya
atipia. Lesi tanpa atipia hanya menunjukkan bentuk endometrium proliferatif
persisten yang berukuran besar; mereka mengalami regresi secara spontan, setelah
kuretase, atau dengan terapi progestin, dan berhubungan dengan sedikit risiko
progresivitas

adenokarsinoma.

Kebalikannya,

penyakit

endometrial

yang

termasuk atipia sitologi menunjukkan sikap yang berbeda seluruhnya;


abnormalitas tidak sering mengalami regresi dengan spontan, namun dapat cukup
resisten bahkan jika dilakukan kuretase berulang atau terapi progestasional dosis
tinggi dalam waktu lama, memiliki risiko tinggi terhadap progresivitas
adenokarsinoma jika tidak segera diterapi, dan akan berlanjut sebagai lesi
prakanker.

Lesi

atipikal

dibedakan

dari

karsinoma

invasif

dengan

ketidakberadaannya invasi stroma. Diagnosa ini harus dipertimbangkan dalam


setiap wanita di usia reproduksi dan terutama di mana mungkin ada faktor-faktor
predisposisi seperti obesitas atau riwayat anovulasi kronis. Akibatnya, ketika
investigasi terhadap perempuan pada usia reproduksinya dengan PUAperlu
diedentifikasi proses hiperplastik atau ganas premaligna, akan diklasifikasikan
sebagai PUA-M dan kemudian subklasifikasikan berdasarkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) atau sistem FIGO9,10.
e. Koagulopati (Gangguan sistemik dari Hemostasis) (PUA-C)
Istilah koagulopati digunakan untuk mencakup spektrum gangguan
hemostasis sistemik yang dapat menyebabkan PUA. Bukti menunjukkan bahwa
sekitar 13% dari wanita dengan perdarahan menstruasi berat memiliki gangguan
sistemik biokimia terdeteksi hemostasis, paling sering penyakit von Willebrand
dimana sekitar 90% dari pasien dengan kelainan ini dapat diidentifikasi dengan
riwayat penyakit yang jelas (Tabel 1).Penyakit ini berhubungan dengan gangguan
jumlah dan kualitas faktor von Willebrand,Sebuah protein yang dibutuhkan untuk
adesi platelet dan pembentukan trombus pada daerah pembuluh darah yang
mengalami luka. Faktor von Willebrand juga berperan sebagai pembawa faktor
VIII pada sirkulasi darah dimana dua molekul akan membentuk sebuah kompleks.
12

Namun, tidak jelas seberapa sering kelainan ini menyebabkan atau memberikan
kontribusi terhadap asal-usul PUA, dan seberapa sering penyakit ini menimbulkan
kelainan biokimia tanpa gejala atau dengan gejala minimal9,10.

Tabel 1. Struktur riwayat untuk skrining untuk koagulopathy


f. Gangguan ovulasi (PUA-O).
Disfungsi ovulasi dapat berkontribusi sebagai penyebabPUA, umumnya
gangguan ovulasi berupa kombinasi dari waktu haid yang tak terduga,
variasijumlah dan lama perdarahan, yang dalam beberapa kasus menimbulkan
perdarahan haid yang berat. Beberapa manifestasi berhubungan dengan tidak
adanya produksi siklik dan teratur dari progesteron, dan kemudian pada usia
reproduksi yang lanjut mungkin timbul akibat terjadinya keadaan ''luteal out-offase''(LOOP).
Meskipun gangguan ovulasi paling sulit diketahui etiologinya secara pasti,
namun banyak kasus setelah diselusuri merupakan akibat endocrinopathies
(misalnya, sindroma ovarium polikistik, hipotiroidisme, hiperprolaktinemia, stres
13

mental, obesitas, anoreksia, penurunan berat badan, atau olahraga ekstrim seperti
yang terkait dengan pelatihan atletik). Dalam beberapa kasus, gangguan mungkin
iatrogenik, disebabkan oleh steroid gonad atau obat yang mempengaruhi
metabolisme dopamin seperti fenotiazin dan antidepresan trisiklik9.
g. Endometrial (PUA-E).
Bila PUA

terjadi dalam konteks siklus haid yang

teratur, maka dapat

diperkirakan jika terjadi ovulasi normal, dan tidak ditemukan penyebab lain yang
jelas, mekanisme ini kemungkinan disebabkan gangguan primer di endometrium.
Jika gejalanya berupaperdarahan haid yang berat, ada mungkin terjadi gangguan
utama yang mengatur mekanisme hemostasis''lokal' endometrium itu sendiri,
penurunan produksi vasokonstriktor seperti endotelin-1 dan prostaglandin F2a,
dan atau lisis bekuan endometrium dipercepat karena produksi berlebihan dari
aktivator plasminogen dan meningkatnya produksi lokal yang mempengaruhi
vasodilatasi seperti prostaglandin E2 dan prostasiklin (I2).
Mungkin ada kelainan endometrium primer yang tidak menimbulkan haid
yang banyak, tetapi mungkin, misalnya, menyebabkan perdarahan haid yang tidak
teratur, seperti peradangan endometrium atau infeksi, kelainan pada respon
inflamasi lokal, atau penyimpangan dalam vasculogenesis endometrium7.Pada
endometritit kronis, sel-sel radang melepaskan enzim proteolitik yang merusak
pleksus kapiler subepitelial dan epitel permukaan, menyebabkan kerapuhan dan
cenderung mengalami pemecahan dan mikroerosi. Protease juga mengganggu
proses-proses perbaikan dan pembentukan pembuluh darah baru. Leukosit dan
makrofag juga melepaskan platelet-activating factor dan prostaglandin, yang
merupakan vasodilator poten. Pada saat ini, tidak ada tes khusus yang tersedia
untuk gangguan ini, sehingga diagnosis PUA-E harus ditentukan setelah kelainan
lain pada wanita usia reproduksi dapat disingkirkandan memiliki fungsi ovulasi
normal9,10.
h. Iatrogenik (PUA-I).

14

Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obatobatanhormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat
antikoagulan) atauAKDR1.
Ada beberapa mekanisme dimana intervensi medis atau alat mungkin
menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk PUA iatrogenik (PUA-I).
perdarahan endometrium diluar jadwal yang terjadi selama penggunaan terapi
steroid gonad disebut perdarahan ''Bercak'' (breakthrough bleeding /BTB), yang
merupakan komponen utama dari klasifikasi PUA-I. Termasuk dalam kategori ini
adalah wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim yang mengandung
levonorgestrel, yang sering mengalami BTB dalam 6 bulan pertama penggunaan.
Ketika PUA dianggap sekunder akibat antikoagulan seperti warfarin atau
heparin, atau agen sistemik yang berkontribusi terhadap gangguan ovulasi seperti
yang mengganggu metabolisme dopamin, ini dikategorikan sebagai PUA-C atau
PUA-O9.
i. Not yet classifield (PUA-N)
Terdapat sejumlah entitas yang dapat atau tidak mungkin menyebabkan PUA
pada wanita yang diidentifikasi kurang baik baik karena tidak cukup diuji,
dan/atau pada keadaan yang sangat jarang terjadi. Contoh dalam kategori ini
mungkin termasuk malformasi arteriovenosa dan hipertrofi miometrium. Selain
itu, ada mungkin ada gangguan lainnya, yang belum teridentifikasi, yang hanya
akan diketahui dengan pemeriksaan biokimia atau pengujian biologi molekular.
Secara kolektif, keadaan-keadaan diatas telah ditempatkan dalam kategori
disebut N untuk tidak diklasifikasikan. Bila bukti lebih lanjut tersedia, mereka
mungkin dimasukandalam kategori terpisah, atau dapat ditempatkan ke dalam satu
atau kategori yang ada dalam sistem9.
6. DIAGNOSIS
Anamnesis yang cermat merupakan hal yang penting dalam mendiagnosis.
Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang
pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikitsedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan
15

umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan


penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain-lain.
Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan
untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan2,8.
Pada pemeriksaan ginekologik seperti pap smear untuk melihat apakah
terdapat lesi di vulva atau vagina atau tanda-tanda trauma dan polip serviks atau
displasia dan perlu diperhatikan juga apakah tidak ada kelainan-kelainan organik
lainnya, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu).Dalam hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di
negera kita keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita
yang belum kawin, meskipun kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan.
Dalam hal ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan
menggunakan anestesia umum8.
Pemeriksaan laboratorium dapat sangat membantu namun tidak selalu
dibutuhkan. Tes kehamilan yang sensitif dapat membuang kemungkinan
perdarahan berasal dari kecelakaan atau komplikasi kehamilan dengan cepat. Tes
hitung sel darah lengkap untuk membuang kemungkinan anemia dan
trombositopenia adalah penting pada wanita dengan riwayat perdarahan yang
sangat hebat atau memanjang10.
Pada remaja, riwayat pasien atau keluarga dengan menorrhea yang tidak
dapat dijelaskan menjadi indikasi pemeriksaan skrining faktor pembekuan.
Ristocetin cofactor assay untuk fungsi faktor von Willebrand dapat merupakan
satu-satunya pemeriksaan skrining yang terbaik untuk penyakit von Willebrand,
namun dibutuhkan konsultasi dengan ahli hematologi terkait prosedur dan
interpretasi hasilnya yang bervariasi. Pemeriksaan fungsi ginjal dan hati juga
menjadi indikasi hanya jika terdapat dugaan kuat ke arah penyakit tersebut.
Biopsi aspirasi office dapat menyingkirkan persangkaan hiperplasia
endometrium atau keganasan. Usia 40 tahun ke atas merupakan faktor risiko
penyakit endometrium dan merupakan indikasi biopsi bagi wanita dengan
perdarahan abnormal.

16

Pencitraan uterus dapat membantu menyingkirkan persangkaan perdarahan


abnormal dari penyebab anatomi, mioma, dan polip endometrium. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) transvaginal standar dapat menunjukkan informasi akurat
mengenai ukuran dan lokasi beberapa fibroid uterus yang dapat menjelaskan
perdarahan abnormal atau hebat karena penyebab lain. USG dapat mendeteksi lesi
kavum uterus yang jelas atau abnormalitas pada endometrium yang tipis maupun
tebal.
Sonohisterografi, memasukkan USG transvaginal selama atau setelah
memasukkan larutan garam steril dengan kateter (hidrosonografi dan saline
infusion sonography) dapat menampilkan kontur kavum uterus dan lesi intrauterus
dengan tajam; sensitivitas dan spesivisitas sonohisterografi melebihi USG
transvaginal standar dan histeroskopi. Kombinasi sonohisterografi dan biopsi
endometrium menawarkan sensitivitas tinggi dan nilai prediksi negatif tinggi
untuk mendeteksi patologi endometrium dan uterus pada wanita dengan
perdarahan abnormal.
Histeroskopi adalah metode pasti untuk diagnosis dan terapi patologi
intrauterus simptomatik tetapi juga paling invasif10.
Pada wanita yang dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan
kerokan dalam mendiagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40 tahun
kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan
sebagainya. Kerokan dilakukan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan
tersebut tidak mengganggu kehamilan yang memberi harapan untuk diselamatkan.
Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan ialah
untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas8.
7. PENANGANAN
Penanganan pada pendarahan uterus abnormal adalah berbeda dan
berdasarkan faktor penyebabnya.2,10,11,12
1

Polip (PUA-P) :
Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan
17

1 Reseksi secara histeroskopi


2 Dilatasi dan kuretase
3 Kuret hisap
Hasilnya dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.

Adenomiosis (PUA-A):

1 Diagnosis adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI.


2 Agonis GnRH dapat memberikan bantuan sementara dari gejala jika fokus
adenomiosis adalah estrogen dan progesteron-reseptor positif. Namun, gejala
kambuh setelah obat dihentikan
3 Histerektomi merupakan pengobatan defenitif untuk adenomyosis2.

Leiomioma uteri (PUA-L) :


1 Pemberian Gonadotropin - releasing hormone ( GnRH ) agonis selama 3 bulan
2 Jika dengan pemberian hormonal tidak berhasil dilakukan miomektomi
3 Jika pasien tidak menginginkan kehamilan Histerektomi dapat dianjurkan pada
pasien

terutama

ketikabanyak

tumor

besar

(terutama

mioma

intraligamentary ) ditemukan , histerektomi abdominal total diindikasikan.


4 Embolisasi fibroid uterus , Oklusi emboli arteri uterus adalah sebuah alternatif
untuk operasi besar pada wanita premenopause tidak menginginkan
kesuburan tapi yang ingin mempertahankan rahim mereka atau menghindari
efek samping dari terapi medis2.

Malignancy and hiperplasia (PUA-M):

18

1 Diagnosis hiperplasia endometrium atipik dan non atipik ditegakkan berdasarkan


penilaian histopatologi.
2 Pada pasien yang didiagnosis hiperplasia non atipik di terapi dengan pemberian
oral siklik mydroxyprogresterone asetat (Provers) dengan dosis 10 mg
perhari selama 14 hari perbulan dilanjutkan dengan pemberian megastrol
(megace) dosis 40 mg perhari. Ataulevonogestrel- releasing intrauterine
system (Mirena). Setelah pengobatan dilakukan, biopsy endometrial harus
diulangi dalam 3 sampai 6 bulan untuk melihat resolusi dari hiperplasia11.
3 Hiperplasia dengan atipia paling baik diterapi secara pembedahan. Wanita yang
bermaksud mempertahankan kemampuan reproduksi dapat diterapi dengan
progestin, tetapi terapi dengan durasi yang lebih lama dan kuat (megestrol
acetate 40-80 mg per hari selama 3-6 bulan) dibutuhkan dan harus dilakukan
biopsi berulang untuk mengawasi respons dan mengkonfirmasikan keraguan
terhadap lesi10.
4 Bila pasien tidak menginginkan kehamilan atau pasien tidak memberikan respon
terhadap pengobatan tindakan pilihan yaitu histerektomi.

Coagulopathy (PUA-C):

Banyak penelitian yang mencatat hubungan antara menorrhagia dan


kelainan pembekuan menurun. Penyakit von Willebrand adalah penyakit
perdarahan abnormal menurun pada wanita yang paling umum. Penyakit
ini berhubungan dengan gangguan jumlah dan kualitas faktor von
Willebrand

Desmopressin adalah analog vasopresin arginin sintetik yang digunakan


untuk mengobati perdarahan uterus abnormal pada wanita dengan kelainan
pembekuan, terutama pada penyakit von Willebrand. Obat ini tersedia
dalam dua macam sediaan yaitu intravena dan inhalasi konsentrasi tinggi

19

(1,5 mg/ml). Terapi akan menginduksi peningkatan tajam faktor


pembekuan VIII dan von Willebrand hingga 6 jam berikutnya10.
6

Ovulatory dysfunction(PUA-O):

1 Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi


perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi.
2 Siklus ovulatoar tidak diakibatkan oleh kekurangan progestin tetapi perubahan
sintesis prostaglandin atau gangguan hemostasis, sehingga tidak terlalu
berespons terhadap pemberian progestin oral.
3 Walaupun demikian, wanita dengan DUB ovulatoar berespons dengan pemberian
jangka panjang, yaitu norethindrone 5 mg atau medroxyprogesterone acetate
10 mg, masing-masing diberikan tiga kali per hari untuk hari ke-5 hingga
ke-26 tiap siklus menstruasi, memberikan hasil efektif10.

Endometrial (PUA-E):

1 Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan

siklushaid

teratur.
2 Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila terdapat gejala dan tanda hipotiroid atau
hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
3 Asam traneksamat 3 x 1 g dan asam mefenamat 3 x 500 mg merupakan pilihan
lini pertama dalam tatalaksana menoragia.
4 Lakukan observasi selama 3 siklus menstruasi.
5 Jika response tidak adekuat nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK
(30 g ethinyl estradiol)
6 PKK mampu mengurangi jumlah pendarahan dengan menekan pertumbuhan
endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari
pertama siklus menstruasi.

20

7 Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat diberikan preparat
progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat. Kemudian
diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan penggunaan LNG-IUS.
8 Jika setelah 3 bulan, response pengobatan tidak adekuat, dapat dilakukan
penilaian dengan USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri.
9 Jika didapatkan polip atau mioma submukosum, segera pertimbangkan untuk
melakukan reseksi dengan histeroskopi.
10

Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm,
lakukan

pengambilan

sampel

endometrium

untuk

menyingkirkan

hiperplasia.
11

Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan


progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi.

12

Jika hasil normal atau terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi
konservatif maka dilakukan evaluasi terhadap fungsi reproduksinya.

13

Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksinya dapat dilakukan


ablasi

endometrium

atau

histerektomi.

Jika

pasien

masih

ingin

mempertahankan fungsi reproduksinya, anjurkan pasien untuk mencatat


siklus haidnya dengan baik dan memautau kadar Hb12.

Iatrogenik (PUA-I)12
H.1 Pendarahan karena efek samping PKK

1 Pendarahan sela (breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama atau
setelah 3 bulan prnggunaan PKK.
2 Jika pendarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama maka penggunaan PKK
dilanjutkan dengan mencatat siklus haid,

21

3 Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif


berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum
PKK secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen. Jika
usia pasien > 35 tahun, dilakukan biopsy endometrium.
4 Jika pendarahan masih menetap, lakukan TVS, SIS atau histeroskopi.
5 Jika pendarahan sela terjadi setelah 3 bulan pertama penggunaan PKK, lanjutkan
ke 5.
6 Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke 9.
7 Singkirkan kehamilan.
8 Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama.

H.2 Pendarahan karena efek samping kontrasepsi progestin


1 Jika terdapat amenorea atau pendarahan bercak,
2 Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa.
3 Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke 4
4 Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan endometrium,
lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6.
5 Biopsi endometrium.
6 Berikan 3 alternatif sebagai berikut :
1 Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
2 Ganti kontrasepsi dengan PKK (jika tidak ada kontraindikasi)
3 Suntik DMPA setiap 2 bulan.
7 Bila pendarahan tetap berlangsung setalah 6 bulan, lanjutkan

22

8 Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4 x 1.25 mg/hari selama 7 hari) yang dapat
diulang jika pendarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan
pemilihan metode kontrasepsi lain.

H.3 Pendarahan karena efek samping penggunaan AKDR


1 Jika pada pemeriksaan pelvic dijumpai rasa nyeri,
2 Berikan doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 10 hari karena pendarahan pada
pengguna AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika tidak ada
perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR.
3 Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama,
lanjutkan ke 4. Jika tidak, lanjutkan ke 5.
4 Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS. Jika setelah 6
bulan pendarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati, Berikan PKK untuk
1 siklus.
5 Jika pendarahan abnormal tetap menetap, lakukan pengangkatan AKDR. Bial usia
pasien > 35 tahun, lakukan biopsi endometrium.

Not yet classified (PUA-N)


1 Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit
dimasukkan dalam klasifikasi.

8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi adalah infertilitas akibat tidak adanya ovulasi.
Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama.Pertumbuhan
endometrium yang berlebihan akibat ketidakseimbangan hormonal merupakan
faktor penyebab kanker endometrium11.

23

9. PROGNOSIS
Respon

terhadap

terapi

sangat

individual

dan

tidak

mudah

diprediksi. Keberhasilan dari terapi tergantung pada kondisi fisik pasien dan
usia Beberapa wanita, khususnya usia remaja biasanya angka keberhasilan
penanganan dengan hormon cukupbesar (terutama denganoralkontrasepsi).
Tindakan terakhir melalui histerektomi, meskipun dapat mengatasi PUA namun
mempunyai resiko dan komplikasi yang lebih besar11.

24

Anda mungkin juga menyukai