Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

PROFESI KEPENDIDIKAN

NAMA
: PRAJANOVA HARTAMA
NIM
: AFD 111 0009
FAKULTAS : KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PRODI
: TEKNOLOGI PENDIDIKAN
DOSEN

: Drs. TIMOTEUS NUSAN

UNIVERSITAS PALANGKARAYA

BAB I
KONSEP PROFESI KEGURUAN
Dalam percakapan sehari-hari sering kita dengar istilah profesi atau
profesional, seorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang
dokter yang lain mengatakan bahwa bahwa profesinya sebagai arsitek,
atau ada pula yang mengatakan kalau profesinya seorang pedangang
atau penyanyi, bahkan para staf dan karyawan instansi militer dan
pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan
profesionalannnya , ini berarti bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi
juga.
Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam profesi yang
disebutkan diatas, belum dapat dilihat dengan jelas apa yang merupakan
kriteria bagi suatu perkerjaan sehingga dapat disebut sebagi profesi.
Kelihatannya, kriterianya dapat bergerak dari segi pendidikan formal yang
diperlukan bagi seseorang untuk mendapatkan suatu profesi, sampai pada
kemampuan yang dituntut seseorang dalam melakukan tugasnya. Dokter
dan arsitek harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan
mejalankan beberapa pelatihan berpa pemagangan yang juga memakan
waktu yang sangat lama. Setelah memangku jabatannya, mereka juga
dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas layanannya kepada khalayak.
Pada bab ini akan dibahas pengertian profesi, profesi keguruan,
syarat-syart profesi keguruan, kode etik, dan organisasi profesional
keguruan. Hal ini amat perlu diperhatikan mengingat jabatan guru dituntut
untuk makin lama makin meningkatkan keprofesionalnya, apa lagi setelah
keluarnya undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
RI No. 2/1989.

A. Pengertian dan Syarat-syarat Profesi


Kebanyakan kita mengatakan bahwa mengajar adalah suatu profesi.
Apakah yang dimaksud dengan profesi?, dan syarat-syarat serta kriteria
yang harus dipenuhi agar suatu jabatan dapat disebut suatu profesi?
Omstein dan Levine (1984), menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan
yang :

1. Pengertian Profesi

a) Melayani masyarakat, merupakan karir yang akan dilaksankan


sepanjang hayat (Tidak berganti-ganti pekerjaan ).
b) Memerlukan bidang ilmu dan ketrampilan tertentu dilur jangkauan
khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c) Menggunakan hail penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek
(teori baru, dikembangkan dari hasil penelitian ).
d) Memerlukan pelatihan khusus dengan tepat waktu.

e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai


persyaratan
masuk
(untuk
menduduki
jabatan
tersebut
memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya)
f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu (tidak diatur oleh orang luar ).
g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan
unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan
yang diberikan ( langsung bertanggung jawab terhadap apa yang
diputuskannya, tidak dipindahkan keatasan atau instansi yang lebih
tinggi). Mempunyai unjuk kerja yang baku.
h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan
penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relatif
bebas dari supevisi dalam jabatan (misalny dokter memakai tenaga
administrasiuntuk mendata klien, sementara tidak ada supervisi
dari luar terhadap perkerjaan dokter sendiri).
j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok
elit untuk
mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya (keberhasilan
tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), bukan oleh depertemen Kesehatan ).
l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan
atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan.
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan
kepercayaan diri setiap anggotanya ( anggota masyarakat selalu
meyakini dokter lebih tau tentang penyakit pasien yang
dilayaninya).
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding
dengan jabatan lainnya).
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri diatas, Sanusi et al. (1991),
mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut :
a) Suatu jabatan yang memiliki fungsi dari signifikansi sosial yang
menentukan (crucial).
b) Jabatan yang menuntut ketrampilan/keahlian tertentu
c) Ketrampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui
pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan matode
ilmiah.
d) Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,
sistematik, dan eksplisit, yang bukan hanya sekedarpendapat
khalayak umum.

e) Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi


dengan waktu yang cukup lama
f) Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
g) Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi itu
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi
profesi.
h) Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan
judgment terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i) Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom
dan bebas dari campur tangan orang luar.
j) Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan
oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Bila kita bandingkan kriteria yang dipakai Sanusia et al. Ini dengan
kriteria Omstein dan Levine yang dibicarakan lebih dulu, dapat kita
simpulkan bahwa keduanya hampir mirip, dan saling melengkapi, dan oleh
karenanya dapat kita pakai sebagai pedoman dalam pembicaraan
selanjutnya.
Kalau kita pakai acuan ini maka jabatan pedagang, penyanyi, penari,
serta tukang koran yang disebut pada bagian pertama jelas bukan
profesi.
Apakah Jabatan Guru telah dapat disebut sebagai suatu profesi ?

2. Pengertian dan Syarat-syarat Profesi Keguruan.


Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang
mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education Associaton
(NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut :
a) Jabatan yang melibatkan kegiatan Intelektual
b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama
( bandingkan dengan perkerjaan yang memerlukan latihan umum
belaka ).
d) Jabatan yang memerlukan latihan dala jabatan yang bersinambungan.
e) Jabatan yang mejanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
f) Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g) Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.

h) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin


erat.

BAB II
KODE ETIK KEGURUAN
Setiap profesi , seperti yang telah dibicarakan dalam bagian
terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian jabatan
dokter,notaris,arsitek,guru dan lain-lain yang merupakan bidang kerja
profesi mempunyai kode etik. Sebagai contoh dapat dicantumkan
beberapa pengertian kode etik,antara lain sebagai berikut :

1. Pengertian Kode Etik


a) Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepagawaian .
Pasal 28 undang-undang ini dengan jelas
menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik
sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di
luar kedinasan
b) Dalam pidato pembukaan kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua
Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan
landasan moraldan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksankan panggilan pengabdiannya berkerja sebagai guru
(PGRI,1973). Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua
unsur pokok yakni: (1) Sebagai Landasan Moral (2) Sebagai Pedoman
tingkah laku.
Dari urian diatas kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah
norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam
melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya dimasyarakat.
Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi
tentang bagaiman mereka melaksanakan profesinya, dan laranganlarangan, yaitu ketentuan-tentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat
atau dilaksankan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi
mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada
umumnya dalam pergaulannya sehari-hari didalam masyarakat.

2. Tujuan Kode Etik

Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (


R. Hermawan S, 1979) :
a) Untuk
b) Untuk
c) Untuk
d) Untuk
e) Untuk

menjunjung tinggi martabat profesi


menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
meninggkatkan pengabdian para anggota profesi.
meninggkatkan mutu profesi.
meningkatkan mutu organisasi

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu


profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat
profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
meninggkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan
pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu
organisasi profesi.

3. Penetapan Kode Etik


Kode Etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang
berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim
dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian
penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan,
melainkan harus dilakukan oleh anggota-anggota profesi dari organisasi
tersebut. Dengan demikian jelas bahwa orang-orang yang bukan atau
tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan aturan
yang ada didalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan
mempunyai pengaruh kuat dalam menegakan disiplin dikalangan profesi
tersebut.

4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik


Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri
urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik
saja dari suatu profesi tertentu dapat meninggkat menjadi peraturan
hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian, maka aturan yang
mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat
menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya
memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sanksi yang dianggap terbeat adalah si pelanggar dikeluarkan dari
organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi
tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.

5. Kode Etik Guru Indonesia

Kode etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilainilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematik
dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik Guru indonesia
adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku seriap guru
warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik
didalam maupun diluar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari
dimasyarakat.
Maka kode etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting
untuk pembentukan skap profesional para anggota profesi keguruan.
Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang
dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan pengurus Daerah PGRI dari
seluruh penur tanah air, pertama dalam kongres ke-XIII di jakarta tahun
1973, dan kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI ke-1989 juga
dijakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnkan
tersebut adalah sebagai berikut :

KODE ETIK GURU INDONESIA


Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang
pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa Bangsa, dan Negara, serta
kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia setia pada Undang-Undang
Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab
itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan
memedomani dasar-dasar sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakankejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
keberhasilan proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua
murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai serana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang
pendidikan.

BAB III
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
A. Pengertian
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di
masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia
layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat,
tetapi yag akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus prilaku guru
yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini berhubungan dengan
bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati serta
mengamalkan, sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah
laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan
sasarannya, yakni sikap profesional keguruan terhadap: (1). Peraturan
Perundang-undangan
(2). Organisasi Profesi, (3). Teman Sejawat, (4). Anak Didik, (5). Tempat
Kerja, (6). Pimpinan, dan (7). Perkerjaan.

B. Sasaran Sikap Profesional


1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Pada butir sembilan kode etik Guru Indonesia disebutkan bahwa
Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang
pendidikan (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan dinegara kita
dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Depertemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan dibidang pendidikan
di indonesia Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan

ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan


kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi
antara lain ; pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan
kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar,
peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan
menggiatkan kegiatan Karang Taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan
pemerintah itu biasanya akan dituangkan kedalam bentuk ketentuanketentuan Pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan Pemerintah ini
selanjutnya dijabarkan kedalam program-program umum pendidikan.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena
itu guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan
Pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut.
Pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturanperaturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, dipusat maupun di daerah, maupun
Dapertemen lain dalam ragka pembinaan pendidikan dinegara kita.
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai serana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini
menunjukan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi
profesi sebagai wadah dan sarana pengabdiannya. PGRI sebagai
organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna
dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan
memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut akan sangat
bergantung kepada kesadaran para anggotanya. Organisasi PGRI
merupakan suatu sistem, di mana unsur pembentuknya adalah guruguru. Oleh karena itu guru harus bertindak sesuai dengan tujuan
sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi baik dalam
melaksanakan kewajiban maupun mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina dan mengawasi para
anggotanya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan
kewajiban semua anggota dan bersama pengurusnya.
Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gamblang juga
dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi
guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu
sendiri.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi
keguruan, dapat dilakukan dengan cara, misalnya dengan melakukan

penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan,


studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan Guru melaksanakan
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial ini berarti bahwa: (1). Guru hendaknya menciptakan dan
memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan
(2). Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan
di luar
lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukan kepada kita
betapa pentingnya hubungan yang hormonis perlu diciptakan dengan
mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama
anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari
dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal adalah hubungan yang perlu dilakukan dalam
rangka melakukan tugas, kedinasan. Sedangkan hubungan
kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan baik
dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam
rangka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam
membawakan misinya sebagai pendidik bangsa.
a. Hubungan Guru berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti diketahui, dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala
sekolah dan beberapa orang guru ditambah dengan beberapa orang
personel sekolah lainnya sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut.
Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan banyak
bergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar
setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis diantara sesama
personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dengan guru,
guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan semua
personel sekolah lainnya.
Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah
sikap ingin bekerjasama, saling harga menghargai, saling pengertian,
dan rasa tanggung jawab. Jika ini sedah berkembang akan tumbuh
rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan
bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain ( Hermawan, 1979 ). Dalam
suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan
terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap,
watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut

dapat berjalan lancar, tentram dan harmonis, jika diantara mereka


tumbuh sikap paling saling perhatian dan tenggang rasa antara satu
dengan yang lainnya.
b. Hubungan Guru berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Kalau kita ambil sebagai contoh profesi kedokteran, maka dalam
sumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru,
antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter
akan memperlakukan temn sejawatnya sebagai saudara kandung.
Dengan ucapan ini para dokter menganggap profesi mereka sebagai
suatu keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan.
Sekarang apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan?
Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini
profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguhsungguh. Rasa persaudaran seperti tersebut bagi kita masih perlu
ditumbuhkan, sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan
guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan
profesi kedokteran.
Uraian diatas dimaksudkan sebagai perbandingan untuk dijadikan
bahari dalam meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai
anggota profesi keguruan dalam hubungan keseluruhan.
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa :
Guru Berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dasar ini mengandung
beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seseorang guru dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional,
prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya.
Tujuan Pendidikan Nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU
No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk
manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang
lain adalah membimbing peserta didik; bukan mengajar, atau
mendidik saja. Pengertian membimbing yang dikemukakan oleh
Ki Hajar Dewantara dalam sistem omongnya. Tiga kalimat padat
yang terkenal dari sistem itu adalah Ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tutwuri handayani. Ketiga kalimat ini
mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh,
harus dapat memberikan pengaruh; dan harus dapat mengendalikan
peserta didik. Dalam Tutwuri terkandung maksud membiarkan
peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru
memperhatikannya. Dalam Handayani berarti guru mempengaruhi
peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan
demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan

kearah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya berjiwa


pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik apalagi memaksanya
menurut kehendak sang pendidik. Motto Tutwurihandayani
sekarang telah diambil menjadi motto dari Depertemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI.
Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus
memperhatikan perkembangan seluruh peserta didik; baik jesmani,
rohani, sosial, maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat
pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan
dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangantantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. Peserta didik
tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada
kehendak dari kemauan guru.
5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada 2 hal yang harus
diperhatikan, yaitu (a). Guru sendiri dan (b). Hubungan guru dengan
orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah
satu butir kode etik yang berbunyi Guru menciptakan suasana
sekolah sebaik-baikya yang menunjang keberhasilan proses belajar
mengajar . Oleh sebab itu guru harus aktif mengusahakan suasana
yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan pengunaan metode
mengajar yang sesuai, maupun dengan penyedian alat belajar yang
cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun
pendekatan lainnya yang diperlukan.
Suasana yang harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil
yang terlihat didalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf
administrasi dan siswa tidak menjalin hubungan yang baik diantara
sesamanya. Agar pendidikan diluar ini terjalin dengan baik dengan
apa yang dilakukan oleh guru disekolah diperlukan kerjasama yang
baik antara guru, orang tua dan masyarakat. Keharusan guru
membina hubungan baik dengan orang tua ini merupakan isi dari
butir ke lima Kode etik Guru Indonesia.
6. Sikap Terhadap Pimpinan
Sebagai salah satu seorang anggota organisasi, baik organisasi
guru maupun organisasi yang lebih besar ( Dapertemen Pendidikan
dan Kebudayaan ) guru akan selalu berada dalam bimbingan dan
pengawasan pihak atasan.
Sudah jelas bahwa pimpinan suatu unit atau organisasi akan
mempunyai
kebijaksanaan
dan
arahan
dalam
memimpin
organisasinya, dimana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha

untuk berkerjasama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut.


Dapat saja kerjasama yang dituntut pimpinan tersebut diberikan
berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan
petunjuk yang diberikan mereka. Kerjasama juga dapat diberikan
dalam bentuk usulan dan malah kritik yang membangun demi
pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan
organisasi. Oleh sebab itu dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang
guru terhadap pimpinan harus positif, dalam pengertian harus
berkerjasama dalam mensukseskan program yang sudah disepakati,
baik disekolah maupun diluar sekolah.

BAB IV
BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling merupakan 2 istilah yang sering
dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa
kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan kegiatan
konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti

atau jantung hati dari kegiatan bimbingan. Dengan demikian istilah


bimbingan sudah termasuk didalamnya kegiatan konseling. Kelompok
yang sesuai dengan pandangan diatas menyatakan bahwa terminologi
layanan Bimbingan dan Konseling dapat diganti dengan layanan
bimbingan saja.
1. Pengertiann
Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by one person
to another in making choice and adjustments and in solving
problems. Pengertian tersebut terkandung maksud bahwa tugas
pembimbing hanyalah membantu dirinya sendiri, sedangkan
keputusan terakhir tergantung dengan individuyang dibimbing.
Menurut Rochman Natawidjaja (1978), bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
kesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar
sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagian hidupnya serta
dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Menurut Bimo Walgito (1982:11), Bimbingan adalah bantuan
atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumplan
individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitankesulitan didalam kehidupannya, agar individu-individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnnya.
Dari beberapa pengertian membimbing yang dikemukan oleh
banyak ahli, dapat dikemukankan bahwa bimbingan merupakan : (a).
Suatu
proses
yang
berkesinambungan
(b).
Suatu
proses
membantuindividu (c). Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar
individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan
dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya, dan (d).
Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat
memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang
telah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang bimbingan
dan konseling.

2. Pengertian Konseling
Istilah konseling ( counseling ) diartikan sebagai Penyuluhan. Istilah
penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang
tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan
konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan-kegiatan
penyuluhan. Untuk menekankan kekhususannya itulah maka dipakai

istilah Bimbingan dan Konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian


khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat memberikan bimbingan
mampu memberikan jenis layanan konseling ini ( Winkel, 1978 ).
Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976:19a).
Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu
dimana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia
dapat lebih dapat lebih baik memahami dirinya sendiri dalam
hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu yang
akan datang.
Menurut Bimo Walgito ( 1982:11 ) menyatakan bahwa konseling adalah
bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah
kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan
keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah dikatakan bahwa
kegiatan konseling itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Pada umumnya dilaksankan secara individual.
Pada umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka.
Untuk pelaksanaan Konseling dibutuhkan orang yang ahli.

Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk


memecahkan
masalah yang dihadapi klien.

Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu


memecahkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri.
Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan
kegiatan belajar mengajar. Perbedaan itu antara lain :
A. Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan mengajar sudah
dirumuskan terlebih dahulu, sedangkan pada BK target
pencapaiannya tujuan lebih bersifat indivdual atau kelompok
B. Pembicaraan dalam kegiatan mengajar lebih banyak diarahkan
pada pemberiaan informasi, atau pembuktian suatu masalah.
Sedangkan bimbingan dan Konseling memecahkan suatu masalah.
C. Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tahu mempunyai
masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan
kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya klien
telah/sedang menghadapi masalah.
D. Untuk melaksanakan BK bagi konselor dituntut suat ketrampilan
khusus, dan berbeda tuntutan bagi seorang guru/pengajar.

B. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan


di Sekolah.

Bimbingan dan Konseling dianggap penting keberadaannya di setiap


sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam faktor, seperti
dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro ( 1982) sbb :

1. Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, dimana


anak dalam waktu sekian jam ( 6 jam) hidupnya berada disekolah.
2. Para siswa yang usiany relatif masih muda sangat membutuhkan
bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan
diri maupun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.
Kehadiran konselor disekolah dapat meringankan tugas guru
(Lundqist dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981). Mereka
menyatakan bahwa konselor ternyata sangat membantu guru, dalam hal :
1. Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang
masalah afektif yang mempunyai kaitan erat dengn profesinya.
2. Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan
mempengaruhi proses belajar-mengajar.
3. Mengembagkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa
lebih efektif.
4. Mengatasi
masalah-masalah
yang
ditemui
guru
dalam
melaksanakan tugasnya.
Konselor dan guru merupakan satu tim yang sangat penting dalam
kegiatan pendidikan. Keduanya dapat menciptakan proses pembelajaran
efektif.

C. Tujuan Bimbingan Sekolah


Dalam kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C dinyatakan bahwa
tujuan bimbingan disekolah adalah membantu siswa :
1. Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi
belajar yang tinggi.
2. Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang
dilakukannya pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan
dalam hubungan sosial.
3. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan
jesmani.
4. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan studi.
5. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan
dan pemilihan jenis perkerjaan setelah mereka tamat.
6. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah
sosial-emosional disekolah yang bersumber dari sikap murid yang
bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sekolah,
keluarga dan lingkungan yang lebih luas.
Secara umum dapat dikemukan bahwa tujuan layanan bimbingan
adalah membantu mengatasi berbagai macam kesulitan yang dihadapi
oleh siswa sehingga terjadi proses belajar-mengajar yang efektif dan
efisien.

D.
Peranan
Bimbingan
Pembelajaran Siswa

dan

Konseling

dalam

Sebagai pertanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar


dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya seperti yang dikemukakan
Abu Ahmadi (1977), sebagai berikut:
1. Hasil belajarnya rendah, dibawah rata-rata kelas.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3. Menunjukan sikap yang kurang wajar; suka menentang,dusta,tidak mau
menyelesaikan tugas-tugas sebagainya.
4. Menunjukan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka
menggangu dan sebagainya.
Dalam kondisi sebgaiman yang dikemukakan di atas, maka
bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan dalam (1).
Bimbingan belajar, (2). Bimbingan sosial, (3). Bimbingan dalam mengatasi
masalah-masalah pribadi.
a. Bimbingan Belajar
Bimbingan ini antara lain :
1.
2.
3.
4.

Cara belajar, baik belajar secara kelompok ataupun idividu.


Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
Efensiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran.
Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata
pelajaran tertentu.
5. Cara, proses dan prosedur tentang mengikuti pelajaran,

E.

Asas-asas Bimbingan dan Konseling

Asas adalah hal yang harus dipatuhi dalam melaksanakan suatu


kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik serta
mendapatkan hasil yang memuaskan.
Ada 11 asas yang harus ditaati pada Bimbingan dan Konseling
yaitu :
1. Asas Kerahasiaan
2. Asas keterbukaan
3. Asas kesukarelaan
4. Asas keyakinan
5. Asas kegiatan
6. Asas kedinamisan
7. Asas keterpaduan
8. Asas kenormatifan
9. Asas keahlian
10. Asas alih tangan
11. Asas Tutwuri Handayani

BAB V
ADMINISTRASI PENDIDIKAN DALAM
PROFESI KEGURUAN
A. Pengertian dan Konsep Administrasi Pendidikan
Untuk memahami peranan administrasi pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional, perlu dibahas : (a). Pengertian Administrasi
Pendidikan, (b). Beberapa Konsep yang berhubungan dengan pengertian
itu.
1. Pengertian Administrasi
Administrasi pendidikan sering kali disalahartikan semata-mata
ketatausahaan pendidikan. Namun dari uraian berikut ini akan diketahui
bahwa pengertian administrasi pendidikan sebenarnya adalah bukan
sekedar itu. Mari kita lihat administrasi pendidikan dari berbagai aspeknya
itu, agar kita dapat memahaminya dengan baik.
Pertama,
administrasi
pendidikan
kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan.

mempunyai

pengertian

Kedua, administrasi pendidikan mengandung pengertian proses


untuk mencapai tujuan pendidikan.
Ketiga, administrasi pendidikan dapat dilihat dengan kerangka
berpikir sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian
dan bagian-bagian itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah
masukan menjadi keluaran.
Proses Belajar :

Gambar :
masukan Guru
suatu
Kurikulum
murid

Lingkungan
Murid
Serana praserana
Organisasi sekolah

Administrasi Pendidikan sebagai


keluaran
sistem
lulusan

BAB VI
SUPERVISI PENDIDIKAN

Secara khusus setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat


memahami :
1. Pengertiaan, fungsi dan peran supervisi.
2. Pelaksana supervisi pendidikan
3. Teknik-teknik supervisi pendidikan
4. Peranan Guru dalam supervisi pendidikan.
1. Pengertian, Fungsi dan Peran.
Bagian ini akan membahas dua hal yaitu : (1). Pengertian, (2).
Fungsi dan peran Supervisi. Ada beberapa istilah yang dijumpai dalam
praktek yang kegiatannya mirip dengan supervisi yaitu : Inspeksi,
penilikan, pengawasan, monitoring dan penilaian/evaluasi.
Inspeksi berasal dari istilah dalam bahasa Belanda Inspectie. Dan
dalam bahasa inggris dikenal dengan Inspection.
Penilikan dan pengawasan mempunyai pengertian suatu
kegiatan yang bukan hanya mencari kesalahan dari pengawasan itu
semata-mata, tetapi juga mencari hal-hal yang sudah baik.
Monitoring bearti kegiatan pengumpulan data tentang kegiatan
sebagai bahan untuk melaksanakan penelitian.
Evaluasi dimaksudkan untuk melihat apakah, dengan sumber
yang tersedia, sesuatu kegiatan telah mengikuti proses yang ditetapkan
serta mencapai hasil yang diinginkan.
Apabila Inspeksi, penilikan atau pengawasan, monitoring serta
penilaian masih dalam tahapan usaha mengetahui status suatu komponen
atau kegiatan sistem, serta memahami kekurangan dan atau kekuatan,
maka supervisi telah mengandung pengertian tindakan.

Melihat gambar
diatas, pengertian
supervisi tidak dapat diartikan secara
sempit sebagai proses untuk mengawasi
dan usaha memperbaiki pengajaran
Hubungan
yang terbatas di dlam ruangan kelas,
Fungsi administrasi
dengan
tetapi lebih luas dari itu.
umum
pengajaran
Dalam usaha mempertinggi efisiensi dan efektifitas proses
Tdk
langsung
langsung
pelaksanaan supervisi tersebut perlu dilandasi oleh hal-hal sebagai berikut
Hubungan dengan siswa
:
Fungsi
Fungsi
pelayan
1.
Kegiatan
supervisi
pendidikan
harus dilandaskan atas filsafat pancasila.
manajem
Tdk
an
langsung

langsung

Fungsi
supervisi

ent

Fungsi
mengaja
r

kuhsus

2. Pemecahan masalah supervisi harus dilandaskan kepada pendekatan


ilmiah dan dilakukan secara kreatif.
3. Keberhasilan supervisi harus dinilai dari sejauh mana kegiatan tersebut
menunjang prestasi belajar siswa dalam proses belajar-mengajar.
4. Supervisi harus dapat menjamin kontinuitas perbaikan dan perubahan
program belajar.
5. Supervisi bertujuan mengembangkan keadaan yang Favorable untuk
terjadinya proses belajar-mengajar yang efektif.
Dalam kaitannya, dengan perbaikan situasi belajar-mengajar ini
tugasseorang supervisior ( Harris, 1975 ) adalah membantu guru dalam
hal ;
A. Pengembangan Kurikulum.
B. Pengorganisasian Pengajaran.
C. Pemenuhan fasilitas sesuai dengan rancangan proses belajar-mengajar.
D.Perancangan dan perolehan bahan pengajaran sesuai dengan
rancangan kurikulum.
E. Perencanaan dan implementasi dalam meningkatkan pengalaman
belajar dan unjuk kerja guru dalam melaksanakan pengajaran.
F. Pelaksanaan orientasi tentang sesuatu tugas atau cara baru dalam
proses belajar-mengajar.
G. Pengkoordinasi antara kegiatan belajar-mengajar dengan kegiatan
layanan lain yang diberikan sekolah/lembaga pendidikan kepada siswa.
H. Pengembangan hubungan dengan masyarakat dengan mengusahakan
lalu lintas informasi yang bebas tentang hal yang berhubungan dengan
kegiatan pengajaran.
I. Pelaksanaan evaluasi pengajaran, terutama dalam perancanaan,
pembuatan instrument, pengorgnisasian dan penetapan prosedur untuk
pengumpulan data serta pembuatan keputusan untuk perbaikan proses
pengajaran.

TUGAS PENDAHULUAN
- Mengembangkan kurikulum
- menyediakan Fasilitas

TUGAS OPERASIONAL
- Mengoraganisasikan pelajaran
- memberikan orientasi kepada
guru
- mengusahakan bahan
- menghubungkan layanan
khusus murid
dan layanan lain

Balikan

TUGAS PERKEMBANGAN
- Mengatur pendidikan dalam
jabatan
- Melakukan Evaluasi pengajaran

Balikan

Gambar Tugas-tugas Supervisior (Harris, 1997, p. 13)

Teknis Supervisi
Mempelajari berbagai pendekatan dalam supervisi memungkinkan
guru untuk mempunyai wawasan yang lebih luas tentang kegiatan
supervisi.
Pendekatan itu antara lain adalah (1). Pendektan Humanstik, (2).
Pendekatan kompetensi, (3). Pendekatan Klinis dan (4). Pendekatan
profesional.
Dengan demikian teknik supervisi yang dipakai, untuk membantu
guru harus didasarkan kepada teori dan prinsip belajar.
Pendekatan Humanistik
Salah satu pendekatan yang sering dipakai dalam melaksanakan
supervisi adalah pendekatan humanistik.
Pendekatan humanistik timbul dari keyakinan bahwa guru tidak
dapat diperlakukan sebagi alat semata-mata untuk meningkatkan kualitas
belajar-mengajar
Pendekatan Kompentensi
Pendekatan kedua yang dapat dipakai dalam melaksanakan
supervisi adalah apa yang dinamakan pendekatan Kompetensi. Pedekatan
ini mempunyai makna bahwa guru harus mempunyai kompetensi tertentu
untuk melaksankan tugasnya.
Pendekatan kompetensi didasarkan atas asumsi, bahwa tujuan
supervisi adalah membentuk kompetensi minimal yang harus dikuasai
guru.
Situasi yang terstuktur ini antara lain meliputi adanya ;

1. Definisi tentang tujuan kegiatan supervisi yang dilaksanakan untuk tiap


kegiatan.
2. Penilaian kemampuan mula guru dengan segala pirantinya.
3. Program supervisi yang dilakukan dengan segala rencana terinci
tentang pelaksanaannya.
4. Monitoring kemajuan guru dan penilaian untuk mengetahui apakah
program itu berhasil atau tidak.
Teknik supervisi yang menggunakan pendekatan kompetensi adalah
sebagai berikut :
1. Menetapkan kriteria unjuk kerja yang dikehendaki.
2. Menetapkan target unjuk kerja.
3. Menentukan aktivitas unjuk kerja.
4. Momonitor kegiatan untk mengetahui unjuk kerja.
5. Melakukan penilaian terhadap hasil monitoring.
6. Pembicaraan akhir.
Pendekatan klinis
Pendekatan ketiga dalam supervisi adalah pendekatan klinis. Asumsi
dasar pendektan ini adalah bahwa proses belajar guru untuk bertumbuh
dalam jabatannya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar yang
dilakukan guru itu.
1. Pengertian Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah suatu proses tatap muka antara supervisior
dengan guru yang membecarakan hal mengajar dan yang ada
hubunganya dengan itu. Pembicaraan ini biasanya dipusatkan kepada
penampilan mengajar guru berdasarkan hasil observasi. Goldhamer,
Anderson dan Krajewski (1980) mengemukakan sembilan kateristik
supervisi klinis, yaitu :
a) Merupakan teknologi memperbaiki pengajaran.
b) Merupakan untervensi secara sengaja kedalam proses pengajaran.
c) Berorientasi kepada tujuan, mengkobinasikan tujuan sekolah dan
kebutuhan pribadi untuk bertumbuh
d) Mengandung pengertian hubungan kerja antara guru dan supervisior.
e) Memerlukan saling kepercayaan yang dicerminkan dalam pengertian,
dukungan dan komitmen untuk bertumbuh.
f) Suatu usaha yang sistematik, namun memerlukan keluwesan dan
perubahan metodelogiyang terus-menerus
g) Menciptakan ketegangan yang kreatif untuk menjembatani kesenjangan
antara keadaan real dan ideal.
h) Mengasumsikan bahwa supervisior mengetahui lebih banyak
dibandingkan dengan guru.
i) Memerlukan latiahan untuk supervisior.
Pendekatan Profesional

Pendekatan keempat
dalam supervisi adalah pendekatan
profesional. Kata profesional menunjukan pada fungsi utama guru yaitu
melaksankan pengajaran secara profesional.
Asumsi dasar pendekatan ini adalah bahwa karena tugas utama
profesi guru itu adalah mengajar maka sasaran supervisi juga harus
mengarahkan pada hal-hal yang menyangkut tugas mengajar itu, dan
bukan tugas guru yang sifatnya administratif.
Diketahui bahwa terdapat kelemahan diberbagai segi pengajaran
antara lain :
1) Guru mengalami kesulitan didalam menyususn persiapan mengajar,
melaksankan pengajaran di kelas, mengelola kelas dan mengelola
peserta didik.
2) Terdapat kecendurungan bahwa pengajaran menekankan pada
pengembangan aspek kognitif rendah ( recall ) sehingga tidak atau
kurang mengembangkan proses berpikir divergen.
3) Kurang diperhatikannya perbedaan individual peserta didik sehingga
mereka yang lambat belajar tidak dapat mengikuti pelajaran sedangkan
mereka yang bekemampuan lebih tinggi tidak dapat mencapai hasil
optimal.

Peranan Guru dalam Supervisi


Seperti telah dikemukakan, supervisi pendidikan bertujuan untuk
membantu guru dalam memperbaiki proses belajar-mengajar melalui
peningkatan kompetensi guru itu sendiri dalam melaksanakan tugas
profesional mengajarnya.
Peranan guru dalam supervisi secara lebih terinci dapat ditelusuri
dari proses pelaksanaan supervisi itu.
Supervisior dapat memberikan saran secara terbuka tetapi
bersahabat tentang masalah-masalah yang ditemukn dalam penilaian,
dan guru harus bersifat terbuka untuk menerimanya. Dengan demikian
akan terjadi proses saling memperkaya antara guru dan supervisior dalam
usaha untuk bertumbuh dalam melaksanakan tugas pendidikan mereka.

Anda mungkin juga menyukai