Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-1
BAB III
POTRET PENGGUNAAN ENERGI DAN PRODUKSI EMISI
DI INDUSTRI BAJA DAN INDUSTRI PULP-KERTAS
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-2
Berikut ini merupakan fungsi masing-masing raw materials yang digunakan pada
proses blast furnace yaitu :
a. Biji besi (pig iron);
Biji besi yang digunakan bervariasi umumnya besi oxida hematite (Fe2O3),
besi oxida tersebut direaksikan secara inderect reductions. Proses reduksi
untuk mengubah besi oksida (Fe2O3) menjadi besi (Fe) sebagai berikut :
Begins at 450 C
Begins at 600 C
Begins at 700 C
Begins at 1535 C
Gambar 3.2 Proses reduksi mengubah besi oksida (Fe2O3) menjadi besi (Fe)
b. Kokas;
Material kokas dalam proses pembakaran memiliki peranan sebagai
berikut:
Menghasilkan panas
Pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas karbon monoksida
sebagai reduktor.
Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-3
c. Batu kapur;
Batu kapur berfungsi untuk mengikat kotoran (sulfur) dari FeS pada besi
cair menjadi terak (slag) yang terapung diatas besi kasar cair. Mekanisme
reaksinya sebagai berikut :
Produk yang dihasilkan pada proses di blast furnace adalah besi kasar cair
(belum ada penambahan material alloy). Logam cair dari blast furnace
kemudian dimasukkan ke dalam Basic Oxygen Furnace (BOF) disertai
dengan penambahan material alloy.
Berikut merupakan jenis material yang ditambahkan di dalam BOF yaitu :
Besi kasar cair
Baja bekas (steel scrap)
Oksigen dibutuhkan
untuk mengurangi kadar karbon hingga
mencapai yang dikehendaki.
Batu kapur dibutuhkan untuk mengikat kotoran menjadi terak.
Unsur-unsur paduan terdiri atas; Fe-Mn, Fe-Si, Fe-Cr, Fe-Ni, dst.;
berfungsi untuk membentuk paduan sehingga menghasilkan sifat
fisik dan kimia sesuai dengan spesifikasi customer.
Sesudah komposisi kimia baja tepat sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan komposisi kimia sample menggunakan
spectrometer, seterusnya dilakukan pouring (pemindahan caian logam ke dalam
ladle) untuk selanjutnya dituang melalui tundish menuju cetakan.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-4
Penuangan baja cair dapat dilakukan dengan dua cara, dalam bentuk balok baja
(ingot) dan slab atau billet dengan proses cor continue (continuous casting).
B. Direct Reduction Iron (DRI)
Direct reduction merupakan proses reduksi langsung menggunakan reduktor
yang berasal dari gas alam. Pabrik Besi Spons menerapkan teknologi berbasis
Gas Alam dengan proses reduksi langsung menggunakan teknologi Hyl. Pabrik ini
menghasilkan besi spons (Fe) dari bahan mentahnya berupa bijih pellet (Fe2 03
and Fe3 04) dengan menggunakan Gas Alam (CH4) dan air (H2O ).
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-5
1. Melting (Peleburan)
Bahan baku yang dilebur adalah Besi Spons dan Scrap dengan
perbandingan 80 : 20, Temperatur lebur sampai mencapai + 1680 0C.
2. Rinsing
Proses ini berfungsi untuk pengaturan komposisi kimia, homogenisasi,
dan pengaturan temperatur baja cair.
3. Casting
Dimensi slab, yaitu menyangkut format/lebar dan panjang slab mengacu
terhadap program casting yang telah di desain. Untuk tebal slab nilainnya
umumnya dibuat konstan yaitu sebesar 200 mm.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-6
4. Scarfing
Proses ini berfungsi sebagai:
-
5. Cutting/Ripping
Cutting adalah proses pemotongan slab ke arah lebar slab dan ripping
adalah proses pemotongan slab ke arah panjang slab.
3.1.1.2 Proses Pembentukan Baja (Forming)
A. Pembentukan Baja Lembaran Panas
Proses pembuatan baja lembaran panas merupakan proses pembentukan baja
dengan terlebih dahulu melakukan pengkondisian/menaikkan temperatur
material dasar baja. Jenis proses ini pada umumnya adalah pengerolan
baja
(rolling) dengan menggunakan bahan baku billet, bloom atau slab. Fasilitas
produksi pada proses ini terdiri dari :
Reheating furnace.
Untuk persiapan proses pengerolan,baja slab dimasukan ke dalam
Reheating Furnace dimana baja akan dipanaskan hingga mencapai
temperatur pengerolan (12001250oC). Parameter-parameter penting
dalam proses ini seperti temperatur pemanasan,waktu pemanasan dan
metode penaikan temperature dikontrol secara otomatis oleh komputer.
Sizing Press.
Sizing Press berfungsi untuk mengurangi ukuran slab hingga 159 mm untuk
lebar tertentu dan lebar lainnya maksimum 100 mm untuk meningkatkan
fleksibilitas produksi.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-7
Finishing Mill
Proses pengerolan kontinyu pada finishing mill berfungsi untuk mereduksi
transfer bar menjadi baja lembaran (strip) dengan ketebalan akhir sesuai
permintaan konsumen (1,8 s/d 25 mm). Dalam proses pengawasan yang
ketat dilakukan terhadap parameter-parameter seperti ketebalan baja
lembaran,deviasi ketebalan,lebar baja lembaran dan temperatur
pengerolan akhir. Komputer proses dalam hal ini berperan untuk
melakukan pengontrolan secara otomatis.
Laminar Cooling
Proses didalam Water Laminar Cooling secara semi otomatis dikontrol oleh
sistem komputer dengan tujuan mendapatkan baja lembaran dengan
kualitas yang baik.
Down Coiler
Baja lembaran dibentuk menjadi gulungan ( coil ) dengan mengunakan 2
buah mesin down coiler.
Shearing Line
Baja lembaran panas yang berbentuk gulungan dapat diproses lebih lanjut
menjadi kondisi slit, trimmed atau recoiled.
cold
reduction.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
mencegah
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-8
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-9
Temper Mill
Temper rolling merupakan istilah yang digunakan pada proses akhir
pembuatan baja lembaran dingin yang bertujuan antara lain untuk
memberikan kekasaran yang tepat pada permukaan, memperbaiki keratan
dari baja lembaran, untuk menutupi kerusakan pada derajat tertentu, dan
utuk memeberikan tegangan yang cukup dalam upaya menekan yield point
untuk mengeliminasi
dipelangan.
strecher
strains
selama
proses
pembentukan
Finishing Line
Baja lembaran dingin gulungan dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk
sheared,trimmed,atau recoiled.
C. Proses Pembuatan Batang Baja Kawat
Fasilitas produksi pabrik ini terdiri dari :
Reheating Furnace
Untuk persiapan pengerolan billet atau bloom dimasukan ke dalam
Reheating Furnace tipe walking beam dimana baja dipanaskan hingga
mencapai temperatur pengerolan ( 1200-1250 C). Parameter-parameter
penting dalam proses ini seperti temperatur pemanasan,waktu pemanasan
dan metode penaikan temperatur dikontrol secara otomatis oleh sistem
komputer.
Pre-roughing Mill
Unit ini berfungsi mereduksi billet atau bloom menjadi 107 x 107 mm (
maksimum) dengan tujuan meningkatkan fleksibilitas produksi.
Roughing Mill
Tandem Roughing Mill digunakan untuk mereduksi bar dengan dimensi
107 x 107 mm menjadi transfer bar dengan diameter 33 mm.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-10
Finishing Mill
Finishing Mill berfungsi untuk mereduksi diameter baja batang kawat sesuai
permintaan konsumen dengan menggunakan proses no twist mill. Hasil
rolling ini akan menghasilkan beberapa diameter dari 5,5 s/d 20 mm
dengan grade Low Carbon, Medium Carbon, SWRY11,High Carbon dan
Cold Heading. Dalam proses pengawasan yang ketat dilakukan terhadap
parameter-parameter penting seperti diameter batang dan temperatur
pengerolan akhir. Komputer proses dalam hal ini berperan untuk
melakukan pengontrolan secara otomatis.
Cooling Zone
Proses pendinginan dengan menggunakan teknologi Stelmor dilakukan
untuk mendapatkan batang kawat baja berkualitas baik.
Down Coiler
Dengan fasilitas ini, baja batang kawat dibentuk menjadi gulungan.
3.1.2 Monitoring Pelaksanaan Audit
Monitoring merupakan salah satu kegiatan pada pekerjaanImplementation of
Energy Conservation and CO2 Emission Reduction in Steel and Pulp & Paper
Industries (Phase I)yang dilakukan oleh National Management Consultant (NMC)
pada pelaksanaan audit energi dalam rangka program konservasi energi dan
reduksi emisi. Dalam kegiatan ini NMC melakukan koordinasi dari data audit energi
dan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diambil oleh tiap tim Regional Consultant
(RC) pada setiap industri yang telah ditunjuk untuk dilakukan audit energi.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-11
A. Lingkup Monitoring
Dalam pelaksanaan monitoring ini lingkup kegiatan yang dilakukan oleh NMC
meliputi koordinasi dengan RC untuk melakukan audit energi, pengumpulan
data historis energi untuk disusun menjadi baseline energi, dan baseline emisi
CO2 dari seluruh industri yang dilakukan audit energi oleh masing masing RC
diantaranya :
a. RC 1 untuk wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Bandung melakukan audit
energi terdiri dari 12 indusri baja.
b. RC 2 untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur melakukan audit energi
terdiri dari 16 industri baja.
c. RC 3 untuk wilayah Sumatera dan Kepulauan Riau kemudian melakukan
audit energi terdiri dari 7 industri baja.
Jumlah industri yang direncanakan dilakukan monitoring adalah sejumlah 35
industri baja.
Tabel 3.1. Daftar Industri baja yang telah dilakukan audit energi
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-12
B. Hasil Monitoring
Dari kegiatan monitoring yang telah dilakukan oleh NMC maka hasil yang dapat
diperoleh diantaranya : Pada umumnya industri obyek cukup terbuka dan
menyambut baik kegiatan IECER phase-1. Namun terdapat beberapa industri
yang kurang siap untuk mengukuti kegiatan ini khususnya pada kegiatan audit
energi.
a. Skedul pelaksanaan audit energi yang terlalu singkat sehingga hasil
yang diharapkan dari pekerjaan ini belum mencapai output yang
diharapkan, seperti masih perlu dilakukan kajian yang mendalam
terhadap identifikasi potensi penghematan energi pada masing masing
industri.
b. Sulitnya mendapatkan kepastian jadwal masuk ke industri obyek yang
berdampak pada bergesernya rencana waktu pelaksanaan.
c. Kurangnya peralatan audit energi dari RC sehingga hasil audit energi
belum bisa maksimal untuk memenuhi requirement yang diharapkan.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-13
10; 0,2%
632; 14,1%
1089; 24,2%
2768; 61,5%
Steel Making
Reheating furnace
Rolling mill
Office
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
1)
Kementerian Perindustrian
Perindustria Republik Indonesia
3-14
Tabel.3.2. Daftar Produksi, Komsumsi Energi, dan IKE Industri Baja Objek
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-15
A. Peleburan Baja
Sesuai dengan karakter proses, sumber energi yang digunakan di proses
peleburan baja adalah energi listrik, kokas dan energi yang berasal dari reaksi
eksotermik di tungku peleburan. Penggunaan bahan energi listrik lainnya
banyak digunakan untuk peralatan utilitas (pompa, fan, blower, mesin
pengangkat, kompresor, dll). Peralatan penggunaan energi terbesar adalah
peralatan Electric Arc Furnace (EAF) dan/atau Induction Furnace. Potret
konsumsi energi untuk kelompok industri yang memiliki fasilitas peleburan EAF
dan fasilitas peleburan IF dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.3. Potret konsumsi energi di industri baja yang memiliki fasilitas EAF
No
Nama Industri
Produksi
Konsumsi
Energi
IKE
Baseline
Ton/tahun
GJ/tahun
GJ/Ton
Keterangan
46.514
114.936
2,47
Hanya energi
listrik di EAF
Proses
500.000
975.000
1,95
Hanya energi
listrik di EAF
Proses
180.000
433.800
2,41
Hanya energi
listrik di EAF
Proses
PT. Ispatindo
460.752
2.059.561
4,47
Listrik dan
Energi Primer,
Plant
171.304
799.990
4,67
Listrik dan
Energi Primer,
Plant
197.000
642.220
3,26
Listrik di EAF
dan Natural
gas, Plant
75.000
350.250
4,67
Listrik dan
Energi primer,
Plant
1.630.570
5.375.757
TOTAL
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-16
Tabel 3.4. Potret konsumsi energi di industri baja yang memiliki fasilitas induction furnace.
No
Produksi
Konsumsi
Energi
IKE
Ton/tahun
GJ/tahun
GJ/Ton
Nama Industri
Keterangan
18.145
49.218
2,71
31.214
105.628
3,38
26.438
106.542
4,03
252.300
574.739
2,28
444
3.907
8,80
PT. Pindad
(Foundry)
2.876
8.225
2,86
PT. Indohanco
(Rolling)
559
872
1,56
27.453
245.979
8,96
11.140
81.567
7,32
10
40.152
134.108
3,34
11
829
6.748
8,14
12
PT. Itokoh
(Foundry)
24.000
354.720
14,78
13
432
2.143
4,96
14
140.000
152.600
1,09
15
18.744
44.986
2,40
16
40.779
210.827
5,17
17
9.830
54.950
5,59
18
429
2.490
5,81
645.764
2.140.249
TOTAL
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-17
Dari hasil pengolahan data audit energi, intensitas konsumsi energi listrik ratarata diproses EAF 2,49 GJ/ton produk. Jika dibandingkan besaran tersebut
dengan intensitas konsumsi energi listrik kondisi best practice di EAF steel mini
mills (1,5 GJ/ton) maka dapat dikatakan konsumsi energi di industri obyek
masih lebih boros. Kondisi yang sama juga terjadi untuk total konsumsi energi.
Rata-rata industri baja obyek berada pada besaran 3,1 3,5 GJ/ton produksi
(lihat laporan masing-masing RC). Hasil pengolahan data produksi dan
konsumsi energi dari industri obyek diperoleh kurva hubungan intensitas energi
dan produksi rata-rata di proses peleburan pada Gambar berikut. Terlihat
bahwa semakin besar kapasitas produksi, nilai IKE akan menurun. Dari nilai
kapasitas yang ada, kelompok industri baja dengan menggunakan tungku EAF
lebih efisien dibandingkan dengan industri baja yang menggunakan tungku
induksi.
Gambar 3.10. Grafik sebaran intensitas konsumsi energi terhadap tingkat produksi
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
1)
Kementerian Perindustrian
Perindustria Republik Indonesia
3-18
Perbandingan neraca energi pada EAF antara best world practice dan kondisi
rata-rata
rata EAF proses di Indonesia berdasarkan hasil audit energi ICCTF-2010.
ICCTF
a.
Gambar 3.12. Perbandingan neraca energi di EAF antara world best practice dan
kondisi EAF di hasil audit energi di industri baja.
baja
Tabel 3.5 Intensitas konsumsi energi di proses peleburan baja EAF dengan bahan baku
scrap (world best practice). Sumber: Berkeley National Laboratory, 2008.
best world practice. Konsumsi energi akan jauh lebih tinggi pada industri baja
yang menggunakan tungku induksi dalam proses peleburannya. Gambar berikut
merupakan hasil perhitungan neraca energi pada tungku induksi di industri
obyek.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-19
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan, beberapa hal yang menjadi faktor
pengaruh besarnya konsumsi energi spesifik di proses peleburan baja (EAF)
tersebut antara lain adalah:
1. Pengontrolan penggunaan energi listrik, kokas, dan bahan bakar lainnya
dalam setiap peleburan (heat).
2. Sistem dan kondisi pemasukan umpan (scrap charging) mencakup
metode charging, kapasitas, frekwensi charging dan temperatur scrap.
- Kebersihan & jenis alloy material charging
- Bentuk dan packing density darimaterial charging
- Rasio material charging yaitu (rasio scrap baja vs starting block/besi
spons)
- Jarak stok material (raw materials) terhadap tungku peleburan
- Jenis pengangkutan raw materials yang digunakan
- Frekuensi material charging
3. Kualitas kokas, elektroda karbon dan oksigen yang digunakan.
4. Kualitas parameter kelistrikan (power factor, voltage unbalance, load
unbalance).
5. Perbandingan kapasitas terpasang furnace dan kapasitas operasi.
6. Kondisi dinding furnace (temperatur dinding) dan sumber-sumber
kebocoran panas pada dinding.
7. Temperatur peleburan (molten steel temperature).
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-20
kabel
distribusi
dan detail
penggantian.
8. Pemasangan kapasitor bank/static variable
analisis
untuk
EAF.
Faktor-faktor yang sama juga terjadi pada tungku induksi (IF) dengan
tambahan beberapa faktor:
1. Spesifikasi tungku yang digunakan (kapasitas, range frekwensi, metode
pengaturan frekwensi).
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-21
2. Sistem tutup tungku dan penyaringan debu off gas (dedusting system)
dan pemanfaatan panas buang off gas.
3. Waktu proses mixing komposisi yang secara langsung berdampak pada
penurunan temperatur molten steel.
B. Pembentukan Baja (Forming)
Beberapa industri yang menjadi obyek kegiatan ini memiliki fasilitas proses
pembentukan baja (foundry, rolling mill, wire drawing). Terdapat beberapa
industri yang hanya melakukan proses forming (rolling dan wire drawing).
Potret penggunaan energi kelompok industri tersebut dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Tabel 3.6. Potret penggunaan energi kelompok industri
Produksi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama Industri
Energi
IKE
Keterangan
Ton/tahun
GJ/tahun
GJ/Ton
49.332
196.835
3,99
190.214
824.007
4,33
390
2.204
5,65
272.265
547.253
2,01
3.410
8.593
2,52
4.620
20.282
4,39
420
1.134
2,70
4.172
5.215
1,25
60.000
140.400
2,34
17.178
16.319
0,95
602.001
1.762.241
Konsumsi
primer
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-22
tahap awal sebelum material di deformasi plastis seperti pada proses rolling,
forging, dan piercing. Sesuai dengan fungsinya, sumber energi yang digunakan
di proses reheating furnace (RF) adalah bahan bakar (BBM, natural gas,
gasifikasi batubara). Penggunaan energi listrik digunakan untuk peralatan
utilitas (pompa air pendingin, fan udara pembakaran, mesin pendorong dan
conveyor slab/billet). Neraca energi pada RF (kondisi bahan baku dingin) dapat
dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.14. Neraca energi di reheating furnace (world best practice). Sumber:
Energy recovery in Mini Mills, Hyundai Steel, 2010
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
1)
Kementerian Perindustrian
Perindustria Republik Indonesia
3-23
Eisiensi RF berada pada range 15 18% yang relatif rendah jika dibandingkan
dengan kondisi RF best world practice (~46%). Berdasarkan hasil identifikasi
yang dilakukan, rendahnya efisiensi RF disebabkan oleh beberapa
bebera faktor, antara
lain:
1. Tingginya kandungan oksigen pada saluran gas buang (sistem
pengontrolan pembakaran hanya menggunakan sensor temperatur).
temperatur)
2. Kapasitas operasi 50-60%
50
dari kapasitas terpasang.
3. Sistem dan kondisi pemasukan slab/billetyang kurang baik.
baik
4. Kondisi
ndisi dinding furnace (temperatur dinding) dan sumber-sumber
sumber
kebocoran panas pada dinding dan pintu masuk keluar slab/billet.
5. Tingginya persentase idle running yang disebabkan stagnasi di rolling
mill dan beberapa penyebab lainnya.
6. Pemanfaatan panas gas buang
buang dan performa peralatan combustion air
preheater kurang efektif (pada umumnya menggunakan recuperator).
recuperator)
7. Sistem pengaturan air pendingin kurang optimal (manual & throthling
control).
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-24
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-25
unbalance).
6. Laju air pendingin, sensor temperatur dan sistem pengendaliannya.
7. Frekwensi stagnasi dan idle running time yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu (perhari).
8. Kondisi peralatan listrik (motor auxiliaries) mencakup kualitas parameter
kelistrikan, kapasitas terpasang dan kapasitas operasi, pola operasi dan
kondisi mekanikal motor.
9. Sistem monitoring dan pengendalian operasi yang dipergunakan.
Berdasarkan hasil evaluasi kondisi industri baja yang ada dan hasil audit RC,
beberapa identifikasi peluang konservasi energi di RF/HTF adalah sebagai
berikut:
1. Perbaikan performa rolling mill melalui penggantian motor-motor AC
dengan motor DC.
2. Pemasangan peralatan voltage stabilizer dan kapasitor bank (package)
untuk menjaga stabilitas tegangan dan menaikkan faktor daya di rolling
machine.
3. Pemisahan jalur distribusi listrik rolling mill.
4. Secara terus-menerus melakukan analisis kualitas dan pengaturan laju
air pendingin rolling mill untuk mendapatkan gradien penurunan
temperatur material selama proses rolling (Aplikasi VSD control).
5. Meningkatkan kecepatan proses rolling.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-26
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-27
Log
Log Yard
Debarking
Chipping
Chip Screening
Chip Storage
B. Pulping
Selama proses pembuatan pulp, serpih kayu dipisahkan menjadi serat individu
untuk menghilangkan lignin. Ada lima jenis pembuatan pulp, yaitu kimia,
mekanis, semi-kimia, daur ulang dan lainnya (misalnya dissolving). Proses
pembuatan pulp yang paling umum adalah proses kimia (yaitu kraft, soda dan
sulfit).
Proses pembuatan chemical pulp menggunakan bahan kimia white liquor berupa
natrium hidroksida (NaOH) dan sodium sulfida (Na2S) sebagai bahan kimia aktif.
Proses memasak dapat dilakukan baik dalam digester batch atau dalam digester
kontinyu. Pada proses pemasakan dengan batch digester, serpihan kayu white
liquor dan weak black liquor dimasukkan ke dalam bioreaktor batch dan
dipanaskan hingga mencapai temperature pemasakan (cooking) yaitu sekitar
55 -175 oC . Pada proses pemasakan secara kontinu, serpihan kayu dan white
liquor dipanaskan dan dimasak secara bertahap pada stage yang berbeda dan
dipanaskan hingga mencapai temperature pemasakan. Pada proses pemasakan
kontinu, digester dipanaskan dengan menggunakan injeksi steam langsung
(direct steam injection) sehingga dapat menghemat konsumsi fresh steam secara
signifikan.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-28
Kedua jenis metode pemasakan dengan batch digester dan continues digester
memiliki keuntungan yang berbeda. Batch digester memiliki biaya kapital yang
rendah dan fleksibilitas produk yang lebih bervariasi sedangkan continuous
digester lebih hemat tempat, lebih mudah dikontrol, tidak memerlukan banyak
operator dan lebih energi-efficient.
C. Bleaching
2.
3.
Nilai kalori atau energi yang terkandung dalam black liquor biasanya dapat
memenuhi seluruh kebutuhan energi listrik dan steam di industri pulp dan kertas.
Proses utama di chemicalrecovery adalah proses evaporasi black liquor, insinerasi
black liquor di recovery boiler dan kaustisasi.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-29
Kertas terbuat dari serat selulosa dengan tambahan substansi lainnya untuk
meningkatkan kualitas kertas yang diproduksi sesuai dengan grade yang
diinginkan. Pulp untuk pembuatan kertas dapat dibuat dari virgin fiber dengan
proses mekanik atau kimia atau dengan menggunakan kertas bekas (re-pulping
of recovered paper). Pada proses pembuatan pulp, material selulosa dipecah
menjadi serat-serat. Kayu merupakan bahan baku pembuatan kertas utama,
tetapi bahan baku lain seperti jerami, rumput, kapas dan material lainnya yang
mengandung material selulosa dapat juga digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kertas. Komposisi bahan baku akan sangat bergantung pada jenis
dan spesies kayu atau material, terutama untuk kandungan cellulose, ligin, dan
hemicellulose.
Kertas yang diproduksi dengan menggunakan kertas bekas akan melibatkan
proses pembersihan kontaminan akibat pemakaian sebelumnya dan dapat
melibatkan proses de-inking yang bergantung pada kualitas material dan kualitas
produk yang diinginkan. Produk kertas biasanya terdiri dari hingga 45% dari
beratnya terdiri dari filler,coating dan aditif lainnya.
Setiap jenis kertas yang diproduksi membutuhkan spesifikasi dan properti
tertentu, sehingga untuk tiap jenis kertas dapat berbeda dalam hal proses
manufakturnya.Dalam hal ini, jenis produk yang dihasilkan juga sangat
mempengaruhi penggunaan bahan baku dan konsumsi energi yang diperlukan
untuk memproduksi pulp dan kertas. Proses pembuatan pulp dan kertas dapat
dibedakan berdasarkan bahan baku dan metode yang digunakan pada
pengolahan bahan baku.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-30
A. Overview
Industri pulp dan kertas merupakan salah satu sektor industri dengan intensitas
energi yang tinggi. Karakteristik teknologi yang digunakan untuk industri pulp
dan kertas bergantung dari jenis bahan baku, proses pembuatan pulp dan jenis
produk akhirnya. Setiap proses pada pembuatan pulp dan kertas memerlukan
energi yang berasal dari bahan bakar seperti batubara, gas,minyak, listrik, black
liquor dan biomassa. Energi input tersebut digunakan untuk membangkitkan
steam atau listrik yang sebagian besar digunakan di proses pembuatan pulp dan
kertas.
Secara teori, produksi kertas dari pulp dapat didesain tanpa memerlukan
tambahan energi dari luar karena adanya pemanfaatan by product seperti black
liquor dan biomassa yang dapat digunakan untuk membangkitkan listrik dan
steam yang diperlukan di keseluruhan proses. Dari keseluruhan proses utama,
proses pengeringan merupakan tahap yang sangat boros energi. Secara teknis,
potensi untuk mengurangi penggunaan energi dapat mencapai 30% atau lebih,
tetapi potensi yang secara ekonomis dapat diterapkan hanya sekitar 15 20%.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-31
Gambar. 3.19. Distribusi energi pada masing masing proses industri pulp dan kertas
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-32
Dari
keseluruhan proses, penggunaan energi panas mencapai 70-80% dari total energi
yang dikonsumsi, dimana sebagian besar energi digunakan di proses pulping dan
pengeringan (drying). Steam dapat dibangkitkan dari black liquor dan tambahan
bahan bakar lainnya seperti batubara, minyak, gas dan biomassa. Untuk
integrated pulp and paper mill, biasanya energi listrik yang dapat dibangkitkan
sendiri (self-generated energy) mencapai 0-60% dari total konsumsi energi.
3.2.2 Gambaran Umum Distribusi Energy di Industri Pulp dan Kertas
A. Distribusi energi total pada proses pulp making
Distribusi energi pada pembuatan pulping terdiri dari wood preparation, cooking,
mill.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-33
C. Distribusi energi listrik dan thermal pada di Industri Pulp dan Kertas
Distribusi Energi Listrik
Berdasarkan data EPA report 4712, pemakaian energi dan steam pada industri
pulp dan kertas dengan proses bahan baku kayu dan bahan baku kertas cukup
bervariasi. Gambar 2.4 memberikan gambaran pemakaian energi listrik di industri
pulp dan kertas berbahan baku kayu, dimana energi listrik paling banyak
dikonsumsi di proses pembuatan kertas (papermaking). Sedangkan distribusi
energi listrik pada industri kertas dengan bahan baku kertas bekas ditunjukkan
pada gambar di bawah ini, dimana konsumsi energi listrik terbesar juga digunakan
di proses papermaking, dengan total konsumsi yang sangat signifikan, yaitu
sekitar 90 % dari total energi listrik yang digunakan di proses pembuatan kertas.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
1)
Kementerian Perindustrian
3-34
Gambar 3.22. Piechart distribusi energi listrik pada pembuatan kertas dengan
bahan baku kayu
Sumber: SEPA report 4712
Paper Machine
96%
3.23 Piechart distribusi energi listrik pada industri pulp dan kertas
Gambar 3.23.
dengan bahan baku kertas bekas
Sumber: SEPA report 4712
D. Distribusi Steam
Selain energi listrik, energi utama yang digunakan di proses pembuatan pulp dan
kertas adalah energi thermal dalam bentuk steam. Distribusi persentase konsumsi
energi thermal pada industri kertas dengan bahan baku kayu terlihat pada
gambar 3.24, sedangkan
angkan distribusi pemakaian steam pada industri kertas dengan
bahan baku kertas bekas diberikan di gambar 3.25.. Pada proses pembuatan pulp
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
1)
Kementerian Perindustrian
3-35
dan kertas, konsumsi energi thermal terbesar digunakan pada proses papermaking
yaitu pada tahap pengeringan kertas (drying) dengan persentase konsumsi untuk
bahan baku kayu dan kertas bekas masing-masing
masing masing sebesar 41% dan 96%.
Gambar 3.24. Piechart distribusi steam pada pembuatan kertas dengan bahan
baku kayu
Sumber: SEPA report 4712
Stock
Preparation
0%
Bleaching
0%
Washing dan
screening
0%
Paper Machine
96%
Gambar 3.25. Piechart distribusi steam pada pembuatan kertas dengan bahan
baku kertas bekas
Sumber: SEPA report 4712
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3.2.2
3-36
Menurut Direktori APKI tahun 2009, terdapat sekitar 81 industri pulp dan kertas
yang terdiri dari 3 industri pulp dan kertas terpadu, 2 industri pulp, dan 76 industri
kertas. Pada kegiatan Konservasi Energi dan Reduksi Emisi CO2 di Sektor Industri
Pulp dan Kertas oleh Kementerian Perindustrian, telah dilakukan audit energi dan
evaluasi di 15 industri obyek, yang terdiri dari 3 industri pulp dan kertas terpadu,
2 industri pulp dan 10 industri kertas.
Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri lahap energi. Berdasarkan
data pada 2010, diperoleh gambaran konsumsi energi di industri pulp dan kertas
seperti yang berikan pada tabel
sebesar 5.261.865 TOE (2010).
Industri
Pulp (ton)
Kertas (ton)
Produksi
Total
(ton)
Total
Energi
(TOE)
IKE (GJ/ton)
IPK1
388.906
388.906
284.292
30,61
IPK2
170.000
170.000
226.807
55,86
IPK3
128.524
128.524
25.203
8,21
IPK4
372.843
372.843
93.245
10,47
IPK5
59.145
59.145
30.890
21,87
IPK6
752.630
752.630
157.422
8,76
IPK7
1.441.510
1.441.510
536.773
15,59
IPK8
49.536
49.536
18.531
15,66
IPK9
32.380
32.380
3.508
4,54
IPK10
1.245.964
1.245.964
238.296
8,01
IPK11
48.320
48.320
11.844
10,26
IPK12
19.838
19.838
6.413
13,53
IPK13
2.304.343
726.350
3.030.693
1.466.184
20,25
IPK14
696.789
63.220
760.009
560.849
30,90
IPK15
2.070.000
833.444
2.903.444
1.601.609
23,10
Total
5.630.038
5.773.705
11.403.743
5.261.865
278
Rata-rata
1.126.008
444.131
760.250
261.447
19
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-37
Jenis bahan bakar utama yang digunakan di industri pulp dan kertas terdiri dari
bahan bakar fosil dan biomassa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Secara
keseluruhan, sumber energi terbesar berasal dari limbah pulping (biomassa dan
black liquor) dengan total konsumsi energi sebesar 3,06 juta TOE (58 %), diikuti
oleh bahan bakar fosil sebesar 2,15 juta TOE (40,9 %). Pembelian listrik dari PLN
hanya berkontribusi sebesar 43.342TOE (0,8 %) karena sebagian industri pulp dan
kertas tersebut telah memiliki pembangkit listrik sendiri untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Dari 15 industri pulp dan kertas obyek, terdapat 9 industri
pulp dan kertas yang memiliki pembangkit sendiri, baik dengan menggunakan
teknologi steam turbine maupun CHP.
Total 5,2 JUTA TOE
Electricity
(PLN)
0.8%
BBM
1.6%
Gas Alam
7.4%
Batubara
31.8%
Black Liquor
46.0%
Biomass
12.2%
Gambut
0.2%
Gambar.3.26. Distribusi konsumsi energy per jenis energi di Industri Pulp dan Kertas
Sumber: Data audit energy di industri pulp dan kertas (2010)
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-38
energy masih bergantung pada bahan bakar fosil yang didominasi oleh batubara
(59,8%) dan gas alam (36,2%).
Table 3.10. Persentase Penggunaan Energy di 12 Industry Pulp Dan Kertas Nasional
Industri
Produksi
(MT)
Persentase
Total
konsumsi
Konsumsi
Energi (TOE)
558.906
511.099
4.150.692
1.122.124
6.694.145
3.628.642
bahan bakar
fosil
5%
100%
(3 industri)
29%
Jenis Produk
Pulp
Market Pulp
18,5
680,0
Kertas
Corrugated
21,9
731,0
Cigarette
8,9
1.569
Container Board
7,1
531,7
Kertas Berharga
9,9
897,0
Liner
5,4
557,0
Newsprint
5,8
1.140,0
24,5
1.036,0
Kertas
6,6
642,6
Tissue
8,7
1.230,0
Pulp dan
Kertas
Pulp
Terintegrasi
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-39
steam dan energi mekanik yang berasal dari listrik. Dari keseluruhan proses,
penggunaan energi panas (steam) mencapai 70-80% dari total energi yang
dikonsumsi. Dari data tahun 2010, intensitas energi di industri pulp berdasarkan
penggunaan bahan bakar atau total energi input di industri pulp berada pada
kisaran 45-56 GJ/ton pulp (lihat Tabel 3.3). Sedangkan nilai IKE untuk pemakaian
listrik dan steam untuk energi listrik dan steam yang digunakan masingmasingsebesar 788 kWh/ton dan 13,5 GJ/ton. Gambar 3.2 memberikan
perbandingan nilai intensitas energi di tiap proses utama proses pulping. Dari
perbandingan intensitas energy, ternyata pada proses proses tertentu, industry
pulp dan industry pulp dan kertas terintegrasi sudah ada yang mencapai intensitas
untuk level best available technology (BAT). Dalam hal ini, upaya konservasi
energy dapat difokuskan pada proses yang masih memiliki intensitas energy yang
lebih tinggi dibandingkan level BAT.
Gambar 3.27. Perbandingan intensitas energi di industry pulp Indonesia dan world average
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-40
Jenis Kertas
Konsumsi
Konsumsi
Konsumsi
Konsumsi
Steam
Listrik
Steam
Listrik
(ton/ton)
(kWh/ton)
(ton/ton)
(kWh/ton)
Newsprint/ koran
4,4
939,1
2,2
1011,0
Cigarette
4,1
1750,0
N/A
1569,0
2,4
420,0
2,2
531,7
Pulp Kraft
2,2
468,0
2,3
478,4
1,7
600,0
1,6
571,0
Industri pulp dan kertas merupakan salah satu sektor yang menghasilkan emisi
gas rumah kaca akibat adanya penggunaan bahan bakar fosil. Pada sektor ini,
intensitas emisi CO2 yang dihasilkan bervariasi dan bergantung pada intensitas
konsumsi energi dan jenis bahan bakar yang digunakan. Gambar 3.4
menggambarkan persentase emisi CO2 di industri pulp dan kertas nasional,
dimana sumber emisi terbesar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan
kontribusi emisi sebesar 91% dari total emisi yang dihasilkan.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
Biomass
0.5%
Gambut
1.4%
Black Liquor
2.8%
Electricity
2.9%
3-41
Batubara
88.7%
Industri
Pulp
IPK1
IPK2
IPK3
IPK4
IPK5
IPK6
IPK7
IPK8
IPK9
IPK10
IPK11
IPK12
IPK13
IPK14
IPK15
Rata-rata
388.906
170.000
2.304.343
696.789
2.070.000
1.126.008
Paper
128.524
372.843
59.145
752.630
1.441.510
49.536
32.380
1.245.964
48.320
19.838
726.350
63.220
833.444
444.131
Produksi
(ton)
Emisi CO2
(Ton CO2 eq)
388.906
170.000
128.524
372.843
59.145
752.630
1.441.510
49.536
32.380
1.245.964
48.320
19.838
3.030.693
760.009
2.903.444
760.250
64.111
125.189
154.191
179.053
140.512
375.935
2.096.083
96.882
17.998
701.693
66.040
35.209
3.110.677
786.731
360.696
567.879
Faktor
Emisi
(Ton
CO2/ton
product)
0,16
0,74
1,20
0,48
2,38
0,50
1,45
1,96
0,56
0,56
1,37
1,77
1,03
1,04
0,12
1,02
Tabel 3.13 menggambarkan besar emisi CO2 dari 15 industri pulp dan kertas
obyek.Berdasarkan data audit energi pada 2010, diperkirakan produksi emisi dari
industri pulp dan kertas mencapai 8,3juta ton CO2 eq. Produksi emisi untuk
masing-masing klaster diberikan pada tabel 3.14.
2011
LAPORAN AKHIR
Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction In Industrial Sector (Phase 1)
Kementerian Perindustrian
3-42
Table 3.14 Produksi dan Intensitas Emisi di Industri Pulp dan Kertas
Range
Industri
Produksi
CO2 Emission
Intensitas
(MT)
558.906
189.300
4.150.692
3.863.596
6.694.145
4.258.103
Terpadu (3 industri)
0,16 -0,7
0,4-2,4
0,13 - 1,04
Dengan membandingkan nilai emisi CO2 padatTabel 3.14, maka dapat dilihat
bahwa tingkat intensitas emisi CO2 eq di industri pulp dan industri pulp dan
kertas tergolong sangat rendah karena penggunaan sebgaian besar energi yang
berasal dari biomassa dan black liquor yang bersifat carbon neutral (sumber
biogenic). Sebaliknya, tingginya intensitas emisi industri kertas disebabkan
ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil.
2011