PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat
tanduk/keratin (misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku),
yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.1,2 Dermatofit merupakan
kelompok jamur yang meiliki kemampuan membentuk molekul yang berikatan
dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk membentuk
kolonisai.2 Sebagian besar jamur ini berada di tanah dan terlibat dengan
dekomposisi, namun dermatofita dapat menginfeksi host hidup. 3 Secara klinis
dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa, tinea corporis, tinea
imbrikata, tinea cruris, tinea unguium, tinea pedis, dan tinea barbae dan tinea
manum.1,2,3
Tinea Kapitis (Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans) adalah infeksi dermatofit pada kepala, alis mata dan bulu mata karena
spesies Microsporum dan Trichophyton. Penyakitnya bervariasi dari kolonisasi
subklinis non inflamasi berskuama ringan sampai penyakit yang beradang
ditandai dengan produksi lesi kemerahan berskuama dan alopesia (kebotakan)
yang mungkin menjadi beradang berat dengan pembentukan erupsi kerion
ulseratif dalam. Ini sering menyebabkan pembentukan keloid dan skar dengan
alopesia permanen. Tipe timbulnya penyakit tergantung pada interaksi pejamu dan
jamur penyebab.4
Insisden tinea capitis masih belum diketahui, tetapi penyakit ini sangat
sering ditemukan pada anak usia 3 - 14 tahun. Tinea capitis lebih sering terjadi
pada anak-anak keturunan Afrika-Amerika, dimana transmisi meningkat dengan
menurun kebersihan seseorang, kepadatan, dan status sosial ekonomi rendah.4,5
Terdapat tiga langkah utama terjadinya infeksi dermatofit, yaitu perlekatan
dermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan di antara sel, serta terbentuknya
respon pejamu.2
Patogenesis dermatofitosis tergantung pada factor lingkungan, hygiene
perseorangan, sumber penularan, penggunaan obat-obatan steroid, antibiotik dan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata
dan bulu mata yang disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan
Trichophyton dengan kecenderungan untuk menyerang batang rambut dan
folikel. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang
yaitu
T.tonsurans,
T.soudanense,
T.violaceum,
T.yaoundei,
b. Kerion
beberapa
diagnosa
banding
untuk
Tinea
kapitis
diantaranya yaitu :
1. Alopesia Areata
Ditandai dengan adanya bercak dengan kerontokan rambut pada kulit
kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Pada tepi daerah yang botak ada
rambut yang terputus, eritematus pada stadium permulaan, jarang ada
skuama dan rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah
dicabut, biasanya sisa rambut terlihat seperti tanda seru.4,12
10
Dermatitis Atopi
Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala
dengan skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan
dengan kerontokan rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder
karena garukan kepala yang gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di
daerah lain.4
11
Gambar 5 : Psoriasis10
4. Dermatitis Seboroik
Keradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau
sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar
sebasia. Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak,
rambut yang terkena biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak
patah. Distribusi umumnya di kepala, leher dan daerah-daerah
pelipatan.4
12
Gambar 5 : Trikotilomania10
13
14
15
griseofulvin. Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea
kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.16
1) Griseofulvin
Merupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin
sebagai fungistatik dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA, menghambat
sintesis asam nukleat, microtubular assembly, dan merusak sintesis
dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah 20mg/kg/hari
untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau
0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama
pengobatan umumnya 6-12 minggu. Terapi tergantung pada organisme
(isalnya infeksi T. tonsurans mungkin memerlukan pengobatan jangka
panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu. Efek samping termasuk
mual dan ruam pada 8 15 % . 1,5,15,17
Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut
dalam air dan absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk
mempertinggi absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersamasama makanan yang banyak mengandung lemak seperti susu, kacang,
mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun keluhan
utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat
berupa gangguan traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare.
Griseovulvin juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi
hepar. 1,5,15,17
2) Antijamur Golongan Azole1,5,15,17
Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole
dan flukonazole. Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan
ergosterol dalam jamur dengan inhibitor sitokrom p450-dependent
enzymes di dalam membran sel.
Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg /
kg/hari selama empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari.
Itraconazole memiliki spektrum yang sangat luas terhadap jamur ,
16
1,5-6
mg/kg/hari.
Penggunaan
flukonazol
merupakan
17
2.9 Prognosis
Rekurensis biasanya tidak timbul jika pemberian obat griseovulfin,
flukonazol, atau terbiafin diberikan secara adekuat, meskipun paparan orang
yang terinfeksi, simptomatik carrier, dan kontaminasi dari fomites akan
meningkatkan terjadinya relaps. Tanpa pengobatan dapat sembuh spontan
hingga usia sekitar 15 tahun, kecuali dengan T. Tonsurans, yang sering
berlanjut ke masa dewasa.7
Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu,
biasanya permulaan dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini
selesainya penyakit, yaitu yang zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T.
verrucosum). Infeksi ektotrik sembuh selama perjalanan normal penyakit
tanpa pengobatan. Namun pasien menyebarkan jamur penyebab kelain anak
selama waktu infeksi.4
Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung sampai
dewasa. T. violacaum, T. tonsurans menyebabkan infeksi tetap, pasien
menjadi vektor untuk menyebarkan penyakit dalam keluarga dan
masyarakat1, pasien seharusnya cepat diobati secara aktif untuk mengakhiri
infeksinya dan mencegah penularannya.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U., Soepardiman L. 2010. Dermatofitosis, Tinea Kapitis. Dalam
: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI.
2. Kurnia, Cita Rosita. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR : Surabaya.
3. The Center For Food Security & Public Healt. 2014. Dermatohytpsis.
Available
from
18
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/dermatophytosis.pdf.
Accessed on, November 04, 2014.
4. Suryoso, Surnayo. Tinea Capitis Pada Bayi Dan Anak. Departemen/SMF
kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga :
Surabaya
5. Wolff K, Goldsmith LA, dkk. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 7th ed. Mc Graw Hill : New York
6. Kao
Grace
F.
Tine
Capitis.
Available
from
Higgins, E.M., Fuller, L.c., Smith, C.H. 2000. Guidelines for The
http://www.mycology.adelaide.edu.au/downloads/Tinea
19
17. Moriarty, Blaithin., Hay, Roderick., Jones, R.M. 2012. The Diagnosis and
Management of Tinea. Dermatology Departemen, Kings College Hospital
; London.
20