Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat
tanduk/keratin (misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku),
yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.1,2 Dermatofit merupakan
kelompok jamur yang meiliki kemampuan membentuk molekul yang berikatan
dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk membentuk
kolonisai.2 Sebagian besar jamur ini berada di tanah dan terlibat dengan
dekomposisi, namun dermatofita dapat menginfeksi host hidup. 3 Secara klinis
dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa, tinea corporis, tinea
imbrikata, tinea cruris, tinea unguium, tinea pedis, dan tinea barbae dan tinea
manum.1,2,3
Tinea Kapitis (Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans) adalah infeksi dermatofit pada kepala, alis mata dan bulu mata karena
spesies Microsporum dan Trichophyton. Penyakitnya bervariasi dari kolonisasi
subklinis non inflamasi berskuama ringan sampai penyakit yang beradang
ditandai dengan produksi lesi kemerahan berskuama dan alopesia (kebotakan)
yang mungkin menjadi beradang berat dengan pembentukan erupsi kerion
ulseratif dalam. Ini sering menyebabkan pembentukan keloid dan skar dengan
alopesia permanen. Tipe timbulnya penyakit tergantung pada interaksi pejamu dan
jamur penyebab.4
Insisden tinea capitis masih belum diketahui, tetapi penyakit ini sangat
sering ditemukan pada anak usia 3 - 14 tahun. Tinea capitis lebih sering terjadi
pada anak-anak keturunan Afrika-Amerika, dimana transmisi meningkat dengan
menurun kebersihan seseorang, kepadatan, dan status sosial ekonomi rendah.4,5
Terdapat tiga langkah utama terjadinya infeksi dermatofit, yaitu perlekatan
dermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan di antara sel, serta terbentuknya
respon pejamu.2
Patogenesis dermatofitosis tergantung pada factor lingkungan, hygiene
perseorangan, sumber penularan, penggunaan obat-obatan steroid, antibiotik dan
1

sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi organisme, lokasi infeksi serta


respon imun dari pasien.2
Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahmerahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut
kerion. Dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai tiga bentuk yaitu gray
patch, kerion, dan black dot ringworm. Untuk menegakkan diagnosis maka
dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti lampu wood, kultur, microskopis
menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan pada lesi.1,2,4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata
dan bulu mata yang disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan
Trichophyton dengan kecenderungan untuk menyerang batang rambut dan
folikel. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang

disebut kerion. Beberapa sinonim digunakan, termasuk ringworm of the


scalp dan tinea tonsurans.1,5,6
2.2 Epidemologi
Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang
penting, dimana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih
banyak dari wanita.2 Namun demikian tinea kapitis karena T. tonsurans lebih
sering pada wanita dewasa dibandingkan laki-laki dewasa, dan lebih sering
terjadi pada anak-anak.2,8 Insisden tinea capitis masih belum diketahui, tetapi
penyakit ini sangat sering ditemukan pada anak usia 3 - 14 tahun.4,5
Predileksi usia ini mungkin sebagian akibat dari sifat fungistatic asam lemak
dalam sebum pascapubertas.5,9 Untuk alasan yang tidak diketahui, tinea
capitis adalah lebih sering terjadi pada anak-anak keturunan AfrikaAmerika.5 Transmisi meningkat dengan menurun kebersihan seseorang,
kepadatan, dan status sosial ekonomi rendah. Jamur penyebab tinea kapitis
ditemukan pada sisir, topi, sarung bantal, mainan anak-anak atau bahkan
kursi di gedung teater Pemakaian bahan-bahan material yang sifatnya
oklusif, adanya trauma, dan pemanasan dapat meningkatkan temperatur dan
kelembaban kulit meningkatkan kejadian infeksi tinea.2,4,5
Insiden penyakit ini sepertinya meningkat di amerika utara dan
eropa. Di Negara eropa seperti euthopia, dimana akses perawatan medis
yang sulit tingkat infeksi telah mencapai lebih dari 25%. Pathogen yang
dominan bervariasi sesuai lokasi geografis. Di amerika utara dan inggris
jamur antropolitik seperti Trichophiton tonsurans ditemukan pada 90%
kasus. Jamur zooofilik seperti microsporum canis ditemukan di eropa
terutama di mediterana dan eropa tengah.10
2.3 Etiologi
Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Dari ketiga genus
tersebut telah ditemukan 41 spesies, terdiri dari 17 spesies Microsporum, 22
3

spesies Trichophyton, 2 spesies Epidermophyton. Dari 41 spesies yang telah


dikenal, 17 spesies diisolasi dari infeksi jamur pada manusia, 5 spesies
Microsporum menginfeksi kulit dan rambut, 11 spesies Trichophyton
meninfeksi kulit, rambut dan kuku, 1 spesies Epidermophyton menginfeksi
hanya pada kulit dan jarang pada kuku. Spesies terbanyak yang menjadi
penyebab dermatofitosis di Indonesia adalah: Trichophyton rubrum (T.
rubrum), berdasarkan penelitian di RS Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta
tahun 1980. Pada penelitian yang dilakukan di Surabaya pada 20062007
ditemukan spesies terbanyak yang berhasil dikultur adalah M. audiouinii
(14,6%), T. rubrum (12,2%), T. mentagrophytes (7,3%).1,2
Tinea capitis, yang paling sering terlihat pada anak-anak, adalah
infeksi dermatofita dari rambut dan kulit kepala. Organisme utama yang
terlibat dalam kondisi ini berbeda tergantung area geografis. M. canis,
spesies zoofilik, sering diisolasi dari kasus tinea kapitis di benua Eropa;
Namun, dermatofit anthropophilic T. tonsurans bertanggung jawab untuk
kebanyakan kasus di AS dan Inggris. Organisme antrophilic lainnya, yang
penting bervariasi setiap daerah, termasuk T. violaceum, M. audouinii, T.
schoenleinii, T. megninii, T. soudanense dan lain-lain. Organisme zoofilik T.
mentagrophytes, T. verrucosum, M. persicolor dan spesies lainnya, serta
organisme geophilic M. gypseum dan M. nanum(jarang), telah diisolasi dari
beberapa kasus.
2.4 Patogenesis
Infeksi dimulai dengan invasi pada pada kulit kepala oleh hifa, yang
kemudian menyebar ke bawah ke dinding berkeratin folikel rambut. Infeksi
rambut terjadi tepat di atas akar rambut. Hifa bertumbuh ke bawah pada
bagian rambut yang tidak hidup sama cepatnya dengan pertumbuhan rambut
ke atas. Sebagian memasuki batang rambut (endodotrix), yang dapat
membuat rambut mudah patah didalam atau pada permukaan folikel
rambut.10,11
Berdasarkan patogenesisnya tinea kapitis dapat dijelaskan sebagai
berikut:10

a. Lesi non inflamasi; disebabkan invasi jamur ke batang rambut terutama


oleh M.audouini dan penularan dari anak ke anak melalui alat cukur
rambut, penggunaan topi dan sisir yang sama. M.canis dapat ditularkan
melalui hewan peliharaan ke anak, dan anak-anak.
b. Lesi inflamasi; disebabkan oleh T. tonsurans, M. canis, T. verrucosum ,
dan lain-lain. Spora masuk melalui celah di batang rambut atau kulit
kepala sehingga menyebabkan infeksi klinis.
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan jenis invasi rambut, imun
tubuh, dan tingkat respons inflamasi. Berdasarkan invasinya infeksi jamur
dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 10
a. Endothrix; infeksi di dalam batang rambut tanpa merusak kutikula,
biasanya oleh Trchophyton spp yang ditandai dengan adanya rantai spora
yang besar.
b. Ecthotrix; infeksi terjadi di batang rambut luar dan menyebabkan
kerusakan kutikula. Biasanya disebabkan oleh Microsporum spp.
Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel
stratum korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang
rambut dari pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke
folikel untuk menembus korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai
korteks rambut sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan
rambut yang diambil akan ditemukan arthroconidia dan dapat juga
ditemukan hifa intrapilari. Jenis ectothrix yang dapat menyebabkan Tinea
kapitis

yaitu

T.tonsurans,

T.soudanense,

T.violaceum,

T.yaoundei,

T.gourvilii, atau T.rubrum (jarang).5


Berdasarkan terjadinya penularan dermatofitosis melalui tiga cara,
yaitu :2
a. Antropofilik (transmisi dari manusia ke manusia) : Ditularkan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan
udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan
(silent carrier).
b. Zoofilik (transmisi dari hewan ke manusia) : Ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi
dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah / tempat
5

tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan


utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
c. Geofilik (transmisi dari tanah ke manusia) : Secara sporadis menginfeksi
manusia dan menimbulkan reaksi radang.
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat
mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus
mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta
kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan
dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan
biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi
jaringan atau radang.2
Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu:
perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta
pembentukan respon pejamu.2

2.5 Gejala Klinis


Gambaran klinis tinea capitis bermacam-macam, mulai yang hanya
dermatosis tanpa radang yang bersisik yang mirip dengan dermatitis
seboroik sampai penyakit keradangan dengan lesi eritematosa bersisik
disertai kerontokan rambut alopesia) yang bisa berkembang menjadi
keradangan berat yang dalam disertai pembentukan abses yang bisa
mengakibatkan terjadinya pembentukan jaringan parut dan alopesia
permanen. Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada interaksi antara
hospes dan jamur penyebabnya. Secara umum gejala klinis tinea capitis
berupa gatal-gatal, ketombe, benjolan kecil di kulit dan rontoknya tambut.11
Menurut etiologinya, manifestasi klinis tinea capitis yaitu :5
a. Bentuk Non- inflamasi
Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, Microsporum
audouinii di Amerika dan Eropa namun sekarang jarang atau Microsporum
ferrugineum di Asia. Lesi mula-mula berupa papula kecil yang eritematus,

mengelilingi satu batang rambut yang meluas sentrifugal mengelilingi


rambut-rambut sekitarnya. Biasanya ada skuama, tetapi peradangan
minimal. Rambut-rambut pada daerah yang terkena berubah menjadi abuabu dan kusam dibungkus artrokonidia dan patah beberapa milimeter diatas
kepala. Seringkali lesinya tampak satu atau beberapa daerah yang berbatas
jelas pada daerah oksiput atau leher belakang. Kesembuhan spontan
biasanya terjadi pada infeksi Microsporum. Ini berhubungan dengan
mulainya masa puber yang terjadi perubahan komposisi sebum dengan
meningkatnya asam lemak-lemak yang fungistatik, bahkan asam lemak yang
berantai medium mempunyai efek fungistatik yang terbesar.
b. Bentuk Inflamasi
Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (Microsporum canis)
atau geofilik (Microsporum gypseum). Peradangannya mulai dari folikulitis
pustula sampai kerion yaitu pembengkakan yang dipenuhi dengan rambutrambut yang patah-patah dan lubang-lubang folikular yang mengandung
pus. Inflamasi seperti ini sering menimbulkan alopesia yang sikatrik. Lesi
peradangan biasanya gatal dan dapat nyeri, limfadenopati servikal, panas
badan dan lesi tambahan pada kulit halus.
c. Tinea Kapitis Black Dot
Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu
Trichophytononsurans atau Trichophyton violaceum. Rontok rambut dapat
ada atau tidak. Bila adakerontokan rambut maka rambut-rambut patah pada
permukaan kepala hingga membentuk gambaran kelompok black dot.
Biasanya disertai skuama yang difus; tetapi peradangannya bervariasi dari
minimal sampai folikulitis pustula atau lesiseperti furunkel sampai kerion.
Daerah yang terkena biasanya banyak atau poligonal dengan batas yang
tidak bagus, tepi seperti jari-jari yang membuka. Rambut-rambut normal
biasanya masih ada dalam alopesianya.
Referensi lain menyebutkan di dalam klinik tinea kapitis dapat di
lihat sebagai tiga bentuk yang jelas:1

a. Grey Patch Ringworm


Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya
disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak - anak.
Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini
melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan
penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu - abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah
tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.
Tempat - tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat
dalam klinik tidak menunjukkan batas - batas daerah sakit dengan pasti.
Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau
kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas - batas grey tersebut.
Pada kasus - kasus tanpa keluhan, pemeriksaan dengan lampu wood ini
banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh
Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan ringan, jarang
dapat terbentuk kerion.

Gambar 1. Grey Patch Ringworm 10

b. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis,


berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel
radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan
Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak
kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat
menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut
yang menonjol kadang - kadang dapat terbentuk.

Gambar 2 : Severe Inflammatory kerion on scalp10

c. Black Dot Ringworm


Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton
tonsurans dan Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran
klinisnya menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum.
Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora.
Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran
khas, yaitu black dot, ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang kadang masuk ke bawah permukaan kulit.

Gambar 3 : Black dot ringworm10


2.6 Diagnosis Banding
Diagnosa banding pada Tinea kapitis merupakan semua kondisi yang
menyebabkan kebotakan tidak merata dengan inflamasi pada perubahan
kulit kepala.8Berbagai kelainan pada kulit kepala berambut harus dibedakan
dengan tinea kapitis. Pada umumnya, pemeriksaan dengan lampu wood pada
kasus-kasus tertentu dan pemeriksaan langsung bahan klinis dapat
menentukan diagnosis.1
Adapun

beberapa

diagnosa

banding

untuk

Tinea

kapitis

diantaranya yaitu :
1. Alopesia Areata
Ditandai dengan adanya bercak dengan kerontokan rambut pada kulit
kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Pada tepi daerah yang botak ada
rambut yang terputus, eritematus pada stadium permulaan, jarang ada
skuama dan rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah
dicabut, biasanya sisa rambut terlihat seperti tanda seru.4,12

10

Gambar 4 : Alopesia Areata : Solitary Lession10


2.

Dermatitis Atopi
Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala
dengan skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan
dengan kerontokan rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder
karena garukan kepala yang gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di
daerah lain.4

Gambar 5 : Dermatitis Atopi10


3. Psoriasis

11

Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis di kulit, plak eritematos


berbatas jelas dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya,
rambut-rambut tidak patah. Kepadatan rambut berkurang di plak
psoriasis dan sering lesi psoriasis anak terjadi pada kepala saja, maka
kelainan kuku dapat membantu diagnosis psoriasis.4

Gambar 5 : Psoriasis10
4. Dermatitis Seboroik
Keradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau
sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar
sebasia. Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak,
rambut yang terkena biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak
patah. Distribusi umumnya di kepala, leher dan daerah-daerah
pelipatan.4

12

Gambar 5 : Dermatitis Seboroik10


5. Trikotilomania
Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas karena
pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang rambut
berukuran macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di
kepala atas, daerah oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan
tangan dominannya.4

Gambar 5 : Trikotilomania10

2.7 Penegakan Diagnosis


Penegakan diagnosis pada umumnya dilakukan secara klinis, dapat
diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopis, kultur, dan pemeriksaan dengan
lampu wood pada spesies tertentu.2
a. Gejala Klinis4

13

Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila : Pada anak-anak


dengan kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal posterior atau
limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustul atau
abses, dissecting cellulitis atau black dot.
b. Pemeriksaan penunjang4
1) Pemeriksaan Lampu Wood
Rambut yang tampak dengan jamur M. canis, M. audouinii dan
M. ferrugineum memberikan fluoresen warna hijau terang oleh karena
adanya bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis pada manusia
memberikan fluoresen negatif artinya warna tetap ungu yaitu M.
gypsium dan spesies Trichophyton (kecuali T. schoenleinii penyebab
tinea favosa memberi fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi
oleh jamur yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi.
2) Pemeriksaan sediaan KOH
Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Juga kasa
basah digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek
patahan rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas
selain skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya
potongan rambut pada kepala6 harus termasuk akar rambut, folikel
rambut dan skuama kulit12. Skuama kulit akan terisi hifa dan
artrokonidia11. Yang menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia
oleh karena rambut-rambut yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi
jamur7. Pada pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut
ektotrik yaitu pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut
atau tepat dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada
infeksi endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan
miselium didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.
3) Kultur
Spesies dermatofit perlu dibiakkan supaya dapat dikenali.
Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan digosokkan
diatas kepala yang berskuama7 atau dengan sikat gigi steril dipakai untuk

14

menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di kepala, atau


pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur. Spesimen yang
didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic (Sabourraud
dextrose agar + khloramfenikol + sikloheksimid) atau Dermatophyte test
medium (DTM). Perlu 7 - 10 hari untuk mulai tumbuh jamurnya.
Dengan DTM ada perubahan warna merah pada hari 2-3 oleh karena ada
bahan fenol di medianya, walau belum tumbuh jamurnya berarti jamur
dematofit positif.
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan
sistemik, pengobatan topikal dan tindakan preventif. Tujuan pengobatan
adalah untuk mencapai klinis dan kesembuhan secepat mungkin serta
mencegah penyebaran.1,4,15,16
a. Terapi Topikal
Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal
dalam pengobatan tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi
penularan kepada orang lain dengan menurunkan pertumbuhan spora jamur.
Selenium sulfida, shampo ketokonazol dan shampo povidone iodine
digunakan seminggu 2-3 kali, untuk mengurangi spora jamur dan
infeksivitas. Pada saat menggunakan shampo sebaiknya didiamkan selama 5
menit sebelum dibilas. Penggunaan obat-obat topikal konvensional yang
digunakan misalnya asam salisilat 2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%,
vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna (hijau brilian 1% dalam
cat Castellani) dikenal banyak ibat topikal baru. Obat-obat baru ini
diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol,
siklopiroksolamin dan naftifine masing-masing 1%. 1,4,15,16
b. Terapi Oral
Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut. Gold
standar terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah

15

griseofulvin. Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea
kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.16
1) Griseofulvin
Merupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin
sebagai fungistatik dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA, menghambat
sintesis asam nukleat, microtubular assembly, dan merusak sintesis
dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah 20mg/kg/hari
untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau
0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama
pengobatan umumnya 6-12 minggu. Terapi tergantung pada organisme
(isalnya infeksi T. tonsurans mungkin memerlukan pengobatan jangka
panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu. Efek samping termasuk
mual dan ruam pada 8 15 % . 1,5,15,17
Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut
dalam air dan absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk
mempertinggi absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersamasama makanan yang banyak mengandung lemak seperti susu, kacang,
mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun keluhan
utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat
berupa gangguan traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare.
Griseovulvin juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi
hepar. 1,5,15,17
2) Antijamur Golongan Azole1,5,15,17
Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole
dan flukonazole. Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan
ergosterol dalam jamur dengan inhibitor sitokrom p450-dependent
enzymes di dalam membran sel.
Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg /
kg/hari selama empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari.
Itraconazole memiliki spektrum yang sangat luas terhadap jamur ,

16

termasuk aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien dengan


gagal jantung kongestif.
Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik
dapat diberikan obat sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada
pagi hari setelah makan. Kontraindikasi ketokonazol adalah pada penderita
kelainan hepar.
Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai
organismeyang berbeda termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum.
Flukonazol, berbeda dengan antijamur azol lainnya karena sangat larut
dalam air dan memiliki bioavailabilitas yang sangat baik. Dosis flukonazol
berkisar

1,5-6

mg/kg/hari.

Penggunaan

flukonazol

merupakan

kontraindikasidalam kombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta


tidak dianjurkanpada pasien dengan penyakit hati atau disfungsi ginjal
atau dikombinasi dengan eritromisin
3) Terbinafine
Terbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan
Microsporum spp. Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur
spektrum. Terbinafine bekerja dengan memblok pembentukan ergosterol
pada membran sel jamur dengan menghambat squalene epoksidase yang
mengarah ke akumulasi squalene . Obat ini dimetabolisme di hati dan
diekskresikan terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau
dalam bentuk tablet (250mg) . Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia
( 125mg ). Dosis 62,5 mg-250 mg sehari tergantung pada berat badan atau
dosis dewasa adalah 250 mg sedangkan pada anak-anak digunakan
berdasarkan pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 40 kg
(125 mg/ hari) dan > 40 kg (250 mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan
selama 4 minggu, namun jika penyebabnya adalah T. tonsurans
membutuhkan pengobatan selama satu bulan. Efek samping terinafine
ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan gastrointestinal
seperti nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya
ringan. Sefalgia ringan dan dilaporkan 3,3-7% gangguan fungsi hepar.

17

2.9 Prognosis
Rekurensis biasanya tidak timbul jika pemberian obat griseovulfin,
flukonazol, atau terbiafin diberikan secara adekuat, meskipun paparan orang
yang terinfeksi, simptomatik carrier, dan kontaminasi dari fomites akan
meningkatkan terjadinya relaps. Tanpa pengobatan dapat sembuh spontan
hingga usia sekitar 15 tahun, kecuali dengan T. Tonsurans, yang sering
berlanjut ke masa dewasa.7
Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu,
biasanya permulaan dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini
selesainya penyakit, yaitu yang zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T.
verrucosum). Infeksi ektotrik sembuh selama perjalanan normal penyakit
tanpa pengobatan. Namun pasien menyebarkan jamur penyebab kelain anak
selama waktu infeksi.4
Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung sampai
dewasa. T. violacaum, T. tonsurans menyebabkan infeksi tetap, pasien
menjadi vektor untuk menyebarkan penyakit dalam keluarga dan
masyarakat1, pasien seharusnya cepat diobati secara aktif untuk mengakhiri
infeksinya dan mencegah penularannya.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U., Soepardiman L. 2010. Dermatofitosis, Tinea Kapitis. Dalam
: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI.
2. Kurnia, Cita Rosita. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR : Surabaya.
3. The Center For Food Security & Public Healt. 2014. Dermatohytpsis.
Available

from

18

http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/dermatophytosis.pdf.
Accessed on, November 04, 2014.
4. Suryoso, Surnayo. Tinea Capitis Pada Bayi Dan Anak. Departemen/SMF
kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga :
Surabaya
5. Wolff K, Goldsmith LA, dkk. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 7th ed. Mc Graw Hill : New York
6. Kao
Grace
F.
Tine
Capitis.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/1091351. Accessed on, November


03, 2014.
7. James, William D. Andrews Disease of The Skin, Clinical Dermatology,
Dalam : Tinea Capitis. 10th Ed. Elsevier Medical : New York.
8. Burns, Tony et all. Rooks Textbook of Dermatology, Dalam : Tinea
Capitis. 8th Ed. Wiley Blackwell.
9. Thakur, Rameshwari. 2013. Tinea Capitis in Botswana. Clinical, Cosmetik
and Investigational Dermatology. Departemen of Microbiology ;
Muzzaffarnagar Medical College : India.
10. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of
Clinical Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: New York.
11. Soedarto. 2012. Penyakit Zoonosis Manusia Ditularkan oleh Hewan,
Dalam : Gejala Klinis Ringworm. SaguNG Seto : Jakarta.
12. Soepardiman L. 2010. Kelainan Rambut, Alopesia Areata. Dalam : Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI.
13. Jawetz, Melnick, Aldeberg. 2013. Mikrobiologi Kedokteran, Dalam :
Mikologi Medis, Tinea Kapitis dan inea Barbae. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
14. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,. 2000.
Hal.
15.

Higgins, E.M., Fuller, L.c., Smith, C.H. 2000. Guidelines for The

Management of Tinea Capitis. British Journal of Dermatology. Available


from

http://www.mycology.adelaide.edu.au/downloads/Tinea

%20Capitis.pdf. Accessed on, November 10, 2014.


16. Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. 2004. Tinea Capitis. The Gulf Journal of
Dermatology and Venereology.

19

17. Moriarty, Blaithin., Hay, Roderick., Jones, R.M. 2012. The Diagnosis and
Management of Tinea. Dermatology Departemen, Kings College Hospital
; London.

20

Anda mungkin juga menyukai