Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Kesehatan
merupakan komponen penting selain dari pendidikan dan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk mencapai cita-cita dan tujuan bangsa. Tidak
terpenuhinya hak atas pelayanan kesehatan bagi masyarakat dapat menimbulkan efek negatif
bagi roda pemerintahan. Terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat akan menimbulkan
ancaman kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan pelayanan
kesehatan juga akan menimbulkan manfaat yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa
aspek kesehatan tidak hanya meliputi fisik, mental dan sosial saja melainkan juga meliputi
aspek ekonomi.
Pemenuhan hak atas kesehatan menjadi penting mengingat banyaknya peraturan
perundang-undangan yang menjamin terpenuhinya hak masyarakat dari segi kesehatan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagai dasar konsititusi mengatur
pemenuhan atas hak kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 28H ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi: Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu, pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia juga mengatur bahwa: Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak. Hal ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan di
Indonesia telah diatur dan diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi tertinggi di negara ini.
Regulasi lain yang menjadi dasar pemenuhan hak atas kesehatan bagi masyarakat
tersebut adalah dengan lahirnya Undang-Undang tentang Kesehatan. Undang-Undang yang
pertama kali berlaku adalah Undang-Undang Pokok Kesehatan Nomor 9 Tahun 1960,
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang tersebut dicabut

dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan pada
akhirnya pada tanggal 13 Oktober 2009 diundangkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang masih berlaku sampai saat sekarang. Dengan lahirnya UndangUndang tentang Kesehatan ini maka bermunculan peraturan perundang-undangan lain yang
berkaitan dengan bidang kesehatan seperti lahirnya Undang-Undang tentang Rumah Sakit,
Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang tentang Farmasi, UndangUndang tentang Narkotika, dan sebagainya.
Lahirnya berbagai macam regulasi tersebut menunjukkan perhatian yang serius dari
pemerintah dalam memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
memadai. Pemerintah merupakan penanggungjawab setiap unsur pembangunan. Oleh sebab
itu, pembangunan dibidang kesehatan juga merupakan salah satu tanggungjawab pemerintah
dalam menjalankan roda pemerintahan. Pemerintah bertanggungjawab untuk merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah
membedakan dengan rinci hal yang berkaitan dengan kesehatan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai
pedoman bagi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan. Dengan
adanya pembagian yang jelas antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
maka sudah seharusnya tugas dan fungsi peningkatan upaya kesehatan dapat berjalan
maksimal.
Urusan kesehatan merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar. Salah satu langkah yang dilakukan dalam proses peningkatan kesejahteraan
masyarakat adalah dengan upaya peningkatan kualitas kesehatan didaerah. Upaya kesehatan
dilakukan dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya
kesehatan tersebut mencakup:1

1. Pelayanan kesehatan promotif


1

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta, hlm. 51

Adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang


lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi atau meningkatkan
kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan preventif
Adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.
3. Pelayanan kesehatan kuratif
Adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan
untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit,
pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin.
4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif
Adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas
penderita kedalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dna masyarakat semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuannya.

Pembangunan kesehatan didaerah seringkali menemui kendala-kendala yang


menghambat proses peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan
saat ini antara lain:2
1. Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.
2. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah
penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu
yang bersamaan (double burden)
3. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.
4. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.
2

Upaya Peningkatan Kesehatan Masyarakat, http://ilmukesmas.com/upaya-peningkatan-kesehatanmasyarakat/, diakses tanggal 10 September 2015 .

5. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
6. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
7. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan
lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan
lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem
kesehatan kewilayahan.
8. Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya
manusia, standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat
tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem
informasi.

Salah satu usaha peningkatan kesehatan pada masyarakat tersebut dapat dilakukan
dengan cara menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang merata dan sesuai dengan
keinginan masyarakat yang dilayani. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.3
Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata merupakan
kewajiban pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan.
Tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan yang berkeadilan menyangkut penyebaran dan
akses atau kejangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya terdiri atas:4
1. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
2. pelayanan kesehatan masyarakat.
Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan menurut tingkat pelayanan yang dilakukan
meliputi:
1. pelayanan kesehatan tingkat pertama;
3
4

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta, hlm. 51.
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta, hlm. 57

2. pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan


3. pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

Berbagai masalah kesehatan memang masih terjadi di negara ini. Berdasarkan data
dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2012), terjadi peningkatan Angka
Kematian Ibu (AKI) yang mengkhawatirkan. 5 Selain itu, penurunan Angka Kematian Bayi
(AKB) masih terbilang lambat. Ini diperparah oleh disparitas yang terjadi antara kelompok
sosial ekonomi dan wilayah. Kondisi umum gizi masyarakat Indonesia juga masih sangat
memprihatinkan. Saat kekurangan gizi di masyarakat meningkat, kelebihan gizi juga ikut
meningkat. Belum lagi adanya beban ganda yang terjadi pada masyarakat dengan adanya
peningkatan penyakit tidak menular saat penyakit menular masih tinggi.
Permasalahan utama pelayanan kesehatan saat ini antara lain adalah masih tingginya
disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antara perkotaan
dengan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk dengan tingkat sosial ekonomi
tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan di kawasan perkotaan, cenderung lebih baik6.
Disparitas antar daerah terkait ketersediaan farmasi, alkes, dan pengawasan obat juga
masih sangat tinggi. Belum lagi distribusi tenaga kesehatan di Indonesia yang masih sangat
bermasalah. Berbagai masalah ini bisa terjadi dikarenakan masih sangat banyak kebijakan
publik yang dibuat tanpa berwawasan kesehatan. Anggaran kesehatan yang menurut UndangUndang minimal sebesar 5% di tingkat nasional dan 10% di daerah masih jauh dari harapan.
Data Kementerian Kesehatan Tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah fasilitas
kesehatan yang ada di Sumatera Barat sebagai berikut:7
Jumlah puskesmas di Provinsi Sumatera Barat:
5

Berdaulat untuk Sehat, Upaya Mencapai Kemerdekaan Sejati, http://jogjakartanews.com/baca/


2015/08/17/3253/berdaulat-untuk-sehat-upaya-mencapai-kemerdekaan-sejati, diakses tanggal 25
September 2015.
Masalah
Mendasar
Pelayanan
Kesehatan
Di
Indonesia,
http://fdwiyanto.blogspot.com/2011/10/masalah-mendasar-pelayanan-kesehatan-di.html, diakses
tanggal 1 September 2015.

Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Sumatera Barat,


http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/kunjungan-kerja/old/sumbar.pdf, diakses
tanggal 14 September 2015.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Kabupaten/Kota
Kepulauan Mentawai
Pesisir Selatan
Solok
Sijunjung
Tanah Datar
Padang Pariaman
Agam
Lima Puluh Kota
Pasaman
Solok Selatan
Dharmasraya
Pasaman Barat
Kota Padang
Kota Solok
Kota Sawahlunto
Kota Padang Panjang
Kota Bukittinggi
Kota Payakumbuh
Kota Pariaman
Jumlah

Rawat Inap
4
7
6
6
7
10
9
4
6
2
7
9
7
0
2
0
0
1
1
88

Non Rawat Inap


6
11
12
6
16
15
13
18
10
6
6
8
15
4
4
4
7
7
6
174

Jumlah
10
18
18
12
23
25
22
22
16
8
13
17
22
4
6
4
7
8
7
262

Jumlah rumah sakit di Provinsi Sumatera Barat:


KATEGORI
KEPEMILIKAN
RS PUBLIK Pemerintah
Kemkes
Pemda Provinsi
Pemda Kabupaten
Pemda Kota
Kementerian Lain
TNI/POLRI
Swasta Non Provit
RS PRIVAT SWASTA
BUMN
TOTAL

RS UMUM RS KHUSUS
24
2
1
1
1
1
12
0
6
0
0
0
4
0
11
9
3
11
1
0
39
22

TOTAL
26
2
2
12
6
0
4
20
14
1
61

Kota Pariaman merupakan salah satu kota di Sumatera Barat yang memberikan
perhatian khusus bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Pemenuhan
hak kesehatan bagi masyarakat diselenggarakan dengan upaya pembangunan kesehatan secara
menyeluruh dan berkesinambungan. Pembangunan kesehatan masyarakat sangat erat
kaitannya dengan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kesehatan itu sendiri.
Perkembangan sarana dan prasarana kesehatan di Kota Pariaman dalam tahun 20082012 berkembang cukup lambat8. Jumlah Rumah Sakit Umum di Kota Pariaman dari tahun
8

RPJMD Kota Pariaman Tahun 2013-2018

2008-2012 hanya terdapat 1 unit dan pemiliknya adalah Provinsi Sumatera Barat sedangkan
milik Pemko Pariaman belum ada sampai sekarang. Begitu juga halnya dengan Puskesmas,
dari tahun 2008-2012 Puskesmas yang dimiliki oleh Pemko Pariaman tetap sebanyak 6 unit.
Sedangkan jumlah sarana Poliklinik terjadi peningkatan dari tahun 2008-2012. Pada tahun
2008 jumlah Poliklinik di Kota Pariaman adalah 7 unit, tahun 2009 naik menjadi 13 unit dan
2010-2012 turun lagi menjadi sebanyak 10 unit. Namun kondisi sebaliknya terjadi kepada
jumlah sarana Pustu (Puskesmas Pembantu) pada tahun 2008 berjumlah 13 unit dan tahun
2009-2012 jumlah Pustu yang ada di Kota Pariaman berkurang menjadi sebanyak 12 unit.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 10 Tahun 2004 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Pariaman Tahun 2013-2018 (RPJMD 20132018), dinyatakan bahwa visi kota Pariaman adalah: Pariaman sebagai kota tujuan wisata
dan ekonomi kreatif berbasis lingkungan, budaya dan agama. Untuk melaksanakan visi
tersebut, maka ditetapkan misi pemerintah kota untuk jangka waktu lima tahun yakni tahun
2013-2018 yaitu: Membangun Sumberdaya Manusia yang Berkompetensi, Berbudaya,
Beriman dan Bertaqwa melalui Penguasaan Iptek serta Memiliki Etos Kerja yang
tinggi. Untuk mencapai sasaran yang dinyatakan pada misi tersebut ditempuh dengan strategi
meningkatkan kualitas dan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, meningkatkan
kualitas sarana dan prasarana kesehatan, dan meningkatkan kualitas pola hidup sehat
masyarakat.
Untuk mewujudkan visi dan misi yang berkaitan dengan kesehatan, dalam RPJMD
Kota Pariaman Tahun 2013-2018 sudah ditentukan arah kebijakan untuk melaksanakan
strategi tersebut yaitu meningkatkan kualitas akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan
yang bermutu, mudah, merata dan terjangkau, meningkatkan kuantitas dan kualitas serta
penyebaran tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan, melanjutkan program berobat gratis,
meningkatkan pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana pendukung kesehatan,
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan dalam berprilaku hidup
sehat dan bersih, meningkatkan kualitas lingkungan yang bersih melalui pelayanan sanitasi

dasar dan sanitasi umum, dan meningkatkan kualitas advokasi masyarakat dalam
pengembangan hidup sehat.
Sejalan dengan visi dan misi Kota Pariaman yang tertuang dalam RPJMD Kota
Pariaman Tahun 2013-2018, Kota Pariaman telah melakukan pembangunan dibidang
kesehatan guna mencapai kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan tersebut
dilakukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat yang
diselenggarakan melalui upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya
kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Akan tetapi pembangunan tersebut
masih belum optimal jika dilihat dari segi ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan di
Kota Pariaman.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintahan kota Pariaman terkait kondisi
fasilitas pelayanan kesehatan secara khusus dan pelayanan kesehatan secara umum yang ada
saat sekarang ini. Kepedulian Pemko Pariaman tersebut ditunjukkan dengan adanya keinginan
untuk menciptakan produk hukum daerah yang menjadi landasan hukum yang jelas dalam
pelaksanaan upaya kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan di Kota Pariaman.
Pemerintah daerah bersama dengan DPRD berkoordinasi untuk segera membentuk produk
hukum daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan upaya kesehatan dan penyediaan fasilitas
kesehatan ini diharapkan agar dapat mengatasi berbagai persoalan yang selama ini timbul
dalam penyelengaraan pelayanan kesehatan serta meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan secara tegas telah mengamanatkan bahwa penyusunan rancangan Peraturan Daerah
didahului dengan sebuah pengkajian yang mendalam, yang tertuang dalam Naskah Akademik.
Pada Pasal 56 undang-undang tersebut dinyatakan bahwasanya Rancangan Peraturan Daerah
disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Naskah akademik
merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya
terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan

Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Naskah Akademik dalam setiap rancangan
peraturan perundang-undangan dirasa penting karena dalam Naskah Akademik itulah akan
ditemui dasar-dasar kebenaran ilmiah baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis suatu
aturan yang akan ditetapkan. Selain itu, keberadaan Naskah Akademik dapat menjadi sumber
inspirasi bagi perancang agar memenuhi kriteria akademis, sehingga lebih akuntabel.
Dengan dibentuknya Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesehatan, diharapkan
upaya pembangunan kesehatan di Kota Pariaman dapat berjalan optimal dengan adanya
pelayanan kesehatan yang maksimal bagi masyarakat. Selain itu keberadaan dari Peraturan
Daerah ini hendaknya dapat meningkatkan kualitas akses masyarakat dalam pelayanan
kesehatan yang bermutu, mudah, merata dan terjangkau serta meningkatkan pembangunan
dan pengembangan sarana dan prasarana pendukung kesehatan. Dengan demikian hal yang
dituangkan dalam visi dan misi Kota Pariaman Tahun 2013-2018 dapat terpenuhi dengan
meningkatnya status kesehatan masyarakat kota Pariaman.

B. Identifikasi Masalah
Dalam rangka memberikan landasan ilmiah bagi penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pelayanan Kesehatan, maka dalam Naskah Akademik ini dilakukan
pengkajian dan penelitian yang mendalam mengenai berbagai permasalahan seperti:
1. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Kota Pariaman dalam rangka
meningkatkan kualitas kesehatan.
2. Kedudukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesehatan sebagai
dasar pemecahan masalah tersebut.
3. Pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesehatan.
4. Sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah
pengaturan dari Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesehatan.

C. Tujuan dan Kegunaan


Secara umum dapat dikemukakan kedudukan Naskah Akademik adalah sebagai berikut:
9

a.

Bahan awal yang memuat gagasan tentang urgensi, pendekatan, luas lingkup
dan materi muatan peraturan perundang-undangan;

b.

Bahan pertimbangan yang digunakan dalam prakarsa penyusunan peraturan


perundang-undangan;

c.

Bahan dasar bagi penyusunan peraturan perundang-undangan.

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Pariaman tentang Pelayanan


Kesehatan bertujuan untuk :
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
2. Merumuskan kedudukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan
masalah berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah berkaitan dengan
pelayanan kesehatan.
Kegunaan penyusunan Naskah Akademik Pelayanan Kesehatan ini adalah sebagai
acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

D. Metode Penelitian
Penyusunan Naskah Akademik menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
pada

dasarnya

penyusunan

merupakan suatu

Naskah

Akademik

kegiatan
yang

penelitian

berbasiskan

sehingga

digunakan

metode penelitian

metode

hukum

atau

penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan
metode yuridis empiris atau penelitian sosiolegal.
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi kepustakaan yang menelaah
(terutama) data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan,
perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil pengkajian,
dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara,
diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat. Sedangkan metode penelitian
yuridis empiris atau sosiolegal diawali dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap
10

Peraturan Perundang-undangan

(normatif)

yang

dilanjutkan

dengan

observasi yang

mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor non hukum yang
terkait

dan

yang

berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang diteliti.

Penelitian yuridis sosiologis (empiris) ini dapat diartikan sebagai penelitian yang menekankan
pada bekerjanya hukum dalam masyarakat baik di negara berkembang maupun di negara
maju yang sedang menghadapi persoalan tidak berlakunya hukum atau ketidakefektifan
hukum dalam mengendalikan perkembangan masyarakat.9
Penyusunan naskah akademik Kota Pariaman tentang Pelayanan Kesehatan ini pada
prinsipnya menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Penelitian hukum yuridis empiris
sangat berguna untuk menemukan bagaimana suatu aturan hukum berlaku di tengah
masyarakat atau bagaimana masyarakat memberlakukan suatu aturan hukum10. Dalam kosep
penelitian ini tidak melihat hukum sebagai suatu yang statis, melahirkan dinamis sesuai
dengan masyarakat serta memandang hukum sebagai suatu gejala sosial yang tunduk kepada
hukum dan konsep-konsep sosial.
Penyusunan naskah akademik ini diawali dengan penelitian secara normatif terhadap
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengaturan pelayanan kesehatan, hal ini
juga diikuti dengan penelitian terhadap data hukum sekunder dan tersier. Data hukum
sekunder, yaitu berupa bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum dan data
hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), eksiklopedia.
Kemudian penelitian naskah akademik dilanjutkan dengan observasi yang mendalam
serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor non-hukum yang terkait dan
yang berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan. Setelah melewati tahapan penelitian tersebut
kemudian naskah akademik dirumuskan secara final sebagai kerangka acauan dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesehatan.

9
10

Ade Saptomo, 2004, Sosiologi Hukum, Program Pascasarjana, Univesitas Andalas, Padang , hlm. 40
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

11

Anda mungkin juga menyukai