Anda di halaman 1dari 14

Pemetaan Pencemaran Air Tanah dengan Metode Very Low Frequency dan

Geolistrik di Desa Karangtengah, Batur, Banjarnegara


Afdhal, Nanang Suwandana, Diva Alfiansyah, Muchammad Reza Aditya, Abdul Rozak
Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Gadjah Mada

Abstrak
Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara memiliki ketinggian 2000 2100
mdpl dan terdiri atas 3 dusun, yaitu Pawuhan, Simpangan, dan Karangtengah. Khususnya di Dusun
Pawuhan pada kedalaman 5 10 m, dapat dengan mudah ditemukan air tanah. Awalnya dari hasil
sumur-sumur galian warga menghasilkan air yang bersih, jernih dan dapat dikonsumsi. Namun saat
ini air tersebut menjadi tidak dapat lagi dikonsumsi, karena air sumur tersebut berubah sifatnya
menjadi asin. Penyebab tercemarnya air tanah ini masih belum diketahui secara ilmiah. Hal ini terjadi
sampai saat sekarang ini. Sehingga warga mencari sumber air dari gunung sekitar yang dialiri dengan
pipa atau selang.
Berdasarkan kasus ini maka air yang tercemar tersebut dapat dipetakan dengan menggunakan prinsip
konduktivitas (daya hantar listrik) dan resistivitas (tahanan jenis yang didasari oleh metode
gelombang elektromagnetik dan geolistrik. Hasil pemetaaan tersebut dapat memberikan informasi
persebaran dari air yang tercemar, lalu dapat diketahui zona atau lokasi yang tidak tercemar, dengan
demikian maka warga dapat mendapatkan air bersih kembali pada zona yang tidak tercemar tersebut.
Hasil pengukuran menunjukkan terdapatnya batas antara air yang tercemar dan tidak tercemar dari
zona resistif dan konduktif. Berdasarkan pengukuran VLF, zona air yang tercemar memiliki nilai
konduktivitas (RAE) yang sedang pada rentang 0 sampai 9, sedangkan berdasarkan pengukuran
geolistrik ditunjukkan dengan nilai resistivitas yang cenderung rendah ke sedang yaitu pada rentang
12,60 31,62 ohm.m.

Kata kunci : Air tanah, Pemetaan, Geolistrik, Resistivitas, Konduktivitas

Pendahuluan
Air menjadi sumber daya alam yang penting
bagi manusia. Melonjaknya permintaan
sumber daya air membuat kondisi air di
permukaan bumi tidak mampu untuk
mencukupi kebutuhan dari berbagai sektor di
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
sumber daya air tanah menjadi salah satu
solusi dalam memenuhi kebutuhan akan air
bersih.

Air tanah merupakan sejumlah air di bawah


permukaan bumi yang dapat dikumpulkan
dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem
drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga
disebut aliran yang secara alami mengalir ke
permukaan tanah melalui pancaran atau
rembesan (Bouwer, 1978; Freeze dan Cherry,
1979; Kodoatie, 1996). Menurut Soemarto
(1989) air tanah adalah air yang menempati
rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan
tanah yang terletak di bawah permukaan tanah
dinamakan lajur jenuh (saturated zone), dan
lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh

sampai ke permukaan tanah, yang ronggarongganya berisi air dan udara.


Dusun Pawuhan, Desa
Karangtengah,
Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara,
Jawa Tengah merupakan salah satu desa yang
mengalami permasalahan menarik terkait air.
Penduduk dusun tersebut dapat dengan mudah
mendapatkan air tanah. Pada kedalaman 5
meter mereka sudah dapat menemukan sumber
air bersih. Saat ini air tanah tersebut sudah
tidak bisa lagi dikonsumsi karena rasa airnya
sudah berubah menjadi asin. Penyebab
perubahan rasa air tanah ini karena adanya
aktivitas pemboran sumur geothermal di arah
timur-selatan Dusun Pawuhan. Pada aktivitas
pemboran tersebut dilakukan pemisahan antara
uap dan air, dengan uap sebagai energi dan air
sebagai limbah. Air ini yang kemudian
mencemari sumur-sumur warga di sekitarnya
karena berdasarkan hasil uji kualitas air sudah
melebihi batas syarat air bersih.
Hal ini menjadi menarik dijadikan objek
penelitian, karena biasanya air yang tercemar
itu banyak ditemui pada daerah-daerah yang
terkena limbah sampah atau limbah pabrik
yang umumnya berada di dataran rendah. Beda
halnya pada Dusun Pawuhan ini, yang
pencemarannya terjadi di daerah gunung pada
ketinggian 2000 2100 mdpl.
Pemetaan geofisika dengan metode geolistrik
dan very low frequency (VLF) yang mencakup
daerah tercemar tersebut sangat diperlukan.
Respon yang didapat adalah nilai resistivitas
dan konduktivitas yang saling berbanding
terbalik. Nilai ini dapat mengidentifikasi
karakteristik pencemar air di bawah
permukaan dari model resistivitas dan
konduktivitas. Hasil dari pemetaan air
tercemar tersebut dapat menunjukkan batas air
yang tercemar dan tidak tercemar pada area
penduduk.

Dasar Teori
2.1. Metode Very Low Frequency (VLF)

Metode VLF adalah salah satu jenis metode


elektromagnetik (EM) yang bertujuan untuk
mengukur daya hantar listrik batuan dengan
cara mengetahui sifat sifat gelombang EM
sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan
dari induksi gelombang EM primer yang
berfrekuensi sangat rendah yaitu 10 30 KHz.
Rentang frekuensi tersebut digolongkan
kedalam kelompok Very Low Frequency
(VLF).
A. Perambatan Gelombang Elektromagnetik
dan Kedalaman Penetrasi Metode VLF
Pada kegiatan akuisisi data VLF, instrumen TVLF BRGM akan menghitung nilai parameter
sudut tilt dan eliptisitas dari pengukuran
komponen in-phase dan out-phase medan
magnet
vertikal
terhadap
komponen
horizontal.
Sudut
tilt
sama
dengan
perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase
dan eliptisitas E sama dengan perbandingan
komponen kuadraturnya. Gelombamg VLF
menjalar keseluruh dunia dengan nilai atenuasi
yang kecil. Gelombang EM primer
menginduksi benda konduktif dibawah
permukaan, sehingga akan menimbulkan arus
induksi (arus eddy). Arus induksi akan
menimbulkan medan sekunder yang dapat
ditangkap di permukaan. Pada pengukuran
dengan metode VLF apabila frekuensi <
100kHz arus pergeseran nilainya akan kebih
kecil dari arus konduksi karena konduktivitas
dielektrik batuan rata-rata cukup kecil dan
konduktivitas target VLF biasanya 10 -2 S/n.
Proses
perambatan
gelombang
elektromagnetik dapat dilihat pada gambar 1.
Alasan utama pemakaian gelombang VLF
karena gelombang VLF memiliki atenuasi
yang sangat kecil didalam perambatan antara
permukaan bumi dan ionosfer. Selain itu,
penetrasi gelombang VLF dapat menembus
40-50 meter di bawah permukaan laut.
Pemancar VLF terdiri dari medan listrik dan
medan magnet. Medan listriknya searah
dengan arah oropagasi pemancar sedangkan
medan magnet tegak lurus terhadap propagasi
gelombang
pemancar.
Penetrasi
yang

didapatkan dari survey VLF berkaitan dengan


besarnya skin depth. Skin depth sangat
bergantung pada resistivitas batuan, serta
frekuensi gelombang yang digunakan. Secara
matematis, skin depth dapat dicari dengan
menggunakan persamaan dibawah ini:

dengan:
Y(i) = sinyal output hasil filter
X(i+j) = sinyal input
M
= orde filter atau jumlah
titik yang digunakan dalam filter
D.

dimana adalah skin depth, adalah


resistivitas batuan, dan f adalah frekuensi
gelombang VLF yang digunakan ketika survey
sedang berlangsung.
B.

Mode Tilt angle

Proses pengambilan data dengan metode VLF


menggunakan mode tilt angle. Mode ini
digunakan untuk memperkirakan nilai
konduktivitas batuan yang tinggi sebagai
indikas zona tercemar dan dekonduktivitas
pada mode tilt angle menggunakan pemancar
yang letaknya sejajar dengan strike dengan
toleransi 450. Medan magnet primer yang
tegak
lurus
terhadap
struktur
akan
menimbulkan fluks yang maksimal sehingga
menimbulkan anomali yang jelas. Medan
magnet yang memilik komponen vertikal dan
horizontal akan membentuk sudut ellips.
Parameter kedua, elliptisitas digunakan untuk
membedakan konduktivitas yang baik dengan
konduktivitas buruk. Perbandingan sudut tilt
dari komponen vertikal (Hz) dan komponen
horizontal (Hx) dapat dilihat seperti gambar 2.
C.
Filter
Average)

Rerata

Bergerak

(Moving

Filter ini berfungsi untuk memperhalus data


hasil pengukuran. Pada filter ini, data dan
noise akan tersaturasi lebih banyak dengan
menggunakan orde yang lebih besar. Efek dari
proses
filter
rerata
bergerak adalah
mengilangkan anomali yang berasal dari noise
yang lokal.
Y(i)=

Filter Fraser

/Pengolahan filter fraser dilakukan setelah


filter rerata bergerak, fungsi dari filter fraser
adalah menetukan posisi dari taget anomali
dengan cara membandingkan cross-over tilt
dan
elips
menjadi
puncakan
untuk
mempermudah analisa. Anomali positif
menunjukkan posisi benda konduktif, dalam
pengolahan fraser data yang digunakan
minimal empat. Syarat filter fraser adalah
jarak spasi yang tetap yang dirumuskan :
Fraser1=
E.

Karous Hjelt

/Filter karous hjelt mampu memberikan


kedalaman sebenarnya dan rapat arus Ho yang
diturunkan dari magnitude komponen vertical
dari medan magnetik, dengan rumus :
H=0,102M1-0.059M2+0,561M30,561M5+0,059M6-0,102m7
Filter Karous hjelt dapat digunakan untuk
membuat kontur rapat arus equivalen pada
setiap lintasan.
2.2.
Metode Geolistrik
Metode geolistrik adalah salah satu metode
geofisika yang digunakan untuk menyelidiki
struktur bawah permukaan berdasarkan
perbedaan resistivitas batuan. Adapun sifat
kelistrikan batuan yang diperhitungkan
sebagai parameter fisis pada metode ini adalah
resistivitas atau tahanan jenis. Resistivitas
yang terbaca merupakan resistivitas semu
dimana merupakan turunan dari arus listrik
pada medium homogen setengah tak
berhingga.

Resistivitas batuan merupakan kemampuan


yang dimiliki oleh batuan untuk menghambat
listrik. Resistivitas batuan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang meliputi temperatur,
gradient tegangan, besar arus, kandungan air,
bahan kimia, kelembaban dan cuaca. Untuk
mengetahui harga tahanan jenis batuan yang
akurat diperlukan pengukuran secara langsung
pada lokasi, karena struktur batuan yang
sesungguhnya
tidak sesederhana yang
diperkirakan, untuk setiap lokasi yang berbeda
mempunyai hambatan jenis batuan yang tidak
sama. Nilai hambatan jenis atau resistivitas
dari beberapa jenis batuan terdapat pada
gambar 3. Faktor keseimbangan antara
tahanan dan kapasitansi disekelilingnya adalah
tahanan jenis tanah yang direpresentasikan
dengan .
Berikut rumusan resistivitas suatu bahan :

dengan
[ohm]
, sehingga

Keterangan :
I
= Arus listrik (Ampere)
V
= Beda potensial (Volt)
R
= Hambatan (Ohm)

= Resistivitas (Ohm/m)
L
= Panjang (m)
A
= Luas penampang (m2)
Konsep dasar yang digunakan dalam metode
geolistrik adalah konsep homogen lateral
isotrop. Konsep ini mengasumsikan bumi
sebagai satu medium lapisan lateral yang
sama/sejenis dengan kemampuan mengalirkan
arus ke segala arah. Arus yang menyebar
kesegala arah akan menimbulkan bidang
ekuipotensial yang selalu tegak lurus dengan
arus yang menyebar radial di medium tersebut.
Jika bumi dianggap homogen isotrop maka
bidang potensial akan berbentuk bola yang
berpusat di sumber arusnya. Konsep

penyebaran arus pada medium homogen


isotrop dapat dilihat pada gambar 4.
Pada pengukuran dengan menggunakan
metode geolistrik ada beberapa jenis, antara
lain konfigurasi Schlumberger, konfigurasi
Wenner, pole-dipole dan dipole-dipole. Untuk
penelitian kali ini digunakan konfigurasi
elektroda dipole-dipole. Prinsip dalam metode
ini adalah dengan menginjeksi arus ke dalam
bumi dengan dua buah elektroda arus (A dan
B) dan mengukur beda potensial yang terjadi
dengan dua buah elektroda potensial (M dan
N). Konfigurasi dipole - dipole metode
geolistrik dari proses pengukuran dapat dilihat
pada gambar 5. Untuk mendapatkan nilai
resistivitas dibutuhkan faktor geometri (k)
yang merupakan susunan antara elektrode arus
dan potensial yang akan mempengaruhi medan
listrik terukur. Berikut, faktor geometri (k)
konfigurasi dipole dipole :
k = n (n+1) (n+2) a
Rho = R x k
Rho = resisitivitas batuan (Ohm.m)

Metode Penelitian
Lokasi penelitian berada di Dusun Pawuhan,
Desa Karangtengah, Banjarnegara dengan
waktu pelaksanaan selama tiga hari pada
tanggal 9 - 11 April 2016. Pemilihan area
survei didasarkan pada target awal dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui area
pencemaran air tanah sehingga dapat diketahui
batas area yang tercemar. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan Metode Very Low Frequency
(VLF) dan Metode Geolistrik. Alur kerja
penelitian secara keseluruhan dapat dilihat
pada gambar 6.
1.

Metode VLF
A. Instrumentasi
Pada penelitian dengan menggunakan metode
VLF ini instrument yang digunakan terdiri dari
:
A.1. Unit sensor
Instrumen VLF yang digunakan yaitu produk
dari IRIS Instrument dengan nama T-VLF
BRGM. Instrumen ini terdiri dari dua unit

yaitu unit sensor dan unit console/T-unit. Unit


sensor adalah penerima gelombang radio
dengan rasio jangkauan frekuensi 10-30 kHz
yang dilengkapi dengan automatic gain dan
digital filtering.
Sedangkan T-unit merupakan console dengan
layar display dengan tampilan layar :
a. Frekuensi, stasiun dan nomor
lintasan
b. Eliptisitas dan tilt angle (mode 1)
atau resistivitas dan fase (mode 2)
c. Quality factor untuk masingmasing pengukuran
d. Plot grafis otomatis untuk data
lapangan maupun derivatif
A.2. Kabel konektor 2 buah @20 meter
A.3. Peralatan pendukung (6 buah baterai 1.5
volt, 1 baterai 9 volt, rollmeter 50 meter)
B. Akuisisi
Metode VLF memiliki dua mode pengukuran
yaitu mode tilt angle dan mode resistivity.
Pada penelitian pencemaran air tanah ini mode
pengukuran yang digunakan yaitu mode tilt
angle. Penggunaan mode tilt angle dapat
memberikan gambaran mengenai air tanah
yang tercemar atau terkontaminasi logam yang
ditunjukkan dengan nilai konduktivitas yang
tinggi. Dalam mode ini pemancar diposisikan
sejajar dengan strike target dengan toleransi 45
derajat. Target survey dalam penelitian dengan
metode VLF di Dusun Pawuhan, Desa
Karangtengah, Kecamatan Batur yaitu untuk
mengetahui batas antara air bersih dengan air
yang telah tercemar dengan melihat respon
konduktivitas batuannya.
Lintasan pengukuran diposisikan tegak lurus
dengan arah strike target jarak spasi antar titik
harus dijaga konsisten untuk mendapatkan
data yang baik. Lintasan pengukuran pada
penelitian pencemaran air tanah ini berjumlah
tiga lintasan. Azimut lintasan pengukuran
yaitu, N 287oE, N 335oE dan N 355oE dengan
jarak antar titik 10 meter dan total panjang
lintasan adalah 300 meter. Jumlah titik terukur
dari masing masing lintasan adalah 30 titik.

Koordinat lintasan pengukuran dari masing


masing lintasan yaitu :
Lintasan 1, X = 378587 Y = 9203749
Lintasan 2, X = 378642 Y = 9203874
Lintasan 3, X = 378682 Y = 9203818
C.

Pemilihan Transmitter

Pemilihan transmitter dalam metode VLF ini


berkaitan dengan pemilihan pemancar VLF
yang akan digunakan. Untuk metode tilt angle,
pemancar diposisikan tegak lurus dengan arah
lintasan dengan toleransi sudut 45 o.
Transmitter yang dipakai adalah yang berasal
dari Australia dengan frequensi 22000Hz dan
Jepang dengan frequensi 19800Hz.
D. Pengolahan Data
Pengolahan data VLF dilakukan agar
interpreter dapat mengetahui zona yang lebih
konduktif atau resistif pada wilayah yang
diteliti. Terdapat dua jenis sensor utama yang
sering digunakan pada pengolahan data VLF
yaitu filter Fraser dan filter Karous Hjelt.
Diagram alir pengolahan data dapat dilihat
pada gambar 6.
2. Metode Geolistrik
A.

Instrumentasi

Pada proses akuisisi dengan menggunakan


metode geolistrik konfigurasi dipole dipole,
beberapa peralatan utama dan penunjang yang
mendukung
proses
pengambilan
data
diantaranya adalah Resistivitymeter McOhm,
aki, elektroda 9 buah, kabel 2 buah, konektor
(capit buaya), peta (RBI, topografi, geologi),
log sheet, sunto/klinometer, multimeter,
parang, palu, kompas dan meteran.
B. Akuisisi
Metode
geolistrik
memiliki
beberapa
konfigurasi, pada penelitian ini jenis
konfigurasi yang digunakan yaitu konfigurasi
dipole dipole. Metode geolistrik dapat
digunakan untuk mengetahui kondisi bawah
permukaan dengan melihat adanya anomali
resistivitas. Target survey dalam penelitian

dengan metode geolistrik konfigurasi dipole


dipole
di
Dusun
Pawuhan,
Desa
Karangtengah, Kecamatan Batur yaitu untuk
mengetahui batas antara air bersih dengan air
yang telah tercemar dengan melihat respon
resistivitas batuannya.

Pengolahan data geolistrik dilakukan agar


interpreter dapat mengetahui zona yang lebih
resistif pada wilayah yang diteliti. Pada
pengolahan data digunakan MS Excel dan
software RES2DinV. Diagram alir pengolahan
data dapat dilihat pada gambar 7.

Lintasan pengukuran pada metode geolistrik


sama dengan metode VLF, hanya saja pada
saat pengukuran di lapangan, lintasan dari
geolistrik digtrik digeser memperhitungkan
kondisi medan daerah penelitian. Lintasan
pengukuran pada penelitian pencemaran air
tanah ini berjumlah tiga lintasan. Azimut
lintasan yaitu, N 287oE, N 335oE dan N 355oE
dengan jarak antar elektroda 10 meter. Panjang
lintasan pada lintasan 1 dan 2 adalah 250
meter dan panjang lintasan 3 adalah 200 meter.
Koordinat lintasan pengukuran dari masing
masing lintasan yaitu :
Lintasan 1, X = 378577 Y = 9203745
Lintasan 2, X = 378649 Y = 9203913
Lintasan 3, X = 378684 Y = 9203792

Hasil dan Diskusi

Proses pengambilan data dengan metode


geolistrik pada penelitian ini seperti berikut:
1. Konfigurasi dipole-dipole. A dan B adalah
elektroda arus, M dan N adalah elektroda
potensial, a adalah spasi antar elektroda, n
adalah faktor pengali dengan n= 1,2,3
2. Elektroda arus dan potensial dipasang
dengan nilai a yang sudah ditentukan
3. Elektroda potensial disambungkan dengan
kabel potensial 2 warna untuk 2 elektoda
potensial terdepan dan 4 warna elektroda
potensial dari belakang dengan urutan
warna Biru (B), Kuning (K), Merah (M),
Hijau (H). Elektroda potensial ke 3 atau
yang dekat alat disambung dengan kabel
penghubung yang pendek.
4. Setelah elektroda arus, potensial dan kabel
terpasang
maka
dapat
dilakukan
pengukuran resistivitas sesuai konfigurasi
serta dilakukan pengukuran hingga n ke-6
C. Pengolahan Data

Penelitian ini dilakukan secara terintegrasi


antara studi literatur tentang kondisi geologi
dan survei survei geolistrik yang pernah
dilakukan, data hasil uji kimia dari air yang
tercemar dan hasil dari pengukuran geolistrik
dan VLF yang telah dilakukan.
Daerah
penelitian
merupakan
daerah
pambangkit listrik tenaga panas bumi.
Berdasarkan studi geologi daerah panas bumi
(geothermal), batuan dari sumber panas bumi
diindikasikan memiliki kandungan silika dan
asam yang tinggi terutama di daerah Dieng ini.
Dalam penelitian ini terdapat data uji kimia
dari sumur bor, air sumur warga yang tercemar
dan tidak tercemar.pengujian terhadap air
sampel tersebut dilakukan di UGM di Fakultas
Geografi. Hasilnya menunjukkan bahwa air
dari sumur yang tercemar (berubah rasa) tidak
layak dikonsumsi. Data hasil uji laboratorium
tersebut dapat dilihat di tabel 1. Melalui
penggunaan dua metode geofisika yaitu
metode Very Low Frequency dan metode
geolistrik di lokasi tersebut didapatkan
anomali (respon) pada area yang mengandung
air tercemar.
Pada metode VLF dihasilkan peta Rapat Arus
Ekuivalen (RAE) dari masing-masing lintasan.
Peta RAE ini merupakan peta sebaran
konduktivitas dari batuan pada kedalaman
tertentu. Gambar 9 menunjukkan peta RAE
yang telah di overlay ke google earth. Warna
dari peta tersebut menunjukkan besar
konduktivitas dari batuan, sumbu vertikal dari
peta menunjukkan kedalaman yang terukur
dan sumbu horizontal merupakan panjang
lintasan pengukuran. Dari hasil yang diperoleh
ini diasumsikan bahwa air yang tercemar
ditunjukkan oleh warna hijau yang memiliki

nilai konduktivitas (RAE) dalam rentang


sedang yaitu 0 sampai 9. Hal ini menunjukkan
bahwa sumur yang teridentifikasi sebagai yang
tercemar dan berubah rasanya adalah sumur 2 /
sampel 1 dan sumur tersebut paling dekat
dengan lintasan 2 pengukuran.
Berdasarkan peta RAE yang dihasilkan dari
masing-masing lintasan pengukuran, diketahui
bahwa terdapat zona atau area yang memiliki
nilai anomali yang bersifat konduktif dan
diasumsikan sebagai air yang tercemar. Pada
lintasan 1 jarak 120 140 meter terlihat
adanya nilai RAE yang sedang, demikian
halnya dengan nilai anomali pada jarak 100 m
di lintasan 2. Pada lintasan 3 juga terlihat
adanya nilai RAE yang sedang yang berada
pada jarak 125 meter. Perubahan nilai RAE
tersebut diasumsikan dikontrol oleh air yang
tercemar yang bersifat konduktif. Nilai
konduktivitas air yang tercemar berdasarkan
peta RAE menunjukkan nilai yang berbeda
beda tiap lintasan, hal ini dimungkinkan kadar
pencemaran dari masing-masing lintasan
berbeda. Peta RAE dengan nilai sumbu x dan
y dari hasil gambar 9, dapat dilihat di lampiran
gambar 11.
Pada peta resistivitas yang dihasilkan dari
metode geolistrik juga ditemukan adanya
anomali yang diindikasikan sebagai area yang
memiliki kandungan air tercemar. Peta
resistivitas dari semua lintasan dapat dilihat
pada gambar 10. Sumbu x dari peta resistivitas
ini merupakan jarak pengukuran dalam satuan
meter dan sumbu y merupakan ketinggian
dalam mdpl. Detail gambar peta dapat dilihat
pada lampiran gambar 12.
Model resistivitas yang dihasilkan dari
pengukuran di lokasi penelitian dengan
menggunakan metode geolistrik konfigurasi
dipol dipol, menunjukkan adanya indikasi air
tercemar. Indikasi air tercemar tersebut berada
pada area yang hampir sama dengan peta RAE
dari metode VLF.
Pada peta resistivitas, anomali yang
ditimbulkan adanya air yang tercemar
ditunjukkan dengan nilai resistivitas yang

cenderung rendah ke sedang yaitu pada


rentang 12.60 31.62 ohm.m. Pada lintasan 1,
nilai anomali resistivitas terlihat pada jarak 60
- 80 meter dan 140 160 meter dibawah
ketinggian 2045 mdpl, demikian halnya
dengan lintasan 2 ditemukan anomali
resistivitas pada jarak 20 120 meter.
Sedangkan pada lintasan 3, pola resistivitas
yang rendah berada pada jarak 30 60 meter.
Dari hasil peta RAE dan resistivitas terdapat
korelasi yang bagus antara keduanya. Hal ini
dapat terlihat pada lintasan 2, dari kedua peta
menunjukkan anomali konduktivitas dan
resistivitas berada dalam rentang jarak 120
meter dari titik awal pengukuran. Demikian
juga halnya pada lintasan 1 dan 3, ketika
terdapat nilai resistivitas yang rendah ke
sedang maka nilai RAE sedang ke tinggi. Hal
ini sesuai dengan prinsip fisika bahwa
resitivitas
berbanding
terbalik
dengan
konduktivitas. Dari hasil peta RAE dan peta
resistivitas tersebut, kedalaman anomali yang
diindikasikan berupa air tercemar berada pada
kedalaman sekitar 5 15 meter.
Harga resistivitas air yang tercemar dipastikan
dengan pengukuran skala laboratorium
terhadap air tersebut. Pengukuran langsung ini
hanya sebatas mengetahui nilai resistivitas air
yang tercemar saja, namun pengukuran nilai
konduktivitas tidak dilakukan.
Hasil dari pengukuran terlihat pada tabel 1.
Terdapat 3 sampel air, yang terdiri dari sampel
1 merupakan air yang tercemar yang berada di
selatan lintasan 2 dan yang terdekat dengan
sumur bor panas bumi, sampel 2 merupakan
air yang yang tidak tercemar yang terletak di
utara lintasan 1 dan di barat area pegukuran,
dan sampel 3 merupakan air yang tidak
tercemar yang terletak di utara area
pengukuran dan paling dekat dengan lintasan
2. Ploting titik pengambilan sampel dapat
dilihat pada gambar 9 dan 10.
Hasil
pengukuran
resistivitas
skala
laboratorium menghasilkan reisitivitas air
yang tercemar berada pada kisaran nilai 18
ohm.m. Sampel yang tidak tercemar

menghasilkan nilai resitivitas 60 dan 53


ohm.m. Dari hasil tersebut terdapat kecocokan
antara data hasil pengukuran lapangan di
daerah survei yang memiliki rentang nilai
tercemar 12.60 31.62 ohm.m dengan nilai
reisitivitas air yang tercemar yang terukur
secara langsung. Hasil akhir berupa peta batas
pencemaran air tanah seperti pada gambar 13.

Kesimpulan
Dari hasil intergrasi beberapa pengukuran dan
studi literatur, didapat hasil penelitian yang
bagus dan terintegrasi dengan baik serta dapat
dipertanggung jawabkan. Pencemaran air
tanah pada daerah penelitian dapat dipetakan
menggunakan metode Geolistrik dan VLF.
Zona pencemaran air tanah terindikasi akibat
adanya aktivitas sumur produksi panas bumi.
Nilai resistivitas air tanah yang tercemar pada
daerah penelitian berkisar antara 12,60 31,62
ohm.m sedangkan nilai RAE yang berbanding
lurus dengan konduktivitas berkisar antara 0
sampai 9.

Ucapan Terima Kasih


Penulis bersyukur kepada Allah Subhanahuwa
taala sehingga terselesaikannya tulisan ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Drs. Imam Suyanto, M.Si. yang telah
memberikan bimbingan dalam penelitian ini,
DIKTI yang telah memberi hibah dana
penelitian, teman-teman yang telah membantu
dalam kegiatan pengambilan data baik di
lapangan maupun di laboratorium yaitu
Suhari, Halim, Forza, Wayan, Agung, dan

warga
Dusun
Pawuhan
yang
telah
mengizinkan dan mendukung jalannya
penelitian ini.

Referensi
Aksoy, Niyazi; imek, Celalettin; Gunduz,
Orhan. 2008. Groundwater contamination
mechanism in a geothermalfield: A case study
of Balcova, Turkey. Dokuz Eyll University,
Torbali Technical Vocational School of Higher
Education, 35120 Torbali-Izmir, Turkey
Buku Panduan Praktikum Lapangan Non
Seismik dan Fisika Gunung Api Prodi
Geofisika UGM. (2015). Program Studi dan
Laboratorium Geofisika FMIPA UGM.
Monteiro, F.A. Santos; Mateus, Antnio;
Figueiras, Jorge; Gonalves, Mrio A. 2006.
Mapping groundwater contamination around
a landfill facility using the VLF-EM method
A case study. Dpt Fsica da Faculdade de
Cincias da Universidade de Lisboa, Ed. C8,
Piso 6, Campo Grande, 1749-016 Lisboa,
Portugal.
Navarro, Andrs ; Font, Xavier ; Viladevall
Manuel. 2011.Geochemistry and groundwater
contamination in the La Selva geothermal
system (Girona, Northeast Spain). Department
of Fluid Mechanics, School of Industrial and
Aeronautical
Engineering
of
Terrassa
(ETSEIAT), Universitat Politcnica de
Catalunya, Coln 7-11, 08222 Terrassa, Spain.
Telford, W. M., & Sheriff, R.
(1990). Applied
geophysics (Vol.
Cambridge university press.

E.
1).

Daftar Gambar

Gambar 1. Perambatan medan elektromagnetik

Gambar 2. Sudut tilt yang ada pada metode VLF

/
Gambar 3. Tabel resistivitas dari beberapa jenis batuan

/
Gambar 4. Konsep penyebaran arus pada medium homogen isotrop

/
Gambar 5. Konfigurasi dipole dipole metode geolistrik

Gambar 6. Alur Penelitian Keseluruhan

Gambar 7. Diagram alir pengolahan VLF

Gambar 8. Diagram alir pengolahan geolistrik

Gambar 9. Peta RAE lintasan 1, 2 dan 3 yang telah di overlay dengan google earth

Gambar 10. Peta sebaran resistivitas batuan lintasan 1, 2 dan 3 yang telah di overlay dengan google
earth

Sampel

V
(mV
)

I
(mA
)

Luas
geomet
ri

Jarak
Antar
Elektrod
a

Resistivit
as ()
(Ohm.m)

18.68421
053
Sampel 1
18.31858
(tercema
690
1.13
30
10
407
r)
18.58407
700
1.13
30
10
08
59.71428
2090 1.05
30
10
Sampel 2
571
(tidak
60.85714
2130 1.05
30
10
tercemar
286
60.57142
)
2120 1.05
30
10
857
54.39252
1940 1.07
30
10
Sampel 3
336
(tidak
53.83177
1920 1.07
30
10
tercemar
57
53.83177
)
1920 1.07
30
10
57
Tabel 1. Hasil pengukuran langsung sampel air yang tercemar dan tidak tercemar
710

1.14

30

10

Gambar 11. Peta RAE lintasan 1, 2 dan 3 berturut-turut dari atas-bawah

Gambar 12. Peta sebaran resistivitas batuan lintasan 1, 2 dan 3 berturut-turut dari atas-bawah

Gambar 13. Peta batas pencemaran air tanah

Anda mungkin juga menyukai