Anda di halaman 1dari 61

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(Hanafiah, 2009). Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan
derajat hidup masyarakat, maka negara berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dengan sebaik -baiknya. Pembangunan kesehatan merupakan upaya
yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Indikator
keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari peningkatan atau
penurunan derajat kesehatan (Depkes RI, 2010).
Program yang termasuk dalam upaya kesehatan ini adalah program
pemberantasan penyakit menular dan program pencegahan penyakit tidak menular.
Salah satu upaya kesehatan dalam pencegahan penyakit tidak menular adalah upaya
kesehatan gigi.Upaya kesehatan gigi ini bertujuan untuk menurunkan secara
bermakna insidens dan prevalensi penyakit gigi sehingga tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan tercapainya derajat kesehatan gigi yang optimal

(Departemen Kesehatan RI, 2003).


Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab kesehatan gigi dan mulut
akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Pembangunan di bidang
kesehatan gigi merupakan bagian integral pembangunan nasional, artinya dalam
melaksanakan pembangunan kesehatan, pembangunan di bidang kesehatan gigi
tidak boleh ditinggalkan. Upaya di bidang kesehatan gigi perlu mendapat
perhatian untuk menunjang kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan
dilakukan dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan
masyarakat dan keluarga dalam pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit
serta pemulihan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Indonesia memiliki kasus penyakit gigi dan mulut umumnya yang banyak
ditemukan di masyarakat yaitu karies gigi dan penyakit periodontal. Data Survei
Kesehatan Rumah Tangga (Depkes RI., 2004) menyatakan bahwa 63,5%
penduduk Indonesia menderita karies aktif. Provinsi dengan angka tersebut lebih
tinggi dari angka nasional, seperti Kalimantan 80,2%, Sulawesi 74%, Sumatera
65,4%. Kelompok umur, golongan umur muda lebih banyak menderita karies gigi
aktif dibandingkan umur 45 tahun ke atas, dimana umur 10-24 tahun karies gigi
aktif adalah 66,8%- 69,5%, umur 45 tahun ke atas 53,3% dan umur 65 tahun ke
atas 43,8%. Keadaan ini menunjukkan karies gigi aktif banyak terjadi pada
golongan usia produktif (Depkes RI, 2000).
Derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan dapat
ditingkatkan secara menyeluruh dan terpadu, hal ini sangat berhubungan dengan
sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Sarana kesehatan adalah tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, seperti rumah sakit dan
puskesmas. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan
kesehatan dari rumah sakit dilaksanakan melalui program rumah sakit pemerintah
dan rumah sakit swasta (UU No 44, 2009).
Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat dan menggunakan hasil pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna dan menitik beratkan pada pelayanan untuk
masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pelayanan menyeluruh
puskesmas meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
merupakan pelayanan medik dasar. Puskesmas lebih mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif kepada masyarakat di wilayah kerjanya

(Depkes RI,

2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diketahui masalah kesehatan gigi
dan mulut yang terjadi pada masyarakat serta tindakan yang dilakukan di daerah

kerja Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng dalam bentuk
Praktek Kerja Lapangan (PKL) IKGM/IKGP IV yang ditujukan untuk mahasiswa
Kedokteran Gigi tingkat profesi.
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja kasus penyakit gigi dan mulut berdasarkan kasus terbanyak dan
bagaimana perawatan yang diberikan terhadap kasus tersebut di Puskesmas
Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan PKL IKGM / IKGP IV di Puskesmas dan Rumah
Sakit adalah :
1. Mahasiswa dapat mempelajari sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas dan
Rumah Sakit
2. Mahasiswa dapat mempelajari segala bentuk permasalahan kesehatan gigi
dan mulut dengan sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas dan Rumah Sakit
3. Mahasiswa dapat mempunyai bekal dan pengalaman dalam rangka
mempersiapkan diri jika nanti terjun ke masyarakat
4. Mahasiswa dapat mendiagnosa, merencanakan,melakukan perawatan gigi dan
mulut dengan fasilitas yang ada di Puskesmas dan Rumah Sakit
1.4 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan PKL IKGM / IKGP IV di Puskesmas dan
Rumah Sakit adalah :
a. Bagi Mahasiswa
Sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama di perkuliahan
sehingga mempunyai bekal dan pengalaman yang lebih, selain itu dapat
mengetahui bentuk permasalahan kasus kesehatan gigi dan mulut yang khas pada
masing-masing daerah wilayah kerja Puskesmas dan Rumah Sakit.
b. Bagi Puskesmas dan Rumah Sakit
Memperoleh bantuan tenaga medis dalam melaksanakan pelayanan di bidang
kesehatan gigi dan mulut, selain itu dapat mengetahui bentuk permasalahan kasus
kesehatan gigi dan mulut yang umum terjadi pada masing-masing daerah wilayah
kerjanya.
3

c. Bagi Perguruan Tinggi


Dapat membina kerja sama dengan instansi terkait serta memperoleh sarana dan
tempat untuk proses penerapan ilmu dan pengalaman sehingga dapat
meningkatkan mahasiswa di bidang kesehatan gigi dan mulut.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Rumah Sakit
2.1.1

Definisi Rumah Sakit


Beberapa definisi rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Rumah

sakit

adalah

institusi

pelayanan

kesehatan

yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna


yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat (Permenkes No. 56, 2014)
2. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan
kesehatan

dengan

fungsi

menyediakan

pelayanan

paripurna

(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan


penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Rumah sakit perlu mempunyai fungsi pelayanan medis, penunjang
medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, rujukan, pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pengembangan serta menyelenggarakan
administrasi umum dan keuangan (WHO dalam Aditama, 2002).
3. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat (UU No. 44 Tahun 2009).
2.1.2

Asas dan Tujuan Rumah Sakit


Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan
kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (UU No 44 tahun 2009).
Tujuan pengaturan dalam penyelenggaraan rumah sakit adalah :
1.Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
2.Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit


3.Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
4.Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan rumah sakit (UU No 44 tahun 2009).

2.1.3

Fungsi Rumah Sakit


Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum
adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan
berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan
serta pelaksanaan upaya rujukan(Permenkes No. 56, 2014).
Fungsi rumah sakit yaitu :
1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan paripurna tingkat sekunder dan tersier.
2. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
3. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.
4. Pelaksanaan administrasi rumah sakit(UU No. 44 Tahun 2009).
Rumah sakit dalam menyelenggarakan fungsinya, melaksanakan
beberapa kegiatan, diantaranya :
a. Pelayanan medis
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan
c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis
d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan

e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan


f. Administrasi umum dan keuangan (UU No 44 tahun 2009).

2.1.4

Tugas Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
983/Menkes/SK/VIII/2004, tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan
rujukan. Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif (UU No. 44 Tahun 2009).

2.1.5 Klasifikasi Rumah Sakit


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun
2014 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan
berbagai kriteria sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Jenis pelayanan
Sumber daya manusia
Peralatan
Sarana dan prasarana
Administrasi dan manajemen

Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas :


1) Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
c. Rumah Sakit Umum Kelas C

d. Rumah Sakit Umum Kelas D, diklasifikasikan menjadi:


1. Rumah Sakit Umum Kelas D
2. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.
2) Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan
lainnya. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling
sedikit meliputi:
1. Pelayanan medik, terdiri dari:
i.

Pelayanan Gawat Darurat


Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 jam sehari
secara terus menerus.

ii.

Pelayanan Medik Spesialis Dasar


Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit
dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.

iii.

Pelayanan Medik Spesialis Penunjang


Pelayanan medik spesialis penunjang meliputi pelayanan
anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan
rehabilitasi medik.

iv.

Pelayanan Medik Spesialis Lain


Pelayanan medik spesialis lain meliputi pelayanan mata, telinga
hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit
dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah
syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik

v.

Pelayanan Medik Subspesialis


Pelayanan medik subspesialis meliputi pelayanan subspesialis di
bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak,
obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan,
syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,

kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah


plastik, dan gigi mulut.
vi.

Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut


Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut meliputi pelayanan
bedah mulut, konservasi/endodonsi, periodonti, orthodonti,
prosthodonti, pedodonsi, dan penyakit mulut.

2. Pelayanan Kefarmasian
Kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
3. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan
Keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan generalis
dan spesialis serta asuhan kebidanan.
4. Pelayanan Penunjang Klinik
Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah,
perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit,
gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.
5. Pelayanan Penunjang Nonklinik
Pelayanan penunjang non klinik meliputi pelayanan laundry/linen,
jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi,
pemulasaraan

jenazah,

sistem

penanggulangan

kebakaran,

pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.


6. Pelayanan Rawat Inap.
Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai
berikut:
a) Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah;
b) Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta;

c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima


persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A terdiri atas:
a. Tenaga medis, tenaga medis paling sedikit terdiri atas:
1) 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 4
(empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut, 6
(enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar
2) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis penunjang
3) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis lain
4) 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis
5) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut
b. Tenaga kefarmasian, tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:
a) 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit
b) 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh
paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian
c) 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit
10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian
d) 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh
minimal 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian
e) 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit
2 (dua) tenaga teknis kefarmasian
f) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi
yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasian Rumah Sakit
g) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap

10

atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian


yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian Rumah Sakit
c. Tenaga Keperawatan
Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat
tidur pada instalasi rawat inap. Kualifikasi dan kompetensi tenaga
keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
d. Tenaga kesehatan lain
e. Tenaga nonkesehatan
Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga
nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas B meliputi:
a. Pelayanan medik terdiri dari :
1) Pelayanan gawat darurat.
2) Pelayanan medik spesialis dasar.
3) Pelayanan medik spesialis penunjang.
4) Pelayanan medik spesialis lain.
5) Pelayanan medik subspesialis.
6) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
Sumber daya rumah sakit klas B terdiri atas:
a) 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar.
b) 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut.
c) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar.
d) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis penunjang.
e) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis lain.
f) 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis.
g) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.

11

b. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian pada rumah sakit klas B terdiri dari
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Tenaga kefarmasian terdiri
atas:
a) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah
Sakit.
b) 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu
oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis
kefarmasian.
c) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh
paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian.
d) 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu
oleh minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian.
e) 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling
sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian.
f) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan
distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi
klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga
teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban
kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit
g) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasian rumah sakit.
c. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan pada rumah sakit klas
d.

meliputi asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.


Pelayanan Penunjang Klinik
Pelayanan penunjang klinik pada rumah sakit klas B meliputi
pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan
umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam
medik.

e. Pelayanan Penunjang Nonklinik

12

Pelayanan penunjang nonklinik pada rumah sakit klas B meliputi


pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan
fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem informasi
dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan
kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
f. Pelayanan Rawat Inap.
Pelayanan rawat inap pada rumah sakit klas B dilengkapi dengan
fasilitas sebagai berikut:
a) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah.
b) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta
c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Pelayanan rumah sakit umum kelas C meliputi:
a. Pelayanan medik, meliputi:
1) Pelayanan gawat darurat.
2) Pelayanan medik umum.
3) Pelayanan medik spesialis dasar.
4) Pelayanan medik spesialis penunjang.
5) Pelayanan medik spesialis lain.
6) Pelayanan medik subspesialis.
7) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
Tenaga medis rumah sakit kelas C terdiri atas:
1) 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
3) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar;
4) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis penunjang; dan
5) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
b. Pelayanan Kefarmasian.

13

Pelayanan kefarmasian pada rumah sakit klas C terdiri dari


pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Tenaga kefarmasian terdiri
atas:
1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah
Sakit.
2) 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh
paling sedikit 4 (empat) orang tenaga teknis kefarmasian.
3) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling
sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian.
4) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan,
distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan
pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah
sakit.
c. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan
Pelayanan keperawatan dan kebidanan pada rumah sakit klas C
meliputi asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.
d. Pelayanan Penunjang Klinik
Pelayanan penunjang klinik pada rumah sakit klas C meliputi
pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan
umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam
medik.
e. Pelayanan Penunjang Nonklinik
Pelayanan penunjang nonklinik pada rumah sakit klas C meliputi
pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan
fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem informasi
dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan
kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
f. Pelayanan Rawat Inap.

14

Pelayanan rawat inap pada rumah sakit klas C harus dilengkapi


dengan fasilitas sebagai berikut:
1) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik
pemerintah.
2) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik
swasta.
3) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima
persen) dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik
pemerintah dan rumah sakit milik swasta.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.
Rumah Sakit Umum Kelas D, pelayanan yang diberikan oleh
Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit meliputi:
1) pelayanan medik
Pelayanan Medik paling sedikit terdiri dari:
i.
pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh
ii.

empat) jam sehari secara terus menerus.


pelayanan medik umum meliputi pelayanan medik dasar,
medik gigi mulut, kesehatan ibudan anak, dan keluarga

iii.

berencana.
pelayanan medik spesialis dasar paling sedikit 2 (dua) dari 4
(empat) pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi
pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan/atau

iv.

obstetri dan ginekologi.


pelayanan medik spesialis penunjang meliputi pelayanan

radiologi dan laboratorium


2) pelayanan kefarmasian
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan
farmasi klinik.
3) pelayanan keperawatan dan kebidanan
Pelayanan keperawatan dan kebidananmeliputi

asuhan

keperawatan dan asuhan kebidanan.


4) pelayanan penunjang klinik

15

Pelayanan

penunjang

klinik

meliputi

pelayanan

darah,

perawatan high care unit untuk semua golongan umur dan jenis
penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.
5) pelayanan penunjang nonklinik
Pelayanan
penunjang
nonklinikmeliputi
pelayanan
laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan
fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem
informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah,

sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan


pengelolaan air bersih.
6) pelayanan rawat inap.
Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai
berikut:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30%
(tiga puluhpersen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah
Sakit milik Pemerintah;
b) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20%
(dua puluhpersen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah
Sakit milik swasta;
c) jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas D terdiri atas:
i.
ii.

a. Tenaga Medis;
4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
iii.
1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar.
b. Tenaga Kefarmasian;
i.
1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah
ii.

Sakit;
(satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan
yangdibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis

iii.

kefarmasian;
1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi
dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
16

iv.

farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh
tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan

beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.


c. Tenaga Keperawatan
Tenaga perawat dihitung dengan perbandingan 2 (dua) perawat
untuk 3 (tiga) tempat tidur. Kualifikasi dan kompetensi tenaga
keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayananrumah sakit.
d. Tenaga Kesehatan Lain dan Tenaga Nonkesehatan.
Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga
nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas D harus memenuhi standar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, paling sedikit
terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan,
rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi,
laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi,
instalasi gizi, dan kamar jenazah.
e. Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama
1. Rumah Sakit Umum kelas D pratama,

didirikan

dan

diselenggarakan untuk
menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua.
2. Rumah Sakit Umum kelas D pratama hanya dapat didirikan dan
diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Selain pada daerah Rumah Sakit Umum kelas D pratama dapat
juga didirikan di kabupaten/kota, apabila memenuhi kriteria
i.
ii.

sebagai berikut:
belum tersedia Rumah Sakit di kabupaten/kota yang bersangkutan
Rumah Sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota yang

iii.

bersangkutan kapasitasnya belum mencukupi


lokasi Rumah Sakit yang telah beroperasi sulit dijangkau secara
geografis
oleh sebagian penduduk di kabupaten/kota yang bersangkutan.

17

4. Ketentuan mengenai Rumah Sakit Umum kelas D pratama diatur


dalam Peraturan Menteri.
2. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus meliputi rumah sakit khusus:
a. ibu dan anak
b. mata
c. otak
d. gigi dan mulut
e. kanker
f. jantung dan pembuluh darah
g. jiwa
h. infeksi
i. paru
j. telinga-hidung-tenggorokan
k. bedah
l. ketergantungan obat
m. ginjal.
Rumah Sakit Khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan,
paling sedikit meliputi:
a. pelayanan,
1. pelayanan medik, paling sedikit terdiri dari:
a) pelayanan gawat darurat, tersedia 24 (dua puluh empat)
jam
sehari terus menerus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b) pelayanan medik umum;
c)
pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan
kekhususan;
d) pelayanan medik spesialis dan/atau subspesialis sesuai
kekhususan;
e) pelayanan medik spesialis penunjang;
2. pelayanan kefarmasian;
3. pelayanan keperawatan;
4. pelayanan penunjang klinik; dan
5. pelayanan penunjang nonklinik;
b. sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari:
1.Tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan
praktik kedokteran di Rumah Sakit yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

18

2.Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga


teknis kefarmasian dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
3.Tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang
sesuai dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
4.Tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan, sesuai dengan
kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
c. Peralatan, yang memenuhi standar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (UU No.44 tahun 2009).
2.1.6

Jenis Pelayanan Rumah Sakit


Jenis jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan
oleh rumah sakit meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.

Pelayanan gawat darurat


Pelayanan rawat jalan
Pelayanan rawat inap
Pelayanan bedah
Pelayanan persalinan dan perinatologi
Pelayanan intensif
Pelayanan radiologi
Pelayanan laboratorium patologi klinik
Pelayanan rehabilitasi medik
Pelayanan farmasi
Pelayanan gizi
Pelayanan transfusi darah
Pelayanan keluarga miskin
Pelayanan rekam medis
Pengelolaan limbah
Pelayanan administrasi manajemen
Pelayanan ambulans/kereta jenazah
Pelayanan pemulasaraan jenazah
Pelayanan laundry
Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit
Pencegah Pengendalian Infeksi (UU No 44 tahun 2009).

2.1.7 Sistem Rujukan Rumah Sakit


Pelaksanaan sistem rujukan pelayanan kesehatan ini dikembangkan
atas dasar Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
032/Birhup/72 tentang pelaksanaan Referal System, adapun batasan dan

19

pengertian pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 sebagai berikut : Referal


System adalah suatu usaha pelayanan kesehatan antara berbagai tingkat
unit-unit pelayanan medis dalam suatu daerah tertentu ataupun untuk
seluruh wilayah Republik Indonesia (Dinkes NTB, 2011).
Sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik
terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari
unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit
yang setingkat kemampuannya) (Notoatmodjo, 2002). Sistem rujukan
mengatur dari mana dan harus kemana seseorang dengan gangguan
kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya (Dinkes NTB, 2011).
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanankesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab

pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun

horizontal.
(1)

Pelayanan

kesehatan

dilaksanakan

secara

berjenjang,

sesuai

kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.


(2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama(UU
No 44 tahun 2009).
Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta
jaminan kesehatan

atau

asuransi

kesehatan

sosial

dan

pemberi

pelayanan kesehatan. Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti


aturan yang berlaku sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi
dengan

tetap

mengikuti pelayanan kesehatan yang berjenjang. Setiap

orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan


sosial dapat

mengikuti sistem rujukan. Sistem rujukan

dilakukan

ke

20

fasilitas

pelayanan kesehatan

pelayanan

sesuai

aksesibilitas,

terdekat

yang

memiliki

kemampuan

kebutuhan pasien dengan cara meningkatkan

pemerataan

dan

peningkatan efektifitas

pelayanan

kesehatan. (UU No 44 tahun 2009).


Tata Cara Rujukan :
(1) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
(2) Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan.
(3) Rujukan

horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan

dalam satu tingkatan.


(4) Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang
lebih

rendah

ke

tingkatan

pelayanan

yang lebih tinggi atau

sebaliknya(Siregar, 2004).
Rujukan horizontal dilakukan apabila
memberikan

pelayanan

kesehatan

sesuai

perujuk

tidak

dapat

dengan kebutuhan

pasien

karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya


sementara atau menetap. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang
lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila
setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan

sosial,

meningkatkan

dapat

mengikuti sistem rujukan. Dalam

aksesibilitas,

pemerataan

dan

rangka

peningkatan efektifitas

pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan


terdekat

yang

memiliki

kemampuan

pelayanan

sesuai

kebutuhan

pasien(Siregar, 2004).
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan

yang

lebih

tinggi

dilakukan apabila Penjelasan

sekurang-kurangnya meliputi:
a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. transportasi rujukan; dan

21

e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan (Siregar,
2004).
Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi
pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk
tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien
gawat darurat
c. membuat surat

pengantar

rujukan

untuk

disampaikan

kepada

penerima rujukan (Siregar, 2004).


2.1.8

Jenis Pelayanan Rumah Sakit


Rumah sakit umumnya melaksanakan pelayanan kesehatan dengan
mengutamakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan
penyembuhan dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa, yang
dilaksanakan secara terpadu dan serasi dengan upaya peningkatan dan
pencegahan. Berdasarkan hal tersebut maka rumah sakit mempunyai fungsi
pelayanan medik, rujukan, penunjang medis, pelayanan dan asuhan
keperawatan,

pendidikan,

penelitian

dan

pengembangan,

serta

menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan (Aditama, 2002).


2.1.9

Organisasi Rumah Sakit


Rumah sakit adalah organisasi yang terdiri dari :
a. Pemimpin, pelaksana tugas pokok dan unsur penunjang pelaksana tugas
pokok
b. Rumah sakit dipimpin oleh seorang direktur dan dibantu oleh wakil
direktur menurut kebutuhan
c. Direktur rumah sakit adalah seorang dokter
d. Rumah sakit mempunyai dewan penyantun dan tim medik
e. Dewan penyantun bertugas memberi saran dan nasehat kepada direktur
rumah sakit dalam rangka merencanakan, merumuskan, membimbing,
dan mengawasi program kebijakan umum
f. Tim medik bertugas memberi saran, kepada direktur dalam hal etik,
mutu dan pengembangan pelayanan medik

22

g. Kedudukan, tugas, fungsi, dan keanggotaan dewan penyantun dan tim


medik ditentukan dengan keputusan sendiri
h. Organisasi masing-masing rumah sakit dalam lingkungan departemen
kesehatan ditetapkan dengan keputusan sendiri
i. Organisasi rumah sakit berpedoman kepada organisasi rumah sakit
departemen kesehatan dan ditetapkan sesuai dengan keputusan sendiri
(Wijono, 2010).
2.1.10 Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Gigi dan Mulut, selanjutnya disingkat RSGM adalah sarana
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan
pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan
melalui pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medik
(Permenkes, 2004).
RSGM Pendidikan adalah RSGM yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut, yang juga digunakan sebagai sarana proses
pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan kedokteran
gigi dan tenaga kesehatan lainnya, dan terikat melalui kerjasama dengan fakultas
kedokteran gigi (Permenkes, 2004).
Tugas RSGM adalah melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dengan mengutamakan kegiatan pengobatan dan pemulihan pasien yang
dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan (Permenkes, 2004).
Fungsi RSGM adalah menyelenggarakan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

pelayanan medik gigi dasar, spesialistik dan subspesialistik


pelayanan penunjang
pelayanan rujukan
pelayanan gawat darurat kesehatan gigi dan mulut
pendidikan
penelitian dan pengembangan.

Pelayanan penunjang meliputi :


a. Pelayanan kefarmasian;
23

b. Pelayanan

laboratorium

yang

meliputi

laboratorium

klinik

dan

laboratorium teknik gigi;


c. Pelayanan radiologi gigi;
d. Pelayanan anestesi;
Rumah Sakit Gigi dan Mulut harus memenuhi persyaratan bangunan, sarana dan
prasarana serta peralatan sesuai dengan peruntukannya. Persyaratan sebagaimana
dimaksud meliputi :
a. Lokasi atau letak bangunan dan prasarana harus sesuai dengan rencana
umum tata ruang.
b. Bangunan dan prasarana dan harus memenuhi persyaratan keamanan,
keselamatan kerja, dan analisis dampak lingkungan RS dan sarana kesehatan
lain.
c. Peralatan harus memenuhi persyaratan kalibrasi, standar kebutuhan
pelayanan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja.
Ketentuan persyaratan minimal sarana dan prasarana RSGM sebagaimana
dimaksud meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Ruang Rawat Jalan;


Ruang Gawat Darurat
Ruang pemulihan/Recovery room
Ruang Operasi
Farmasi dan Bahan Kedokteran Gigi
Laboratorium Klinik
Laboratorium Teknik Gigi
Ruang Sentral Sterilisasi
Radiologi
Ruang Tunggu
Ruang Administrasi
Ruang Toilet
Prasarana yang meliputi tenaga listrik, penyediaan air bersih, instalasi
pembuangan limbah, alat komunikasi, alat pemadam kebakaran dan tempat
parkir.

Ketentuan persyaratan minimal peralatan RSGM meliputi :


a. Jumlah Dental Unit 50
b. Jumlah Dental Chair 50 unit

24

c. Jumlah Tempat Tidur 3 buah


d. Peralatan Medik meliputi :
1) 1 unit Intra Oral Camera;
2) 1 unit Dental X ray;
3) 1 unit Panoramic x-ray;
4) 1 unit Chepalo Metri x-ray;
5) 1 unit Autoclave / 7 unit Sterilisator;
6) 1 Camera; dan 7) 1 Digital Intra Oral
RSGM harus mempunyai tenaga yang meliputi :
1. Tenaga medis kedokteran gigi :
a. Dokter Gigi
b. Dokter Gigi Spesialis yang meliputi:
1) Bedah Mulut;
2) Meratakan Gigi (Orthodonsi);
3) Penguat Gigi (Konservasi);
4) Gigi Tiruan (Prosthodonsi)
5) Kedokteran Gigi Anak (Pedodonsi);
6) Penyangga Gigi ( Periodonsi );
7) Penyakit Mulut;
2. Dokter/Spesialis lainnya :
a. Dokter dengan pelatihan PPGD
b. Dokter Anestesi
c. Dokter Penyakit Dalam
d. Dokter spesialis anak
3. Tenaga Keperawatan :
a. Perawat Gigi
b. Perawat
4. Tenaga Kefarmasian:
a. Apoteker
b. Analis farmasi

25

c. Asisten apoteker
5. Tenaga Keteknisisan Medis :
a. Radiografer
b. Teknisi Gigi
c. Analis kesehatan
d. Perekam medis
6. Tenaga Non Kesehatan ;
a. Administrasi
b. Kebersihan
(Permenkes, 2004)
2.2

Puskesmas

2.2.1

Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas

pelayanan

kesehatan

yang

menyelenggarakan

upaya

kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih


mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2010).
2.2.2 Visi dan Misi Puskesmas
Visi puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju Indonesia
sehat. Indikator utama yakni:
1. Lingkungan sehat.
2. Perilaku sehat.
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu.
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan.
Misi puskesmas, yaitu:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya.

26

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan


pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat berserta lingkungannya (Permenkes,2014).
2.2.3 Fungsi dan Tujuan Puskesmas
Puskesmas diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator
dan turut serta memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah
kerjanya agar berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan fungsi ini antara lain
adalah terselenggaranya pembangunan di luar bidang kesehatan yang
mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sehat. Upaya pelayanan
yang diselenggarakan meliputi :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif, dengan kelompok masyarakat serta sebagian
besar diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas.
2. Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan,kuratif dan
rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya
melalui upaya rawat jalan dan rujukan (Permenkes,2014).
Fungsi dari Puskesmas adalah:
Fungsi puskesmas menurut Depkes RI (2004) adalah sebagai berikut :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, meliputi :
a. Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di
wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang
berwawasan kesehatan.
b. Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan

setiap

program pembangunan

di wilayah

kerjanya.
c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

27

Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga


dan masyarakat :
a. Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat.
b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk pembiayaan.
c. Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan
program kesehatan.
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang terdiri dari :
a. Pelayanan kesehatan perorangan.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Tujuan puskesmas yaitu :
Mendukung terciptanya tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud
derajat kesehatan setinggi-tingginya, dalam rangka mewujudkan Indonesia
Sehat (Depkes RI, 2010).

2.2.2

Klasifikasi Puskesmas
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya sebagaimana Puskesmas
dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan; merupakan Puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
1) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada
sektor non agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa;
2) memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar
radius 2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop,
atau hotel;
3) lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki
listrik; dan/atau

28

4) terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan


sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Penyelenggaraan

Pelayanan

Kesehatan

oleh

Puskesmas

kawasanperkotaan memiliki karakteristik sebagai berikut:


a. memprioritaskan pelayanan UKM;
b. pelayanan
UKM
dilaksanakan
c.

partisipasimasyarakat;
pelayanan UKP

dilaksanakan

dengan
oleh

melibatkan

Puskesmas

dan

fasilitaspelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah


atau masyarakat;
d. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
e. pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan

yang

sesuai

dengan

pola

kehidupan

masyarakatperkotaan.
b. Puskesmas kawasan perdesaan, merupakan Puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) kriteriakawasan pedesaan sebagai berikut:
1) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor
agraris
2) memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar
dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5
km, tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel;
3) rumah tangga dengan listrik kurang dari 90%
4) terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas sebagaimana
5) dimaksud pada huruf b.
Penyelenggaraan

pelayanan

kesehatan

oleh

Puskesmas

kawasanpedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut:


1) pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
2) pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat;
3) optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan

29

4) pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan


polakehidupan masyarakat perdesaan.
c. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil, merupakan
merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan dengan
karakteristik ebagaiberikut:
1) berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau
kecil, gugus pulau, atau pesisir;
2) akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh
pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6
jam, dan transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim
atau cuaca
3) kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yangtidak
stabil.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasanterpencil
dan sangat terpencil memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan penambahan
kompetensi tenaga kesehatan;
b. dalam pelayanan UKP dapat dilakukan penambahan kompetensidan
kewenangan tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan;
c. pelayanan UKM diselenggarakan dengan memperhatikan
kearifanlokal;
d. pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan
polakehidupan masyarakat di kawasan terpencil dan sangat terpencil;
e. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan
pelayananPuskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan dengan pola
guguspulau/cluster

dan/atau

pelayanan

kesehatan

bergerak

untukmeningkatkan aksesibilitas.
Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan Puskesmas dikategorikan
menjadi:

30

a.

Puskesmas

non

rawat

inap,

adalah

Puskesmas

yang

tidak

menyelenggarakan pelayananrawat inap, kecuali pertolongan persalinan


normal.
b. Puskesmas rawat inap, adalah Puskesmas yang diberi ambahan sumber
daya

untuk

menyelenggarakan

pelayanan

rawat

inap,

sesuai

pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.


Menurut Awar, 2010 puskesmas dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Puskesmas Induk
Puskesmas induk adalah puskesmas yang didirikan di pusat kota
kecamatan yang mempunyai penduduk binaan antara 30.000-50.000 jiwa.
Berdasarkan dengan semakin meningkatnya kemampuan dana yang
dimiliki oleh pemerintah untuk membangun puskesmas. Puskesmas induk
ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di setiap kecamatan berdasarkan
kepadatan dan morbiditasnya.

b. Puskesmas Pembantu
Puskesmas pembantu adalah suatu unit pelayanan kesehatan yang
sederhana dan berfungsi sebagai penunjang dan pembantu pelayanan
kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam ruang lingkup wilayah
yang lebih kecil. Wilayah kerja puskesmas meliputi 2-3 desa dengan
sasaran penduduk mencapai 2.500 orang.
2.2.3

Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam
rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.Dalam melaksanakan
tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi puskesmas berwenang untuk:

31

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan


masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. melaksanakan
komunikasi,
informasi,
edukasi,

dan

pemberdayaanmasyarakat dalam bidang kesehatan;


d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakatyang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan danupaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusiaPuskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,
mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatanmemberikan rekomendasi terkait
masalah kesehatan masyarakat,termasuk dukungan terhadap sistem
kewaspadaan dini dan responpenanggulangan penyakit.
Dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. Menyelenggarakan
Pelayanan
Kesehatan

yang

mengutamakankeamanan dan keselamatan pasien, petugas dan


pengunjung;
e. Menyelenggarakan

Pelayanan

Kesehatan

dengan

prinsip

koordinatifdan kerja sama inter dan antar profesi;


f. Melaksanakan rekam medis;
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan;
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem rujukan.

32

(Permenkes RI, 2014)


2.2.4 Jenis Pelayanan Puskesmas
Menurut

Permenkes

No.

75/Menkes/Per/III/2014,

puskesmas

bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama


secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan tingkat
pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi :
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan mencegah
penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertentu ditambah rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut antara lain adalah
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, kehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, KB, kesehatan jiwa,
serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes,2007).
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi :
1. Pelayanan pengobatan (kuratif) yaitu merupakan suatu rangkaian dari
pengelolaan obat yang merupakan tahapan akhir dari pelayanan
kesehatan yang akan ikut menentukan efektifitas upaya pengobatan oleh
tenaga medis kepada pasien.
2. Upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yaitu merupakan kegiatan
dalam upaya pemulihan kesehatan.
3. Upaya pencegahan (preventif) yaitu merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka pencegahan penyakit dengan memelihara kesehatan lingkungan
maupun perorangan.

33

4. Upaya peningkatan kesehatan (promotif) yaitu upaya kegiatan untuk


memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan
merupakan konsep kesatuan upaya kesehatan.
Hal tersebut menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
kesehatan termasuk puskesmas. Puskesmas merupakan unit pelaksana
kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan yang bersifat pokok
yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat, termasuk
pelayanan kefarmasian.Pelayanan puskesmas ditunjukan kepada semua
penduduk dan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur (Depkes
RI, 2010).
Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah suatu
kecamatan, dengan beberapa faktor yaitu: kepadatan penduduk, luas daerah,
keadaan geografi, dan keadaan infrastruktur lainnya yang merupakan bahan
pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab
wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan
konsep wilayah yaitu desa atau kelurahan, dusun atau rukun warga (Depkes
RI,2010).
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas
perlu ditunjang dengan unit pelayanan yang lebih sederhana diantaranya,
yaitu:
1. Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan tempat pelayanan pengobatan
dibawah Puskesmas Induk yang pelayanannya dilakukan oleh seorang
perawat yang bertempat di suatu desa jauh dari Puskesmas Induk.
2. Puskesmas Keliling (Pusling) kegiatannya sama seperti puskesmas hanya
saja Puskesmas Keliling dilakukan oleh seorang dokter, bidan, perawat,
gizi, dan Asisten Apoteker (AA) (Depkes, 2014).
2.2.5

Upaya Puskesmas

34

Untuk tercapainya visi dan misi pembangunan kesehatan melalui


puskesmas yaitu menuju kecamatan yang sehat

menuju sehat dan

puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan :


a) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama. Upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat
esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.
Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi:
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. pelayanan gizi; dan
e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
b) upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama.
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam
bentuk:
a. rawat jalan;
b. pelayanan gawat darurat;
c. pelayanan satu hari (one day care);
d. home care; dan/atau
e. rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanankesehatan.
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama sebagaimanadilaksanakan
sesuai dengan standar proseduroperasional dan standar pelayanan (Depkes,
2014).
2.2.6

Organisasi Puskesmas
Organisasi Puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a. kepala Puskesmas
b. kepala sub bagian tata usaha
c. penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan masyarakat
d. penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium

35

e. penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas


pelayanan kesehatan (Permenkes, 2014).
2.2.7 Azas Penyelenggaraan Puskesmas
Azaspenyelenggaraan

puskesmas

dalam

melaksanakan

kesehatan wajib maupun pengembangan terdiri dari :


1. Azas pertanggung jawaban wilayah
Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan

derajat

upaya

kesehatan

masyarakat yang bertempat tinggal diwilayah kerjanya.


2. Azas pemberdayaan masyarakat
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat
agar berperan aktif dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas.
3. Azas keterpaduan
Azas menyelenggarakan setiap upaya harus dilaksanakan secara terpadu
untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta agar hasil yang
diperoleh optimal. Ada dua macam keterpaduan yang harus diperhatikan
yaitu :
1. Keterpaduan lintas program
Upaya pemanduan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang
menjadi tanggung jawab puskesmas.
2. Keterpaduan lintas sektoral
Upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas dengan
berbagai macam program dari sektor terkait baik tingkat kecamatan
termasuk kegiatan masyarakat dan dunia sosial.
4. Azas rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal
balik, baik secara vertikal dalam arti suatu strata pelayanan kesehatan ke
strata pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti
antara strata pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan pelayanan
jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua
macam rujukan yang dikenakan yaitu :
1. Rujukan kesehatan perorangan
Merupakan rujukan dari kasus, rujukan dari bahan pemeriksaan dan
rujukan ilmu pengetahuan.
2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

36

Merupakan rujukan sarana logistik, rujukan tenaga dan rujukan


operational (Depkes RI, 2010)

2.2.8. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas


Sistem informasi manajemen puskesmas biasanya menggunakan
sistem pencatatan dan pelaporan puskesmas (SP2TP) yang adalah sistem
pencatatan dan pelaporan puskesmas, data umum, saran, tenaga dan upaya
kesehatan yang dilakukan di puskesmas. Jenis data yang dikumpulkan dan
dicatat dalam SP2TP adalah :
a. Data umum dan data demografi
b. Data ketenagaan puskesmas
c. Data kegiatan pokok puskesmas di dalam gedung dan di luar
gedungPencatatan SP2TP meliputi :
a. Pencatatan
Kegiatan puskesmas di dalam dan di luar gedung puskesmas harus
dicatat. Formulir pencatatan puskesmas meliputi rekam kesehatan
keluarga, KTPK, kartu rawat jalan, kartu rawat inap, penderita kusta,
penderita paru, indeks khusus, kartu ibu anak, KMS balita, kartu
rumah dan regitrasi harian.
b. Pelaporan
1) Laporan bulanan terdiri dari :
a) LB 1 : data kesakitan
b) LB 2 : data obat-obatan
c) LB 3 : data gizi, KIA, imunisasi dan P2M
d) LB 4 : kegiatan puskesmas
2) Laporan tahunan terdiri dari :
a) LT 1 : data dasar puskesmas
b) LT 2 : data kepegawaian puskesmas
c) LT 3 : data peralatan termasuk pustu dan pusling
3) Laporan Khusus terdiri dari :
a) Laporan KLB
WB1 : KLB dengan rentang waktu kurang dari 24 jam
WB2 : KLB Mingguan
b) Laporan Sentinel
LB1s : Diare
LB2s : ISPA, UKK

37

4)

Pengolahan
Dari data yang diperoleh puskesmas mengolahnya menjadi :
a) Pemantauan wilayang setempat
b) Distribusi penyakit dan kecenderungannya
c) Stratifikasi peskesmas
d) Pemanfaatan (Permenkes, 2014)

2.2.9. Sistem Rujukan Puskesmas


Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik,
baik secara vertikal maupun horizontal. Sesuai dengan upaya kesehatan
yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal
yakni :
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus
penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana
pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horizontal maupun
vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan
rawat jalan sederhana, bisa dirujuk kembali ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (operasi)
dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten
untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan
pelayanan medik spesialis di puskesmas.
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah
kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran
lingkungan dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga
dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya

38

kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya


kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan
obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.
2) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar
biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan, penanggulangan gangguan
kesehatan karena bencana alam.
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan
tanggungjawab

penyelesaian

masalah

sepenuhnya

kesehatan

kewenangan

masyarakat

dan

dan
atau

penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain usaha kesehatan


sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh air
bersih)

kepada

dinas

kesehatan

kabupaten/kota.

Rujukan

operasional

diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu ( Alamsyah, 2011).


2.3 Penyakit/ Kelainan yang Sering Ditemukan di Rongga Mulut
2.3.1 Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal
Pulpa gigi adalah suatu jaringan lunak yang terletak di daerah tengah
pulpa. Fungsi utama pulpa adalah formatif, yaitu membentuk odontoblast
yang akan membentuk dentin pada tahap awal perkembangan gigi. Selain
itu, odontoblast juga berinteraksi dengan sel- sel dari epitel dentin dan
membentuk email. Setelah gigi terbentuk, pulpa menyelenggarakan
sejumlah fungsi sekundernya yang berkaitan dengan sensivitas gigi, hidrasi,
dan pertahanan.
Salah satu penyakit jaringan periapikal adalah abses gigi. Abses
adalah kumpulan pus disuatu tempat dalam tubuh. Ini adalah hasil dari
reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing. Abses adalah pengumpulan
nanah yang telah menyebar dari gigi ke jaringan sekitarnya yang biasanya
berasal dari infeksi yang berasal dari plak yang menempel pada gigi. Jika
tidak dibersihkan secara teratur maka bakteri dapat menyebar dalam
jaringan lunak dalam gigi dan gusi sehingga dapat menyebabkan abses
(Madhumati.dkk, 2014).

39

Abses awalnya terjadi karena infeksi pulpa dan abses periodontal atau
proses neoplastik. Infeksi dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies
gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi
pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa).
Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi
yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa
sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut
menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan
struktur gigi yang nekrosis tersebut,

sedangkan perjalanan infeksi dari

jaringan periodontal adalah dari kerusakan jaringan periodontal dan


terdapatnya plak dan kakulus pada sulkus gingival sehingga bakteri masuk
ke sulkus dan menembus masuk ke jarigan periapikal atau jaringgan lain
yang dekat dengan daerah infeksi tersebut (Madhumati.dkk, 2014).
Gambaran klinis suatu abses adalah infeksi akut yang terlokalisir,
manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan,
atau kerusakan jaringan setempat. Abses periapikal berukuran kecil, dari
diameter dibawah 1 cm sampai cukup besar sampai menutupi vestibulum.
Mukosa diatasnya tampak mengkilap. Tanda dan gejala abses odontgogen
akut menimbulkan sakit yang kompleks, pembengkakan, kemerahan,
supurasi, ganguan pengecapan, bau mulut (Pedersen, 1996).
2.3.2 Gangguan Perkembangan Dan Erupsi Gigi
a. Persistensi
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decious teeth
berarti gigi sulung yang sudah melewati waktu tanggalnya tetapi tidak
tanggal. Perlu diiingat bahwa waktu tanggal gigi sulung adalah apabila gigi
permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Pada
keadaan persistensi, terkadang gigi sulung juga tidak goyang. Keadaan ini
sering dijumpai pada anak usia 6 12 tahun pada fase geligi pergantian.
Penyebab persistensi pada gigi sulung bukanlah penyebab tunggal tetapi
merupakan gangguan yang disebabkan oleh multi faktor, yaitu :

40

1. Resorpsi akar gigi susu yang lambat. Hal ini bisa dikarenakan gangguan
nutrisi, hormonal atau gigi berlubang besar dengan indikasi perawatan
saraf yang tidak dirawat.
2. Posisi abnormal benih gigi tetap/ arah tumbuhnya gigi permanen tidak
searah dengan arah tanggalnya gigi sulung yang akan digantikannya.
3. Ketidak cukupan tempat bagi gigi yang akan tumbuh untuk
menggantikan gigi susu. Dengan demikian gigi susu mengarah kepada
tempat yang kosong bisa di depan atau belakang gigi susunya.
Perawatan yang harus dilakukan untuk kasus persistensi adalah
segera mencabut gigi sulung yang persistensi agar gigi permanen dapat
erupsi ke posisi yang benar. Bila tidak segera diekstraksi akan menyebabkan
maloklusi, sehingga diperlukan perawatan ortodontik untuk memperbaiki
posisi gigi permanen ke dalam lengkung yang benar. Anastesi yang
digunakan untuk ekstraksi adalah anastesi local bisa menggunakan chlor
etyl maupun anastesi infiltrasi tergantung dari kedaan gigi sulung sudah
goyang atau belum (Birnbaum dan Dunne, 2010).
b. Ulcus Decubitus
Ulcus dekubitus adalah suatu inflamasi (ulcus) yang disebabkan
oleh trauma atau iritasi tajam yang terjadi secara terus - menerus dan lama.
Ulcus diartikan sebagai defek lokal atau ekskavasi permukaan jaringan atau
organ, yang lebih dalam dari jaringan epitel. Ulcus dekubitus merupakan
lesi oral yang sering dijumpai. Penyebab ulkus dekubitus beragam, meliputi
gigi yang patah atau tajam, penggunaan instrumen dental yang tidak benar,
makanan keras, benda asing tajam, mukosa yang tergigit, dan iritasi. Anakanak seringkali dijumpai ulcus decubitus yang disebabkan akar gigi susu
terdorong oleh gigi permanen yang menyebabkan akar gigi susu keluar
menembus gusi (Birnbaum dan Dunne, 2010).
2.3.3 Karies Gigi
Karies gigi banyak dialami oleh anak disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya kegemaran mengkomsumsi makanan kariogenik. Makanan
kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi.
Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket

41

dan mudah hancur didalam mulut. Karbohidrat dalam makanan yang


sifatnya paling bisa merusak gigi adalah sukrosa. Proses karies selain
ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi dan bentuk
fisik karbohidrt tersebut. Hampir semua anak menyukai makanan dan
minuman kariogenik yang merupakan faktor resiko terjadinya karies.
Setiap kali gula mencapai plak pada gigi, asam akan diproduksi.
Keasaman diukur dengan satuan pH. Keadaan netral adalah pH 7, keadaan
asam bila ph lebih rendah dari 7. Titik kritis untuk kerusakan gigi adalah pH
5,7 dan ini dicapai dan terlampaui sekitar 2 menit setelah gula masuk ke
dalam plak. Jika gula dalam makanan dan minuman telah ditelan,
diperlukan sedikitnya 13 menit untuk menaikkan pH ke atas titik kritis,
sehingga kerusakan gigi dapat berhenti (Nurhayati, dkk, 2014).
Konsumsi makanan dan minuman manis yang berulangkali, seperti
pada pecandu kembang gula, minum banyak teh, atau minuman ringan yang
mengandung gula, dapat membuat pH tetap di bawah 5,7 sehingga
kerusakan gigi terus berlanjut. Semua proses tadi memerlukan plak, dan
tidak dapat terjadi setelah plak dihilangkan, tetapi plak dapat terbentuk
kembali dalam beberapa jam setelah pembersihan (Nurhayati, dkk, 2014).
Frekuensi makan dam minum manis tidak hanya menimbulkan erosi,
tetapi juga kerusakan gigi atau karies. Konsumsi makan makanan manis
pada waktu senggang jam makan akan lebih berbahaya daripada saat waktu
makan utama. Terdapat dua alasan, yaitu kontak gula dengan plak menjadi
diperpanjang dengan makanan manis yang menghasilkan pH lebih rendah
dan karenanya asam dapat dengan cepat menyerang gigi. Kedua yaitu
adanya gula konsentrasi tinggi yang normal terkandung dalam makanan
manis akan membuat plak semakin terbentuk. Risiko pembentukkan plak
dan pembentukkan asam ditentukan oleh frekuensi konsumsi gula, bukan
oleh banyaknya gula yang dimakan (Darwita, 2011).
Karies gigi merupakan suatu proses dekalsifikasi email. Suatu
perbandingan demineralisasi dan remineralisasi struktur gigi terjadi pada
perkembangan lesi karies. Demineralisasi yang paling baik pada gigi terjadi

42

pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah.
Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan
pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi.
Streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri
yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut.Lactobacilli
bukan penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang
progresif pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas produksi
asam yang baik.
Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian
dentin yang mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa. Pulpa yang
terinfeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju apeks
gigi dan menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula dan gigi dalam
keadaan nekrosis. Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas
secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa
menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi ( Madhumati.dkk, 2014).

2.3.4 Gingivitis Dan Penyakit Peridodontal


a. Gingivitis
Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut
yang memiliki prevalensi cukup tinggi di masyarakat dengan prevalensi
penyakit periodontal pada semua kelompok umur di indonesia adalah
96,58%. Penyakit yang menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung
gigi ini merupakan penyakit infeksi serius dan apabila tidak dilakukan
perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi (Melok, 2009)
Gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan
merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung Gingivitis
disebabkan oleh Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan
penyebab utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari
gingivitis yang bila tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis
dimana terjadi kerusaka jaringan pendukung periodontal berupa kerusakan
fiber, ligamen periodontal dan tulang alveolar(Melok, 2009).

43

Gingivitis merupakan tahapan awal terjadinya suatu peradangan


jaringan pendukung gigi (periodontitis) dan terjadi karena efek jangka
panjang dari penumpukan plak. Gingivitis kronis merupakan suatu kondisi
yang umum. Jika di obati, maka prognosis gingivitis adalah baik, namun
jika tidak di obati maka gingivitis dapat berlanjut menjadi periodontitis.
b. Periodontitis
Periodontitis adalah penyakit dengan kehilangan struktur kolagennya
pada daerah yang menyangga gigi, sebagai respon dari akumulasi bakteri di
jaringan periodontal. Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang
menyerang gingiva dan jaringan pendukung gigi lainnya, jika tidak
dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi.
Akumulasi bakteri plak pada permukaan gigi merupa kan penyebab utama
penyakit periodontal.Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan
ke dua yaitu mencapai 96,58% (Reyna dkk, 2013)
Tanda awal dan persisten dari penyakit periodontal adalah kerusakan
jaringan ikat yang terbentuk dari protein ini yang diserang oleh protease
yang berasal dari bakteri atau hospes. Bakteri yang berhubungan dengan
penyakit periodontal dapat memproduksi berbagai enzim proteolitik yang
ikut berperan pada kerusakan jaringan, yaitu; kolagenase dari spesies
Bacteroides, Actinobacillus actinomycetemcomitans dan Spirochaeta. Pada
subyek sakit produk kolagenase pada leher gingiva yang inflamasi atau
poket periodontal tentu berbeda dalam aktifitas dan kadarnya pada leher
gingival dan poket periodontal yang sehat (Melok, 2009)

44

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan
metode cross sectional, yaitu suatu penelusuran sesaat, artinya sampel
diamati hanya sesaat dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada satu waktu (point time approach) (Swarjana, 2012).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Maret- 07 Mei 2016.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga tempat yaitu Puskesmas Mayang,
RSUD Genteng dan Puskesmas Pakusari.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke poli
gigi Puskesmas Pakusari 245 orang, Puskesmas Mayang 263 orang dan
RSUD Genteng 177 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah semua anggota populasi, yaitu pasien
yang datang ke poli gigi

Puskesmas Mayang, RSUD Genteng dan

Puskesmas Pakusari.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah secara total sampling, yaitu melibatkan semua anggota populasi
sebagai sampel penelitian (Swarjana, 2012).

45

3.4 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini pasien yang datang dengan berbagai
diagnosa, umur dan jenis kelamin serta kecenderungan dokter gigi
puskesmas/ rumah sakit dalam memilih terapi yang diberikan kepada
pasien.
3.5 Definisi Operasional
a) Pasien
Seorang individu yang mencari atau menerima perawatan medis,
khususnya perawatan gigi dan mulut.
b) Diagnosa
Identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan suatu
penyakit atau kondisi dari yang lainnya. Penilaian dapat dilakukan melalui
pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau sejenisnya.
c) Terapi
Perawatan yang diberikan dokter gigi puskesmas/ rumah sakit berdasarkan
hasil diagnosa pasien yang telah dilakukan.
d) Umur dan jenis kelamin
Informasi identitas pasien datang ke poli gigipuskesmas/ rumah sakit yang
didapatkan dari kartu identitas, kartu keluarga, atau keterangan dari
anggota keluarga yang bersangkutan.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
46

Penelitian ini merupakan penelitian yang berlangsung di Puskesmas


Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng pada tanggal 28Maret 07 Mei
2016. Hasil penelitian tersebut didapatkan data jumlah kunjungan pasien
keseluruhan sebanyak 685 pasien dengan rincian pasien di Puskesmas Pakusari
245 pasien, Puskesmas Mayang 263 pasien dan RSUD Genteng177 pasien.Data
kunjungan pasien dilengkapi dengan diagnosa, terapi tindakan, kelompok usia
pasien dan jenis kelamin dengan rincian sebagai berikut.
4.1.1

Jumlah Kunjungan Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Selama 6


Minggu di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD
Genteng
Jumlah kunjungan pasien berdasarkan jenis kelamin di Poli Gigi

Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang, dan RSUD Genteng disajikan dalam


tabel 1 dan grafik 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Data Kunjungan Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Selama 6 Minggu Di
Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng
Jenis Kelamin
Tempat
PKM Pakusari
PKM Mayang
RSUD Genteng
Total

L
N
102
130
66
298

Total

P
%
34,23
43,62
22,15
43,50

N
143
133
111
387

%
36,95
34,37
28,68
56,50

N
245
263
177
685

%
35,77
38,39
25,84
100

Gambar 1. Grafik Kunjungan Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Selama 6


Minggu Di PuskesmasPakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng

47

160
140
120
100
Laki-laki

80

Perempuan

60
40
20
0

PKM Pakusari

PKM Mayang

RSUD Genteng

Data tabel 1 dan grafik 1 dapat menunjukkan bahwa pasienperempuan lebih


banyak

daripada

pasien

laki-laki

dalam

melakukan

kunjungan

di

PuskesmasPakusari, Puskesmas Mayang, dan RSUD Genteng.


Kunjungan pasien berdasarkan jenis kelamin, di Puskesmas Pakusari
pasien perempuan berjumlah 143 pasien, dan pasien laki-laki berjumlah 102
pasien. Pada Puskesmas Mayang, pasien perempuan berjumlah 133 pasien, dan
pasien laki-laki berjumlah 130 pasien. Pada RSUD Genteng jumlah pasien
perempuan sebanyak 111 orang, sedangkan jumlah kunjungan pasien berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 66 pasien.
4.1.2

Jumlah Kunjungan Pasien Berdasarkan Usia Selama 6 Minggu di


Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng
Jumlah kunjungan pasien berdasarkan usia di Poli Gigi Puskesmas

Pakusari, Puskesmas Mayang, dan RSUD Genteng disajikan dalam tabel 2 dan
grafik 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Data Kunjungan Pasien berdasarkan Usia Selama 6 Minggu di

Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng

48

Rentang Usia
0-5
6th-11th
12th-25th
26th-45th
46th-65th
>65th
Total

PKM Pakusari
N
%
8
3,27
92
37,55
34
13,88
76
31,02
31
12,65
4
1,63
245
100

Tempat
PKM Mayang
N
%
14
5,32
113
42,97
41
15,59
61
23,19
28
10,65
6
2,28
263
100

RSUD Genteng
N
%
2
1,13
17
9,60
53
29,94
81
45,76
23
12,99
1
0,56
177
100

Total
N
24
222
128
218
82
11
685

%
3,50
32,41
18,69
31,82
11,97
1,61
100

Gambar 2. Grafik Kunjungan Pasien Berdasarkan Usia Selama 6 Minggu di


Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng
120
100
80
60

PKM Pakusari
PKM Mayang

40

RSUD Genteng

20
0

Data tabel 2 dan grafik 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan usia, kunjungan
pasien di puskesmas dan rumah sakit sangat berbeda. Kunjungan pasien terbanyak
di Puskesmas Pakusari dan Puskesmas Mayang adalah pasien pada rentang usia 611 tahun, sedangkan kunjungan pasien terbanyak di RSUD Genteng adalah pada
rentang usia 26-45 tahun. Jumlah kunjungan terkecil berdasarkan usia adalah
rentang usia lebih dari 65 tahun, yaitu di Puskesmas Pakusari sebanyak 4 pasien,
di Puskesmas Mayang 6 pasien dan RSUD Genteng yaitu 1 pasien.
4.1.3 Jumlah Kunjungan Pasien Berdasarkan Diagnosa Penyakit Selama 6
Minggu di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang Dan RSUD
Genteng
49

Penggunaan diagnosa di rumah sakit maupun di puskesmas dalam


pelaporan rekam mediknya menggunakan kode yang sudah ditentukan oleh WHO
(World Health Organitation) yang berfungsi dapat mempermudah evaluasi dan
melihat perhitungan jumlah prevalensi penyakit dalam lingkup kerja sarana
kesehatan maupun nasional dan internasional.
Keterangan :
K00 : gangguan perkembangan erupsi gigi (agenisi, mesiodens, paramolar, fusi,
letak salah benih, persistensi).
K01 : Gigi terbenam atau impaksi (impaksi vertikal, mesioangular, horisontal).
K02 : Karies Gigi (Iritasi pulpa, hiperemi pulpa).
K03 : Penyakit jaringan keras lainnya (mottled enamel, fluorosis, amelogenesis
imperfecta, dentinogenesis imperfecta).
K04 : Penyakit pulpa dan jaringan periapikal (abses, granuloma, pulpa polip,
pulpitis, gangren pulpa, gangren radix).
K05 : Gingivitis dan penyakit periodontal (periodontitis, gingivitis)
K06 : Gangguan gusi dan hubungan alveolar tak bergigi lain (gingival hiperplasi,
gingival polip, epulis, dry socket, pericoronitis, edentulous ridge).
K07 : Anomali dentofacial (protrusi, retrusi, crowded, cleft lip, cleft palate).
K08 : Gangguan gigi dan jaringan penyangga lain (ekstruded, tiping)
K09 : Kista rongga mulut (macam-macam kista tergantung lokasinya)
K10 : Penyakit rahang lain (osteomyelitis, trismus, fraktur).
K11 : Penyakit kelenjar liur (ranula, mucocele).
K12 : Stomatitis dan lesi-lesi yang berhubungan (RAS, traumatik ulser, ulser
decubitus).
K13 : Penyakit bibir dan mulut lainnya ( cheilitis, angular cheilitis, linea alba
buccalis).
K14 : Penyakit lidah (fissure tongue, lichen planus, hairy tongue, candidiasis,
atropik glossitis).
Jumlah kunjungan pasien berdasarkan diagnosa di Poli Gigi Puskesmas
Pakusari, Puskesmas Mayang, dan RSUD Genteng disajikan dalam tabel 3 dan
grafik 3 sebagai berikut:

50

Tabel 3. Data Kunjungan Pasien Berdasarkan Diagnosa Penyakit Selama 6


Minggu Di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD
Genteng

Diagnosa

PKM Pakusari
N
%

Tempat
PKM Mayang
N
%

K00

81

33,06

K01
K02
K03

0
32
0

0,00
13,06
0

10
5
1
28
6

K04

74

30,20

K05

56

K06
K07
K08
K10
K11
K12
K13
Total

RSUD Genteng
N
%

39,92

12

6,78

0,38
10,65
2,28

3
26
11

1,69
14,69
6,21

85

32,32

81

45,76

22,86

37

14,07

38

21,47

1
1
0
0
0
0
0

0,41
0,41
0
0
0
0

0
0
0
0
0
1

0
0
0
0
0
0,38

2,26
0
0,56
0
0
0

245

100

0
26
3

4
0
1
0
0
0
1

100

177

0,56
100

Total
N
19
8
4
86
17
24
0
13
1
5
1
1
0
0
1
1
68
5

%
28,91
0,58
12,55
2,48
35,04
19,12
0,73
0,15
0,15
0
0
0,15
0,15
100

51

Gambar 3. Grafik Kunjungan Pasien Berdasarkan Diagnosa Penyakit Selama 6


Minggu Di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng

120
K00
K01

100

K02
K03

80

K04
K05

60

K06
K07

40

K08
K10

20

K11
K12
K13

0
PKM Pakusari

PKM Mayang

RSUD Genteng

Data tabel 3 dan grafik 3 diperoleh hasil jumlah kunjungan pasien


berdasarkan diagnosa penyakit gigi dan mulut di puskesmas dan rumah sakit yang
tertinggi adalah K04 yaitu penyakit pulpa dan jaringan periapikal (abses,
granuloma, pulpa polip,pulpitis, gangren pulpa, gangren radix) sebanyak 74
pasien di Puskesmas Pakusari, 85 pasien di Puskesmas Mayang, dan 81 pasien di
RSUD Genteng.
Jumlah kunjungan terkecil berdasarkan diagnosa di Puskesmas Pakusari
ada 7 macam yaitu K01, K03, K08, K10, K11, K12, K13 dengan jumlah 0 pasien.
Puskesmas Mayang ada 6 kasus dengan kunjungan terkecil yaituK06, K07, K08,
K10, K11, K13 dengan jumlah 0 pasien. RSUD Genteng, jumlah kunjungan

52

menurut diagnosa yang terkecil ada 4 macam, yaitu: K07,K10,K11,K12 dengan


jumlah 0 pasien.

4.1.4

Jumlah Kunjungan Pasien Berdasarkan Perawatan yang diberikan


Selama 6 Minggu di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan
RSUD Genteng
Jumlah kunjungan pasien berdasarkan perawatan yang diberikan di Poli

Gigi Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang, dan RSUD Genteng disajikan


dalam tabel 4 dan grafik 4 sebagai berikut:
Tempat
Terapi

PKM Pakusari

PKM Mayang

RSUD
Genteng
N
%

130

53,06

101

38,40

33

Tumpatan plastis

11

4,49

11

4,18

Obat+TS

39

15,92

17

Medikasi

58

23,67

Scalling

Konsultasi

Ekstraksi

Total

Total
N

18,64

264

38,54

42

23,73

64

9,34

6,46

29

16,38

85

12,41

104

39,54

44

24,86

206

30,07

0,00

3,42

15

8,47

24

3,50

2,86

21

7,98

14

7,91

42

6,13

245

100

263

100

177

100

685

100

Tabel 4. Data Kunjungan Pasien Berdasarkan Perawatan yang diberikan Selama 6


Minggu di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng

53

Gambar 4. Grafik Kunjungan Pasien Berdasarkan Perawatan yang diberikan


Selama 6 Minggu di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD
Genteng
140
120
100
80

Ekstraksi

60

Tumpatan plastis

40
20
0

Obat+TS
Medikasi
Scalling
Konsultasi

Data Tabel 4 dan Gambar 4 dapat menunjukkan bahwa kunjungan pasien


di Puskesmas Pakusari yang tertinggi berdasarkan perawatan adalah ekstraksi
sebanyak 130 pasien. Pada RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang yang tertinggi
berdasarkan perawatan adalah medikasi yaitu 104 di Puskesmas Mayang dan 44 di
RSUD Genteng.
Kunjungan pasien dengan perawatan yang paling sedikit dilakukan adalah
perawatan scaling 0 pasien di Puskesmas Pakusaridan 9 di Puskesmas Mayang
dan sedangkan di RSUD Genteng konsultasi paling sedikit 14 pasien.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kunjungan Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Selama 6 Minggu di
Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng
Distribusi hasil kunjungan pasien berdasarkan jenis kelamin dapat
disimpulkan bahwa jumlah pasien perempuan 56,50% sedangkan laki-laki
43,50%. Hal itu dikarenakan perempuan mempunyai faktor hormonal yang
menyebabkan perempuan lebih rentan terjadinya karies dan gingivitis. Saat siklus
menstruasi dan saat hamil, hormon estrogen dan progesteron meningkat. Faktor
54

hormon ini akan memperburuk respon gingiva terhadap faktor lokal yaitu bakteri
plak. Adanya interaksi antara bakteri plak dengan hormon dapat mengubah
komposisi plak, sehingga menyebabkan inflamasi gingiva (gingivitis). Gingivitis
yang parah sehingga terbentuk poket periodontal dapat menjadi tempat akumulasi
bakteri penyebab karies, sehingga memudahkan terjadinya karies gigi. Selain itu,
tingkat keasaman (pH) dalam rongga mulut juga berubah menjadi asam, hal inilah
yang memicu timbulnya karies (Affonso, 2012). Suwelo (dalam Jenatu, 2014)
mengatakan bahwa perempuan lebih besar resikonya untuk mengalami karies karena
erupsi gigi lebih lama dalam mulut sehingga faktor resiko penyebab karies gigi lebih
lama terpapar dengan gigi. Perbandingan jumlah kasus antara laki-laki dan

perempuan berbeda-beda di tiap daerah tergantung situasi dan kondisi daerah


tersebut, misalnya tingkat kesadaran, waktu yang dimiliki pasien (Warrow, 2014).
4.2.2 Kunjungan Pasien Berdasarkan Usia Selama 6 Minggu di Puskesmas
Pakusari, Puskesmas Mayang Dan RSUD Genteng
Kunjungan pasien terbanyak di Puskesmas Pakusari danPuskesmas
Mayang adalah pasien pada rentang usia 6 - 11 tahun. Jumlah kunjungan pasien
dengan rentang usia 6 - 11 tahun pada Puskesmas Pakusari adalah sebesar 92
pasien, Puskesmas Mayang sebesar 108 pasien.Hal tersebut dikarenakan gigi
sulung lebih rentan terkena karies (Andhini, 2014)dan pada usia tersebut adalah
masa geligi pergantian (Rianta, 2014) sehingga pasien cenderung datang ke dokter
gigi untuk mencabutkan gigi sulungnya yang sudah goyang.
Tingginya kunjungan pasien pada rentang usia 6 - 11 tahun juga dapat
disebabkan karena promosi kesehatan gigi dan mulut di wilayah kerja Puskesmas
telah berjalan dengan baik. Promosi kesehatan merupakan upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari oleh
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri,serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan
kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.
Salah satu program promosi kesehatan gigi dan mulut yang telah berjalan
di puskesmas adalah Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yaitu upaya

55

kesehatan gigi di lingkungan sekolah terutama sekolah dasar (SD) berupa suatu
bentuk promosi program kesehatan gigi mulut. Progam ini terdiri dari pendidikan
dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan gigi dari puskesmas maupun guru atau wali kelas yang telah dilatih oleh
tenaga kesehatan gigi (Andhini, 2014). Kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan
gigi dan mulut yang berkelanjutan di sekolah, maka pengetahuan tentang
kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat sehingga kesadaran untuk
memeriksakan gigi anak usia sekolah juga semakin tinggi (Andhini, 2014), hal ini
dapat dilihat dari jumlah kunjungan pasien berdasarkan usia yang tertinggi adalah
usia rentang 6 - 11 tahun.
Kunjungan pasien terbanyak di RSUD Gentengadalah pada rentang usia
26 - 45 tahun dengan jumlah kunjungan pasien sebesar 81 pasien. Hal ini
membuktikan bahwa di usia muda lebih tinggi tingkat kesadaran untuk
memelihara kesehatan gigi dan mulut bila dibandingkan dengan usia lanjut.
Semakin tinggi usia anak kesadaran semakin meningkat dan peluang untuk pergi
ke dokter gigi dengan melakukan perawatan gigi khususnya untuk kasus karies
dan melakukan penambalan sangat besar kesempatannya.
Jumlah kunjungan terkecil berdasarkan usia adalah rentang usia lebih dari
65tahun, yaitu di Puskesmas Pakusarisebanyak 4 pasien, di Puskesmas Mayang 6
pasien dan RSUD Gentengyaitu 1 pasien. Hal tersebut dikarenakan pada usia
tersebut pasien sudah malas melakukan perawatan gigi dan mulut karena
keterbatasan fisik pasien.Pada kelompok usia lansia kesehatan gigi dan estetiknya
juga kurang diperhatikan. Kalaupun ada gigi mereka yang rusak, biasanya mereka
lebih memilih untuk mencabut gigi mereka dan menggunakan gigi tiruan atau
protesa.
4.2.3 Kunjungan Pasien Berdasarkan Diagnosa Penyakit Selama 6 Minggu
di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng
Distribusi kunjungan pasien berdasarkan diagnosa didapatkan diagnosa terbanyak
adalah K04 sebanyak 35,04 % dengan jumlah 240 pasien. K04 merupakan kode
untuk diagnosa penyakit pulpa dan jaringan periapikal (abses, granuloma, pulpa
polip, pulpitis, gangren pulpa, gangren radix). Hal ini disebabkan karena

56

kesadaran masyarakat untuk memeriksakan gigi secara rutin ke dokter gigi


kurang, deteksi terhadap karies tidak bisa dilakukan sedini mungkin sehingga
pasien datang dengan keadaan gigi yang sudah parah yaitu sudah mengenai
jaringan pulpa.
Jumlah kunjungan terkecil berdasarkan diagnosa diketiga tempat tersebut
adalah K01 gigi terbenam atau impaksi (impaksi vertikal, mesioangular,
horisontal), K03 (penyakit jaringan keras lainnya (mottled enamel, fluorosis,
amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta)), K06 (gangguan gusi dan
hubungan alveolar tak bergigi lain (gingival hiperplasi, gingival polip, epulis, dry
socket, pericoronitis, edentulous ridge), K07 (anomali dentofacial (protrusi,
retrusi, crowded, cleft lip, cleft palate)), K08 (gangguan gigi dan jaringan
penyangga lain (ekstruded, tiping)), K10 (penyakit rahang lain (osteomyelitis,
trismus, fraktur)), K11 (penyakit kelenjar liur (ranula, mucocele)), K12
(Stomatitis dan lesi-lesi yang berhubungan (RAS, traumatik ulser, ulser
decubitus)), K13 (penyakit bibir dan mulut lainnya (cheilitis, angular cheilitis,
linea alba buccalis)). Hal tersebut dikarenakan kasus-kasus tersebut jarang
ditemukan pada masyarakat di Indonesia pada umumnya.
4.2.4

Kunjungan Pasien Berdasarkan Perawatan yang diberikan Selama 6


Minggu di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD
Genteng
Berdasarkan total kunjungan pasien di Puskesmas Pakusari, Puskesmas

Mayang dan RSUD Genteng berdasarkan perawatan yang paling banyak adalah
perawatan ekstraksiyaitu sebesar 38,54 % sebanyak 264 pasien.
Perawatan ekstraksi tersebut meliputi ekstraksi pada gigi sulung dengan
chlor ethyl oleh karena persistensi atau resorbsi fisiologis dan ekstraksi pada
pasien

dewasa.

Kebanyakan

pasien

terutama

di

Puskesmasmenganggapbahwapencabutangigiadalahpilihanterbaikdalammengatasi
rasa sakit. Pencabutan hanya membutuhkan 1-2 kali kunjungan.

57

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama melaksanakan PKL IKGM/IKGP

IV di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang, dan RSUD Genteng Banyuwangi


pada tanggal 28 Maret- 07 Mei 2016 di dapatkan hasil sebagai berikut :
1

PKL IKGM/IKGP IV merupakan sarana yang menerapkan ilmu pengetahuan


yang telah di peroleh di kuliah, pengetahuan tentang rumah sakit dan
puskesmas serta menambah pengalaman untuk menyiapkan menghadapi dunia
kerja.

Jumlah pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki yaitu sebesar
56,50% dan 43,50%.

Pasien terbanyak adalah pada kelompok usia 6-11 tahun dan tersedikit adalah
usia >65 tahun.

Diagnosa yang paling banyak ditemukan adalah kasus K04 dengan terapi
terbanyak ekstraksi.

5.2

Saran

1. Mahasiswa diharapkan lebih mempersiapkan diri dalam bidang ilmu


pengetahuan dan ketrampilan sebelum mengikuti PKL IKGM/IKGP IV
2. Pencatatan data dan analisa lebih lanjut mengenai hubungan jumlah pasien
yang datang ke Rumah Sakit atau Puskesmas berdasar jenis kelamin, usia
dengan diagnosa penyakit.

58

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, D. 2011. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Andhini, Rosihan. 2014. Hubungan Pelaksanaan UKGS denganStatus Kesehatan
Gigi dan Mulut Murid SD dan Sederajat diwilayah Kerja Puskesmas
Cempaka Putih Kota Banjarmasin. Dentino(Jur. Ked. Gigi). Vol II No. 1
Maret : 102-109
Azrul Azwar. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta :
Binarupa. Aksara.
Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta: Binarupa Aksara
Birnbaum, W. dan Dunne, S.M. 2010.Diagnosis Kelainan Dalam Mulut Petunjuk
Bagi Klinisi.Jakarta : EGC.
Darwita, Risqa Rina. 2011. Efektivitas Progam Sikat Gigi Bersama Terhadap
Risiko Karies Gigi pada Murid Sekolah Dasar. J Indon Med Assoc.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijaksanaan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Pedoman Pelayanan Kesehatan Puskesmas
Depkes RI.
Departmen Kesehatan. 2007. Direktorat Jendral Bina pelayanan Medik Standar
Minimal Pelayanan Kesehatan Gigi Puskesmas.
Depkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/Sk/Ii/2004.
Tentang Kebijakan Sarana Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Depkes RI
Dinkes Nusa Tenggara Barat. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Nusa Tenggara Barat : Dinas
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Hamidah, N. 2014. Peranan Penyuluhan Demonstrasi terhadap Rasa Takut dan
Cemas Anak selama Perawatan Gigi di Puskesmas Cempaka Putih
Banjarmasin. Dentino(Jur. Ked. Gigi). Vol II No. 1 Maret : 34-38.
Madhumati, Shivashankara, Nagarajappa, dan Tanveer, 2014. A Report of a Rare
Case of a Midline Palatal Abscess in a Paediatric Patient. International
Journal of Dental Sciences and Research, 2014, Vol. 2, No. 6B, 5-8.
Melok, 2009. Perbedaan Kadar Matrix Metalloproteinase-8 Setelah Scaling Dan
Pemberian Tetrasiklin Pada Penderita Periodontitis Kronis (The Difference
59

Of Matrix Metalloproteinase-8 Levels After Scaling And Tetracycline


Addition Of Chronic Periodontitis) Jurnal Pdgi, Vol 58 No. 1.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nurhayati, dkk. 2014. Hubungan Konsumsi Makanan Manis Kejadian Gigi
Karies pada Anak Prasekolah di TK B RA Muslimat PSM Tegalrejo Desa
Semen Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Magetan. Jurnal Delima
Harapan, Vol 3 No.2
Pedersen, Gordon. W. 1996. Buku Ajar Praktek Bedah Mulut. Alih bahasa :
Purwanto, Basoeseno, MS. Jakarta: EGC
Permenkes RI. 2004. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1173/Menkes/Per/X/2004 Tentang Rumah Sakit Gigi Dan Mulut
Permenkes RI. 2009. Undang-Undang No. 44 Tentang Rumah Sakit.Jakarta :
Departemen Kesehatan.
Permenkes RI. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 75. Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.
Reyna, Paulina,Dan Christy , 2013. Status Periodontal Dan Kebutuhan
Perawatan Pada Usia Lanjut. Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Rianta, Sapta. 2014. Perbedaan Indeks Karies antara Maloklusi Ringan dan Berat
pada Remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura. Dentino(Jur. Ked. Gigi).
Vol II No. 1 Maret : 13-17
Riskesdas 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Siregar, C. J. P. 2004. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta :
EGC.
Swarjana I.K. 2012. Metode penelitian kesehatan. Yogyakarta: Andi offset.
WHO, Aditama, T. 2002. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta :
Universitas Indonesia Press.
Wijono.2010. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Teori Strategi dan
Aplikasi.Surabaya : UAF

60
43

61

Anda mungkin juga menyukai