PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(Hanafiah, 2009). Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan
derajat hidup masyarakat, maka negara berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dengan sebaik -baiknya. Pembangunan kesehatan merupakan upaya
yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Indikator
keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari peningkatan atau
penurunan derajat kesehatan (Depkes RI, 2010).
Program yang termasuk dalam upaya kesehatan ini adalah program
pemberantasan penyakit menular dan program pencegahan penyakit tidak menular.
Salah satu upaya kesehatan dalam pencegahan penyakit tidak menular adalah upaya
kesehatan gigi.Upaya kesehatan gigi ini bertujuan untuk menurunkan secara
bermakna insidens dan prevalensi penyakit gigi sehingga tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan tercapainya derajat kesehatan gigi yang optimal
Indonesia memiliki kasus penyakit gigi dan mulut umumnya yang banyak
ditemukan di masyarakat yaitu karies gigi dan penyakit periodontal. Data Survei
Kesehatan Rumah Tangga (Depkes RI., 2004) menyatakan bahwa 63,5%
penduduk Indonesia menderita karies aktif. Provinsi dengan angka tersebut lebih
tinggi dari angka nasional, seperti Kalimantan 80,2%, Sulawesi 74%, Sumatera
65,4%. Kelompok umur, golongan umur muda lebih banyak menderita karies gigi
aktif dibandingkan umur 45 tahun ke atas, dimana umur 10-24 tahun karies gigi
aktif adalah 66,8%- 69,5%, umur 45 tahun ke atas 53,3% dan umur 65 tahun ke
atas 43,8%. Keadaan ini menunjukkan karies gigi aktif banyak terjadi pada
golongan usia produktif (Depkes RI, 2000).
Derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan dapat
ditingkatkan secara menyeluruh dan terpadu, hal ini sangat berhubungan dengan
sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Sarana kesehatan adalah tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, seperti rumah sakit dan
puskesmas. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan
kesehatan dari rumah sakit dilaksanakan melalui program rumah sakit pemerintah
dan rumah sakit swasta (UU No 44, 2009).
Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat dan menggunakan hasil pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna dan menitik beratkan pada pelayanan untuk
masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pelayanan menyeluruh
puskesmas meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
merupakan pelayanan medik dasar. Puskesmas lebih mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif kepada masyarakat di wilayah kerjanya
(Depkes RI,
2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diketahui masalah kesehatan gigi
dan mulut yang terjadi pada masyarakat serta tindakan yang dilakukan di daerah
kerja Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng dalam bentuk
Praktek Kerja Lapangan (PKL) IKGM/IKGP IV yang ditujukan untuk mahasiswa
Kedokteran Gigi tingkat profesi.
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja kasus penyakit gigi dan mulut berdasarkan kasus terbanyak dan
bagaimana perawatan yang diberikan terhadap kasus tersebut di Puskesmas
Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan PKL IKGM / IKGP IV di Puskesmas dan Rumah
Sakit adalah :
1. Mahasiswa dapat mempelajari sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas dan
Rumah Sakit
2. Mahasiswa dapat mempelajari segala bentuk permasalahan kesehatan gigi
dan mulut dengan sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas dan Rumah Sakit
3. Mahasiswa dapat mempunyai bekal dan pengalaman dalam rangka
mempersiapkan diri jika nanti terjun ke masyarakat
4. Mahasiswa dapat mendiagnosa, merencanakan,melakukan perawatan gigi dan
mulut dengan fasilitas yang ada di Puskesmas dan Rumah Sakit
1.4 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan PKL IKGM / IKGP IV di Puskesmas dan
Rumah Sakit adalah :
a. Bagi Mahasiswa
Sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama di perkuliahan
sehingga mempunyai bekal dan pengalaman yang lebih, selain itu dapat
mengetahui bentuk permasalahan kasus kesehatan gigi dan mulut yang khas pada
masing-masing daerah wilayah kerja Puskesmas dan Rumah Sakit.
b. Bagi Puskesmas dan Rumah Sakit
Memperoleh bantuan tenaga medis dalam melaksanakan pelayanan di bidang
kesehatan gigi dan mulut, selain itu dapat mengetahui bentuk permasalahan kasus
kesehatan gigi dan mulut yang umum terjadi pada masing-masing daerah wilayah
kerjanya.
3
sakit
adalah
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
dengan
fungsi
menyediakan
pelayanan
paripurna
2.1.3
2.1.4
Jenis pelayanan
Sumber daya manusia
Peralatan
Sarana dan prasarana
Administrasi dan manajemen
ii.
iii.
iv.
v.
2. Pelayanan Kefarmasian
Kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
3. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan
Keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan generalis
dan spesialis serta asuhan kebidanan.
4. Pelayanan Penunjang Klinik
Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah,
perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit,
gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.
5. Pelayanan Penunjang Nonklinik
Pelayanan penunjang non klinik meliputi pelayanan laundry/linen,
jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi,
pemulasaraan
jenazah,
sistem
penanggulangan
kebakaran,
10
11
b. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian pada rumah sakit klas B terdiri dari
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Tenaga kefarmasian terdiri
atas:
a) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah
Sakit.
b) 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu
oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis
kefarmasian.
c) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh
paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian.
d) 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu
oleh minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian.
e) 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling
sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian.
f) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan
distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi
klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga
teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban
kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit
g) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasian rumah sakit.
c. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan pada rumah sakit klas
d.
12
13
14
iii.
berencana.
pelayanan medik spesialis dasar paling sedikit 2 (dua) dari 4
(empat) pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi
pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan/atau
iv.
asuhan
15
Pelayanan
penunjang
klinik
meliputi
pelayanan
darah,
perawatan high care unit untuk semua golongan umur dan jenis
penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.
5) pelayanan penunjang nonklinik
Pelayanan
penunjang
nonklinikmeliputi
pelayanan
laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan
fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem
informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah,
sistem
a. Tenaga Medis;
4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
iii.
1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar.
b. Tenaga Kefarmasian;
i.
1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah
ii.
Sakit;
(satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan
yangdibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis
iii.
kefarmasian;
1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi
dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
16
iv.
farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh
tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan
didirikan
dan
diselenggarakan untuk
menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua.
2. Rumah Sakit Umum kelas D pratama hanya dapat didirikan dan
diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Selain pada daerah Rumah Sakit Umum kelas D pratama dapat
juga didirikan di kabupaten/kota, apabila memenuhi kriteria
i.
ii.
sebagai berikut:
belum tersedia Rumah Sakit di kabupaten/kota yang bersangkutan
Rumah Sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota yang
iii.
17
18
19
horizontal.
(1)
Pelayanan
kesehatan
dilaksanakan
secara
berjenjang,
sesuai
atau
asuransi
kesehatan
sosial
dan
pemberi
tetap
dilakukan
ke
20
fasilitas
pelayanan kesehatan
pelayanan
sesuai
aksesibilitas,
terdekat
yang
memiliki
kemampuan
pemerataan
dan
peningkatan efektifitas
pelayanan
rendah
ke
tingkatan
pelayanan
sebaliknya(Siregar, 2004).
Rujukan horizontal dilakukan apabila
memberikan
pelayanan
kesehatan
sesuai
perujuk
tidak
dapat
dengan kebutuhan
pasien
sosial,
meningkatkan
dapat
aksesibilitas,
pemerataan
dan
rangka
peningkatan efektifitas
yang
memiliki
kemampuan
pelayanan
sesuai
kebutuhan
pasien(Siregar, 2004).
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan
yang
lebih
tinggi
sekurang-kurangnya meliputi:
a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. transportasi rujukan; dan
21
e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan (Siregar,
2004).
Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi
pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk
tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien
gawat darurat
c. membuat surat
pengantar
rujukan
untuk
disampaikan
kepada
pendidikan,
penelitian
dan
pengembangan,
serta
22
b. Pelayanan
laboratorium
yang
meliputi
laboratorium
klinik
dan
24
25
c. Asisten apoteker
5. Tenaga Keteknisisan Medis :
a. Radiografer
b. Teknisi Gigi
c. Analis kesehatan
d. Perekam medis
6. Tenaga Non Kesehatan ;
a. Administrasi
b. Kebersihan
(Permenkes, 2004)
2.2
Puskesmas
2.2.1
Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan
upaya
kesehatan
26
setiap
program pembangunan
di wilayah
kerjanya.
c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat.
27
2.2.2
Klasifikasi Puskesmas
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya sebagaimana Puskesmas
dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan; merupakan Puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
1) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada
sektor non agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa;
2) memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar
radius 2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop,
atau hotel;
3) lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki
listrik; dan/atau
28
Pelayanan
Kesehatan
oleh
Puskesmas
partisipasimasyarakat;
pelayanan UKP
dilaksanakan
dengan
oleh
melibatkan
Puskesmas
dan
yang
sesuai
dengan
pola
kehidupan
masyarakatperkotaan.
b. Puskesmas kawasan perdesaan, merupakan Puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) kriteriakawasan pedesaan sebagai berikut:
1) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor
agraris
2) memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar
dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5
km, tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel;
3) rumah tangga dengan listrik kurang dari 90%
4) terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas sebagaimana
5) dimaksud pada huruf b.
Penyelenggaraan
pelayanan
kesehatan
oleh
Puskesmas
29
dan/atau
pelayanan
kesehatan
bergerak
untukmeningkatkan aksesibilitas.
Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan Puskesmas dikategorikan
menjadi:
30
a.
Puskesmas
non
rawat
inap,
adalah
Puskesmas
yang
tidak
untuk
menyelenggarakan
pelayanan
rawat
inap,
sesuai
b. Puskesmas Pembantu
Puskesmas pembantu adalah suatu unit pelayanan kesehatan yang
sederhana dan berfungsi sebagai penunjang dan pembantu pelayanan
kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam ruang lingkup wilayah
yang lebih kecil. Wilayah kerja puskesmas meliputi 2-3 desa dengan
sasaran penduduk mencapai 2.500 orang.
2.2.3
Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam
rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.Dalam melaksanakan
tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi puskesmas berwenang untuk:
31
dan
yang
Pelayanan
Kesehatan
dengan
prinsip
32
Permenkes
No.
75/Menkes/Per/III/2014,
puskesmas
33
Upaya Puskesmas
34
Organisasi Puskesmas
Organisasi Puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a. kepala Puskesmas
b. kepala sub bagian tata usaha
c. penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan masyarakat
d. penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium
35
puskesmas
dalam
melaksanakan
derajat
upaya
kesehatan
36
37
4)
Pengolahan
Dari data yang diperoleh puskesmas mengolahnya menjadi :
a) Pemantauan wilayang setempat
b) Distribusi penyakit dan kecenderungannya
c) Stratifikasi peskesmas
d) Pemanfaatan (Permenkes, 2014)
38
penyelesaian
masalah
sepenuhnya
kesehatan
kewenangan
masyarakat
dan
dan
atau
kepada
dinas
kesehatan
kabupaten/kota.
Rujukan
operasional
39
Abses awalnya terjadi karena infeksi pulpa dan abses periodontal atau
proses neoplastik. Infeksi dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies
gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi
pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa).
Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi
yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa
sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut
menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan
struktur gigi yang nekrosis tersebut,
40
1. Resorpsi akar gigi susu yang lambat. Hal ini bisa dikarenakan gangguan
nutrisi, hormonal atau gigi berlubang besar dengan indikasi perawatan
saraf yang tidak dirawat.
2. Posisi abnormal benih gigi tetap/ arah tumbuhnya gigi permanen tidak
searah dengan arah tanggalnya gigi sulung yang akan digantikannya.
3. Ketidak cukupan tempat bagi gigi yang akan tumbuh untuk
menggantikan gigi susu. Dengan demikian gigi susu mengarah kepada
tempat yang kosong bisa di depan atau belakang gigi susunya.
Perawatan yang harus dilakukan untuk kasus persistensi adalah
segera mencabut gigi sulung yang persistensi agar gigi permanen dapat
erupsi ke posisi yang benar. Bila tidak segera diekstraksi akan menyebabkan
maloklusi, sehingga diperlukan perawatan ortodontik untuk memperbaiki
posisi gigi permanen ke dalam lengkung yang benar. Anastesi yang
digunakan untuk ekstraksi adalah anastesi local bisa menggunakan chlor
etyl maupun anastesi infiltrasi tergantung dari kedaan gigi sulung sudah
goyang atau belum (Birnbaum dan Dunne, 2010).
b. Ulcus Decubitus
Ulcus dekubitus adalah suatu inflamasi (ulcus) yang disebabkan
oleh trauma atau iritasi tajam yang terjadi secara terus - menerus dan lama.
Ulcus diartikan sebagai defek lokal atau ekskavasi permukaan jaringan atau
organ, yang lebih dalam dari jaringan epitel. Ulcus dekubitus merupakan
lesi oral yang sering dijumpai. Penyebab ulkus dekubitus beragam, meliputi
gigi yang patah atau tajam, penggunaan instrumen dental yang tidak benar,
makanan keras, benda asing tajam, mukosa yang tergigit, dan iritasi. Anakanak seringkali dijumpai ulcus decubitus yang disebabkan akar gigi susu
terdorong oleh gigi permanen yang menyebabkan akar gigi susu keluar
menembus gusi (Birnbaum dan Dunne, 2010).
2.3.3 Karies Gigi
Karies gigi banyak dialami oleh anak disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya kegemaran mengkomsumsi makanan kariogenik. Makanan
kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi.
Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket
41
42
pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah.
Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan
pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi.
Streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri
yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut.Lactobacilli
bukan penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang
progresif pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas produksi
asam yang baik.
Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian
dentin yang mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa. Pulpa yang
terinfeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju apeks
gigi dan menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula dan gigi dalam
keadaan nekrosis. Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas
secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa
menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi ( Madhumati.dkk, 2014).
43
44
Puskesmas Pakusari.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah secara total sampling, yaitu melibatkan semua anggota populasi
sebagai sampel penelitian (Swarjana, 2012).
45
L
N
102
130
66
298
Total
P
%
34,23
43,62
22,15
43,50
N
143
133
111
387
%
36,95
34,37
28,68
56,50
N
245
263
177
685
%
35,77
38,39
25,84
100
47
160
140
120
100
Laki-laki
80
Perempuan
60
40
20
0
PKM Pakusari
PKM Mayang
RSUD Genteng
daripada
pasien
laki-laki
dalam
melakukan
kunjungan
di
Pakusari, Puskesmas Mayang, dan RSUD Genteng disajikan dalam tabel 2 dan
grafik 2 sebagai berikut:
48
Rentang Usia
0-5
6th-11th
12th-25th
26th-45th
46th-65th
>65th
Total
PKM Pakusari
N
%
8
3,27
92
37,55
34
13,88
76
31,02
31
12,65
4
1,63
245
100
Tempat
PKM Mayang
N
%
14
5,32
113
42,97
41
15,59
61
23,19
28
10,65
6
2,28
263
100
RSUD Genteng
N
%
2
1,13
17
9,60
53
29,94
81
45,76
23
12,99
1
0,56
177
100
Total
N
24
222
128
218
82
11
685
%
3,50
32,41
18,69
31,82
11,97
1,61
100
PKM Pakusari
PKM Mayang
40
RSUD Genteng
20
0
Data tabel 2 dan grafik 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan usia, kunjungan
pasien di puskesmas dan rumah sakit sangat berbeda. Kunjungan pasien terbanyak
di Puskesmas Pakusari dan Puskesmas Mayang adalah pasien pada rentang usia 611 tahun, sedangkan kunjungan pasien terbanyak di RSUD Genteng adalah pada
rentang usia 26-45 tahun. Jumlah kunjungan terkecil berdasarkan usia adalah
rentang usia lebih dari 65 tahun, yaitu di Puskesmas Pakusari sebanyak 4 pasien,
di Puskesmas Mayang 6 pasien dan RSUD Genteng yaitu 1 pasien.
4.1.3 Jumlah Kunjungan Pasien Berdasarkan Diagnosa Penyakit Selama 6
Minggu di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang Dan RSUD
Genteng
49
50
Diagnosa
PKM Pakusari
N
%
Tempat
PKM Mayang
N
%
K00
81
33,06
K01
K02
K03
0
32
0
0,00
13,06
0
10
5
1
28
6
K04
74
30,20
K05
56
K06
K07
K08
K10
K11
K12
K13
Total
RSUD Genteng
N
%
39,92
12
6,78
0,38
10,65
2,28
3
26
11
1,69
14,69
6,21
85
32,32
81
45,76
22,86
37
14,07
38
21,47
1
1
0
0
0
0
0
0,41
0,41
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0,38
2,26
0
0,56
0
0
0
245
100
0
26
3
4
0
1
0
0
0
1
100
177
0,56
100
Total
N
19
8
4
86
17
24
0
13
1
5
1
1
0
0
1
1
68
5
%
28,91
0,58
12,55
2,48
35,04
19,12
0,73
0,15
0,15
0
0
0,15
0,15
100
51
120
K00
K01
100
K02
K03
80
K04
K05
60
K06
K07
40
K08
K10
20
K11
K12
K13
0
PKM Pakusari
PKM Mayang
RSUD Genteng
52
4.1.4
PKM Pakusari
PKM Mayang
RSUD
Genteng
N
%
130
53,06
101
38,40
33
Tumpatan plastis
11
4,49
11
4,18
Obat+TS
39
15,92
17
Medikasi
58
23,67
Scalling
Konsultasi
Ekstraksi
Total
Total
N
18,64
264
38,54
42
23,73
64
9,34
6,46
29
16,38
85
12,41
104
39,54
44
24,86
206
30,07
0,00
3,42
15
8,47
24
3,50
2,86
21
7,98
14
7,91
42
6,13
245
100
263
100
177
100
685
100
53
Ekstraksi
60
Tumpatan plastis
40
20
0
Obat+TS
Medikasi
Scalling
Konsultasi
hormon ini akan memperburuk respon gingiva terhadap faktor lokal yaitu bakteri
plak. Adanya interaksi antara bakteri plak dengan hormon dapat mengubah
komposisi plak, sehingga menyebabkan inflamasi gingiva (gingivitis). Gingivitis
yang parah sehingga terbentuk poket periodontal dapat menjadi tempat akumulasi
bakteri penyebab karies, sehingga memudahkan terjadinya karies gigi. Selain itu,
tingkat keasaman (pH) dalam rongga mulut juga berubah menjadi asam, hal inilah
yang memicu timbulnya karies (Affonso, 2012). Suwelo (dalam Jenatu, 2014)
mengatakan bahwa perempuan lebih besar resikonya untuk mengalami karies karena
erupsi gigi lebih lama dalam mulut sehingga faktor resiko penyebab karies gigi lebih
lama terpapar dengan gigi. Perbandingan jumlah kasus antara laki-laki dan
55
kesehatan gigi di lingkungan sekolah terutama sekolah dasar (SD) berupa suatu
bentuk promosi program kesehatan gigi mulut. Progam ini terdiri dari pendidikan
dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan gigi dari puskesmas maupun guru atau wali kelas yang telah dilatih oleh
tenaga kesehatan gigi (Andhini, 2014). Kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan
gigi dan mulut yang berkelanjutan di sekolah, maka pengetahuan tentang
kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat sehingga kesadaran untuk
memeriksakan gigi anak usia sekolah juga semakin tinggi (Andhini, 2014), hal ini
dapat dilihat dari jumlah kunjungan pasien berdasarkan usia yang tertinggi adalah
usia rentang 6 - 11 tahun.
Kunjungan pasien terbanyak di RSUD Gentengadalah pada rentang usia
26 - 45 tahun dengan jumlah kunjungan pasien sebesar 81 pasien. Hal ini
membuktikan bahwa di usia muda lebih tinggi tingkat kesadaran untuk
memelihara kesehatan gigi dan mulut bila dibandingkan dengan usia lanjut.
Semakin tinggi usia anak kesadaran semakin meningkat dan peluang untuk pergi
ke dokter gigi dengan melakukan perawatan gigi khususnya untuk kasus karies
dan melakukan penambalan sangat besar kesempatannya.
Jumlah kunjungan terkecil berdasarkan usia adalah rentang usia lebih dari
65tahun, yaitu di Puskesmas Pakusarisebanyak 4 pasien, di Puskesmas Mayang 6
pasien dan RSUD Gentengyaitu 1 pasien. Hal tersebut dikarenakan pada usia
tersebut pasien sudah malas melakukan perawatan gigi dan mulut karena
keterbatasan fisik pasien.Pada kelompok usia lansia kesehatan gigi dan estetiknya
juga kurang diperhatikan. Kalaupun ada gigi mereka yang rusak, biasanya mereka
lebih memilih untuk mencabut gigi mereka dan menggunakan gigi tiruan atau
protesa.
4.2.3 Kunjungan Pasien Berdasarkan Diagnosa Penyakit Selama 6 Minggu
di Puskesmas Pakusari, Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng
Distribusi kunjungan pasien berdasarkan diagnosa didapatkan diagnosa terbanyak
adalah K04 sebanyak 35,04 % dengan jumlah 240 pasien. K04 merupakan kode
untuk diagnosa penyakit pulpa dan jaringan periapikal (abses, granuloma, pulpa
polip, pulpitis, gangren pulpa, gangren radix). Hal ini disebabkan karena
56
Mayang dan RSUD Genteng berdasarkan perawatan yang paling banyak adalah
perawatan ekstraksiyaitu sebesar 38,54 % sebanyak 264 pasien.
Perawatan ekstraksi tersebut meliputi ekstraksi pada gigi sulung dengan
chlor ethyl oleh karena persistensi atau resorbsi fisiologis dan ekstraksi pada
pasien
dewasa.
Kebanyakan
pasien
terutama
di
Puskesmasmenganggapbahwapencabutangigiadalahpilihanterbaikdalammengatasi
rasa sakit. Pencabutan hanya membutuhkan 1-2 kali kunjungan.
57
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama melaksanakan PKL IKGM/IKGP
Jumlah pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki yaitu sebesar
56,50% dan 43,50%.
Pasien terbanyak adalah pada kelompok usia 6-11 tahun dan tersedikit adalah
usia >65 tahun.
Diagnosa yang paling banyak ditemukan adalah kasus K04 dengan terapi
terbanyak ekstraksi.
5.2
Saran
58
DAFTAR PUSTAKA
60
43
61