Anda di halaman 1dari 87

MAKALAH

TOPIK II
ANESTESI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dental Science Progamme 8

Disusun Oleh:
Kelompok Tutor 6

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

Disusun Oleh :

Editor

Sofyan Suri

160110130066

Lailatul Rahmi

160110130067

Putri Bella Kharisma

160110130071

Muthia Belladina Silmi

160110130074

Sofyan Suri

160110130066

Muthia Belladina Silmi

160110130074

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Esa
karena atas ridho-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini kami
susun untuk memenuhi mata kuliah DSP 8 topik tentang anestesi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada seluruh pihak yang
telah membantu kami dalam proses pembuatan makalah ini. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen pembimbing mata kuliah DSP 8 yang
telah membimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini.
Seperti kata pepatah, tidak ada gading yang tidak retak, yang berarti tidak ada
sesuatu yang sempurna. Maka, kami mengucapkan mohon maaf atas kesalahan yang
ada pada makalah ini. Sekian kata pengantar dari kami, dengan tangan terbuka kami
sangat menerima saran dan kritik dari pembaca. Terima kasih.

Jatinangor, 11 Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................................iv
DAFTAR TABEL .........................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................11
2.1 Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi ....................11
2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal di Bidang KG
.............................................................................................................12
2.3 Persiapan Pra Anestesi .................................................................13
2.4 Komplikasi Anestesi Lokal ..........................................................14
2.5 Teknik Blok Anestesi Untuk Pencabuta Gigi Rahang Bawah ......23
2.6 Teknik AnestesI Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah
............................................................................................................42
2.7 Teknik Blok Anestesi Nervus Palatinus .......................................50
2.8 Macam-macam Obat Anestesi Umum ..........................................57

2.9 Macam-macam Teknik Anestesi Umum ......................................63


2.10 Status Fisik Pasien Berdasarkan ASA ........................................70
2.11 Sedasi...........................................................................................71
2.12 Teknik Sedasi Intra Vena ............................................................74
2.13 Teknik Sedasi Inhalasi ................................................................81
BAB III DISKUSI .......................................................................................87
BAB IV KESIMPULAN .............................................................................90
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................91

DAFTAR TABEL

No
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3

Teks
Keuntungan dan kerugian dari teknik Gow-Gates
Keuntungan dan kerugian dari teknik Vazirani-Akinosi
Panjang Gigi Rata-rata

DAFTAR GAMBAR

Halaman
31
35
49

No
Gambar 2.1

Teks
Paralisis nervus fasial akibat blok saraf alveolar inferior

Halaman
16

Gambar 2.2
Gambar 2.3

pada sisi kiri.


Hematoma akibat blok nervus mentale bilateral
Pengelupasan jaringan pada palatum akibat iskemia

17
19

sekunder yang lama akibat local anastesi dengan


Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12

vasonkonstriktor.
Anatomi Mandibula
Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk
Kuku jari menempel pada linea oblique
Jarum ditusukkan
Gerakan jari ke arah superior
Persiapan memasukkan jarum anastesi
Menusukkan jarum
Palpasi coroid notch
Insersi ujung jarum

23
24
25
26
33
33
34
37
37

Gambar 2.13

Aspirasi

38

Gambar 2.14

Ilustrasi Teknik Fischer

40

Gambar 2.15

Penyuntikan supraperiosteal.

42

Gambar 2.16

Teknik Anestesi Infiltrasi

45

Gambar 2.17

Pegang dan tahan syringe dengan posisi parallel terhadap

48

sumbu panjang gigi.


Gambar 2.18

Penekanan anestesi menggunakan stik aplikator hingga

52

jaringan memucat atau iskemia


Gambar 2.19

Stabilisasi jarum

52

Gambar 2.20

Blok Nervus palatinus mayor

55

Gambar 2.21

Injeksi Sebagian nervus palatinus

56

BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari

bahasa Yunani an -"tidak, tanpa"

dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi terbagi menjadi
dua macam yaitu anestesi general dan local. Anestesi local lebih sering digunakan di
bidang kedokteran gigi.
Anestesi general adalah tindakan menghilangkan nyeri disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversible. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias
anestesi yaitu hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Anestesi general jarang di
gunakan di kedokteran gigi.
Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara
pada bagian tubuh. Penggunaan anastesi lokal pada kedokteran gigi sangat

diperlukan untuk melakukan suatu tindakan atau untuk mengontrol rasa sakit.
Pencegahan rasa sakit dalam kedokteran gigi dapat membangun hubungan baik
antara dokter gigi dan pasien, membangun kepercayaan, menghilangkan rasa cemas,
dan menunjukkan sikap positif dari dokter. Dalam penggunaannya anestesi lokal
terdiri dari berbagai macam jenis, yang mempunyai teknik, kelebihan dan
kekurangan yang berbeda-beda, hal ini harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan
tindakan apa yang akan dilakukan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui lebih
lanjut tentang anastesi local.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai segala yang berhubungan dengan
anestesi pada bedah mulut, mulai dari definisi anestesi local di bidang kedokteran
gigi, indikasi dan kontraindikasi anestesi local di bidang kedokteran gigi, persiapan
pra anestesi, komplikasi anestesi local, teknik blok anestesi, teknik infiltrasi anestesi,
serta macam-macam obat dan teknik anestesi umum terutama teknik sedasi intra
vena dan inhalasi

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi


Anastesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu dan

terbatas yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi
ujung serabut saraf ataupun karena inhibisi pada proses konduksi

pada nervus

perifer.
Di kedokteran gigi, anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri,
sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan oleh dokter gigi pun mampu
bekerja dengan baik. Selain itu, anestesi lokal juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan penyebab nyeri pada wajah.
Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mendasari usaha
dalam hal- hal pemberian anestesi dan analgesik serta menjaga keselamatan
penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan, melakukan tindakan resusitasi
pada penderita gawat, mengelola unit perawatan intensif, memberi pelayanan terapi,
penanggulangan nyeri menahun bersama cabang ilmu kedokteran lainnya dan dengan
peran serta masyarakat secara aktif mengelola kedokteran gawat darurat. Anestesi
bersifat reversibel dan sementara.
Selain itu pada anestesi dikenal juga adanya anestesi topikal yang merupakan
suatu pengaplikasian agen anestesi lokal pada permukaan membran mukosa atau

11

kulit yang kemudian berpenetrasi melewati epidermis dan menganestesi ujung ujung
saraf.

2.2

Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi


Anestesi lokal secara parenteral diberikan untuk infiltrasi dan anestesi blok

saraf. Infiltrasi anestesi umumnya digunakan untuk pembedahan minor dan


perawatan gigi. Anestesi blok saraf digunakan untuk pembedahan, perawatan gigi,
dan prosedur diagnosis dan pengontrolan rasa sakit. Karena keanekaragaman dari
mekanisme absorpsi dan toksisitasnya, pemilihan jenis dan konsentrasi anestesi lokal
yang ideal tergantung pada prosedur yang akan dilakukan.
Dalam bidang kedokteran gigi, secara umum anestesi lokal diindikasi untuk
berbagai tindakan bedah yang dapat menimbulkan rasa sakit yang tidak tertahankan
oleh pasien, di antaranya yaitu ekstraksi gigi, apikoektomi, gingivektomi,
gingivoplasti, bedah periodontal, pulpektomi, pulpotomi, alveoplasti, bone grafting,
implant, perawatan fraktur rahang, reimplantasi gigi avulse, perikoronitis, kista,
bedah pengangkatan tumor, bedah pengangkatan odontoma dan juga penjahitan dan
Flapping pada jaringan muko-periosteum.
Sedangkan, kontraindikasi dari pemberian anestesi lokal meliputi:
1) Adanya infeksi/inflamasi akut pada daerah injeksi apabila melakukan anestesi
secara injeksi. Hindari blocking saraf inferior gigi pada dasar mulut atau area
2)
3)
4)
5)

retromolar.
Penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease.
Alergi
Penderita hipertensi
Penderita penyakit hati/liver

12

Penderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati dan
ginjal.
2.3

Persiapan Pra Anestesi


Sebelum

dilakukan

pemberian

anestesi

lokal,

operator

harus

mempertimbangkan risiko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan oleh
efek depresan yang merupakan salah satu efek dari obat-obatan anestesi lokal. Selain
itu, obat-obatan anestesi lokal pun memiliki efek samping lain yaitu bronkospasm
yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun vasodepressor sinkop. Oleh
karena itu, keadaan umum pasien perlu dievaluasi sebelum melakukan tindakan
anestesi. Persiapan pra anestesi ini mencakup tiga persiapan, yaitu persiapan diri
anestetis, persiapan alat dan bahan, dan persiapan pasien.
Persiapan anestesis, berupa anestesis harus sehat fisik dan psikis, memiliki
pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai, dan memiliki mental yang
baik untuk mengatasi apabila terjadi keadaan yang mengancam jiwa pasien.
Persiapan alat dan bahan anestesi, alat yang biasa digunakan adalah syringe
untuk menyutikkan bahan atau agen anestesi lokal ke daerah yang akan dianestesi.
Hal ini perlu diperhatikan agar penyuntikan berjalan cepat dan lancar. Kemudian
siapkan mukosa yang akan disuntik, dan siap dilakukan penyuntikan langsung pada
daerah yang dikehendaki.
Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik
pasien. Dalam anamnesis, pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah
atau sedang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumi, riwayat alergi, dan juga
beberapa keluhan-keluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi

13

praanestesi ini pula ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi
sehingga keadaan psikologis pasien dapat pula dievaluasi.
Penyakit-penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi
praanestesi adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit liver,
alergi terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsi, serta kelainan darah.
Pemeriksaan fisik praanestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi visual
untuk mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan tubuh,
bicara, dan sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik menurut
ASA.
2.4

Komplikasi Anestesi Lokal


Komplikasi yang disebabkan pemberian Anestesi lokal dapat dibagi menjadi

2, yaitu:
2.4.1 Komplikasi Lokal
1.)

Kerusakan Jarum
Penyebab

utamanya

adalah

kelemahan

jarum

dengan

membengkokkannya sebelum di insersi dalam mulut pasien. Selain itu dapat


terjadi karena pergerakan pasien yang berlebihan secara tiba-tiba sehingga jarum
penetrasi ke dalam otot.
Perawatan jika terjadi jarum patah, adalah:
1) Tetap tenang, jangan panik
2) Instruksikan pasien tidak bergerak, jaga mulut pasien agar tetap terbuka.
Gunakan bite block dalam mulut pasien.
3) Jika patahan masih terlihat, coba untuk mengambilnya.
2.) Parastesi
Pasien merasa mati rasa (dingin) selama beberapa jam atau bahkan
berhari-hari setelah anastesi lokal. Penyebabnya bisa karena trauma pada

14

beberapa saraf. Selain itu, injeksi anastesi lokal yang terkontaminasi alkohol atau
cairan sterilisasi dapat menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan edema dan
sampai menjadi parastesi.
Parastesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 8 minggu dan jika kerusakan
pada saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang
terjadi.
Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi yaitu:
1) Yakinkan kembali pasien dengan berbicara secara personal.
2) Jelaskan bahwa parastesi jarang terjadi, hanya 22% telah dilaporkan yang
berkembang menjadi parastesi.
3) Periksa pasien:
(1) Menentukan derajat dan luas parastesi
(2) Jelaskan pada pasien bahwa parastesi akan sembuh sendiri dalam waktu 2
bulan.
(3) Jadwal ulang pertemuan setiap 2 bulan sampai adanya pengurangan reaksi
sensori
(4) Jika ada, maka konsultasi ke bagian Bedah Mulut.
3.) Paralisis Nervus Fasial

Gambar 2.1 Paralisis nervus fasial akibat blok saraf alveolar inferior pada sisi
kiri.
Paralisis sebagian dari cabang trigeminal terjadi pada blok saraf
infraorbital atau infiltrasi kaninus maksila, biasanya dapat menyebabkan otot
kendur.

15

Paralisis nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan injeksi anastesi


lokal yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior
menembus ke dalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan
paralisis.
Pasien yang mengalami paralisis unilateral mempunyai masalah utama
yaitu estetik. Wajah pasien terlihat berat sebelah. Tidak ada treatment khusus
kecuali menunggu sampai aksi dari obat menghilang. Masalah lainnya adalah
pasien tidak dapat menutup satu matanya secara sadar, refleks menutup pada
mata menjadi hilang dan berkedip menjadi susah.
4.) Trismus
Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang
dengan pembukaan mulut menjadi terbatas (rahang terkunci). Etiologinya karena
trauma pada otot atau pembuluh darah pada fossa infratemporal. Kontaminasi
alkohol dan larutan sterlisasi pun dapat menyebabkan iritasi jaringan kemudian
menjadi trismus. Hemoragi juga penyebab lain trismus.
5.) Luka jaringan lunak
Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena pasien tidak
hati-hati menggigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini
menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan. Kejadian ini sering
terjadi pada anak-anak handicapped.
6.) Hematoma
Hematoma dapat terjadi karena kebocoran arteri atau vena setelah blok
nervus alveolar superior posterior atau nervus inferior. Hematoma yang terjadi
setelah blok saraf alveolar inferior dapat dilihat secara intraoral sedangkan
hematoma akibat alveolar blok posterior superior dapat dilihat secara extraoral.

16

Komplikasi hematoma juga dapat berakibat trismus dan nyeri.


Pembengkakan dan perubahan warna pada region yang terkena dapat terjadi
setelah 7 sampai 14 hari.

Gambar 2.2 Hematoma akibat blok nervus mentale bilateral


7.) Nyeri
Penyebabnya dapat terjadi karena :
1) Teknik injeksi yang tidak hati-hati dan tidak berperasaan
2) Jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple
3) Deposisi cepat pada obat anastesi local yang menyebabkan kerusakan
jaringan
4) Jarum dengan mata kail (biasanya akibat tertusuk tulang)
Nyeri yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan kecemasan pasien
dan menciptakan gerakan tiba-tiba dan menyebabkan jarum patah.
8.) Rasa terbakar
pH dari obat anastesi lokal yang dideposit ke dalam jaringan lunak
dipersiapkan berkisar 5, namun menjadi lebih asam (sekitar 3) sehingga
menyebabkan rasa terbakar. Selain itu, penyebab rasa terbakar disebabkan karena
injeksi yang terlalu cepat, biasanya pada palatal. Selain itu, kontaminasi dengan
alkohol dan larutan sterilisasi juga menyebabkan rasa terbakar.
Jika disebabkan karena pH, maka akan menghilang sejalan dengan reaksi
anastesi. Namun jika disebabkan karena injeksi terlalu cepat, kontaminasi dan

17

obat anastesi yang terlalu hangat dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
dapat berkembang menjadi trismus, edema, bahkan parastesi.
9.) Infeksi
Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi
anastesi. Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa.
Selain itu, ketidakahlian operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang
tidak tepat menyebabkan infeksi.
10.)
Edema
Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa
gangguan. Edema dapat terjadi karena:
1) Trauma selama injeksi
2) Infeksi
3) Alergi
4) Hemoragi
5) Jarum yang teriritasi
6) Hereditary angioderma
Edema dapat menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari region yang
terkena. Angioneurotik edema yang dihasilkan akibat topical anastesi pada
individu yang alergi dapat membahayakan jalan napas. Edema pada lidah, faring,
dan laring dapat berkembang pada situasi gawat darurat.
11.)

Pengelupasan jaringan

Gambar 2.3 Pengelupasan jaringan pada palatum akibat iskemia sekunder yang
lama akibat local anastesi dengan vasonkonstriktor.

18

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan


beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab
deskuamasi epitel antara lain:
1) Aplikasi topical anastesi pada gusi yang terlalu lama
2) Sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan
3) Adanya reaksi pada area topical anastesi
Penyebab abses steril antara lain:
1) Iskemi sekunder akibat penggunaan lokal anastesi dengan vasokonstriktor
(norepineprin)
2) Biasanya berkembang pada palatum keras
Nyeri dapat terjadi pada deskuamasi epitel atau abses steril sehingga ada
kemungkinan infeksi pada daerah yang terkena.
12.)

Lesi intraoral post anastesi


Pasien sering melaporkan setelah 2 hari dilakukan anastesi lokal timbul

ulserasi pada mulut mereka, terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya
adalah nyeri. RAS atau herpes simplex dapat terjadi setelah anastesi lokal.
Recurrent aphthous stomatitis merupakan penyakit yang paling sering daripada
herpes simplex, terutama berkembang pada gusi yang tidak cekat dengan tulang.
Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas akut pada area ulser.
2.4.2 Komplikasi sistemik
1.) Reaksi psikis
Pingsan atau reaksi vasovagal adalah komplikasi yang paling
sering terjadi, biasanya disebabkan karena gangguan emosional
sebelum penyuntikan dan karena vasodilatasi arterial darah kejantung
berkurang.

3.)

4.)

19

Tanda- tanda klinisnya antara lain: Pucat, mual, pusing, berkeringat


dingin, kulit terasa dingin dan lembab, Pupil membesar, denyut nadi
lemah dan tidak teratur.
Perawatan:
-

Pasien dibaringkan
Saluran pernapasan dibuka, bila perlu rahang digerakkan ke

depan
Pakaian ketat dilonggarkan
Prossedur perawatan gigi sebaiknya ditunda, biarkan pasien
pulih kembali dan bila perlu dijadwal ulang

Pencegahan:
-

Kerjasama dengan pasien dan tidak menibulkan rasa takut

/cemas
- Posisi pasien berbaring terlentang di kursi gigi
2.) Reaksi toksis
Reaksi ini jarang terjadi, biasanya hanya terjadi bila terjadi
penyuntikan intravaskuler atau overdosis. Tanda-tandanya yaitu
terjadinya konvulsi dan gangguan pernapasan
Reaksi Alergi
Sering terjadi bila kita tidak melakukan evaluasi praanestesi.
Riwayat alergi sangat penting ditanyakan, bila meragukan dapat
melakukan skin test dengan menyuntikan anestetikum yang akan
dipakai secara subkutan. Bila tidak ditangani secara cepat maka
kesadaran akan hilang, pupil membesar, denyut nadi lemah dan tidak
teatur.
Virus Hepatitis/HIV

5.)

20

Penyebaran dapat terjadi melalui pemakaian jarum yag tidak


steril atau digunakan untuk beberapa orang. Pencegahannya dilakukan
dengan cara selalu gunakan jarum yang steril.
Interaksi Obat
Dapat terjaid pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara
umum interaksi obat dengan anestetikum local sangat jarang, namun
anestetikum yang mengandung noradrenalin dapat merangsang respon
tekanan darah pasien yang mendapat antidepresan trisiklik (misalnya
mitripilin). Karena alas an inilah noradrenalin tidak dianjurkan untuk
anestesi gigi local.

2.5 Teknik Blok Anastesi Untuk Pencabutan Gigi Rahang Bawah

21

Gambar 2.4 Anatomi Mandibula


2.5.1 Pendekatan Intra Oral
A. Blok Nervus Alveolaris Inferior

1. Dasar pemikiran
Blok N.alveolaris inferior bisa dilakukan dengan
mendeponirkan anestetikum sekitar nervus tersebut sebelum
masuk ke kanalis mandibularis. Metode ini dianjurkan
karena injeksi supraperiosteal biasanya tidak efektif
terutama untuk region gigi-gigi molar. Sulcus mandibularis
terletak pada facies interna ramus mandibulae. Berisi
jaringan ikat longgar yang dilalui oleh N.alveolaris dan
pembuluh darahnya. Sebelah medialnya tertutup oleh

22

ligamen sphenomandibularis dan M.pterygoideus medialis.


Raphe pterygomandibularis terletak tepat di bawah mukosa
dan bisa di raba apabila mulut dibuka lebar-lebar. Raphe
membentang dari crista mylohyoideus pada mandibular, di
sebelah posterior molar ketiga, ke hamulus pterygoideus.
2. Teknik
Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk sehingga
kuku jari menempel pada linca oblique. Dengan barrel
(bagian yang berisi anestetikum) syringe terletak di antara
kedua premolar pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum
sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah
ramus dan jari.

Gambar 2.5 Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk

23

Gambar 2.6 Kuku jari menempel pada linea oblique


Tusukkan

jarum

pada

apeks

trigonum

pterygomandibular dan teruskan gerakan jarum di antara


ramus dan ligamentum-ligamentum serta otot-otot yang
menutupi facies interna ramus sampai ujungnya berkontak
pada dinding posterior sulcus mandibularis. Di sini di
deponirkan kurang lebih 1,5 cc anestetikum di sekitar n.
alveolaris inferior. (Kedalaman insersi jarum rata-rata 15
mm, tetapi bervariasi tergantung pada ukuran mandibula
dan perubahan proporsinya sejalan dengan pertambahan
umur). N. lingualis biasanya teranestesi dengan cara
mendeponirkan

sejumlah

kecil

anestetikum

pertengahan perjalanan masuknya jarum.

pada

24

Gambar 2.7 Jarum ditusukkan


3. Anestesia
Injeksi menyeluruh biasanya untuk tujuan operatif,
untuk menganestesi semua gigi pada sisi yang diinjeksi
kecuali incisivus sentral dan lateral yang menerima inervasi
dari serabut saraf sisi kontralateralnya. Anestesi biasanya
kurang mnyeluruh pada aspek bukal gigi-gigi molar karena
gigi juga di inervasi oleh N.buccalis longus. Untuk
ekstraksi, injeksi mandibular perlu ditambah dengan injeksi
N.buccalis longus.
Kecepatan timbulnya

efek

anestesi

umumnya

bervariasi ditandai dengan adanya perubahan sensasi pada


lidah dan bibir bawah bila dibandingkan dengan sisi
lawannya. Simptom ini oleh beberapa pasien sering disebut
sebagai rasa tertusuk jarum dan paku, rasa membeku
menjadi seperti kayu atau bengkak. Biasannya perlu
diberikan waktu jeda 34 menit setelah perubahan awal

25

terjadi sebelum anestesi operasi yang menyeluruh dapat


diperoleh.
Administrasi dari anastesi dekat dengan foramen
mandibula menyebabkan nervus alveolaris inferior terblok
begitu juga dengan nervus lingualis yang ada di sebelahnya
(yang menyuplai lidah). Ini juga membuat kita kehilangan
sensasi di:
a. Gigi-gigi (blok nervus alveolaris inferior)
b. Bibir bawah dan dagu (blok nervus mentalis)
c. Lidah (blok nervus lingualis)
B. Blok Nervus Bukalis

1. Area
Jaringan bukal pada area molar bawah.
2. Patokan anatomi
Linea oblique eksterna dan trigonum retromolar
3. Indikasi
Bersama dengan injeksi lingual, dapat melengkapi
blok N.alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada
sisi yang diinjeksi (jaringan bukal pada area molar bawah).
4. Teknik
a. N.buccalis longus keluar tepat di luar foramen
ovale,

berjalan

M.pterygoideus

di

antara

externus,

kedua

caput

menyilang

ramus

kemudian masuk ke pipi melalui M.buccinator, di


sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabang
terminalnya menuju membrana mukosa bukal dan

26

mukoperiosteum sebelah lateral gigi-gigi molar atas


dan bawah.
b. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu
titik tepat di depan gigi molar pertama. Perlahanlahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus
mandibula, dengan bevel mengarah ke bawah, ke
suatu

titik

dideponir

sejauh molar
perlahan-lahan

ketiga,
seperti

anestetikum
pada

waktu

memasukkan jarum melalui jaringan.


5. Gejala
Subjektif: kesemutan dan kaku pada 2/3 anterior lidah.
Objektif: tidak nyeri saat instrumentasi.
C. Blok Nervus Mentalis

1. Patokan anatomi
Foramen mentale umumnya terletak di bawah dan di
antara apeks gigi premolar pertama dan kedua atau tepat di
bawah atau di distal dari gigi premolar kedua. Pada
beberapa kasus, bisa terletak sampai di bawah apeks gigi
premolar pertama. Dan yang sangat jarang terjadi adalah
terletak di distal gigi molar pertama.
2. Dasar pemikiran
Pada injeksi mentalis ini, anestesi dideponir dalam
canalis mandibularis melalui foramen mentale. Blok
sebagian pada mandibula bisa diperoleh dengan cara ini.

27

Injeksi ini dipakai bila blok lengkap tidak diperlukan atau


bila karena alasan tertentu merupakan kontra indikasi.
3. Indikasi
Sebagai injeksi anestesi untuk prosedur operatif gigi
premolar dan gigi anterior.
4. Teknik
a. Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar. Foramen
biasanya terletak di dekat salah satu apeks akar gigi
premolar tersebut.
b. Tariklah pipi ke arah buukal dari gigi premolar.
Masukkan jarum ke dalam membran mukosa di
antara kedua gigi premolar kurang lebih 10 mm
ekternal dari permukaan bukal mandibula.
c. Posisi syringe membentuk sudut 45 terhadap
permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks
akar premolar kedua.
d. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang.
e. Kurang lebih cc anestetikum dideponir, ditunggu
sebentar kemudian ujung jarum digerakkan tanpa
menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke
foramen,

dan

dideponirkan

kembali

cc

anestetikum dengan berhati-hati.


f. Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah
agar jarum tetap membentuk sudut 45 terhadap
permukaan bukal mandibula untuk menghindari
melesetnya jarum ke balik periosteum dan untuk
memperbesarkan kemungkinan masuknya jarum ke
foramen.

28

5. Gejala
Injeksi ini dapat menganestesi gigi premolar dan
caninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi
incisivus, serabut saraf yang bersitumpang dari sisi yang
lain juga harus di blok. Untuk ektraksi ini harus dilakukan
injeksi lingual.
6. Kegagalan anastesi
Kegagalan pada injeksi ini terjadi apabila jarum tidak
masuk ke dalam foramen mentale atau jika nervus lingualis
atau N.Cervicales superficiales tidak teranestesi.

2.5.2 Teknik Gow-Gates

Pada tahun 1973, dr. George Gow-Gates mempublikasikan artikel


yang menjelaskan teknik alternatif blok mandibula. Keuntungan dan
kerugiannya tercantum pada gambar tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian dari teknik Gow-Gates

29

A. Area Teranastesi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

N.Alveolaris inferior
N.Mentalis
N.Incisivus
N.Lingualis
N.Mylohyoideus
N.Auriculotemporalis
N.Buccalis

B. Patokan Anatomi

1.
2.
3.
4.
5.
6.

10 mm di atas coronoid notch


Internal oblique ridge
Pterygomandibular raphe
Collum mandibula
Kontralateral mandibular bicuspids
Garis imajiner dari sudut mulut ke tragus notch pada telinga
(ekstraoral)

C. Teknik

1. Mintalah pasien untuk membuka lebar mulutnya.


2. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal
oblique ridge.
3. Gerakkan jari ke arah superior sekitar 10 mm.

30

Gambar 2.8 Gerakan jari ke arah superior


4. Putarlah jari paralel garis imajiner dari sudut ipsilateral
mulut ke notch tragus pada telinga. Masukkan jarum pada
titik diantara kuku jari yang melakukan palpasi dengan
pterygomandibular raphe pada aspek medial jari.
5. Pastikan bevel jarum terletak pada bicuspid kontralateral.

Gambar 2.9 Persiapan memasukkan jarum anastesi


6. Ketika melakukan suntikan, pastikan sudut jarum parallel
dengan garis imajiner antara sudut mulut dengan tragus
telinga.

31

7. Masukkan jarum hingga berkontak dengan tulang (pada


leher kondilus) pada kedalaman kira-kira 25 mm. (Catatan:
Injeksi ini tidak dalam, karena mulut pasien dibuka lebar
sehingga kondilus digerakkan ke arah anterior untuk
memudahkan target).

Gambar 2.10 Menusukkan jarum


8. Ketika kontak dengan tulang sudah terjadi, tarik sedikit
ujung jarum sekitar 1 mm untuk mencegah insersi pada
periosteum yang akan terasa sakit.
9. Lakukan aspirasi
10. Deponir cairan anestesi pelan-pelan

D. Onset dan Durasi

Onset anestesi pada jaringan keras sekitar 4 12 menit,


dengan area anterior yang paling lama onsetnya. Nervus buccalis
longi juga dapat teranestesi.

32

2.5.3 Teknik Vazirani-Akinosi

Pada tahun 1960, S. Vazirani mempublikasikan tulisannya yang


menjelaskan blok mandibula dengan mulut tertutup, kemudian pada tahun
1977, J.O. Akinosi

mempublikasikan

tulisannya

yang

kemudian

mempopulerkan pendekatan ini. Keuntungan dan kerugian teknik ini dapat


dilihat pada gambar tabel berikut:

Tabel 2.2 Keuntungan dan kerugian dari teknik Vazirani-Akinosi

A. Area Teranastesi

1.
2.
3.
4.
5.

N. Alveolaris inferior
N. Incisivus
N. Mentalis
N. Lingualis
N. Mylohyoideus

33

B. Patokan Anatomi

1. Linea mukogingival bukal maxilla atau ujung akar gigi


maxilla
2. Coronoid notch pada ramus mandibula
3. Internal oblique ridge
4. Occlusal plane

C. Teknik

1. Jarum yang digunakan berbelok kira-kira 15 derajat hingga


20 derajat. Pembengkokan ini mengakomodasi pelebaran
ramus. Jangan membengkokkan jarum lebih dari sekali.
2. Mintalah pasien membuka mulutnya sedikit saja (beberapa
milimeter).
3. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal
oblique ridge.

Gambar 2.11 Palpasi coroid notch

34

4. Gerakkan jari ke superior kira-kira 10 mm.


5. Insersi ujung jarum diantara jari dan maxilla pada ketinggian
linea mukogingival bukal maxilla. Orientasi bengkokan
jarum seperti hendak ke lateral arah lobus telinga pada sisi
yang diinjeksi. Jarum tetap parallel dengan occlusal plane.

Gambar 2.12 Insersi ujung jarum


6. Setelah jarum diinsersikan 5 mm, pindahkan jari yang
mempalpasi dan gunakan jari itu untuk merefleksikan bibir
atas sehingga lapang pandang menjadi kelihatan jelas.
7. Insersikan jarum sekitar 28 mm untuk pasien dewasa,
sehingga 7 mm sisanya tetap ada di luar jaringan (jika
memakai jarum panjang).

35

Gambar 2.13 Aspirasi


8. Lakukan aspirasi.
9. Larutan anestesi dideponir pelan-pelan.

D. Onset dan Durasi

Onset anestesi sekitar 3 hingga 4 menit. Ada kemungkinan


nervus buccalis longi teranestesi dibandingkan dengan blok nervus
alveolaris inferior.
2.5.4 TeknikFisher

Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan


antiseptik di daerah trigonum retromolar. Jari telunjuk diletakkan di
belakang gigi terakhir mandibula, geser ke lateral untuk meraba
linea oblique eksterna. Kemudian telunjuk digeser ke median untuk
mencari linea oblique interna, ujung lengkung kuku berada di line oblique

36

interna dan permukaan samping jari berada di bidang oklusal gigi rahang
bawah.
1. Posisi I: Jarum diinsersikan di pertengahan lengkung kuku, dari sisi
rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
2. Posisi II: Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan
bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan
aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Lingualis.
3. Posisi III: Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu
jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 1015 mm. Aspirasi dan bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak
1 ml

untuk menganestesi

Setelah selesai spuit ditarik kembali.

Gambar 2.14 Ilustrasi Teknik Fischer

N.

Alveolaris inferior.

37

2.5.5 Teknik Modifikasi Fisher

Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit
sebelum

jarum

lepas

dari mukosa tepat setelah melewati

linea oblique interna , jarum digeser ke lateral (ke daerah trigonum


retromolar ), aspirasi dan keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Bukalis. Kemudian spuit ditarik keluar.
Untuk melakukan anestesi blok rahang bawah dapat dilakukan
dengan memilih salah satu teknik yaitu teknik Gow-gates, Akinosi atau
teknik Fisher . Apabila kita memilih teknik Fisher dan N. bukalis perlu
dianestesi maka modifikasi teknik Fisher dapat digunakan.

2.6 Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah

Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi:


1. Suntikan submukosa. Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat
dibalik membran mukosa. Walaupun cenderung tidak menimbulkan
anastesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan baik untuk
menganastesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah atau
operasi jaringan lunak. Jarum diinsersikan dan cairan anestesi didepositkan

38

ke dalam jaringan di bawah mukosa sehingga larutan anestesi berdifusi


pada tempat tersebut.
2. Suntikan supraperiosteal. Pada beberapa daerah seperti maksila, bagian
kortikal bagian luar dari tulang alveolar biasanya tipis dan dapat
terperforasi oleh saluran vascular yang kecil. Pada daerah ini bila larutan
didepositkan di luar periosteum, larutan akan terinfiltrasi melalui
periosteum, bidang kortikal, dan tulang medularis ke serabut saraf. Dengan
cara ini anestesi pulpa gigi dapat diperoleh melalui penyuntikan di
sepanjang apeks gigi. Suntikan supraperiosteal merupakan teknik yang
paling sering digunakan pada kedokteran gigi .
3. Suntikan subperiosteal. Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara
periosteum dan bidang kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan
tentu terasa sakit. Karena itu, suntikan ini hanya digunakan apabila tidak
ada alternative lain atau apabila anestesi superficial dapat diperoleh dari
suntikan supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan
bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek
anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan
intraligamen.

39

Gambar 2.15 Penyuntikan supraperiosteal. Howe L, Whitehead. Anestesi Lokal. 3 rd


Ed. 1990.

40

Gambar

.
Howe

Teknik

intraoseus.

L, Whitehead. Anestesi

Lokal. 3rd Ed. 1990.


4. Suntikan intraoseus. Seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini larutan
didepositkan pada tulang medularis. Larutan anastesi 0,25 ml didepositkan
perlahan ke ruang medularis dari tulang antara periosteum dan bidang
kortikal. Jumlah larutan tersebut biasanya cukup untuk sebagian besar
prosedur perawatan gigi. Teknik suntikan intraoseus akan memberikan efek
anatesi yang baik disertai dengan gangguan sensasi jaringan lunak yang
minimal. Prosedur ini sangat efektif apabila dilakukan dengan bur tulang
dan jarum yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah suntikan
supraperiosteal diberikan dengna cara biasa, dibuat incise kecil melalui
mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk
mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat dibuat
lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah
dipilih. Lubang harus terletak pada bagian apeks gigi sehingga tidak
mungkin merusak akar gigi geligi.
Jarum pendek dengan hubungan yang panjang diinsersikan melalui
lubang dan diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan
perlahan ke ruang medularis dari tulang. Teknik suntikan intraseous akan

41

memberikan efek anestesi yang baik pada pulpadisertai gangguan sensasi


jaringan lunak yang minimal. Walaupun demikian biasanya tulang alveolar
akan terkena trauma dan cenderung tejadi rute infeksi. Prosedur asepsis
yang tepat pada tahap ini merupakan keharusan
5. Suntikan intraseptal. Merupakan versi modifikasi dari teknik intraoseus
yang kadang-kadang digunakan bila anastesi yang menyeluruh sulit
diperoleh. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang
medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anastesi. Teknik
ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anastesi superficial.
6. Suntikan intraligamen atau ligamen periodontal. Teknik ini menggunakan
syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27 gauge atau syringe yang
didesain khusus untuk tujuan tersebut, seperti Ligmaject, Rolon atau
Peripress, yang digunakan bersama jarum 30 gauge.
Teknik infiltrasi digunakan untuk daerah yang kecil dan terisolasi.
Pada teknik ini, target yang akan dicapai adalah ujung terminal kecil saraf.
Hal ini berbada dengan teknik field block dan nerve block. Pada teknik field
block, target yang akan dicapai adalah terminal saraf yang lebih besar.
Sedangkan pada teknik nerve block, target yang akan dicapai adalah cabang
utama saraf.
Untuk manajemen pada area yang kecil dan terisolasi, maka dapat
digunakan teknik infiltrasi. Ketika melibatkan dua atau tiga gigi, maka
dapat menggunakan teknik field block. Jika rasa sakit melibatkan satu
kuadran, maka direkomendasikan menggunakan regional block anesthesia.

42

Gambar 2.16 Teknik Anestesi Infiltrasi, Field Block, dan Nerve Block. (sumber :
Handbook of Local Anesthesia)
Injeksi supraperiosteal, lebih sering disebut lokal infiltrasi (walaupun
salah), merupakan teknik lokal anestesi yang paling sering digunakan untuk
mencapai pulpa pada gigi rahang atas. Meskipun teknik ini mudah untuk
mencapai kesuksesan, banyak alasan untuk memilih teknik lain ketika
perawatan melibatkan dua atau lebih gigi.

43

Injeksi supraperiosteal multiple membutuhkan beberapa penetrasi jarum


terhadap jaringan, yang mana masing-masing berpotensi untuk menimbulkan
rasa sakit, baik selama prosedur maupun setelahnya. Sebagai tambahan,
penggunaan injeksi supraperiosteal multiple mengakibatkan jumlah obat
anestesi yang masuk ke tubuh lebih banyak, hal ini berkaitan dengan resiko
sistemik dan komplikasi lokal.
Nama lain dari injeksi supraperiosteal adalah infiltrasi lokal dan injeksi
para periosteal. Bagian nervus yang dianestesi adalah cabang terminal dari
dental plexus. Area yang teranestesi adalah seluruh region yang diinervasi oleh
cabang terminal plexus tersebut: pulpa dan area akar gigi, periosteum bukal,
jaringan pengikat, membrane mukosa.
Teknik ini diindikasikan untuk :
1. Anestesi pulpa gigi rahang atas pada perawatan yang terbatas
2.

pada satu sampai dua gigi.


Anestesi jaringan lunak ketika diindikasikan untuk prosedur
bedah pada area yang dalam.

Kontraindikasi dari teknik ini adalah:


1. Inflamasi dari infeksi akut pada daerah yang akan diinjeksi.
2. Apeks gigi yang tertutup oleh tulang keras.

Keuntungan dari teknik ini adalah:


1. Rasio kesuksesannya tinggi (>95%)
2. Teknik injeksi mudah.

44

3. Umumnya tidak menyebabkan trauma sama sekali.

Sedangkan kerugian dari teknik ini adalah tidak


direkomendasikan untuk penggunaan pada area yang luas, karena
membutuhkan

insersi

jarum

yang

banyak

sehingga

mengakibatkan volume cairan anestesi yang ditransfer lebih


banyak juga.
Aspirasi positif pada teknik ini jarang sekali terjadi,
namun masih mungkin terjadi (<1%). Teknik alternative lain dari
injeksi supraperiosteal dapat menggunakan injeksi periodontal
dan regional nerve block.
Teknik injeksi supraperiosteal:
1.
2.
3.
4.

Direkomendasikan penggunaan jarum pendek ukuran 25 atau 27.


Area insersi: setinggi muccobuccal fold, di atas apeks gigi.
Area target: anestesi pada regio apical gigi.
Landmark (petunjuk; batas):
a. Muccobuccal fold.
b. Mahkota gigi.
c. Kontur akar gigi.
5. Orientasi bevel jarun: menghadap ke tulang.
6. Prosedur:
a. Persiapan jaringan pada daerah yang akan diinjeksi:
(1) Bersihkan dengan tampon kering yang steril.
(2) Aplikasikan antiseptic topikal (optional).
(3) Aplikasikan anestesi topikal.
b. Arahkan bevel jarum menghadap ke tulang.
c. Angkat bibir, hingga jaringan mengencang.
d. Pegang dan tahan syringe dengan posisi parallel terhadap
sumbu panjang gigi.
e. Insersikan jarum ke dalam ketinggian muccobuccal pada
gigi target.

45

f. Lanjutkan dorong hingga bevel berada pada atau di atas


apeks gigi; pada kebanyakan contoh, kedalaman penetrasi
hanya beberapa millimeter. Oleh karena jarum berada
pada jaringan lunak (tidak menyentuh tulang), maka tidak
ada hambatan saat memperdalam insersi, juga tidak terjadi
ketidaknyamanan pasien saat prosedur dilakukan.
g. Aspirasi. Jika negative, masukkan 0,6ml (satu per tiga
cartridge) secara perlahan-lahan selama 20 detik atau
lebih, jangan sampai jaringan menggelembung.
h. Perlahan-lahan tarik kembali jarum suntik.
i. Tutup kembali jarum, dan tempatkan pada keadaan aman.
j. Tunggu 2 sampai 3 menit sebelum memulai prosedur
selanjutnya.

Gambar 2.17 Pegang dan tahan syringe dengan posisi parallel terhadap sumbu
panjang gigi. (sumber: Handbook of Local Anesthesia)
Setelah dilakukan injeksi, pasien harus merasa baal (numbness) pada area
diinjeksikan, dan tidak merasa sakit pada saat dilakukan prosedur.

46

Tabel 2.3 Panjang Gigi Rata-rata (sumber : Handbook of Local Anesthesia)


Kegagalan yang mungkin terjadi:
1. Ujung jarum berada di bawah apeks (pada akar) gigi. Penetrasi
cairan anestesi pada daerah ini akan memberikan efek anestesi
yang baik pada jaringan lunak, namun efeknya buruk bahkan
tidak ada pada pulpa.
2. Ujung jarum berada jauh dari tulang (cairan dipenetrasi pada
jaringan lunak bukal). Untuk memperbaikinya, arahkan ulang
jarum ke periosteum.
3. Komplikasi : rasa sakit pada saat insersi jarum dengan ujung
jarum menghadap periosteum. Untuk memperbaiki, tarik kembali

47

jarum dan insersi ulang dengan posisi yang tidak terlalu dekat
dengan periosteum.

2.7 Teknik Blok Anestesi Nervus Palatinus

Anestesi pada palatum dibutuhkan untuk prosedur yang melibatkan


manipulasi baik jaringan keras maupun jaringan lunak palatum. Untuk
kebanyakan pasien, injeksi palatal diakui sebagai pengalaman traumatic. Untuk
dokter gigi, prosedur ini juga merupakan prosedur yang traumatic yang
dilakukan di kedokteran gigi. Dokter gigi dan perawat harus memberi tahu
pasien bahwa prosedur yang akan dilakukan dapat menyebabkan rasa sakit
(professional menyebutnya tidak nyaman dibandingkan sakit) selama
prosedur dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan pasien bahwa
pasien bersedia menerima prosedur dan lebih mempersiapkan psikologisnya, hal
ini juga dapat menenangkan operator.
Berikut ini langkah-langkah administrasi anestesi palatum yang tidak
menyebabkan trauma:
1. Anestesi topikal yang adekuat
Anestesi topikal yang adekuat pada area injeksi dapat dilakukan
dengan mengaplikasikan anestesi topikal pada jaringan selama
kurang lebih dua menit. Cotton swab harus dipegang oleh operator
selama prosedur dilakukan.

48

2. Gunakan tekanan anestesi pada kedua sisi, sebelum dan selama


insersi jarum dan penetrasi cairan.
Tekanan anestesi didapat dengan cara menekan jaringan yang
berdekatan dengan area injeksi dengan objek yang keras. Dapat
menggunakan cotton applicator stick yang sebelumnya digunakan
untuk mengaplikasikan anestesi topikal. Alat lain seperti gagang
kaca mulut biasa digunakan, namun demikian bahan metal
seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien. Tujuan
utama dari penekanan ini adalah untuk menghasilkan anestesi pada
jaringan lunak dengan teori gate control. Penekanan dilakukan
agak kuat hingga permukaan memucat (ischemia) dari jaringan
normal yang berwarna pink pada daerah injeksi dan tekanan yang
intensif

(tumpul

dan

dapat

ditoleransi,

tidak

tajam

dan

menyakitkan). Penekanan ini dipertahankan selama penetrasi atau


selama jarum berada di palatum.

49

Gambar 2.18 Penekanan anestesi menggunakan stik aplikator hingga jaringan


memucat atau iskemia (sumber : Handbook of Local Anesthesia)
3. Menjaga kontrol jarum
Kontrol melalui jarum sangatlah penting pada anestesi palatum
dibandingkan dengan injeksi intraoral lainnya. Untuk mencapai hal
ini tangan operator harus bertumpu pada tumpuan yang keras.
Ketika anestesi palatal diadministrasikan, stabilisasi jarum dapat
dilakukan dengan kedua tangan

Gambar 2.19 Stabilisasi jarum (sumber : Handbook of Local Anesthesia)


4. Penetrasi cairan perlahan-lahan.
Penetrasi secara perlahan-lahan sangat penting pada seluruh teknik
injeksi, tidak hanya sebagai fitur keselamatan, namun juga
bertujuan untuk meciptakan anestesi yang tidak traumatis. Karena
kepadatan jaringan lunak palatum, dan perlekatannya terhadap
tulang palatum, penetrasi secara perlahan menjadi lebih penting
pada teknik ini. Injeksi yang cepat (tergesa-gesa) menghasilkan

50

tekanan jaringan yang tinggi, yang mana akan merobek jaringan


lunak palatum dan mengakibatkan rasa sakit.
5. Lakukan dengan percaya diri.
Faktor yang terpenting untuk menghindari trauma adalah
kepercayaan diri operator bahwa prosedur yang dilakukan tidak
akan menyakiti pasien; perhatian khusus dapat meminimalisir
ketidak nyamanan pasien dan hasilnya lebih tidak traumatis.

2.7.1 Blok Nervus Palatinus Anterior

Saraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang


teranestesi adalah bagian posterior dari palatum durum mulai dari
premolar.
Indikasi :
1. Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga
2. Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum
Tekniknya :
Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang
terletak antara molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar
menuju garis median. Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum
dari posisi berlawanan mulut (bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka
arah jarum dari kiri menuju kanan). Sehingga membentuk sudut 90

51

dengan curve tulang palatinal. Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan


hingga kontak dengan tulang kemudian kita semprotkan anestetikum
sebanyak 0,25-0,5 cc.

2.7.2 Blok Nervus Palatinus Mayor


Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva
molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah
rahang. Injeksikan anestetikum sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi
kontralateral.
Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen
palatinum majus (foramen palatinum posterior) yang akan dianestesi,
jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen
atau deponir anestetikum dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan
menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle
menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae
sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi
bersangkutan.

52

Gambar 2.20 Blok Nervus palatinus mayor


2.7.3 Injeksi Sebagian Nervus Palatinus
Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau
pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal
atau zigomatik.
Kadang-kadang bila injeksi supraperiosteal dan zigomatik digunakan
untuk prosedur dentistry operatif pada regio premolar atau molar atas, gigi
tersebut masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan
mendeponir sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan
n.palatinus major.

53

Gambar 2.21 Injeksi Sebagian nervus palatinus


2.7.4 Blok Nervus Naso Palatinus
Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang
teranestesi adalah bagian bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus
kiri dan kanan.

Tekniknya :
Titik suntikan terletak sepanjang papilla insisivum yang berlokasi
pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum
diarahkan ke atas pada garis median menuju canalis palatine anterior.
Walaupun anestesi topical bisa digunakan untuk membantu mengurangi
rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan
untuk injeksi nasopalatinus. Dianjurkan juga untuk melakukan anestesi
permulaan jaringan yang akan dilalui jarum.
Jarum tersebut jarum tersebut dimasukkan kira-kira 2 mm kemudian
larutan anestesi dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc. Jarum
yang digunakan adalah jarum yang pendek ukuran 25 atau 27 gauge.
Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai ke kaninus dapat diperoleh
dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada nervus palatina besar
ketika nervus keluar dari foramen palatina besar. Secara klinis, jarum

54

dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena jaringan melekat


erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor dapat
dikeluarkan.

Gambar 2.22 Blok Nervus Nasopalatinus


2.8 Macam-Macam Obat Anastesi Umum
Obat-obat yang biasa digunakan untuk anestesi umum antara lain:
2.8.1

Agen Induksi Intravena


Pada pasien dewasa yang menerima anestesi umum, anestesiologis ingin

mencapai tahap III anestesi secepatnya. Agen IV biasanya lebih dipilih


dibandingkan anestesi inhalasi karena bereaksi lebih cepat dan tidak
menghasilkan bau tidak menyenangkan (halothane).
1) Barbiturat.
Barbiturat yang biasa digunakan adalah methohexital,
thiopental, dan thiamylal. Obat lain yang dapat digunakan adalah
diazepam, midazolam, lorazepam, etomidate, ketamine, dan propofol.
Methohexital memiliki onset yang cepat dan merupakan short acting

55

barbiturat. Digunakan untuk anestesi umum pada prosedur yang


singkat (kurang dari 30 menit).
Obat ini kurang digunakan untuk agen induksi anestesi umum.
Dosis yang digunakan untuk induksi anestesi umum adalah 1mg/kg.
Kegunaan

methohexital

dalam

anestesi

yaitu

short-duration

outpatient procedures, terapi elektrokonvulsif dan orthopedik.


Thiopental (Penthotal) dan thiamylal (Surital) onset dari obat
ini sekitar 30-40 detik dan durasinya lebih lama dari methohexital.
Kontraindikasi untuk pemberian barbiturat adalah penderita asma dan
porphyria.
2) Benzodiazepin
Benzodiazepin dapat digunakan untuk induksi anestesi umum
adalah

diazepam,

midazolam,

dan

lorazepam.

Benzodiazepin

memiliki efek yang lebih lambat dan gradual dibandingkan dengan


barbiturat.

Lorazepam

tidak

direkomendasikan

awal

untuk

penggunaan pada outpatient karena onset lama.


3) Agen lain
Agen lain yang biasa digunakan untuk agen induksi intravena
adalah etomidate (Amidate) yang diperkenalkan di Amerika pada tahun
1983 sebagai agen induksi intravena non barbiturat. Dosis yang
digunakan adalah 0,3-0,4 mg/kg. Etomidate memiliki onset of action yang
cepat dengan depresi respiratori yang lebih sedikit dibandingkan dengan
barbiturat. Selain itu etomidate membuat kardiovaskular tetap stabil.
Kerjanya short acting dan half-life 60 menit. Efek samping etomidate
termasuk burning sensation, inhibisi sintesis steroid.
Ketamine dapat digunakan sebagai agen induksi secara intravena
maupun intramuscular. Biasanya digunakan pada anak atau anak yang

56

menderita asma karena memiliki efek bronchodilatasi. Penggunaan


ketamin harus bersama dengan atropine atau glikopirolat untuk
menurunkan sekresi airway.
Propofol (diisopropylphenol) adalah agen anestesi IV non
barbiturat yang digunakan ketika diperlukan onset yang cepat dan durasi
yang singkat.
2.8.1 Opioid
Opioid digunakan untuk pemeliharaan pada anestesi umum dalam
teknik tang termasuk administrasi opioid, N2O-O2 dan muscle relaxant.
Anestesi diinduksi oleh agen induksi intravena short acting lalu
dipertahankan oleh opioid dengan dosis yang periodik. N2O-O2 digunakan
untuk meminimalisir dosis opioid. Opioid yang digunakan untuk anestesi
umum adalah morfin, mepheridine, fentanyl, sulfentanyl, alfentanyl, dan
ramifentanyl.
2.8.3 Neurolepthanesthesia
Neuroleptik dihasilkan ketika obat neuroleptik (tranquilizer) dan
analgesik opioid diberikan secara bersamaan untuk menghasilkan karakteristik
sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)

Rasa kantuk tanpa kehilangan kesadaran secara total


Sikap acuh tak acuh secara psikologis terhadap lingkungan
Tidak ada gerakan volunter
Analgesia
Amnesia

57

Pada praktiknya neuroleptantesia biasanya dihasilkan oleh kombinasi obat


neuroleptic, opioid, N20-02, dan muscle relaxant. Agen neuroleptanesthesia yang
paling sering digunakan adalah innovar. Innovar merupakan kombinasi dari
dreperidol 2,5 mg/ml dan fentanyl 0,05 mg/ml. Innovar merupakan obat yang
paling sering digunakan untuk mendapatkan kondisi neuroleptik. Keuntungan
dari neurolepthanesthesia adalah :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Tidak mengiritasi vena dan jaringan


Sistem kardiovaskular stabil
Tidak ada efek toksik untuk hati dan ginjal
Nonemetic
Nonexplosive
Penyembuhan cepat
Durasi analgesia dan amnesia yang lama
Mengurangi tekanan cerebrospinal fluid dan tekanan intraocular
Kerugian dari neurolepthanesthesia adalah depresi respirasi dan apnea

yang dapat disebabkan karena fentanyl dan muscle relaxant, kontrol ventilasi
yang dibutuhkan.
2.8.4

Dissociative Anesthesia
Anestesi dan analgesi disosiatif dihasilkan oleh ketamin. Pada kondisi

disosiatif, pasien tampak bangun (matanya terbuka dan dapat melakukan


gerakan involunter) namun tidak sepenuhnya sadar. Setelah administrasi
intravena ketamin, analgesia dan ketidaksadaran terjadi 30 detik kemudian.
Dosis ketamin yang biasa digunakana dalah 1-2 mg/kg dengan 0,5mg/kg/min.
Kebanyakan digunakan pada anak-anak. Digunakan pada prosedur
bedah yang tidak memerlukan relaksasi otot skeletal atau memiliki kesulitan

58

dalam menjaga jalan napas misalnya pada koreksi luka atau luka bakar di
wajah karenaa pada prosedut ini sulit untuk menggunakan intubasi.
Anestesia disosiatif kontraindikasi pada pasien pada bedah intraokular
dan pasien yang memiliki riwayat kenaikan tekanan CSF, Cerebro Vascular
Accident (CVA), dan tekanan darah tinggi karena efek samping dari ketamin
adalah kenaikan tekanan darah, detak jantung, dan tekanan intraokular.
2.8.5

Muscle Relaxants (Neuromuscular Blocking Drugs)


Agen ini memberikan relaksasi otot skeletal untuk memudahkan intubasi

trakea dan pengontrolan ventilasi mekanis. Obat-obat ini mengganggu transmisi


impuls dari saraf motorik ke otot pada skeletal neuromuscular junction. Muscle
relaxant biasanya diperlukan pada anestesi umum outpatient dengan durasi yang
lama, pasien memerlukan intubasi. Terdapat 4 cara kerja dari muscle relaxant:
1. Defisiensi blok. Defisiensi blok ini mengganggu sintesis atau transmisi
asetilkolin. Contoh obat yang bekerja dengan cara ini adalah neomycin,
kanamycin, dan streptomycin.
2. Nondepolarizing block atau dikenal sebagai competitive block. Obat ini
berikatan dengan reseptor kolinergik, mencegah asetilkolin berikatan dengan
reseptor. Contoh obat nondepolarizing block adalah metocurine, vecuronium,
atracurium, mivacurium, dan gallamine.
3. Depolarizing Block (Phase I Block). Obat ini bekerja

mirip seperti

asetilkolin namun dengan waktu yang panjang. Obat ini bekerja


menghasilkan kontraksi otot yang disebut fasciculations, diikuti dengan

59

perlemahan otot yang panjang. Dua obat yang menghasilkan efek ini adalah
succinylcholine dan decamethonium.
4. Dual block atau disebut juga desensitization block. Pada dual block,
membrane berdepolarisasi lalu perlahan-lahan repolarisasi. Obat memasuki
serabut saraf dan berekerja sebagai agen nondepolarisasi.
Nondepolarizing muscle relaxant lebih sering digunakan ketika
pembedahan daripada depolarizing agent karena durasinya yang lebih panjang.
Depolarizing agent digunakan untuk intubasi endotracheal, laryngoscopy,
bronchoscopy, esophagoscopy, dan prosedur singkat lainnya. Obat-obat yang
sering digunakan sebagai agen muscle relaxant adalah succinylcholine,
tubocurarine, dan pancuronium.
2.8.6

Inhalation anesthetics
Anestetik inhalasi paling sering digunakan dalam anestesi umum karena

dapat dikontrol. Obat-obat yang sering digunakan untuk anestesi inhalasi


adalah N2O, halothane, enflurane, isoflurane, desflurane, dan sevoflurane.
Saat ini yang paling sering digunakan adalah N2O. Fungsi utama dari N2O
adalah untuk memperkuat aksi dari obat lain. Dengan administrasi N2O
(bersamaan dengan O2), obat primer pada anestesi umum dapat diberikan
dengan dosis yang lebih kecil dan konsentrasi yang lebih rendah.
Halothane dikenalkan pada tahun 1956 pada praktik anestesi dan
memiliki efek anestesi dan pembedahannya sendiri yaitu tidak mudah
terbakar sehingga dokter bedah dapat menggunakan electrocautery dan

60

extensive electronic monitoring oleh anestesiologis. Kerugian dari halothane


adalah dapat menyebabkan efek hepatotoksisitas. disaritmia jantung dan
dapat menyebabkan tremor selama recovery pada pasien dengan suhu tubuh
yang rendah.
2.9

Macam- macam Teknik Anestesi Umum


Anestesi umum yang digunakan di kedokteran gigi:
2.9.1 Outpatient General Anesthesia
Anestesi ini digunakan pada pasien dengan status ASA I, ASA II, dan
beberapa ASA III. Terdapat dua cara yang biasa digunakan pada
pembedahan oral dan maksilofasial menggunakan outpatient general
anesthesia.
1. IV barbiturat atau propofol
Digunakan pada prosedur bedah oral dan maksilofasial
yang singkat, biasanya kurang dari 30 menit seperti kasus
impaksi molar ketiga. Methohexital merupakan barbiturat IV
yang paling sering digunakan dan propofol merupakan rival
methohexital dari golongan non barbiturate. Penyembuhan
pada propofol terjadi lebih cepat dibandingkan dengan
barbiturate. Teknik yang digunakan disebut ultralight
general anesthesia. Diberikan juga obat tambahan seperti
nitrous oxide-oxygen, benzodiazepin, opioid, dan anestesi
lokal untuk membantu maintenance dari anestesi.
Benzodiazepin

dan

N2O-O2

digunakan

untuk

memperpanjang durasi anestesi dan memperkuat efek dari


barbiturate atau propofol sehingga dapat digunakan dosis

61

obat

yang

lebih

kecil.

O2

juga

berguna

untuk

meminimalisasi resiko hipoksia.


Anestesi lokal penting untuk mencegah stimulus rasa
sakit mencapai otak, meminimalisasi dosis barbiturat (dan
obat depresan CNS lain), dan memperpendek recovery.
Lokal anestesi seperti bupivacaine juga dapat berfungsi
untuk kontrol nyeri posoperatif selama 6-12 jam setelah
operasi.
1) Conventional operating room type general anesthesia
Cara ini digunakan pada prosedur yang memerlukan
waktu lebih dari 30 menit dan kurang dari 4 jam. Prosedur
yang dilakukan pada anestesi umum konvensional mirip
dengan anestesi umum inpatient. Bedanya adalah anetesi
yang diberikan adalah anestesi short-acting dan pasien akan
pulih dengan cepat sehingga pasien akan pulih total setelah
selesai prosedur pembedahan. Biasanya dilakukan pada
pasien ASA I atau II. Pasien tetap harus melakukan tes
laboratorium

dan pemeriksaan fisik 48 jam sebelum

dilakukan prosedur operasi. Pasien diberikan instruksi


preoperative termasuk puasa 6-8 jam sebelum operasi.
Sebelum

dilakukan

prosedur,

pasien

diminta

untuk

melepaskan lensa kontak atau protesa yang digunakan. Tidak


dianjurkan menggunakan obat-obatan premedikasi dengan cara

62

intramuscular karena waktu pemulihannya lebih lama. Antikolinergik


seperti atropine dianjurkan secara IM atau IV sebelum induksi
anestesi umum. Pasien duduk di dental chair atau meja operasi dan
anesthesiologist

memasang

alat-alat monitoring seperti ECG,

precordial stethoscope, blood pressure cuff, dan pulse oximeter. Lalu


mulai memberikan infus IV dengan 5% dextrose dan air atau lactated
Ringers solution. Mukosa nasal disemprotkan 4% kokain atau 0,5%
phenylephrine.
Anestesi diinduksi dengan short-acting barbiturate seperti
methohexital, propofol, atau anestesi inhalasi. Pada anak lebih mudah
digunakan inhalasi karena sulit melakukan IV pada keadaan sadar.
Berikan 1mg pancuronium dan succinylcholine untuk mencegah
fasikulasi sebelum dipasang nasotracheal tube. Teknik intubasi yang
dilakukan sama seperti pada anestesi umum inpatient.
Setelah dilakukan anestesi induksi, berikan prosedur anestesi
lanjutan (maintenance) menggunakankombinasi N2O, O2, dan obat
anestesi inhalasi seperti enflurane atau sevoflurane. Mucle relaxant
jarang digunakan pada prosedur ini. Dapat juga digunakan tambahan
anestesi local sehingga dapat mengurangi kebutuhan obat depresan
CNS.
Setelah prosedur berakhir, pasien diberikan 100% O2 dan
setelah reflex protektifnya kembali maka lakukan ektubasi dan bawa

63

pasien ke area recovery dimana terdapat kasur, O2 suction, peralatan


monitoring, serta peralatan dan obat-obatan emergency. Pasien berada
di ruang recovery sampai pulih kurang lebih selama 1 jam sampai
dokter mengijinkan pulang. Pada beberapa keadaan terkadang pasien
harus menginap (overnight) karena pemulihan yang lambat.
2. Inpatient General Anesthesia
Pasien yang menjalani inpatient general anesthesia biasanta
merupakan pasien dengan ASA IV atau beberapa kasus ASA III atau
yang memiliki keadaan yang kontraindikasi dengan prosedur
outpatient.

Walaupun

dental

surgery

terlihat

lebih

minor

dibandingkan operasi lain yang memerlukan anestesi umum seperti


operasi jantung atau syaraf, tetapi prosedur dental memiliki beberapa
hal yang lebih menyulitkan dibandingkan operasi lainnya karena
kavitas oral digunakan oleh dokter bedah mulut sehingga lebih
potensial untuk terjadinya komplikasi jalan napas.
Pasien memasuki rumah sakit 1 hari sebelum prosedur
pembedahan sehingga dapat dilakukan evaluasi preoperatif yang
lengkap seperti pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Di beberapa
rumah sakit, pasien dewasa diharuskan melakukan x-ray dada dan
ECG. Sore hari sebelum prosedut anesthesiologist akan melakukan
preanasthetic visit dengan tujuan mengevaluasi kondisi pasien seperti
adanya resiko anestesi seperti potensi gangguan jalan nafas atau
resiko ketika pembedahan serta meninjau hasil tes laboratorium dan

64

untuk mendiskusikan anestesi seperti apa yang akan dilakukan esok


hari.
Biasanya dokter gigi meminta pasien diintubasi dengan cara
nasoendotracheal dan bukan dengan oroendotracheal sehingga dental
prosedur diharapkan tidak menggaggu jalan nafas pasien. Pasien juga
diminta untuk berpuasa sebelum operasi dan pemberian medikasi
preoperatif diberikan dengan cara intramuskuler satu jam sebelum
prosedur. Premedikasi

yang

biasanya

diberikan

adalah

obat

antianxiety seperti diazepam, midazola, barbiturat (phentobarbital),


opioid (meperidine), dan antikolinergik (scopolamine atau atropine).
Sebelum pasien datang ke kamar operasi, anesthesiologist
mempersiapkan obat-obatan dan peralatan yang diperlukan. Pasien
datang dan perawat akan mempersiapkan pasien seperti menempatkan
pada meja operasi dan memasang monitor fisiologi untuk memonitor
tekanan darah, stetoskop precordial. EGC leads, dan pulse oximeter.
Infus IV dipasangan pada tangan yang tidak dipasangan blood
pressure cuff. Tanda vital dimonitor dan direkam pada anesthesua
record.
Pada saat kedatangan tim bedah, dilakukan induksi anestesi
dengan cara IV dan dapat menggunakan dosis rendah benzodiazepin
untuk menghasilkan sedasi sambil menunggu tim bedah siap. Topikal
anestesi diberikan di lubang hidung pasien menggunakan cotton
applicator stick untuk memproduksi analgesia ketika intubasi nasal.
Masker full-face dipasangkan pada pasien dan diberikan O2 1000% 57L/menit.

65

Thiopental, thiamylal, atau propofol diberikan sampai pasien


kehilangan kesadaran. Setelah itu anesthesiologist memastikan bahwa
terdapat jalan napas yang baik pada pasien, setelah itu diberikan
muscle relaxant (succhycholine, depolarizing muscle relaxant). Untuk
meminimalisir terjadinya fasciculation dapat diberikan muscle
relaxant non depolarizing sebelumnya. Apabila terjadi fasikulasi dan
pasien mengalami apnea, pasangkan nasotracheal tube yang sudah
dilubrikasi pada lubang hidung dengan berhati-hati ke nasofaring,
dapat digunakan laryngoscope. Dengan Margill intubation forceps,
tube endotracheal dimasukan ke dalam trakhea. Endotracheal tube
tersambungkan dengan mesin anestesi dan pasien terventilasi.
Setelah itu dilakukan maintenance anestesi dengan
memberikan sevoflurane atau meperidine IV. Pasien juga diberikan
gas N2O 3L/menit dan O2 2L/menit dan pasien disiapkan untuk
menjalani prosedut pembedahan. Anesthesiologist mengontrol tanda
vital pasien dan memberikan tambahan dosis obat maintenance. Pada
prosedur dental anesthesiologist kadang memberikan tambahan
anestesi lokal untuk membantu mengontrol rasa sakit dan hemostasis.
Apabila pasien memberika respon terhadap stimulasi-stimulasi maka
pasien memerlukan tambahan obat anestesi. Dengan anestesi inhalasi,
konsentrasi obat akan menurun secara bertahap serendah mungkin
tanpa mengabaikan respon dari pasien. Dosis minimal anestetik
injeksi diberikan secara periodik dilihat dari respon pasien pada
stimulasi atau pada tanda vitalnya.

66

Setelah prosedur pembedahan berakhir, pemberian anestesi


inhalasi dihentikan dan mulai memberikan kembali 100% O2.
Diperlukan juga obat tambahan untuk membalikkan efek-efek dari
obat yang telah diberikan seperti IV opioid, benzodiazepin, dan
muscle relaxant. Obat-obatan tersebut seperti naloxone untuk opioid,
flumazenil untuk aksi residual benzodiazepin, dan antikolinesterase
seperti neostigmine untuk muscle relaxant. Atropine diberikan dengan
neostigmine untuk mencegah terjadinya brakikardia.
Apabila gerakan respirasi pasien sudah adekuat, dilakukan
ektubasi. Lalu pasien dipindahkan ke ruang recovery. Pasien
menerima oksigen melalui nasal cannula dan tanda vital tetap
dimonitor sampai stabil dan pasien bangun. Pada ASA I atau II, pasien
biasanya tinggal di rumah sakit untuk dilakukan recovery 1-3 malam
namun pada ASA III atau ASA IV dapat lebih lama sampai keadaan
pasien stabil.
2.10 Status Fisik Pasien Berdasarkan ASA
Pada tahun 1962 American Society of Anesthesiologists (ASA)
mengadopsi sistem klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah kategori keenam
kemudian ditambahkan Kriteria status fisik pasien sebelum operasi menurut ASA
(American Society of Anesthesiologist). Status tersebut adalah sebagai berikut:

1.
2.
3.

ASA I : Pasien yang normal dan sehat


ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan.
ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat.

67

4.

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang merupakan

5.

ancaman bagi kehidupan


ASA V : Pasien yang tidak dapat diharapkan untuk bertahan

6.

hidup 24 jam dengan atau tanpa operasi


ASA E : operasi darurat yang bermacam-macam, dengan E
menunjukkan nomor yang mengindikasikan status fisik pasien.

2.11 Sedasi
2.11.1 Definisi Sedasi
Sedasi merupakan penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan
depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan
menghilangkan kesadaran tanpa kehilangan komunikasi verbal.
Menurut The American Society of Anesthesiologist menggunakan definisi
berikut untuk sedasi:
Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana seama terinduksi obat, pasien
berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi
terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi
Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah
terinduksi obat dimana pasien data berespon terhadap perintah verbal secara spontan
atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk
menjaga jalan napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi
kardiovaskuler biasanya terjaga.

68

Sedasi dalam adalah suatu keadaan dimana selama terjadi depresi kesadaran
setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap
rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan
fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk
menjaga jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya terjaga.
2.11.2 Indikasi
1. Premedikasi
Obat sedatif dapat diberikan pada masa preoperative untuk mengurangi
kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan.
2. Dewasa atau anak yang memiliki disabilitas fisik / mental, senile patient atau
disoriented patient
3. Umur bayi dan anak
Digunakan untuk pasien anak khususnya bagi pasien yang kurang kooperatif.
Oral, inhalasi, dan intravena kurang efektif pada pasien tersebut, sedangkan
administrasi secara intramuscular lebih efektif.
4. Prosedur traumatic
Prosedur yang memiliki baik durasi pendek (kurang dari 30 menit) akibat
trauma alami, seperti pencabutan molar 3 yang mengalami impaksi maupun
berkepanjangan pasien dental dewasa yang membutuhkan prosedur 1-2 jam
atau hingga selesai.
2.11.3 Kontraindikasi
1. Pasien menolak / keluarga menolak.

69

2. Bayi

exprematur

< 56

minggu dari

usia

konsepsional,

karena bererisiko terjadinnya depresi pernapasan serta sedasi berlebihan.


3. Gangguan perilaku berat.
4. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep
apnoea,abnormalitas kraniofasial.
5. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
oksigen.
6. Adanya ketidakstabilan jantung yang signifikan.
7. Adanya penyakit

ginjal

atau

hati

yang diprediksi akan menghambat bersihan obat sedasi.


8. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
9. Peningkatan tekanan intrakranial.
10. Epilepsi berat atau tidak terkontrol.
11. Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas
(misalnyanitrogen

oksida harus

adanya pneumotoraks).
12. Prosedur lama atau menyakitkan.

2.12

Teknik Sedasi Intravena

2.12.1 Alat-Alat Sedasi Intravena


1) Syiringe

dihindari jika dijumpai

70

Untuk penggunaan dalam sedasi intravena, syringe yang harus digunakan adalah
disposable syringe. Ini akan sangat berbahaya untuk menggunakan kembali konten
tersebut pada pasien lain, karena risiko tinggi dari infeksi dan / atau cross infection.
Jarum suntik harus secara jelas ditandai dalam mililiter, ukuran ideal yang 5ml
2) Jarum
Jarum disposable yang digunakan untuk sedasi intravena terdiri dari 2 macam:
tipe lurus, dan tipe butterfly, keduanya memiliki besar dan panjang yang berbedabeda. Jarum yang akan digunakan tidak boleh bengkok. Jika tanpa disengaja menjadi
bengkok, jarum ini harus langsung dibuang. Jika, masih tetap digunakan pada pasien
dan patah, maka sang dokter bedah mulut yang akan disalahkan.
3) Surgical tape
Harus diingat bahwa beberapa pasien memiliki kulit yang sensitive, dalam hal ini
kita harus menggunakan surgical tape
4) Armboard
Sebuah simple armboard mungkin akan cukup membantu dokter bedah mulut
yang mengunakan cubital fossa untuk venipuncture. Armboard akan mencegah
gerakan tiba-tiba dari tangan pasien, yang mungkin akan mendorong masuknya
jarum ke struktur anatomi lebih mendalam.
5) Kacamata pengaman
Kacamata pengaman harus tersedia untuk digunakan oleh pasien dan staf

71

6) Lampu
Lampu dokter bedah harus dapat membantu dokter bedah dan asisten dokter
bedah agar dapat melihat dengan jelas
7) Sarana Pemberian oksigen
Sangat penting dalam pembedahan harus ada sarana pemberian oksigen, seperti
laryngeal mask dan tabung oksigen.
8) Oropharyngeal airway
Segala macam tipe oropharyngeal airway harus tersedia dan dokter bedah mulut
harus dilatih untuk mengunakannya.
9) Resuscitator Bag
Resuscitator bag dapat memberikan udara yang mengandung 20% oxygen
didalamnya. Oksigen dapat dihubungkan ke katup inlet resuscitator
10) Disposable Tray
Ada banyak ukuran dari disposable tray yang dapat dipakai sesuai dengan
kebutuhan dokter bedah mulut, tetapi disposable tray harus dapat menampung semua
ampul, jarum, dan syringe yang diperlukan dalam sedasi intravena.
11) Tourniquet
Ini digunakan untuk menghambat aliran vena dan dengan demikian membantu
mengidentifikasi vena yang cocok dan membantu venipuncture.

72

12) Mouth Prop


Beruna untuk mempertahankan pembukaan mulut pasien
13) Surgical Gloves
Saat kemungkinan untuk berkontak dengan darah dan cairan tubuh dapat terjadi,
maka kita harus memakai surgical gloves.
2.12.2 Teknik Sedasi Intravena
Sebelum pasien dibawa ke dalam operasi, berikut informasi harus dikonfirmasi:
1) Kehadiran pendamping yang sesuai
2) transportasi menuju rumah (mobil / taksi)
3) Surat persetujuan
4) Riwayat kesehatan yang telah diperbarui
5) obat rutin yang di minum
6) Waktu terakhir makan dan minum (puasa minimal 2 jam)
7)

Jika mengkonsumsi alkohol (jika dikonsumsi dalam 24 sebelumnya

jam

kemudian perawatan harus ditunda).


Pasien kemudian dapat diantar ke operasi dan duduk di kursi gigi. Penting
untuk menjaga waktu persiapan , penundaan hanya akan meningkatkan rasa takut
pasien. Prosedur untuk sedasi dan pengobatan gigi perlu dijelaskan kepada pasien
secara singkat pada wajtu kunjungan. Sebelum Sedasi prosedur ini dimulai dengan

73

pemeriksaan tekanan darah dan probe nadi oksimeter dilekatkan ujung jari atau
lobus telinga pasien. Apabila pasien sudah duduk dengan nyaman pada kursi unit,
dapat dimulai persiapan untuk venepuncture .
2.12.3 Venepuncture and intravenous cannulation
Sebuah cannule penting dalam prosedur venepucture . tidak diperbolehkan
hanya melakukan pemberian larutan sedasi Intravena dengan menggunakan jarum ,
melainkan harus melalui cannule. Akses menuju vena diperlukan tidak hanya
untuk tempat pemberian agen obat penenang tetapi juga, dalam keadaan darurat
dapat digunakan untuk pemberian anti-agent dari agen atau obat darurat lainnya.
Ada dua situs utama akses vena untuk tujuan gigi sedasi, dorsum tangan dan
antecubital fosa. Punggung tangan: punggung tangan memiliki banyak jaringan
pembuluh darah yang mengalir ke telapak tangan dan urat lengan bawah. Vena
pada lokasi ini menjadi pilihan pertama untuk dilakukan venepuncture karena
mereka dapat diakses, terdapat dipermukaan , terlihat jelas di sebagian besar
pasien, distabilkan oleh tulang tangan, dan jauh dari struktur vital. Kerugian dari
pembuluh darah dorsal tangan, adalah bahwa mereka adalah cenderung bergerak.
Pada pasien yang sangat cemas, terkadang vena tersebut cenderung tidak terlihat.
Vasokonstriksi biasanya dapat dibalikkan dengan pemanasan

tangan dalam

semangkuk air hangat sebelum venepuncture.Penusukan pada punggung agak


menyakitkan , sebaiknya diberikan lokal topikal agen anestetik seperti EMLA
atau AMETOP , terutama
cannulation.

pada pasien yang cemas mengenai prosedur

74

Antecubital fosa: pilihan kedua untuk akses vena dalam pembuluh darah
yang lebih besar. Dua vena utama dari lengan bawah, di batok kepala dan basilika
vena, lulus lateral dan medial aspek antecubital

fosa masing-masing.

Venepuncture dan cannulation idealnya harus dilakukan pada daerah lateral dari
antecubital fosa, untuk menghindari kerusakan akibat kecelakaan pada struktur
vital. antecubital mempunyai keuntungan yaitu ukuran vena biasanya besar dan
mudah di imobilisasi. Jika tidak mudah terlihat mereka dapat biasanya teraba.
Kerugian utama dari antecubital fosa adalah kedekatan dengan struktur penting
dan gerakan dari sendi siku. Penggunaan papan lengan untuk menstabilkan lengan
dapat berguna.
2.12.4 Cannulation process
a)

Pasien sebaiknya diletakkan telentang untuk memperkecil kemungkinan


serangan yang vasovagal selama venepuncture dan untuk memaksimalkan
peredaran darah kembali dari vena ekstremitas.

b) Dipilih Vena yang sesuai . Proses dapat dipercepat dengan mengepalkan


diulang dari tinju, sehingga memompa darah ke vena obtunded. Ketukan
lembut kulit di atas vena sering membantu untuk membuatnya lebih
menonjol, proses yang kadang-kadang disebut sebagai 'superficialisation'.
Handuk panas juga dapat diterapkan pada kulit untuk mendorong
vasodilatasi. persiapan vena yang baik adalah kunci sukses venepuncture
dan penetrasi dilakukan hanya bila vena cukup penuh

75

c)

Kulit harus dibersihkan dengan air atau antiseptik, seperti isopropil


alkohol.

d)

Kulit kemudian diregangkan dan kanul dimasukkan pada sudut sekitar


10-15.
Kanul melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah vena dengan jarak
sekitar 1cm. apabila venepuncture benar, dapat terlihat sedikit darah
keluar dari kanul. Setelah darah terlihat, hubungan kanul menuju hub

e)

Jarum dilepas sepenuhnya hub dapat ditempatkan pada celah di kanul.


Untuk menghindari darah ke pasien terus mengalir keluar, harus
diterapkan penekanan pada daerah proksimal dari pembuluh darah di
mana terletak kanul.

2.12.5 Titrasi dari agen sedasi


Dengan menggunakan Jarum suntik yang berisi obat yang telah dipersiapkan
(midazolam 10mg pada 5ml) pada port pengiriman kanul. Pasien akan mengatakan
bahwa mereka akan mulai merasa rileks dan mengantuk selama 10 menit.
Peningkatan pertama 1mg (0.5ml) midazolam disuntikkan perlahan-lahan selama
kurang lebih 15 detik, diikuti dengan jeda selama 1 menit. Kemudian dosis 1mg
diberikan, dengan selang waktu 1 menit antara increment, sampai tingkat sedasi
dinilai memadai.
Tujuan sedasi IV adalah untuk titrasi peningkatan dosis obat sesuai dengan
respon pasien. Dokter gigi harus tetap berbicara dengan pasien sambil berhati-hati
mengawasi efek obat penenang serta reaksi yang merugikan, terutama depresi

76

pernapasan. Titik akhir pemberian sedasi saat terdapat beberapa tanda-tanda spesifik.
Tanda-tanda ini termasuk:
a) Slurring dan pembicaraan melambat
b) Pasien terlihat sangat santai
c) Terlambat Menanggapi perintah
d) Kesediaan untuk menjalani perawatan
e) Eve Sign positif
f) Verill Sign.
Tanda Verill terjadi ketika ada ptosis atau terkulai dari atas kelopak mata,
untuk rupa sehingga terletak kira-kira setengah jalan seluruh murid. Tanda-tanda
sedasi ini tidak eksklusif dan seringkali hanya dua atau tiga orang hadir dalam
seorang individu mereka lakukan. Namun, memberikan beberapa indikasi objektif
tingkat yang memadai sedasi. Selama pemberian sedasi, harus diperhatikan :
Clinical monitoring
(a) Pernafasan pasien
(b) Pola pernafasan pasien
(c) Denyut nadi
(d) warna kulit
(e) Tingkat kesadaran pasien.
(f) Tekanan darah

77

2.13 Teknik Sedasi Inhalasi


2.13.1 Indikasi
1) Mengalami dental anxiety
2)

Pasien dengan kelainan pendarahan

3)

Pasien dengan sickle cell anemia

4)

Mental handicap

5)

Physical handicap

6)

Pasien yang memiliki penyakit asma

7)

Pasien yang memiliki penyakit epilepsy

8)

Pasien yang sedang hamil (hindari anastesi inhalasi pada awal 3


bulan kehamilan)

9)

Pasien yang memiliki penyakit jantung

10)

Pasien yang memiliki kelainan jiwa (psychiatric disorder)

2.13.2 Kontraindikasi
1) Pasien yang menderita flu

78

2) Pasien dengan pembesaran tonsilar dan kelenjar adenoidal


3) Pasien dengan kelainan paru2 yang serius
4) Pasien yang sedang menjalani terapi psikitaris
5) Multiple sklerosis
6) Myasthema gravis
2.13.3 Alat-alat
1) Flow control meter
Baik oksigen dan nitrous oxide flow meter yang dikalibrasi hingga 10 l / min (10
liter per menit); tabung gelas mereka yang runcing, berarti bahwa gradasi antara
setiap tanda satu liter berjarak sama. Flow meter jenis ini adalah yang paling mudah
untukdibaca secara akurat.
2) Selang penyalur gas dan nasal hood
Seluruh alat inhalasi dapat dilihat sebagai sebuah unit terkait. sebuah
selang, diameter 2,5 cm, membawa gas bersih dari flow control meter ke nasal
hood yang dirancang khusus, yang cocok di hidung pasien. Selang lainnya, juga
2,5 cm diameter, mengarah dari nasal hood ke scavenged exit. Untuk mencegah
pasien menghirup kembali gas yang sudah terpakai, sebuah katup ekspirasi telah
dibuat sampai exit port , di samping nasal hood
3) Waste gas scavenger

79

Sebuah selang mengalirkan limbah gas ke scavenging outlet, dengan diameter


2.5cm, hanya memberikan sedikit perlawanan untuk expirasi. Selang tersebut
terhubung dengan blok besi, yang tersambung ke pipa tembaga dengan diameter
2.5cm yang menyalurkan gas ke udara luar.
2.13.4 Teknik Pemberian
1) Pertama tama yang harus di lakukan adalah melakukan pemeriksaan unit.
Pastikan bahwa saluran oksigen dan saluran N2O bekerja dengan benar.
Kemudian harus dipastikan juga bahwa unit memiliki cukup oksigen untuk
kembali menyadarkan pasien.
2) Memilih mask yang ukuran nya cocok dengan pasien
3) Hubungkan mask dengan selang bergelombang (diameter 2.5 cm) . Katup
ekspirasi selalu dibiarkan dalam kondisi terbuka dalam plastic silinder putih
pada sebelah kiri dari mask
4) Awali dengan pemberian 100% oksigen pada pasien yang sudah duduk di
dental unit
5) Alirkan oksigen 3 liter/menit 7 liter/menit , pasien dapat memegang mask
sendiri apabila merasa cemas .
6) Biarkan pasien bernafas dengan mask sekitar 15 20 detik
7) Kemudian alirkan 90% oksigen 10% N2O selama 1 menit

80

8) Setelah 1 menit tersebut, alirkan 80% oksigen dan 20% N2O selama 1 menit
sambil terus memantau keadaan pasien, dokter dapat menjelaskan kepada
pasien apa yang akan terjadi dan apa yang akan dirasakan oleh pasien
9) Setelah 1 menit menggunakan 80 % oksigen, alirkan 70% oksigen dan 30%
N2O. biasanya dalam tahap ini , pasien mulai mengalami reaksi sedasi
10) Setelah terlihat bahwa pasien sudah terkena efek sedasi, dokter dapat
menambahkan konsentrasi N2O kurang lebih 5 10% lagi, kemudian
perawatan dapat dilakukan
11) Apabila perawatan sudah selesai, dokter bisa mengembalikan kesadaran
pasien dengan memberikan aliran 100% oksigen selama 2 menit. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi difusi anoxia (akibat eliminasi
N2O yang sangat cepat dari darah ke paru paru), mengurangi polusi pada
ruang perawatan, dan mempercepat rate of recovery .
12) Mask di lepas, mesin dimatikan, dan tabung oksigen kembali di tutup.
2.14 Keuntungan Teknik Sedasi Intravena dan Inhalasi
2.14.1 Keuntungan teknik sedasi intravena:
Onset of Action paling cepat dari semua teknik sedasi.
Dosis dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Titrasi dapat dilakukan.
Tingkat ringan, sedang, dan berat sedasi didapat dengan mudah lewat rute
intravena.

81

Periode kesembuhan dari sedasi lebih pendek daripada administrasi oral,

rektal, intranasal, atau intramuskular.


Vena yang terlihat jelas adalah faktor aman.
Mual dan muntah tidak sering terjadi.
Memungkinkan kontrol sekresi saliva.
Refleks sumbatan dikurangi.
Gangguan motorik (epilepsi, cerebral palsy) dapat dikurangi.
Pada kasus emergensi sedasi intravena merupakan suatu keuntungan.

2.14.2 Keuntungan Teknik Sedasi Inhalasi:


Onset of Action sedasi inhalasi lebih cepat daripada sedasi oral, rektal, atau
intramuskular.
Memberikan aksi klinis puncak dalam jangka waktu titrasi.
Kedalaman sedasi yang didapat dapat diubah dari satu waktu ke waktu yang
lain, sehingga administrator dapat meningkatkan atau menurunkan
kedalaman sedasi. Tingkat kontrol ini menggambarkan keamanan signifikan
dari inhalasi sedasi.
Durasi aksi bervariasi, tergantung administrator.
Waktu kesembuhan dari sedasi inhalasi cepat biasanya 3 sampai 5 menit
pada inhalasi 100% O2.
Titrasi dapat dilakukan.
Kesembuhan dari sedasi hampir selalu tercapai sempurna; pasien dapat
pulang sendiri, dengan tidak ada gangguan pada aktivitas.
Tidak ada injeksi yang diperlukan.
Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 aman. Sangat sedikit efek sampingnya.
Obat yang digunakan pada teknik ini tidak memiliki efek samping pada
hati, ginjal, otak, atau sistem kardiovaskular dan respirasi.
Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 dapat digunakan sebagai pengganti anastesi
lokal pada prosedur-prosedur tertentu.
2.15 Kerugian Teknik Sedasi Intravena dan Inhalasi

82

2.15.1 Kerugian teknik sedasi intravena:


Teknik venipuncture penting dikuasai operator.
Dapat terjadi komplikasi venipuncture.
Pengawasan yang lebih intensif dibutuhkan.
Kebanyakan agen intravena tidak dapat dibalikkan dengan obat antagonis
spesifik.

2.15.2 Kerugian teknik sedasi inhalasi:

Harga peralatan yang digunakan mahal


Harga gas yang digunakan yaitu O2 dan N2O relatif mahal
Unit N2O-O2 tidak praktis.
Kegagalan dapat muncul karena potensi agen kurang.
Kerjasama pasien sangat diperlukan. Untuk sedasi inhalasi yang efektif,
pasien harus menghirup gas lewat hidung atau mulut. Jika pasien tidak

mampu melakukannya maka hasilnya akan gagal.


Semua staf yang mengoperasikan harus mendapat pelatihan untuk
menciptakan inhalasi yang aman dan efektif.

83

BAB III
DISKUSI
3.1 Tambahan materi yang belum dipresentasikan mengenai kontraindikasi anestesi
lokal di kedokteran gigi dan persiapan pranestesi Arfianto Nur / NPM
160110130069
Kontraindikasi anestesi local terbagi menjadi dua yaitu kontraindikasi relative
dan kontraindikasi absolute. Perbedaannya, kontraindikasi relative masih bisa
diatasi sedangkan kontraindikasi absolut sama sekali tidak bisa diatasi.
3.2 Apa contoh penyakit pada status fisik pasien berdasarkan ASA kelas 3? Sintia
Saputra / NPM 160110130068
Status fisik pasien berdasarkan ASA kelas III ialah pasien dengan penyakit
sistemik berat. Contoh penyakit sistemik berat adalah diabetes mellitus. Bedanya
dengan status fisik pasien berdasarkan ASA kelas IV ialah pasien dengan
penyakit sistemik berat yang mengancam bagi kehidupan. Contoh penyakitnya
ialah penyakit ginjal.
3.3 Tambahan materi mengenai status fisik pasien berdasarkan ASA Putri Bella /
NPM 160110130071
Status fisik pasien berdasarkan ASA yang di presentasikan hanya sampai
kelas V. Sebenarnya status fisik pasien berdasarkan ASA ada sampai kelas VI
yaitu pasien mati otak yang organ tubuhnya akan dikeluarkan untuk tujuan donor.

84

3.4 Bagaimana penanggulangan bila terjadi patah jarum ? Lailatul Rahmi / NPM
160110130067
Penanggulangan bila terjadi patah jarum, apabila jarum yang patah masih
terlihat bisa di tarik menggunakan arteri klem. Apabila jarum yang patah tidak
terlihat, pasien di ronsen dan di lakukan operasi eksisi.
3.5 Apakah prosedur teknik fisher yang terdiri dari 3 posisi harus di lakukan semua
secara berurutan dalam satu kali anestesi? Sofyan Suri / NPM 160110130066
Semua posisi pada teknik fisher ( teknik blok anestesi untuk pencabutan gigi
rahang bawah ) harus dilakukan secara berurutan dalam satu kali anestesi
3.6 Pada teknik blok anestesi N. Palatinus apakah harus selalu menyuntikan jarum di
daerah yang iskemi ( terlihat pucat ) ? Putri Bella / NPM 160110130071
Pada teknik blok anestesi N.palatinus harus selalu menyuntikan jarum di
daerah yang iskemi, agar mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi seperti
hematom .
3.7 Tambahan materi mengenai teknik penyuntikan -

Yuriesty Azalia/ NPM

160110130072
Menyuntikan jarum tidak boleh pada daerah yang ada pembuluh darah.
3.8 Apa contoh kasus status fisik pasien berdasarkan ASA kelas V ? Aulia Bayu /
NPM 160110130073

85

Contoh keadaan / kasus sesuai status fisik pasien berdasarkan ASA kelas v
adalah pada kasus emergency yang harus segera dilakukan tindakan operasi.

86

BAB IV
KESIMPULAN
Setelah tim bedah melakukan persiapan pra bedah, maka yang dilakukan
adalah anestesi kepada pasiennya. Secara umum anestesi adalah hilangnya semua
bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperature, tekanan dan dapat
disertai dengan terganggunya fungsi motorik ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, anestesi umum dan anestesi lokal.
Anestesi umum merupakan hilangnya sensasi keseluruhan tubuh yang dipersarafi
oleh nervus-nervus disekitarnya, sedangkan anestesi local merupakan hilangnya
sensasi pada area tertentu dan terbatas yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada
tubuh.
Terdapat beberapa teknik anestesi yang penting untuk dipelajari. Teknik blok
anestesi untuk pencabutan gigi rahang bawah diantaranya adalah teknik Gow-Gates,
teknik Akinosi, teknik Fischer, teknik modifikasi Fischer, dan teknik blok nervus
alveolaris inferior. Untuk rahang atas dapat juga digunakan teknik blok pada nervus
palatines, yang terbagi berdasarkan daerah penyuntikannya, yaitu blok nervus
palatine mayor dan blok nervus nasopalatine.
Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 3 cara,
yaitu nparenteral/intravena, perrectal, dan inhalasi. Yang paling sering digunakan
dalam dunia kedokteran bedah mulut adalah teknik intravena.

87

DAFTAR PUSTAKA
Fadillah, Abdullah. 2007. Teknik-teknik anestesi local.
J.A. Baart & H.S. Brand. 2008. Local Anesthesia in Dentistry. United Kingdom:
Wiley Blackwell
Malamed, Stanley F. 2009. Handbook of Local Anesthesia. St. Louis: Mosby
Purwanto, drg. 1993. Petunjuk praktis anestesi local. Penerbit buku kedokteran.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai