TOPIK II
ANESTESI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dental Science Progamme 8
Disusun Oleh:
Kelompok Tutor 6
Disusun Oleh :
Editor
Sofyan Suri
160110130066
Lailatul Rahmi
160110130067
160110130071
160110130074
Sofyan Suri
160110130066
160110130074
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Esa
karena atas ridho-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini kami
susun untuk memenuhi mata kuliah DSP 8 topik tentang anestesi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada seluruh pihak yang
telah membantu kami dalam proses pembuatan makalah ini. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen pembimbing mata kuliah DSP 8 yang
telah membimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini.
Seperti kata pepatah, tidak ada gading yang tidak retak, yang berarti tidak ada
sesuatu yang sempurna. Maka, kami mengucapkan mohon maaf atas kesalahan yang
ada pada makalah ini. Sekian kata pengantar dari kami, dengan tangan terbuka kami
sangat menerima saran dan kritik dari pembaca. Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................................iv
DAFTAR TABEL .........................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................11
2.1 Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi ....................11
2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal di Bidang KG
.............................................................................................................12
2.3 Persiapan Pra Anestesi .................................................................13
2.4 Komplikasi Anestesi Lokal ..........................................................14
2.5 Teknik Blok Anestesi Untuk Pencabuta Gigi Rahang Bawah ......23
2.6 Teknik AnestesI Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah
............................................................................................................42
2.7 Teknik Blok Anestesi Nervus Palatinus .......................................50
2.8 Macam-macam Obat Anestesi Umum ..........................................57
DAFTAR TABEL
No
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Teks
Keuntungan dan kerugian dari teknik Gow-Gates
Keuntungan dan kerugian dari teknik Vazirani-Akinosi
Panjang Gigi Rata-rata
DAFTAR GAMBAR
Halaman
31
35
49
No
Gambar 2.1
Teks
Paralisis nervus fasial akibat blok saraf alveolar inferior
Halaman
16
Gambar 2.2
Gambar 2.3
17
19
vasonkonstriktor.
Anatomi Mandibula
Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk
Kuku jari menempel pada linea oblique
Jarum ditusukkan
Gerakan jari ke arah superior
Persiapan memasukkan jarum anastesi
Menusukkan jarum
Palpasi coroid notch
Insersi ujung jarum
23
24
25
26
33
33
34
37
37
Gambar 2.13
Aspirasi
38
Gambar 2.14
40
Gambar 2.15
Penyuntikan supraperiosteal.
42
Gambar 2.16
45
Gambar 2.17
48
52
Stabilisasi jarum
52
Gambar 2.20
55
Gambar 2.21
56
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari
dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi terbagi menjadi
dua macam yaitu anestesi general dan local. Anestesi local lebih sering digunakan di
bidang kedokteran gigi.
Anestesi general adalah tindakan menghilangkan nyeri disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversible. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias
anestesi yaitu hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Anestesi general jarang di
gunakan di kedokteran gigi.
Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara
pada bagian tubuh. Penggunaan anastesi lokal pada kedokteran gigi sangat
diperlukan untuk melakukan suatu tindakan atau untuk mengontrol rasa sakit.
Pencegahan rasa sakit dalam kedokteran gigi dapat membangun hubungan baik
antara dokter gigi dan pasien, membangun kepercayaan, menghilangkan rasa cemas,
dan menunjukkan sikap positif dari dokter. Dalam penggunaannya anestesi lokal
terdiri dari berbagai macam jenis, yang mempunyai teknik, kelebihan dan
kekurangan yang berbeda-beda, hal ini harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan
tindakan apa yang akan dilakukan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui lebih
lanjut tentang anastesi local.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai segala yang berhubungan dengan
anestesi pada bedah mulut, mulai dari definisi anestesi local di bidang kedokteran
gigi, indikasi dan kontraindikasi anestesi local di bidang kedokteran gigi, persiapan
pra anestesi, komplikasi anestesi local, teknik blok anestesi, teknik infiltrasi anestesi,
serta macam-macam obat dan teknik anestesi umum terutama teknik sedasi intra
vena dan inhalasi
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
terbatas yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi
ujung serabut saraf ataupun karena inhibisi pada proses konduksi
pada nervus
perifer.
Di kedokteran gigi, anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri,
sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan oleh dokter gigi pun mampu
bekerja dengan baik. Selain itu, anestesi lokal juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan penyebab nyeri pada wajah.
Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mendasari usaha
dalam hal- hal pemberian anestesi dan analgesik serta menjaga keselamatan
penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan, melakukan tindakan resusitasi
pada penderita gawat, mengelola unit perawatan intensif, memberi pelayanan terapi,
penanggulangan nyeri menahun bersama cabang ilmu kedokteran lainnya dan dengan
peran serta masyarakat secara aktif mengelola kedokteran gawat darurat. Anestesi
bersifat reversibel dan sementara.
Selain itu pada anestesi dikenal juga adanya anestesi topikal yang merupakan
suatu pengaplikasian agen anestesi lokal pada permukaan membran mukosa atau
11
kulit yang kemudian berpenetrasi melewati epidermis dan menganestesi ujung ujung
saraf.
2.2
retromolar.
Penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease.
Alergi
Penderita hipertensi
Penderita penyakit hati/liver
12
Penderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati dan
ginjal.
2.3
dilakukan
pemberian
anestesi
lokal,
operator
harus
mempertimbangkan risiko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan oleh
efek depresan yang merupakan salah satu efek dari obat-obatan anestesi lokal. Selain
itu, obat-obatan anestesi lokal pun memiliki efek samping lain yaitu bronkospasm
yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun vasodepressor sinkop. Oleh
karena itu, keadaan umum pasien perlu dievaluasi sebelum melakukan tindakan
anestesi. Persiapan pra anestesi ini mencakup tiga persiapan, yaitu persiapan diri
anestetis, persiapan alat dan bahan, dan persiapan pasien.
Persiapan anestesis, berupa anestesis harus sehat fisik dan psikis, memiliki
pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai, dan memiliki mental yang
baik untuk mengatasi apabila terjadi keadaan yang mengancam jiwa pasien.
Persiapan alat dan bahan anestesi, alat yang biasa digunakan adalah syringe
untuk menyutikkan bahan atau agen anestesi lokal ke daerah yang akan dianestesi.
Hal ini perlu diperhatikan agar penyuntikan berjalan cepat dan lancar. Kemudian
siapkan mukosa yang akan disuntik, dan siap dilakukan penyuntikan langsung pada
daerah yang dikehendaki.
Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik
pasien. Dalam anamnesis, pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah
atau sedang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumi, riwayat alergi, dan juga
beberapa keluhan-keluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi
13
praanestesi ini pula ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi
sehingga keadaan psikologis pasien dapat pula dievaluasi.
Penyakit-penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi
praanestesi adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit liver,
alergi terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsi, serta kelainan darah.
Pemeriksaan fisik praanestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi visual
untuk mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan tubuh,
bicara, dan sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik menurut
ASA.
2.4
2, yaitu:
2.4.1 Komplikasi Lokal
1.)
Kerusakan Jarum
Penyebab
utamanya
adalah
kelemahan
jarum
dengan
14
beberapa saraf. Selain itu, injeksi anastesi lokal yang terkontaminasi alkohol atau
cairan sterilisasi dapat menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan edema dan
sampai menjadi parastesi.
Parastesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 8 minggu dan jika kerusakan
pada saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang
terjadi.
Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi yaitu:
1) Yakinkan kembali pasien dengan berbicara secara personal.
2) Jelaskan bahwa parastesi jarang terjadi, hanya 22% telah dilaporkan yang
berkembang menjadi parastesi.
3) Periksa pasien:
(1) Menentukan derajat dan luas parastesi
(2) Jelaskan pada pasien bahwa parastesi akan sembuh sendiri dalam waktu 2
bulan.
(3) Jadwal ulang pertemuan setiap 2 bulan sampai adanya pengurangan reaksi
sensori
(4) Jika ada, maka konsultasi ke bagian Bedah Mulut.
3.) Paralisis Nervus Fasial
Gambar 2.1 Paralisis nervus fasial akibat blok saraf alveolar inferior pada sisi
kiri.
Paralisis sebagian dari cabang trigeminal terjadi pada blok saraf
infraorbital atau infiltrasi kaninus maksila, biasanya dapat menyebabkan otot
kendur.
15
16
17
obat anastesi yang terlalu hangat dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
dapat berkembang menjadi trismus, edema, bahkan parastesi.
9.) Infeksi
Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi
anastesi. Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa.
Selain itu, ketidakahlian operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang
tidak tepat menyebabkan infeksi.
10.)
Edema
Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa
gangguan. Edema dapat terjadi karena:
1) Trauma selama injeksi
2) Infeksi
3) Alergi
4) Hemoragi
5) Jarum yang teriritasi
6) Hereditary angioderma
Edema dapat menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari region yang
terkena. Angioneurotik edema yang dihasilkan akibat topical anastesi pada
individu yang alergi dapat membahayakan jalan napas. Edema pada lidah, faring,
dan laring dapat berkembang pada situasi gawat darurat.
11.)
Pengelupasan jaringan
Gambar 2.3 Pengelupasan jaringan pada palatum akibat iskemia sekunder yang
lama akibat local anastesi dengan vasonkonstriktor.
18
ulserasi pada mulut mereka, terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya
adalah nyeri. RAS atau herpes simplex dapat terjadi setelah anastesi lokal.
Recurrent aphthous stomatitis merupakan penyakit yang paling sering daripada
herpes simplex, terutama berkembang pada gusi yang tidak cekat dengan tulang.
Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas akut pada area ulser.
2.4.2 Komplikasi sistemik
1.) Reaksi psikis
Pingsan atau reaksi vasovagal adalah komplikasi yang paling
sering terjadi, biasanya disebabkan karena gangguan emosional
sebelum penyuntikan dan karena vasodilatasi arterial darah kejantung
berkurang.
3.)
4.)
19
Pasien dibaringkan
Saluran pernapasan dibuka, bila perlu rahang digerakkan ke
depan
Pakaian ketat dilonggarkan
Prossedur perawatan gigi sebaiknya ditunda, biarkan pasien
pulih kembali dan bila perlu dijadwal ulang
Pencegahan:
-
/cemas
- Posisi pasien berbaring terlentang di kursi gigi
2.) Reaksi toksis
Reaksi ini jarang terjadi, biasanya hanya terjadi bila terjadi
penyuntikan intravaskuler atau overdosis. Tanda-tandanya yaitu
terjadinya konvulsi dan gangguan pernapasan
Reaksi Alergi
Sering terjadi bila kita tidak melakukan evaluasi praanestesi.
Riwayat alergi sangat penting ditanyakan, bila meragukan dapat
melakukan skin test dengan menyuntikan anestetikum yang akan
dipakai secara subkutan. Bila tidak ditangani secara cepat maka
kesadaran akan hilang, pupil membesar, denyut nadi lemah dan tidak
teatur.
Virus Hepatitis/HIV
5.)
20
21
1. Dasar pemikiran
Blok N.alveolaris inferior bisa dilakukan dengan
mendeponirkan anestetikum sekitar nervus tersebut sebelum
masuk ke kanalis mandibularis. Metode ini dianjurkan
karena injeksi supraperiosteal biasanya tidak efektif
terutama untuk region gigi-gigi molar. Sulcus mandibularis
terletak pada facies interna ramus mandibulae. Berisi
jaringan ikat longgar yang dilalui oleh N.alveolaris dan
pembuluh darahnya. Sebelah medialnya tertutup oleh
22
23
jarum
pada
apeks
trigonum
sejumlah
kecil
anestetikum
pada
24
efek
anestesi
umumnya
25
1. Area
Jaringan bukal pada area molar bawah.
2. Patokan anatomi
Linea oblique eksterna dan trigonum retromolar
3. Indikasi
Bersama dengan injeksi lingual, dapat melengkapi
blok N.alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada
sisi yang diinjeksi (jaringan bukal pada area molar bawah).
4. Teknik
a. N.buccalis longus keluar tepat di luar foramen
ovale,
berjalan
M.pterygoideus
di
antara
externus,
kedua
caput
menyilang
ramus
26
titik
dideponir
sejauh molar
perlahan-lahan
ketiga,
seperti
anestetikum
pada
waktu
1. Patokan anatomi
Foramen mentale umumnya terletak di bawah dan di
antara apeks gigi premolar pertama dan kedua atau tepat di
bawah atau di distal dari gigi premolar kedua. Pada
beberapa kasus, bisa terletak sampai di bawah apeks gigi
premolar pertama. Dan yang sangat jarang terjadi adalah
terletak di distal gigi molar pertama.
2. Dasar pemikiran
Pada injeksi mentalis ini, anestesi dideponir dalam
canalis mandibularis melalui foramen mentale. Blok
sebagian pada mandibula bisa diperoleh dengan cara ini.
27
dan
dideponirkan
kembali
cc
28
5. Gejala
Injeksi ini dapat menganestesi gigi premolar dan
caninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi
incisivus, serabut saraf yang bersitumpang dari sisi yang
lain juga harus di blok. Untuk ektraksi ini harus dilakukan
injeksi lingual.
6. Kegagalan anastesi
Kegagalan pada injeksi ini terjadi apabila jarum tidak
masuk ke dalam foramen mentale atau jika nervus lingualis
atau N.Cervicales superficiales tidak teranestesi.
29
A. Area Teranastesi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
N.Alveolaris inferior
N.Mentalis
N.Incisivus
N.Lingualis
N.Mylohyoideus
N.Auriculotemporalis
N.Buccalis
B. Patokan Anatomi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C. Teknik
30
31
32
mempublikasikan
tulisannya
yang
kemudian
A. Area Teranastesi
1.
2.
3.
4.
5.
N. Alveolaris inferior
N. Incisivus
N. Mentalis
N. Lingualis
N. Mylohyoideus
33
B. Patokan Anatomi
C. Teknik
34
35
36
interna dan permukaan samping jari berada di bidang oklusal gigi rahang
bawah.
1. Posisi I: Jarum diinsersikan di pertengahan lengkung kuku, dari sisi
rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
2. Posisi II: Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan
bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan
aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Lingualis.
3. Posisi III: Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu
jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 1015 mm. Aspirasi dan bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak
1 ml
untuk menganestesi
N.
Alveolaris inferior.
37
Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit
sebelum
jarum
lepas
2.6 Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah
38
39
40
Gambar
.
Howe
Teknik
intraoseus.
L, Whitehead. Anestesi
41
42
Gambar 2.16 Teknik Anestesi Infiltrasi, Field Block, dan Nerve Block. (sumber :
Handbook of Local Anesthesia)
Injeksi supraperiosteal, lebih sering disebut lokal infiltrasi (walaupun
salah), merupakan teknik lokal anestesi yang paling sering digunakan untuk
mencapai pulpa pada gigi rahang atas. Meskipun teknik ini mudah untuk
mencapai kesuksesan, banyak alasan untuk memilih teknik lain ketika
perawatan melibatkan dua atau lebih gigi.
43
44
insersi
jarum
yang
banyak
sehingga
45
Gambar 2.17 Pegang dan tahan syringe dengan posisi parallel terhadap sumbu
panjang gigi. (sumber: Handbook of Local Anesthesia)
Setelah dilakukan injeksi, pasien harus merasa baal (numbness) pada area
diinjeksikan, dan tidak merasa sakit pada saat dilakukan prosedur.
46
47
jarum dan insersi ulang dengan posisi yang tidak terlalu dekat
dengan periosteum.
48
(tumpul
dan
dapat
ditoleransi,
tidak
tajam
dan
49
50
51
52
53
Tekniknya :
Titik suntikan terletak sepanjang papilla insisivum yang berlokasi
pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum
diarahkan ke atas pada garis median menuju canalis palatine anterior.
Walaupun anestesi topical bisa digunakan untuk membantu mengurangi
rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan
untuk injeksi nasopalatinus. Dianjurkan juga untuk melakukan anestesi
permulaan jaringan yang akan dilalui jarum.
Jarum tersebut jarum tersebut dimasukkan kira-kira 2 mm kemudian
larutan anestesi dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc. Jarum
yang digunakan adalah jarum yang pendek ukuran 25 atau 27 gauge.
Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai ke kaninus dapat diperoleh
dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada nervus palatina besar
ketika nervus keluar dari foramen palatina besar. Secara klinis, jarum
54
55
methohexital
dalam
anestesi
yaitu
short-duration
diazepam,
midazolam,
dan
lorazepam.
Benzodiazepin
Lorazepam
tidak
direkomendasikan
awal
untuk
56
57
yang dapat disebabkan karena fentanyl dan muscle relaxant, kontrol ventilasi
yang dibutuhkan.
2.8.4
Dissociative Anesthesia
Anestesi dan analgesi disosiatif dihasilkan oleh ketamin. Pada kondisi
58
dalam menjaga jalan napas misalnya pada koreksi luka atau luka bakar di
wajah karenaa pada prosedut ini sulit untuk menggunakan intubasi.
Anestesia disosiatif kontraindikasi pada pasien pada bedah intraokular
dan pasien yang memiliki riwayat kenaikan tekanan CSF, Cerebro Vascular
Accident (CVA), dan tekanan darah tinggi karena efek samping dari ketamin
adalah kenaikan tekanan darah, detak jantung, dan tekanan intraokular.
2.8.5
mirip seperti
59
perlemahan otot yang panjang. Dua obat yang menghasilkan efek ini adalah
succinylcholine dan decamethonium.
4. Dual block atau disebut juga desensitization block. Pada dual block,
membrane berdepolarisasi lalu perlahan-lahan repolarisasi. Obat memasuki
serabut saraf dan berekerja sebagai agen nondepolarisasi.
Nondepolarizing muscle relaxant lebih sering digunakan ketika
pembedahan daripada depolarizing agent karena durasinya yang lebih panjang.
Depolarizing agent digunakan untuk intubasi endotracheal, laryngoscopy,
bronchoscopy, esophagoscopy, dan prosedur singkat lainnya. Obat-obat yang
sering digunakan sebagai agen muscle relaxant adalah succinylcholine,
tubocurarine, dan pancuronium.
2.8.6
Inhalation anesthetics
Anestetik inhalasi paling sering digunakan dalam anestesi umum karena
60
dan
N2O-O2
digunakan
untuk
61
obat
yang
lebih
kecil.
O2
juga
berguna
untuk
dilakukan
prosedur,
pasien
diminta
untuk
62
memasang
63
Walaupun
dental
surgery
terlihat
lebih
minor
64
yang
biasanya
diberikan
adalah
obat
65
66
1.
2.
3.
67
4.
5.
6.
2.11 Sedasi
2.11.1 Definisi Sedasi
Sedasi merupakan penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan
depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan
menghilangkan kesadaran tanpa kehilangan komunikasi verbal.
Menurut The American Society of Anesthesiologist menggunakan definisi
berikut untuk sedasi:
Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana seama terinduksi obat, pasien
berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi
terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi
Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah
terinduksi obat dimana pasien data berespon terhadap perintah verbal secara spontan
atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk
menjaga jalan napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi
kardiovaskuler biasanya terjaga.
68
Sedasi dalam adalah suatu keadaan dimana selama terjadi depresi kesadaran
setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap
rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan
fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk
menjaga jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya terjaga.
2.11.2 Indikasi
1. Premedikasi
Obat sedatif dapat diberikan pada masa preoperative untuk mengurangi
kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan.
2. Dewasa atau anak yang memiliki disabilitas fisik / mental, senile patient atau
disoriented patient
3. Umur bayi dan anak
Digunakan untuk pasien anak khususnya bagi pasien yang kurang kooperatif.
Oral, inhalasi, dan intravena kurang efektif pada pasien tersebut, sedangkan
administrasi secara intramuscular lebih efektif.
4. Prosedur traumatic
Prosedur yang memiliki baik durasi pendek (kurang dari 30 menit) akibat
trauma alami, seperti pencabutan molar 3 yang mengalami impaksi maupun
berkepanjangan pasien dental dewasa yang membutuhkan prosedur 1-2 jam
atau hingga selesai.
2.11.3 Kontraindikasi
1. Pasien menolak / keluarga menolak.
69
2. Bayi
exprematur
< 56
minggu dari
usia
konsepsional,
ginjal
atau
hati
oksida harus
adanya pneumotoraks).
12. Prosedur lama atau menyakitkan.
2.12
70
Untuk penggunaan dalam sedasi intravena, syringe yang harus digunakan adalah
disposable syringe. Ini akan sangat berbahaya untuk menggunakan kembali konten
tersebut pada pasien lain, karena risiko tinggi dari infeksi dan / atau cross infection.
Jarum suntik harus secara jelas ditandai dalam mililiter, ukuran ideal yang 5ml
2) Jarum
Jarum disposable yang digunakan untuk sedasi intravena terdiri dari 2 macam:
tipe lurus, dan tipe butterfly, keduanya memiliki besar dan panjang yang berbedabeda. Jarum yang akan digunakan tidak boleh bengkok. Jika tanpa disengaja menjadi
bengkok, jarum ini harus langsung dibuang. Jika, masih tetap digunakan pada pasien
dan patah, maka sang dokter bedah mulut yang akan disalahkan.
3) Surgical tape
Harus diingat bahwa beberapa pasien memiliki kulit yang sensitive, dalam hal ini
kita harus menggunakan surgical tape
4) Armboard
Sebuah simple armboard mungkin akan cukup membantu dokter bedah mulut
yang mengunakan cubital fossa untuk venipuncture. Armboard akan mencegah
gerakan tiba-tiba dari tangan pasien, yang mungkin akan mendorong masuknya
jarum ke struktur anatomi lebih mendalam.
5) Kacamata pengaman
Kacamata pengaman harus tersedia untuk digunakan oleh pasien dan staf
71
6) Lampu
Lampu dokter bedah harus dapat membantu dokter bedah dan asisten dokter
bedah agar dapat melihat dengan jelas
7) Sarana Pemberian oksigen
Sangat penting dalam pembedahan harus ada sarana pemberian oksigen, seperti
laryngeal mask dan tabung oksigen.
8) Oropharyngeal airway
Segala macam tipe oropharyngeal airway harus tersedia dan dokter bedah mulut
harus dilatih untuk mengunakannya.
9) Resuscitator Bag
Resuscitator bag dapat memberikan udara yang mengandung 20% oxygen
didalamnya. Oksigen dapat dihubungkan ke katup inlet resuscitator
10) Disposable Tray
Ada banyak ukuran dari disposable tray yang dapat dipakai sesuai dengan
kebutuhan dokter bedah mulut, tetapi disposable tray harus dapat menampung semua
ampul, jarum, dan syringe yang diperlukan dalam sedasi intravena.
11) Tourniquet
Ini digunakan untuk menghambat aliran vena dan dengan demikian membantu
mengidentifikasi vena yang cocok dan membantu venipuncture.
72
jam
73
pemeriksaan tekanan darah dan probe nadi oksimeter dilekatkan ujung jari atau
lobus telinga pasien. Apabila pasien sudah duduk dengan nyaman pada kursi unit,
dapat dimulai persiapan untuk venepuncture .
2.12.3 Venepuncture and intravenous cannulation
Sebuah cannule penting dalam prosedur venepucture . tidak diperbolehkan
hanya melakukan pemberian larutan sedasi Intravena dengan menggunakan jarum ,
melainkan harus melalui cannule. Akses menuju vena diperlukan tidak hanya
untuk tempat pemberian agen obat penenang tetapi juga, dalam keadaan darurat
dapat digunakan untuk pemberian anti-agent dari agen atau obat darurat lainnya.
Ada dua situs utama akses vena untuk tujuan gigi sedasi, dorsum tangan dan
antecubital fosa. Punggung tangan: punggung tangan memiliki banyak jaringan
pembuluh darah yang mengalir ke telapak tangan dan urat lengan bawah. Vena
pada lokasi ini menjadi pilihan pertama untuk dilakukan venepuncture karena
mereka dapat diakses, terdapat dipermukaan , terlihat jelas di sebagian besar
pasien, distabilkan oleh tulang tangan, dan jauh dari struktur vital. Kerugian dari
pembuluh darah dorsal tangan, adalah bahwa mereka adalah cenderung bergerak.
Pada pasien yang sangat cemas, terkadang vena tersebut cenderung tidak terlihat.
Vasokonstriksi biasanya dapat dibalikkan dengan pemanasan
tangan dalam
74
Antecubital fosa: pilihan kedua untuk akses vena dalam pembuluh darah
yang lebih besar. Dua vena utama dari lengan bawah, di batok kepala dan basilika
vena, lulus lateral dan medial aspek antecubital
fosa masing-masing.
Venepuncture dan cannulation idealnya harus dilakukan pada daerah lateral dari
antecubital fosa, untuk menghindari kerusakan akibat kecelakaan pada struktur
vital. antecubital mempunyai keuntungan yaitu ukuran vena biasanya besar dan
mudah di imobilisasi. Jika tidak mudah terlihat mereka dapat biasanya teraba.
Kerugian utama dari antecubital fosa adalah kedekatan dengan struktur penting
dan gerakan dari sendi siku. Penggunaan papan lengan untuk menstabilkan lengan
dapat berguna.
2.12.4 Cannulation process
a)
75
c)
d)
e)
76
pernapasan. Titik akhir pemberian sedasi saat terdapat beberapa tanda-tanda spesifik.
Tanda-tanda ini termasuk:
a) Slurring dan pembicaraan melambat
b) Pasien terlihat sangat santai
c) Terlambat Menanggapi perintah
d) Kesediaan untuk menjalani perawatan
e) Eve Sign positif
f) Verill Sign.
Tanda Verill terjadi ketika ada ptosis atau terkulai dari atas kelopak mata,
untuk rupa sehingga terletak kira-kira setengah jalan seluruh murid. Tanda-tanda
sedasi ini tidak eksklusif dan seringkali hanya dua atau tiga orang hadir dalam
seorang individu mereka lakukan. Namun, memberikan beberapa indikasi objektif
tingkat yang memadai sedasi. Selama pemberian sedasi, harus diperhatikan :
Clinical monitoring
(a) Pernafasan pasien
(b) Pola pernafasan pasien
(c) Denyut nadi
(d) warna kulit
(e) Tingkat kesadaran pasien.
(f) Tekanan darah
77
3)
4)
Mental handicap
5)
Physical handicap
6)
7)
8)
9)
10)
2.13.2 Kontraindikasi
1) Pasien yang menderita flu
78
79
80
8) Setelah 1 menit tersebut, alirkan 80% oksigen dan 20% N2O selama 1 menit
sambil terus memantau keadaan pasien, dokter dapat menjelaskan kepada
pasien apa yang akan terjadi dan apa yang akan dirasakan oleh pasien
9) Setelah 1 menit menggunakan 80 % oksigen, alirkan 70% oksigen dan 30%
N2O. biasanya dalam tahap ini , pasien mulai mengalami reaksi sedasi
10) Setelah terlihat bahwa pasien sudah terkena efek sedasi, dokter dapat
menambahkan konsentrasi N2O kurang lebih 5 10% lagi, kemudian
perawatan dapat dilakukan
11) Apabila perawatan sudah selesai, dokter bisa mengembalikan kesadaran
pasien dengan memberikan aliran 100% oksigen selama 2 menit. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi difusi anoxia (akibat eliminasi
N2O yang sangat cepat dari darah ke paru paru), mengurangi polusi pada
ruang perawatan, dan mempercepat rate of recovery .
12) Mask di lepas, mesin dimatikan, dan tabung oksigen kembali di tutup.
2.14 Keuntungan Teknik Sedasi Intravena dan Inhalasi
2.14.1 Keuntungan teknik sedasi intravena:
Onset of Action paling cepat dari semua teknik sedasi.
Dosis dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Titrasi dapat dilakukan.
Tingkat ringan, sedang, dan berat sedasi didapat dengan mudah lewat rute
intravena.
81
82
83
BAB III
DISKUSI
3.1 Tambahan materi yang belum dipresentasikan mengenai kontraindikasi anestesi
lokal di kedokteran gigi dan persiapan pranestesi Arfianto Nur / NPM
160110130069
Kontraindikasi anestesi local terbagi menjadi dua yaitu kontraindikasi relative
dan kontraindikasi absolute. Perbedaannya, kontraindikasi relative masih bisa
diatasi sedangkan kontraindikasi absolut sama sekali tidak bisa diatasi.
3.2 Apa contoh penyakit pada status fisik pasien berdasarkan ASA kelas 3? Sintia
Saputra / NPM 160110130068
Status fisik pasien berdasarkan ASA kelas III ialah pasien dengan penyakit
sistemik berat. Contoh penyakit sistemik berat adalah diabetes mellitus. Bedanya
dengan status fisik pasien berdasarkan ASA kelas IV ialah pasien dengan
penyakit sistemik berat yang mengancam bagi kehidupan. Contoh penyakitnya
ialah penyakit ginjal.
3.3 Tambahan materi mengenai status fisik pasien berdasarkan ASA Putri Bella /
NPM 160110130071
Status fisik pasien berdasarkan ASA yang di presentasikan hanya sampai
kelas V. Sebenarnya status fisik pasien berdasarkan ASA ada sampai kelas VI
yaitu pasien mati otak yang organ tubuhnya akan dikeluarkan untuk tujuan donor.
84
3.4 Bagaimana penanggulangan bila terjadi patah jarum ? Lailatul Rahmi / NPM
160110130067
Penanggulangan bila terjadi patah jarum, apabila jarum yang patah masih
terlihat bisa di tarik menggunakan arteri klem. Apabila jarum yang patah tidak
terlihat, pasien di ronsen dan di lakukan operasi eksisi.
3.5 Apakah prosedur teknik fisher yang terdiri dari 3 posisi harus di lakukan semua
secara berurutan dalam satu kali anestesi? Sofyan Suri / NPM 160110130066
Semua posisi pada teknik fisher ( teknik blok anestesi untuk pencabutan gigi
rahang bawah ) harus dilakukan secara berurutan dalam satu kali anestesi
3.6 Pada teknik blok anestesi N. Palatinus apakah harus selalu menyuntikan jarum di
daerah yang iskemi ( terlihat pucat ) ? Putri Bella / NPM 160110130071
Pada teknik blok anestesi N.palatinus harus selalu menyuntikan jarum di
daerah yang iskemi, agar mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi seperti
hematom .
3.7 Tambahan materi mengenai teknik penyuntikan -
160110130072
Menyuntikan jarum tidak boleh pada daerah yang ada pembuluh darah.
3.8 Apa contoh kasus status fisik pasien berdasarkan ASA kelas V ? Aulia Bayu /
NPM 160110130073
85
Contoh keadaan / kasus sesuai status fisik pasien berdasarkan ASA kelas v
adalah pada kasus emergency yang harus segera dilakukan tindakan operasi.
86
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah tim bedah melakukan persiapan pra bedah, maka yang dilakukan
adalah anestesi kepada pasiennya. Secara umum anestesi adalah hilangnya semua
bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperature, tekanan dan dapat
disertai dengan terganggunya fungsi motorik ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, anestesi umum dan anestesi lokal.
Anestesi umum merupakan hilangnya sensasi keseluruhan tubuh yang dipersarafi
oleh nervus-nervus disekitarnya, sedangkan anestesi local merupakan hilangnya
sensasi pada area tertentu dan terbatas yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada
tubuh.
Terdapat beberapa teknik anestesi yang penting untuk dipelajari. Teknik blok
anestesi untuk pencabutan gigi rahang bawah diantaranya adalah teknik Gow-Gates,
teknik Akinosi, teknik Fischer, teknik modifikasi Fischer, dan teknik blok nervus
alveolaris inferior. Untuk rahang atas dapat juga digunakan teknik blok pada nervus
palatines, yang terbagi berdasarkan daerah penyuntikannya, yaitu blok nervus
palatine mayor dan blok nervus nasopalatine.
Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 3 cara,
yaitu nparenteral/intravena, perrectal, dan inhalasi. Yang paling sering digunakan
dalam dunia kedokteran bedah mulut adalah teknik intravena.
87
DAFTAR PUSTAKA
Fadillah, Abdullah. 2007. Teknik-teknik anestesi local.
J.A. Baart & H.S. Brand. 2008. Local Anesthesia in Dentistry. United Kingdom:
Wiley Blackwell
Malamed, Stanley F. 2009. Handbook of Local Anesthesia. St. Louis: Mosby
Purwanto, drg. 1993. Petunjuk praktis anestesi local. Penerbit buku kedokteran.
Jakarta: EGC