Anda di halaman 1dari 9

TUJUAN AUDIT INVESTIGASI &

AUDIT INVESTIGASI
Disusun Oleh:
KARTIKA S. P. MUSA
RINO TAM CAHYADI

JOINT PROGRAM
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

BAB 11
TUJUAN AUDIT INVESTIGASI
Pengantar
Sebelum memulai suatu investigasi, pimpinan perusahaan atau lembaga perlu
menetapkan apa sesungguhnya ingin dicapai dari investigasi itu. Investigasi merupakan
proses yang panjang, mahal, dan bisa berdampak negatif terhadap perusahaan atau
stakeholders-nya. Contoh: obat yang sudah kadaluarsa dan seharusnya dihancurkan, justru
dijual oleh pegawai bagian gudang. Kecurangan ini dapat menjadi bencana bagi konsumen.
Namun kalau hasil investigasi dikomunikasikan dengan baik, maka hubungan antara
perusahaan dan kosumen (atau stakeholders lainnya) justru dapat mencegah hancurnya
reputasi perusahaan.
Contoh Dari Tujuan Investigasi
Tujuan investigasi yang diambil dari K.H. Spencer Pickett and Jennifer Pickett,
Financial Crime Investigation and Control (2002).
1. Memberhentikan Manajemen. Tujuannya adalah sebagai teguran keras bahwa
manajemen tidak mampu mempertanggung jawabkan kewajiban fidusiernya.
2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukup dan relevannya bukti. Tujuannya akan
menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di
pengadilan.
3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah.
4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.
5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang
terjadi.
6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari invetigasi tersebut; harapannya adalah bahwa
mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu.
7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.
8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan.
9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.
10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.
11. Melaksanakan Investigasi sesuai standar.
12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan
mengenai investigasi tahap berikutnya.

13. Memastikan pelaku tidak melarikan diri tau menghilangkan sebelum tindak lanjut yang
tepat dapat diambil.
14. Mengumpulkan bukti yang dapat diterima pengendalian.
15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil
16. Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan)
17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik
18. Melindungi nama baik perusahaan dan lembaga.
19. Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai due
diligence dan klaim pada pihak ketiga.
20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik.
21. Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.
22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak
terpuji.
23. Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggung jawabkan atau
perilaku yang melalaikan tanggung jawab.
24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak
terperangkap ancaman tuntutan pencemaran nama baik.
25. Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau dakwaan
terhadap si pelaku.
26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya kecurangan
ini dengan tepat.

BAB 12
AUDIT INVESTIGASI
AKSIOMA DALAM INVESTIGASI
Filsafat auditing mengatakan bahwa ada konsep due audit care, prudent auditor, seorang
professional yang berupaya menghindari tuntutan dengan tuduhan teledor dalam
melaksanakan tugasnya. Pemeriksaan fraud atau investigator perlu mengetahui tiga aksioma
dalam pemeriksaan fraud.
Aksioma adalah asumsi dasar yang jelas sehingga tidak memerlukan pembuktian mengenai
pembenarannya. Pemeriksa yang berpengalamanpun menghadapi kesulitan ketika ia
mengabaikan aksioma-aksioma ini. Aksioma tersebut sebagai berikut :

1. Fraud selalu tersembunyi


Fraud dilakukan dengan tersembunyi dan rapi sehingga pemeriksa fraud atau
investigator yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh. Pemeriksa fraud atau
investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya
membuktikan tidak ada fraud.
2. Pembuktian Fraud secara timbal balik.
Pembuktian ada atau telah terjadi fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud itu
tidak terjadi, kita harus berupaya membuktikan fraud itu terjadi. Harus ada
pembuktian timbal balik. Kedua sisi fraud harus diperiksa. Hukum Amerika Serikat
menyatakan bahwa pembuktian fraud harus mengabaikan setiap penjelasan kecuali
pengakuan kesalahan.
3. Hanya pengadilan yang menetapkan bahwa fraud memang terjadi
Pemeriksaan Fraud berupaya membuktikan fraud terjadi. Hanya pengadilan yang
mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Pemeriksaan fraud harus menolak
memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaanya membuktikan tidak ada fraud. Di
sini harus ditegaskan bahwa pemeriksa fraud harus menolak memberikan pernyataan
bahwa pemeriksaannya membuktikan adanya fraud. Pemeriksa membuat dugaan
mengenai apakah seseorang bersalah atau tidak.
METODE INVESTIGASI
Predication adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal
yang terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman
dengan kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan
berlangsung. Predication adalah dasar untuk memulai investigasi. Investigasi atau
pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya predication yang tepat.
Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
-

Analisis data yang tersedia


Ciptakan hipotesis berdasarkan analisis data tersebut
Uji atau test hipotesis tersebut
Perhalus/ubah hipotesis berdasarkkan hasil pengujian.

Data yang banyak dikelompokan dan dirangkum dalam 5 circumstances :


-

Kesepakatan yang dilanggar


Misappropriation of Asset
Penipuan
Too good to be true
Conflict of interest

WAWANCARA
Wawancara merupakan salah satu penyelidikan yang baik bagi tersangka atau saksi.
Proses wawancara dilakukan berupa sesi tanya jawab yang dirancang secara sistematis
untung mencari informasi seputar masalah yang dihadapinya.

Dalam buku Albertch, ada 3 tipe interviewee. Tipe pertama adalah ramah. Intervewee
memang baik dan tidak mempersulit interviewer. Tipe kedua adalah netral. Intervewee tidak
bersikap terlalu baik dan terlalu buruk dia tidak memiliki kepentingan khusus ketika
diwawancarai. Tipe ketiga adalah bersikap memusuhi. Tipe ini sangat tidak menyukai adanya
wawancara. Dia akan memojokan atau berbohong ketika diinterview.
Wawancara yang baik sebaiknya dilakukan secara mendalam. Pewawancara harus
berusaha menggali informasi sedalam-dalamnya. Wawancara juga harus berfokus pada
informasi yang relevan. Wawancara tidak boleh melebarkan topik kemana-mana karena akan
membuat waktu tidak efisien. Wawancara harus dilakukan secepat mungkin ketika terjadi
suatu peristiwa.
Selain dari sisi proses, pewawancara juga harus memiliki karakter yang baik. Karakter
yang dibutuhkan seorang pewawancara adalah berkepribadian ramah, tidak memotong
pembicaraan, tepat waktu dan berpakaian secara formal. Pewawancara harus berusaha
mengetahui informasi latar belakang interviewee, mengamati perilaku interviewee selama
investigasi dan mengetahui kondisi fisik interviewee.
Sikap pewawancara yang baik :
1. Duduk dekat dengan interviewee dan menghindari adanya penghalang seperti meja.
2. Berbicara yang sopan dan tidak merendahkan interviewee.
3. Pewawancara harus peka ketika membahas masalah SARA.
4. Lakukan wawancara dengan cara profesional.
5. Tidak boleh terlalu mendominasi proses wawancara.
6. Menatap ke mata lawan bicara.
7. Mengakhiri wawancara dengan mengucap terimakasih atau salam penutup.
Bahasa wawancara yang baik :
1. Menggunakan pertanyaan yang efektif.
2. Sifat pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang naratif.
3. Menghindari adanya jawaban yang bertele-tele.

4. Pewawancara harus mengarahkan interviewee agar tidak keluar dari topik bahasan.
5. Konsentrasi kepada jawaban yang dilontarkan.

Menurut Rudyard Kipling ada 6 kalimat tanya yang harus ditanyakan untuk mengumpulkan
bukti dan data yaitu Who, Where, When, What, Why, How dan How much. Data bisa
diperoleh dari pihak-pihak yang berwenang dan wajib/sukarela memberikan keterangan.
Hasil wawancara harus dirangkum dan dipetakan dengan benar sehingga memudahkan
investigator untuk memilah mana data yang benar dan tidak.
TABEL SARINGAN INFORMASI WAWANCARA

Gambar Cara Investigasi

PEMERIKSAAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA


Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981) mengatur
tahapan hukum acara pidana sebagai berikut:
1. Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari atau menemukan
suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya penyidikan dilakukan. Penyelidikan merupakan satu rangkaian yang
mendahului tindakan penyidikan.
Wewenang penyelidik :
- Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana.
- Mencari keterangan dan barang bukti.
- Menyuruh berhentii orang yng dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri.
Penyelidik dapat melakukan tindakan berupa :
- Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan
- Pemeriksaan dan penyitaan surat
- Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.
2. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian kegiatan Penyidik untuk mencari dan mengumpulkan
bukti dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk
menemukan tersangkanya .

Wewenang :
- Menggeledah dan menyita surat dan barang bukti
- Memanggil dan memeriksa saksi
- Memanggil dan memeriksa tersangka
- Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli.
- Menahan tersangka
3. Prapenuntutan
Prapenuntutan adalah tindakan Jaksa (Penuntut Umum) untuk memantau
perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan
dan penyidik mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan
yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik
untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak
ke tahap penuntutan.
4. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum yang melimpakan perkara ke Pengadilan
Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara pidana
dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
Apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa tidak dapat dilakukan penuntutan karena
dari hasil penyidikan tidak terdapat cukup bukti, maka Penuntut Hukum dengan surat
ketetapan menghentikan penuntutan. Sebaliknya, apabila Penuntut Umum
berpendapat bahwa terdapat cukup bukti maka ia segera membuat surat dakwaan.
Bersama Berkas perkara surat dakwaan dilimpahkan ke pengadilan.
5. Pemeriksaan Pengadilan
Tahap yang dilakukan :
- Saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali kesidang pengadilan
untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.
- Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali di sidang
pengadilan untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.
- Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat
laporan ahli, dipanggil lagi untuk didiengar pendapatnya atau dibacakan
laporannya di sidang pengadilan agar diperoleh alat bukti keterangan ahli.
- Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang
pengadilan untuk dijadikan alat bukti dan petunjuk.
Alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan
terdakwa dan petunjuk.
6. Putusan Pengadilan
- Putusan pemidanaan apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa terbukti
bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 bukti yang sah.
- Putusan bebas apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di
sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan.
- Putusan lepas dari segala tuntutan hukum apabila pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi bukan merupakan
tindakan pidana.
7. Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa untuk tidak menerima putusan pengadilan yang
berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidanan untuk mengajukan
permohonan peninjauan kembali. Upaya hukum dibagi dua macam yaitu Upaya
Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa.
Upaya hukum biasa terdiri dari Permintaan banding dan kasasi. Permintaan banding
dilakukan terhadap putusan pemidanaan. Ini berarti bahwa terdakwa atau penuntut
umum tidak menerima putusan pengadilan negeri dan menyangkut massalah
pembuktian di mana pengadilan tinggi yang berhak menilainya. Permintaan kasasi
dapat diajukan oleh terdakwa untuk diperiksa oleh Mahkama Agung.
Upaya hukum luar biasa adalah peninjauan kembali. Peninjauan kembali didasarkan
novum (bukti baru) yang ditemukan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan
hukum tetap.

Anda mungkin juga menyukai