ANTIJAMUR TOPIKAL
Oleh: Zindha Nurul Hafiizh, S.Ked
Pembimbing: dr. Fitriyani, SpKK
Departemen/Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNSRI/RSUP Dr.Moh. Hoesin Palembang
PENDAHULUAN
Infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku adalah masalah infeksi yang umum ditemui
sehari-hari. Infeksi jamur sering disebut mikosis, dapat dibagi menjadi mikosis superfisialis,
mikosis subkutan dan mikosis sistemik. Mikosis superfisialis mengenai kulit, rambut, dan
kuku. Mikosis subkutan mengenai otot dan jaringan ikat dibawah kulit, sedangkan mikosis
sistemik melibatkan organ tubuh baik secara primer maupun oportunistik.1
Data kunjungan pasien rawat jalan selama tiga tahun (Periode 2006-2008) ke Divisi
Infeksi Tropik Poliklinik RSMH Palembang menunjukkan dermatomikosis merupakan
penyebab penyakit kulit terbanyak, dengan frekuensi dermatofitosis 3.134 orang (39%), non
dermatofitosis 1.815 orang (21,6%) dari 8.374 kunjungan pasien.*
Klasifikasi obat antijamur berdasarkan cara penggunaannya dibagi atas obat antijamur
topikal dan sistemik. Penggunaan obat antijamur topikal diindikasikan pada infeksi jamur
dengan area yang terbatas dan pasien yang memiliki kontraindikasi penggunaan antijamur
sistemik.2
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam memberikan antijamur topikal
adalah luas dan derajat keparahan infeksi, lokasi yang terserang jamur, kondisi komorbiditas,
potensi kemungkinan interaksi obat, biaya dan akses untuk mendapatkan obat antijamur serta
kemudahan pemakaian obat.2
Tinjauan pustaka ini membahas tentang klasifikasi, mekanisme kerja, pengunaan
antijamur topikal pada infeksi jamur superfisial, dosis dan efek samping antijamur topikal.
Diharapkan tinjauan pustaka ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penatalaksanaan
infeksi jamur.
sel, pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya proses
trauma atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena
tergantung pada jenis strainnya.2
Gambar 1. A
Gambar 1. Epidermomikosis
Gambar 1.B
dan
trikhomikosis.
merah) memasuki stratum korneum dengan merusak lapisan tanduk dan juga menyebabkan respons
radang (titik hitam sebagai sel-sel radang) yang berbentuk eritema, papula, dan vasikulasi.
Sedangkan pada trikhomikosis pada batang rambut (B), ditunjukkan titik merah, menyebabkan
rambut rusak dan patah, jika infeksi berlanjut sampai ke folikel rambut, akan memberikan respons
radang yang lebih dalam, ditunjukkan titik hitam, yang mengakibatkan reaksi radang berupa nodul,
pustulasi folikel,dan pembentukan abses.2
oleh dectin-1, dan dengan membentuk biofilamen, suatu polimer ekstra sel sehingga
jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.2
b.
c.
siderospore (suatu molekul penangkap zat besi yang dapat larut) yang mengikat zat
besi untuk kehidupan aerobik. Kemampuan spesies dermatofit menginvasi stratum
korneum bervariasi dan dipengaruhi oleh daya tahan pejamu yang dapat membatasi
kemampuan dermatofit dalam melakukan penetrasi pada stratum korneum.2
MEKANISME KERJA ANTIJAMUR
Obat antijamur memiliki 3 titik tangkap pada sel jamur (gambar 2 dan 3). Target
pertama pada sterol membran plasma sel jamur, kedua mempengaruhi sintesis asam nukleat
jamur, ketiga bekerja pada unsur utama dinding sel jamur yaitu kitin, glukan, dan
mannooprotein.3
1.
ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor ergosterol) (gambar 3).4
2. Sintesis asam nukleat
Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat dengan cara terminasi
dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis DNA. Sebagai contoh obat antijamur yang
mengganggu sintesis asam nukleat adalah 5 flusitosin (5 FC). 5 FC masuk ke dalam
inti sel jamur melalui sitosin permease. Di dalam sel jamur, 5 FC diubah menjadi 5
fluoro uridin trifosfat yang menyebabkan terminasi dini rantai RNA. Trifosfat akan
berubah menjadi 5 fuoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat
sintetase sehingga memutus sintesis DNA.4
3. Unsur utama dinding sel jamur
Dinding sel jamur memiliki keunikan karena tersusun atas mannoproteins, kitin, dan
dan glukan. Komponen ini berfungsi menjaga rigiditas, bentuk sel, metabolisme,
dan pertukaran ion pada membran sel. glukan berfungsi sebagai unsur penyangga.
Obat antijamur seperti golongan ekinokandin menghambat pembentukan 1,3 glukan.
Apabila glukan tidak terbentuk, integritas struktural dan morfologi sel jamur akan
mengalami lisis (gambar 2).4
Fungsi membran
Polien; mengikat ergosterol
Peptida antimikrobial : defensins, protegrins,
gallinacini, cecropins A, thanatin dan
dermaseptinsPradimicins dan benanomicins:
mengikat annoproteins dan menyebabkan
gangguan calcium-dependent pada permebilitas
membran
kandidiasis oral, diberikan oral troches (10 mg) 5 kali sehari selama 2
minggu. Pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 500 mg pada hari ke-1, 200 mg
hari ke-2, atau 100 mg hari ke-6 yang dimasukkan ke dalam vagina. Pengobatan infeksi
jamur pada kulit digunakan krim klotrimazol 1%, dosis dan lama pengobatan tergantung
kondisi pasien, diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.5
2. Ekonazol
Ekonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, kandidiasis oral, kulit dan genital.
Pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 150 mg yang dimasukkan ke dalam
vagina selama 3 hari berurut-turut. Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan
ekonazol krim 1 %, dosis dan lama pengobatan tergantung dari kondisi pasien, diberikan
selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. Ekonazol berpenetrasi dengan cepat di
stratum korneum. Ekonazol kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah, 3% pasien
mengalami eritema lokal, sensasi terbakar, tersengat, dan gatal. 5
3. Mikonazol
Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, kandidiasis
oral, kulit dan genital. Mikonazol cepat berpenetrasi pada stratum korneum dan bertahan
lebih dari 4 hari setelah pengolesan. Pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 200
mg selama 7 hari atau 100 mg selama 14 hari per vaginam. Pengobatan kandidiasis oral,
diberikan oral gel (25 mg) 4 kali sehari. Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan
mikonazol krim 2%, dosis dan lama pengobatan tergantung dari kondisi pasien, diberikan
selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. 5
Efek samping pemakaian topikal vagina adalah rasa terbakar, gatal atau iritasi kadangkadang terjadi kram di daerah pelvis, sakit kepala, urtika, atau skin rash. Pada pemakaian
topikal kulit, iritasi, rasa terbakar dan maserasi jarang terjadi. Mikonazol aman digunakan
pada wanita hamil, meskipun beberapa ahli menghindari pemakaian pada kehamilan
trimester pertama.7
4. Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai ikatan kuat dengan keratin dan mencapai keratin dalam waktu 2
jam melalui kelenjar keringat ekrin. Penghantaran lebih lambat saat mencapai lapisan basal
epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi ketokonazol bertahan minimal hingga 10
hari setelah obat dihentikan.5
Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, kandidiasis
kulit dan dermatitis seboroik. Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan krim
ketokonazol 1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya
diberikan selama 2-4 minggu, dioleskan sekali sehari, sedangkan pengobatan dermatitis
seboroik dioleskan 2 kali sehari. Pengobatan pitiriasis versikolor menggunakan
ketokonazol 2% dalam bentuk shampoo, 2 kali seminggu selama 8 minggu.6
5. Sulkonazol
Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kulit. Sulkonazol
krim 1% digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris ataupun pitiriasis
versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk tinea pedis dioleskan 2
kali sehari selama 4 minggu.8
6. Terkonazol
Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kulit dan genital.
Pengobatan kandidiasis vaginalis yang disebabkan Candida albicans, digunakan
terkonazol krim vagina 0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina
menggunakan aplikator sebelum tidur, 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut dan vaginal
supositoria dengan dosis 80 mg terkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali sehari
sebelum tidur selama 3 hari berturut-turut.9
7. Tiokonazol
Tiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis serta kandidiasis kulit dan genital.
Pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis tunggal sebanyak 300 mg per vaginam.
Infeksi pada kulit digunakan tiokonazol krim 1%, dosis dan lamanya pengobatan
tergantung kondisi pasien. Pengobatan tinea korporis dan kandidiasis kulit diberikan
selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari, pada tinea pedis dioleskan 2 kali sehari
selama 6 minggu, untuk tinea kruris dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu dan untuk
pitirisis versikolor dioleskan 2 kali sehari selama 1-4 minggu.9
8. Sertakonazol
Sertakonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan candida sp. Sertakonazol
krim 2%, dioleskan 1-2 kali sehari selama 4 minggu.9
Golongan Alilamin/Benzilamin
Mekanisme kerja
Naftifin
Naftifin digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida sp., krim naftifin
hidroklorida krim 1% dioleskan 1 kali sehari selama 1 minggu.5
2.
Terbinafin
Terbinafin digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor dan
kandidiasis kulit. Terbinafin krim 1% dioleskan 1 atau 2 kali sehari. Pengobatan tinea
korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk tinea pedis selama 2-4
minggu, untuk kandidiasis kulit selama 1-2 minggu dan untuk pitiriasis versikolor selama
2 minggu.8
3.
Butenafin
Butenafin merupakan golongan benzilamin, aktifitas antijamurnya sama dengan
golongan alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadap dermatofita dan digunakan
untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis, dioleskan 1 kali sehari
selama 4 minggu.5
Golongan Polien
Nistatin
Pengobatan kandidiasis kutis dapat digunakan nistatin topikal pada kulit atau membrane
mukosa (rongga mulut, vagina). Nistatin tidak bersifat toksik tetapi dapat menyebabkan
mual, muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi. Nistatin digunakan untuk
pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria (100.000 setiap
unitnya) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari. 6
Golongan Antijamur Topikal Lain
1.
Asam Undesilenat
Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat fungisidal apabila terpapar
lama dengan konsentrasi yang tinggi pada agen jamur. Tersedia dalam bentuk salep,
krim, bedak spray powder, sabun, dan cairan. Salap asam undesilenat mengandung 5%
asam undesilenat dan 20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent yang menekan
10
3.
4.
bulan.8
Siklopiroks olamin
Siklopiroks olamin merupakan obat antijamur sintetik hydroxypyridone, bersifat
fungisidal, sporisida dan memiliki penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks
efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, onikomikosis,
kandidiasis kulit dan pitiriasis versikolor.9
Pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu
sedangkan pengobatan onikomikosis digunakan siklopiroks nail lacquer 8%. Setelah
dioleskan pada permukaan kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam
waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus
lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku (nail bed) dalam beberapa jam sudah
mencapai kedalaman 0,4 mm dan secara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam
pemakaian. Kadar obat mencapai kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89 0,25
mikrogram tiap milligram material kuku. Kadar obat akan meningkat hingga 30-45 hari
11
6.
7.
menyenangkan. 8
Castellanis paint
Castellanis paint (carbol fuchsin paint) memiliki aktifitas antijamur dan antibakterial.
Digunakan sebagai terapi tinea pedis, dermatitis seboroik,dan tinea imbrikata. Memiliki
12
Losio selenium sulphide 2,5% untuk terapi pitiriasis versikolor dan dermatitis seboroik.
Penggunaan losio selama 10 menit satu kali sehari selama pemakaian 7 hari, tidak terjadi
absorpsi perutaneus yang signifikan. Selenium sulphide 2,5% dalam bentuk sampo dapat
menyebabkan iritasi pada kulit kepala atau perubahan warna rambut. Losio selenium
sulphide juga digunakan sebagai sampo pada tinea kapitis yang telah diberikan terapi oral
griseofulvin.9
12. Zinc Pyrithione
Zinc pyrithione adalah antijamur dan antibakteri yang digunakan mengatasi pitiriasis sika.
Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapi pitiriasis versikolor yang dioleskan setiap
hari selama 2 minggu.9
13. Sodium Thiosulfate dan Salicylic Acid
Solusio sodium thiosulfate 25% dikombinasi dengan salicylic acid 1% tersedia dalam
preparat komersial dan digunakan pada ptiriasis versikolor.9
14. Prophylen Glycol
Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk mengatasi pitiriasis versikolor.
Prophylen glycol 4-6% sebagai agen keratolitik, secara in vitro bersifat fungistatik
terhadap Malassezia furfur kompleks (bentuk dari Pityrosporum spp). Solusio propylene
glycol-urea-asam laktat juga telah digunakan untuk onikomikosis.9
KESIMPULAN
Infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku adalah masalah infeksi yang umum ditemui
sehari-hari. Infeksi jamur sering disebut mikosis, dapat dibagi menjadi mikosis superfisialis,
mikosis subkutan dan mikosis sistemik. Infeksi jamur terutama dermatofit di Indonesia masih
termasuk 10 besar penyakit kulit yang diakibatkan oleh kebersihan kulit kurang terjaga,
tinggal ditempat padat penduduk, serta sebab lain seperti diabetes dan penggunaan obat
tertentu yang berlebihan. Infeksi jamur terjadi melalui perlekatan dermatofit pada keratin,
penetrasi melalui sel, serta terbentuknya respon pejamu.
Obat antijamur berdasarkan cara penggunaannya terbagi atas antijamur sistemik dan
topikal. Antijamur topikal berdasarkan tempat kerjanya terbagi menjadi tiga golongan yaitu
azol-imidazol, alinamin-benzilamin dan polien, sedangkan mekanisme kerja antijamur terbagi
atas sterol membran plasma, sintesis asam nukleat dan pada dinding sel jamur.
Antijamur topikal diberikan berdasarkan pertimbangan luas dan derajat keparahan
infeksi, lokasi yang terserang jamur, kondisi komorbiditas, potensi kemungkinan interaksi
obat, biaya dan akses untuk mendapatkan obat antijamur serta kemudahan pemakaian obat.
Efek samping dari antijamur topikal diantaranya pasien mengalami eritema lokal, sensasi
terbakar, tersengat ataupun gatal.
13
Dari seluruh pilihan di atas para dokter harus memiliki pengetahuan yang baik
terhadap penggunaan dan mekanisme kerja obat antijamur sehingga kita dapat memilih obat
antijamur yang terbaik untuk pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
High WA, Fitzpatrick JE. Topical Antifungal Agents. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatrickss Dermatology in General Medicine.
7th ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 2116-21
4. Lesher J. Woody CMC. Antifungal agents. In:Bolognia JL Jorrizo JL, Rapini RP, et al.
Eds. Dermatology 2th Ed, Mosby Elsevier, 2008.
5. Bennet JE. Antimicrobial Agents: Antifungal Agents. In: Brunton LL, Lazo JS, Parker KL.
Goodman & Gilman's: The Pharmacological Basis Of Therapeutics. 11th Ed. New York:
Mc Graw-Hill. 2006
6.
Bellantoni MS, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatrickss Dermatology in General
Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 2211-17
7.
14
8.
Gubbins PO, Anaissie EJ. Antifungal therapy. In: Anaissie EJ, McGinn MR, Pfaller.
Clinical Mycology. 2nd Ed. China: Elsevier. 2009. p161-96
9.