Anda di halaman 1dari 30

BAB IV

PROSES PRODUKSI
IV.1

Persiapan Bahan Baku

IV.1.1 Bahan Baku Utama

Tebu

Tebu yang digunakan oleh PG Rejo Agung Baru, Madiun ini ada beberapa jenis
diantaranya adalah :
a. TRK I (Tebu Rakyat Kerjasama tebang ke I)
Jenis ini merupakan tebu milik petani yang ada hubungan kerjasama dengan PG. Rejo
Agung Baru Madiun, ada pengawasan dari PG Rejo Agung Baru Madiun, dan tebu hasil
tebang pertama dalam lahan tersebut. Truk pengangkut jenis tebu ini memiliki SPA (Surat
Perintah Angkut) berwarna merah dan dengan kode C.
b. TRK II (Tebu Rakyat Kerjasama tebang ke II)
Jenis ini hamper sama dengan jenis tebu TRK I. Namun, pada jenis ini merupakan tebu
hasil tebangan kedua/terakhir setelah penebangan pertama. Truk pengangkut jenis tebu ini
memiliki SPA (Surat Perintah Angkut) bewarna kuning dan dengan kode D.
c. TR KSU I (Tebu Rakyat Kerjasama Hasil Usaha tebang ke I)
Jenis ini merupakan tebu yang diolah oleh PG. Rejo Agung Baru Madiun, sehingga
diharapkan tebu memiliki kualitas tebu yang baik. Tebu ini merupakan hasil tebu tebangan
pertama dalam hal tersebut. Truk pengangkut jenis tebu ini memiliki SPA (Surat Perintah
Angkut) berwarna putih dan dengan kode A.
d. TR KSU II (Tebu Rakyat Kerjasama Hasil Usaha tebang ke II)
Jenis ini hamper sama dengan jenis tebu TR KSU I. Namun, pada jenis ini merupakan tebu
hasil tebangan kedua/terakhir setelah penebangan pertama. Truk pengangkut jenis tebu ini
memiliki SPA (Surat Perintah Angkut) bewarna hijau dan dengan kode B.
e. TRM (Tebu Rakyat Mandiri atau bisaanya dari luar Madiun)
Jenis ini merupakan tebu hasil dari pertanian diluar daerah Madiun, namun masih ada
hubungan kerjasama dengan PG. Rejo Agung Baru Madiun. Truk pengangkut jenis tebu ini
memiliki SPA (Surat Perintah Angkut) bewarna biru dan kode E.
Tebu merupakan tanaman yang berasal dari India. Namun, banyak juga literatur
yang menyatakan bahwa tebu berasal dari Polynesia. Meski demikian, menurut Nikolai
Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, yang telah melakukan ekspedisi pada 188710

1942 ke beberapa daerah di Asia, Eropa, Afrika, Amerika Selatan, dan seluruh Uni
Soviet,memastikan bahwa sentrum utama asal tanaman ini adalah India dan Indo-Malaya.
Hasil ekspedisi Vavilov menyimpulkan bahwa India merupakan daerah asal
tanaman padi, tebu, dan sejumlah besar Leguminosae serta buah-buahan. Dari sentrum
utama asal tebu di India dan Indo-Malaya, kemudian ditanam meluas secara komersial di
berbagai Negara di dunia, baik yang iklimnya tropis maupun yang iklimnya sub-tropis.
Negara-negara penghasil gula tebu di dunia, antara lain: India, Kuba, Puertorico, Brasil,
Philipina, Taiwan, Hawai, Argentina, peru, Lusiana, Australia, dan Indonesia.
Di Indonesia, komoditas tebu memiliki sejarah panjang dan berubah-ubah. Sentrum
penanaman tebu di Indonesia mulanya terpusat di Pulau Jawa, yang dirintis waktu
kolonialisasi Belanda. Pada waktu itu, penanaman tebu diberlakukan secara paksa dan
perdagangan gulanya dimonopoli oleh Belanda.
Pasca kolonialisasi Belanda, pengembangan tebu pada umumnya dalam bentuk perkebunan
swasta yang didominasi oleh orang-orang Tionghoa. Dalam beberapa tahun terakhir,
pengembangan tanaman tebu makin meluas ke berbagai daerah, termasuk dikeluarkannya
kebijakan pemerintah untuk pengembangan industri gula di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) (Ahira, 2009).
Tebu atau sugar cane dalam bahasa inggris adalah tanaman yang memiliki
klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu /monokotil)

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Famili

: Graminae atau Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

: Saccharum

Spesies

: Saccharum officinarum Linn

11

IV.1.2 Bahan Baku Penunjang


a. Kapur (Slaked Lime)
Kapur (Slaked Lime) berfungsi untuk mengendapkan kotran-kotoran yang terbawa dalam
nira. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan kedalam nira dengan
perbandingan yang diinginkan dan nira yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan
kedalam defekator. Penambahan slaked lime dilakukan berlebih sapai pH mencapai 9,5.
Penambahan slaked lime berlebih ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah endapan
yang dihasilkan. Waktu tinggal campuran nira tidak boleh terlalu lama, karena pada pH
yang tinggi akan menyebabkan kerusakan gula reduksi.
b. Gas SO2
Gas SO2 digunakan untuk memurniakan nira dari kotoran-kotoran yang tak terendapkan
pada proses penambahan kapur (slaked lime). Gas SO2 dihasilkan dari reaksi belerang
dengan oksigen dengan reaksi sebagai berikut:
S (P) + O2 (g) SO2 (g)
Gas SO2 berbau sangat tajam dan tidak mudah terbakar. Gas So2 bersifat iritan kuat pada
kulit dan lendir, pada konsentrasi 6-12 ppm mudah diserap oleh selaput lender saluran
pernafasan bagian atas dan pada kadar rendah dapat menimbulkan spesme tergores otototot polos pada bronchiole.
c. Asam Phospat
Penambahan Asam Phospat (H3PO4) bertujuan untuk membuat koloid dari ion yang
terkandung dalam nira (menjernihkan nira mentah).
d. Flokulan
Flokulan adalah polielektrolit yang berfungsi sebagai jala untuk endapan yang sudah
terbentuk pada proses sebelumnya sehingga dapat mempercepat proses pengendapan.
Dalam penambahan superflok berfungsi untuk memisahkan antara nira jernih dan nira
kotor. Flokulan yang digunakan pada PG Rejo Agung Baru Madiun dalam proses
pembuatan gula adalah Accofloc HMW.
e. Air Imbibisi
Air imbibisi digunakan untuk mencampur ampas dari gilingan II dan III agar nira yang
masih terkandung dalam ampas ikut terlarut sehingga dapat diperoleh nira yang maksimal.
Agar kadar gula tidak banyak yang hilang maka suhu air imbibisi sekitar 70oC-77oC.
f. Fondan
Bibit dalam pembentukan inti kristal yang ditambahkan pada stasiun masakan.

12

IV.2

Uraian Proses Produksi


Dalam pelaksanaan proses produksi gula di PG. Rejo Agung Baru Madiun, proses

pembuatan gula dibagi menjadi 7 stasiun, yaitu :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Stasiun Penerimaan dan penimbangan


Stasiun Penggilingan (Milled)
Stasiun Pemurnian (Purification)
Stasiun Penguapan (Evaporation)
Stasiun Masakan (pengkristalan)
Stasiun Putaran
Stasiun Produksi

IV.2.1 Stasiun Penerimaan dan Penimbangan


Stasiun penimbangan berfungsi untuk mengetahui banyaknya tebu yang akan
diproses atau digiling di stasiun ekstraksi. Tebu dari kebun diangkut menggunakan truk dan
lori. Tebu masuk ke pabrik melalui timbangan I dan timbangan II. Tebu yang diangkut
dengan truk ditimbang menggunakan DSC (Digital Crane Scale). Hasil timbangan yang
diperoleh adalah bruto, tarra, dan netto. Pada timbangan I yang ditimbang adalah berat truk
dan tebu (bruto), sedangkan pada timbangan II yang ditimbang adalah berat truk (tarra).
Sehingga berat tebu merupakan hasil pengurangan berat bruto dengan berat terra. Jadi netto
didapat dari bruto dikurangi terra.

Gambar IV.1 Pengangkutan tebu menggunakan truk pada stasiun penerimaan


Ada beberapa bagian di stasiun persiapan, anatar lain :
1. Pos gawang
2. Timbangan I
3. Timbangan II
13

4. Pemindahan tebu dari truk ke lori


Setelah tebu ditimbang, tebu siap dikirim ke stasiun ke stasiun gilingan untuk
diproses lebih lanjut. Sistem penggilingan yang dilakukan di PG. Rejo Agung Baru Madiun
adalah system FIFO (First in First Out), artinya tebu yang masuk lebih dulu akan digiling
lebih dulu pula. Hal ini untuk menghindari penimbangan tebu yang terlalu lama, karena
dapat menyababkan penurunan kadar selulosa dan kerusakan tebu akibat sinar matahari
maupun mikro organisme atau bakteri.
Pengangkutan tebu ke tempat emplacement pabrik dilakukan oleh :
1. Lori
Lori digunakan apabila daerah penghasil tebu mempunyai rel yang dapat dilalui
lori. Pada tiap-tiap lori terdapat nomor lori dan berat lori. Dari penimbangan diperoleh
berat bruto.
2. Truk
Truk digunakan untuk daerah penghasil tebu yang tidak dilalui oleh lori. Truk dan
tebu ditimbang pada timbangan bruto kemudian dilakukan amper, yaitu pemindahan tebu
dari truk ke lori. Pada penimbangan ini (penimbangan I) tiap sopir menyerahkan surat
perintah tebang angkut (SPTA). Setelah tebu dipindahkan, truk menuju ke timbangan tata
(penimbangan II) untuk mengetahui berat truk.
IV.2.2 Stasiun Gilingan
Stasiun penggilingan/ekstraksi merupakan awal proses untuk membuat gula yang
didapatkan dari nira (sari tebu). Proses ekstraksi bertujuan untuk mengambil nira yang ada
di dalam tebu sebanyak mungkin dengan cara yang efektif, efisien, dan ekonomi. Proses
yang terjadi bertujuan untuk memperoleh nira mentah dari tebu, memisahkan gula dari
ampas tebu, memisahkan gula dari ampasnya dan sekaligus menimbang hasil nira mentah
sebelum masuk ke stasiun pemurnian.
Kapasitas giling dari pabrik gula Rejo Agung Baru Madiun ini yaitu sekitar 6.000
Tcd (Tone Cane per Day), yaitu sekitar 6.000 ton dalam sehari.
Stasiun penggilingan di PG. Rejo Agung Baru Madiun terdiri dari 2 bagian yaitu,
gilingan barat dan gilingan timur. Masing-masing gilingan tersebut terdiri dari 4 buah
gilingan, dimana gilingan barat mempunyai tenaga penggerak berupa tenaga uap dan untuk
gilingan timur tenaga penggeraknya berupa generator.
Perbedaan antara gilingan timur dan barat :
Gilingan Barat :
1. Memiliki 4 buah meja tebu dan 4 kicker
14

2.
3.
4.
5.

Tenaga uap
Terdapat cane catter
Hasil nira lebih banyak, kapasitasnya 1414 L/jam.
Hasil ampasnya lebih halus

Gilingan Timur :
1.
2.
3.
4.
5.

Maja tebu hanya 1 dan 1 kicker


Tenaga motor listrik
Tidak adanya cane cutter
Hasil ampasnya tidak halus
Hasil nira sedikit, kapasitasnya

Tebu dari emplacement diangkut ke stasiun gilingan dengan lori dan truk. Tebu dari
lori dan truk diangkut menggunakan crane hoist, kemudian tebu diletakkan di meja tebu
(cane table). Dari cane carrier tebu dibawa ke cane cutter dan selanjutnya tebu dibawa ke
unigrator. Setelah memasuki unigrator tebu yang telah dipukul-pukul masuk ke gilingan I,
II, III dan IV secara berturut-turut.

Gambar IV.2 Unigator pada Stasiun Penggilingan


Tebu dari unigrator yang memasuki gilingan tebu I akan menghasilkan nira mentah
yang ditampung dalam bak penampung yang kemudian disaring dan dialirkan ke bolougne.
Selanjutnya ampas dari gilingan I masuk ke gilingan II untuk digiling lagi. Pada saat
memasuki gilingan II, ampas dari gilingan I ditambakan nira imbibisi, yaitu nira hasil
gilingan III. Nira dari gilingan II ditampung pada bak penampung gilingan II yang
terhubung dengan penampung gilingan I dan kemudian dipompa ke DSM screen,
sedangkan ampasnya dari gilingan II dialirkan ke gilingan III. Nira mentah hasil gilingan II
juga disaring dan diartikan menuju bolougne.
Ampas dari gilingan II ditambahkan air imhibisi kemudian masuk ke gilingan III.
Nira dari gilingan III ditampung pada bak penampung III yang kemudian dialirkan ke
15

gilingan II sebagai imbibisi nira dan ampasnya dibawa ke gilingan IV. Sama halnya dengan
gilingan III, ampas yang memasuki gilingan IV turun ke bak penampung dan digunakan
sebagai imbibisi gilingan III dan ampasnya dibawa ke stasiun ketel.
Air imbibisi sendiri adalah air yang diberikan pada ampas tebu yang akan masuk
kedalam roll gilingan, air ini berasal dari air konden evaporator. Suhu dari air imbibisi
adalah 70 -77 0C, dikarenakan pada suhu tersebut sel ampas mudah pecah sehingga nira
yang didapat bisa maksimal. Disamping itu juga bisa mengurangi mikroba yang ada dalam
nira dan akan mengurangi jumlah kalori yang harus ditambahkan pada proses selanjutnya.
Penambahan dibawah 60 0C akan menyebabkan ikut larutnya zat lilin yang terdapat dalam
tebu sehingga akan menyulitkan dalam prose pemeran.
Keuntungannya adalah untuk merusak sel-sel yang menahan keluarnya nira ampas
sehingga sukrosa dapat diambil semaksimal mungin. Keuntungan lainnya yaitu untuk
melarutkan lebih besar dan membunuh mikroorganisme.
Ampasnya dilewatkan baggase carrier yang di bawahnya terdapat saringan yang
berfungsi memisahkan ampas halus dan kasar. Yang kasar dikirim ke ketel untuk bahan
bakar, sedangkan yang halus (bagassilo) di blower menuju mixer untuk dicampur dengan
nira kotor untuk dijadikan blotong.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemerahan gula di stasiun
penggilingan, antara lain:
a. Kualitas tebu memiliki jenis tebu, kadar sabut, umur tebu, kandungan kotoran tebu,
b.
c.
d.
e.

kadar gula atau pol tebu


Persiapan tebu sebelum masuk gilingan yaitu dipe atau jenis pencacahan awal
Air imbibisi
Derajat kompresi terhadap ampas
Jumlah roll gilingan, susunan gilingan, putaran rol, bentuk alur rol, setelan gilingan,
stabilitas kapasitas giling, tekanan, sanitasi gilingan
Adapun peralatan yang digunakan sebagai berikut:

a. Cane Unloading Crane, alat ini berfungsi untuk memindahkan tebu dari truk atau lori
ke meja tebu dengan kapasitas 8640 Tcd.
b. Cane Table, berfungsi untuk menampung tebu dari truk atau lori untuk mengatur
pemasokan tebu ke krepyak tebu (cane carrier) sehingga posisi sejajar dengan arah
gerakan cane carrier. Dengan kapasitas 6800 Tcd.
c. Cane Carrier, berfungsi untuk membawa dan mengumpankan tebu ke alat pemotong
(cane cutter).
d. Cane Cutter, berfungsi untuk memotong dan memecah tebu menjadi bagian-bagian
pendek agar mudah digiling dengan kapasitas potong 5445 Tcd.
16

e. Hammer Unigrator, berfungsi untuk memukul tebu menjadi serpihan-serpihan kecil


agar mudah diambil niranya.
f. Sugar Cane Mill (gilingan tebu), berfungsi untuk memerah nira dari serpihan tebu.
g. Intermediet Carrier 1 s/d 4, berfungsi untuk membawa ampas tebu dari gilingan 1 ke
gilingan lain.
h. Hidrolisis Penekan Roll, berfungsi untuk penekan roll atau mengatur tekanan roll agar
terpecah.
i. Grass Hooper Screen (saringan nira mentah), berfungsi untuk menyaring ampas halus
yang terbawa oleh nira yang dihasilkan oleh gilingan I dan II.
j. Baggase Carrier, berfungsi untuk memompa nira mentah hasil gilingan IV ke
bolougne.
IV.2.3 Stasiun Pemurnian
Tujuan dari stasiun pemurnian ini adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran
(zat non gula) seperti pasir, tanah, oksidasi logam maupun kotoran-kotoran lainnya yang
terkandung dalam nira mentah, sehingga akan menghasilkan nira yang bersih atau jernih.
Pada pabrik gula, proses pemurnian memegang peran penting dalam produksi gula,
karena hasil pemurnian ini akan sangat mempengaruhi kualitas dari gula yang dihasilkan.
Tujuan dari proses pemurnian yaitu menghilangkan sebanyak mungkin kotoran yang
terdapat dalam nira mentah dengan tetap menjaga agar jangan sampai sukrosa maupun gula
reduksinya mengalami kerusakan pada aliran proses stasiun pemurnian.
Pada proses pemurnian dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Dengan cara fisika yanga mana memiliki tujuan yaitu untuk menyaring kotorankotoran yang terkandung dalam nira,
2. Dengan cara kimia, yaitu dengan menambah bahan kimia meliputi pada proses
defecator 1, defecator 2, serta proses sulfitasi.
Di PG Rejo Agung Baru Madiun pada proses pemurniannya menggunakan metode
defikasi dan diteruskan ke proses sulfitasi. Metode ini dilakukan mulai tahun 2001.
Sebelum menggunakan metode ini di PG Rejo Agung Baru Madiun menggunkan metode
karbonatasi.
Pada proses pemurnian nira dapat menggunakan proses defekasi, sulfitasi dan
karbonatasi, yaitu :

Pengertian Defekasi
Proses yang paling sederhana yang pada intinya adalah memberikan susu kapur

pada nira, sehingga terjadi pengendapan, kemudian dapat dipisahkan antara nira kotor dan
nira jernih.
17

Pada proses defekasi ini nira dari gilingan dipanaskan pada temperatur 70oC
kemudian dilakukan penambahan susu kapur sehingga pH 7,8 8 dalam peti defekator.
Kemudian dipanaskan lagi hingga titik didihnya mencapai sekitar 100 105 oC. P2O5 yang
berada dalam tebu bereaksi dengan air dari nira mentah membentuk asam phospat.

Gambar IV.3 SO2 Tower pada Stasiun Pemurnian


Penambahan susu kapur akan mengendapkan asam phospat dalam bentuk kalsium
phospat. Dalam bentuk prakteknya proses defekasi tidak lagi digunakan karena
menghasilkan gula coklat.
Raw sugar atau gula kasar merupakan gula yang dihasilkan dari proses pengolahan
nira secara defekasi. Gula ini masih mengandung berbagai pengotor sehingga
penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug
Administration). Oleh karena itu, gula kasar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar
dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk
industri.
Menurut Moerdokusumo (1993), warna pada kristal gula merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam pengawasan mutu. Sedangkan Menurut Achyadi dan
Maulidah (2004), terbentuknya warna yang disebabkan oleh pigmen tanaman, reaksi
enzimatik, dan reaksi non-enzimatik dapat menurunkan kualitas gula. Pada proses
pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum berlangsung efektif
karena hanya sebagian kecil zat pembentuk warna yang dapat dihilangkan. Selain itu,
masih terdapat bahan pengotor, seperti asam amino dan gula pereduksi yang dapat
18

membentuk warna dengan mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses


penguapan dan pemasakan sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar.
Oleh karena itu, proses pemucatan gula kasar menjadi sangat penting dalam meningkatkan
kualitas gula kristal (Namiki, 1988).
Ada tiga cara pemurnian secara defekasi :

a. Defekasi dingin
b. Defikasi panas
c. Defikasi sacharate
Pengertian Karbonatasi
Secara umum, proses pemurnian nira dilakukan dengan defekasi, sulfitasi, dan

karbonatasi. Defekasi hanya menghasilkan gula kasar yang masih banyak mengandung
bahan pengotor. Pada sulfitasi, bahan pengotor yang dihilangkan masih lebih rendah
dibandingkan karbonatasi. Selain itu, sulfitasi akan menyebabkan korosi besi pada pipapipa. Bahan pengotor yang dapat dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi
adalah 12,7 %, 11,7 %, dan 27,9 % (Mathur, 1978).
Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur (Ca(OH)2)
dan gas CO2 membentuk endapan senyawa kalsium karbonat (CaCO3) melalui mekanisme
yang dapat dilihat pada persamaan di bawah (Mathur, 1978).
Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan pengotor, bahan penyebab warna,
gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini diawali dengan terbentuknya senyawa
intermediet antara sukrosa dan kalsium hidroksida. Sukrosa memiliki karakteristik kimiawi
membentuk metal sakarat. Apabila dalam larutan sukrosa diberi metal hidroksida, maka
akan terjadi reaksi yang akan membentuk suatu koloid keruh, bersifat gel, atau endapan.
Koloid tersebut adalah ikatan sukrosa dengan metal hidroksida, misalnya satu mol sukrosa
dengan satu mol kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang dinyatakan dengan rumus
C12H22O11.Ca(OH)2, C12H22O11.CaO, dan C12H22O11.Ca (Goutara dan Wijandi, 1975). Sakarat
dapat terurai oleh asam, bahkan oleh penambahan asam karbonat yang dihasilkan oleh
pemberian gas CO2. Apabila sakarat diberi perlakuan dengan penambahan sedikit asam
karbonat maka akan terbentuk senyawa intermediet (Mathur, 1978).
Peningkatan absorpsi gas CO2 dapat meningkatkan kondisi asam dan mengganggu
kestabilan senyawa intermediet sehingga senyawa tersebut terurai menjadi sukrosa dan
kalsium karbonat. Terbentuknya senyawa kalsium karbonat dapat mengadsorpsi dan
mengendapkan bahan pengotor (Goutara dan Wijandi, 1975). Namun, apabila gas CO2
yang ditambahkan berlebih dalam nira maka kalsium karbonat yang telah terbentuk akan
19

kembali menjadi senyawa bikarbonat yang larut. Mekanisme penguraian kalsium karbonat
dapat dilihat pada persamaan di bawah (Mathur, 1978).
Pada kondisi suhu 45C, karbonatasi berlangsung lambat dan kurang sempurna,
sedangkan pada suhu di atas 55C akan terjadi penguraian gula pereduksi yang
memunculkan warna coklat. Namun, kelemahan proses berlangsung pada suhu 55C, yaitu
memicu terjadinya fermentasi asam laktat. Dalam karbonatasi tunggal, sekitar 7 10 %
volume larutan gula kasar yang dipanaskan pada suhu 45 55C, membutuhkan 20
beaume susu kapur (Mathur, 1978). Pada proses karbonatasi dialiri gas CO2 sebanyak dua
kali pada suhu yang berlainan. Dengan terbentuknya endapan CaCO3 mampu menaikkan
kotoran yang melayang-layang membentuk gumpalan yang lebih besar. Hasil proses
karbonatasi adalah nira yang lebih jernih dan kadar kotorannya lebih sedikit.
Kelebihan proses karbonatasi rangkap adalah :
a. Penggilingan bahan baku gula lebih banyak
b. Gula yang dihasilkan lebih putih dn bersih
c. Kualitas gula lebih tinggi
Ada tiga cara pemurnian secara karbonatasi, yaitu :
a. Karbonatasi dingin
b. Karbonatasi panas
c. Karbonatasi Saccharate
Pengertian Sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan jika dibandingkan
cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan menggunakan Ca(OH) 2 dan gas SO2.
Penambahan Ca(OH)2 pada nira mentah dilakukan secara berlebih untuk mendapatkan
suasana basa pada nira, sebab pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira
akan lebih banyak. Kelebihan Ca(OH)2 akan dinetralkan kembali oleh gas SO2 yang
didapat dari pembakaran belerang padat.
Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara defekasi,
karena telah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Cara pemurnian ini menggunakan
kapur dan SO2 sebagai bahan pembantu pemurnian. Pemberian kapur pada cara ini
dilakukan secara berlebih, kemudian kelebihan kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO2,
sehingga terbentuk ikatan kapur yang dapat mengendap.
Reaksi Pemurnian Cara Sulfitasi:
SO2 + H2O ----> H2SO3
Ca(OH)2 + H2SO3 ----> CaSO3 + 2H2O
Ca(OH)2 + SO2 -----> CaSO3 + H2O
20

Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel koloid yang


berada di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh endapan semakin banyak. Gas
SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat dihasilkan
kristal dengan warna yang lebih terang, khususnya pada nira kental penguapan.
Macam-macam sulfitasi :
a. Sulfitasi Asam
Nira mentah disulfitasi pendahuluan dengan gas sulfat pH rendah (6,5) dengan diikuti
netralisasi yaitu penambahan susu kapur hingga mencapai pH 7 7,2.
b. Sulfitasi Netral
Nira mentah ditambah susu kapur hingga pH 8 8,5, kemudian dialiri gas sulfit hingga pH
7 7,2.
c. Sulfitasi Basa
Nira mentah diberi susu kapur sampai pH mencapai 10,5 kemudian kelebihan susu kapur
ini dinetralkan dengan gas sulfit (SO2) hingga pH 7 7,2.
Pada proses sulfitasi pemurnian menggunakan susu kapur dan SO2, Kelebihan susu kapur
dinetralkan menggunakan gas SO2. SO2 juga berfungsi sebagai bleaching sehingga gula
yang dihasilkan lebih putih dari proses defikasi.
Ada tiga cara pemurnian secara sulfitasi :
a. Sulfitasi dingin
b. Sulfitasi panas
c. Sulfitasi Saccharate
Nira mentah yang telah disaring dan bersih dari ampas akan ditampung di peti
Bolougne lalu ditambahkan asam phospat menggunakan dosing pump dengan ukuran
yang telah diinstruksikan chemiker yang bertugas. Penambahan asam phospat disini
berfungsi membentuk koloid (kristal phospat) yang bercampur dengan nira agar dapat
bereaksi dengan susu kapur sehingga terbentuk butiran besar. Setelah itu nira mentah akan
ditimbang di timbangan bolougne. Nira mentah dari gilingan dipompa ke timbangan
bolougne dan ditimbang secara otomatis dengan melewati saringan Dutch States Mines
(DSM) sehingga nira terbebas dari ampas kemudian akan ditampung di bak penampungan.
Kekentalan susu kapur yang digunakan pada proses ini stabil pada kisaran 7-8 0Be.
Kemudian dilakukan penambahan susu kapur 8 0Be untuk menghasilkan nira sakarat
(campuran antara nira kental dengan susu kapur) hingga mencapai skala pH 10-10,5 pada
static mixer. Pada nira kental keluaran tower SO2 pH nira juga harus dijaga berkisar 5,55,6.
21

Adapun tahap-tahap yang terjadi dalam stasiun pemurnian adalah sebagai berikut:
1. Nira mentah yang telah dicampur dengan asam phospat dan susu kapur dialirkan
dalam timbangan Bolougne. Setelah timbangan terisi penuh (kapasitas 38 ku), nira
tersebut disaring dan ditampung dalam bak penampung nira, untuk kemudian dialirkan
pada juice heater.
2. Setelah itu nira dialirkan ke juice heater pertama, dan Nira yang keluar dari JH I
memiliki temperature kira-kira 70-80

C, Pemanasan ini bertujuan untuk

mempercepat pengendapan kalsium phospat dan membunuh bakteri yang terdapat


pada nira. Bahan pemanas yang digunakan adalah uap bekas atau uap nira dari
stasiun penguapan dan uap yang dihasilkan dari ketel uap.
3. Pembuatan susu kapur, yaitu batu kapur dibakar dalam tobong pada temperature
9000C dan tekanan 1 atmosfer. Reaksinya yaitu
CaCO3 ---- CaO + CO2
Gas CO2 dibuang sedang CaO yang diperoleh ditambah air ditangki pencampur.
Setelah tercampur disaring utnuk memisahkan kotorannya. Reaksi kapur dengan air :
CaO + H2O ------ Ca(OH)2
Setelah itu Ca(OH)2 dimasukkan kedalam tangki yang berpengaduk supaya
campurannya homogen.
4. Pembuatan gas SO2, belerang padat dimasukkan dalam Rotary Sulfur Burner,
kemudian dibakar. Belerang akan mencair kemudian belerang cair akan menjadi
belerang uap karena panasnya. Seterusnya dialiri udara sehingga terbentuk gas SO2.
Reaksinya : S + O2 ---------- SO2 + panas
Gas SO2 yang terjadi segera dialirkan melalui pipa yang dibagian luarnya diberi air
sebagai pendingin. Kemudian dialirkan ke sublimator terakhir dialirkan ke sulfitator.
5. Nira yang telah melalui panas dimasukkan ke defecator untuk direaksikan dengan
susu kapur Ca(OH)2. Penambahan susu kapur akan mengendapkan asam phospat
dalam bentuk kalsium phospat.
Reaksi : Ca(OH)2

---- Ca2+ + 2 OH-

3Ca2+ + 2PO43- ----

Ca3(PO4)2

Proses ini berlangsung secara terus menerus dan tujuannya agar pH larutan kira-kira
11,0 11,5. Kemudian larutan dimasukkan ke reactor, pada reactor ini dialirkan gas
SO2 secara terus menerus dan terjadi reaksi sulfitasi. Tujuan penambahan gas SO 2 ini
adalah untuk pembentukan endapan CaSO3 dan dengan ini terjadi pembersihan
kotoran. Gas SO2 ini juga memiliki beberapa fungsi lainnya, antara lain untuk
mengikat unsur-unsur yang belum bereaksi di defekator, mengurangi viskositas
22

larutan (kotoran yang terendapkan akan mengurangi kekentalan nira), mereduksi ionion ferri menjadi ferro sehingga warnanya menjadi lebih pucat atau jernih.
Pengontrolan pH dilakukan sama seperti defekator. Dalam tangki ini pH nira berkisar
7,2-7,4.
Reaksi :
H2O + SO2 ---- H2SO3
H2SO3 + Ca(OH)2 ---- CaSO3 + 2H2O
6. Nira dari tangki sulfitator dipompa ke juice heater II dan dipanaskan hingga suhu
mencapai 105-110C. Pemanasan ini dilakukan agar reaksi dapat lebih sempurna,
jasad-jasad renik yang masih hidup dapat mati, gas-gas yang terlarut dapat menguap
agar tidak mengganggu proses pengendapan di clarifier.
7. Dari juice heater II, nira dibawa ke flash tank untuk menghilangkan gas-gas dalam
nira, supaya gas-gas tersebut tidak menghalangi pada proses pengendapan.
Kemudian nira dialirkan masuk ke dalam single tray clarifier dan ditambahkan
sebesar 3-3,5 ppm. Penambahan flokulan ini bertujuan agar molekul-molekul yang
terbentuk pada proses defekasi dan sulfitasi dapat saling melekat membentuk partikel
yang lebih besar sehingga lebih mudah terendapkan, sehingga diperoleh nira jernih
yang mengalir dari bagian atas secara overflow ke pipa penampung. Dan dari bawah
akan diperoleh nira kotor yang ditampung dalam bak penampung.
8. Nira jernih yang didapat dari single tray clarifier disaring dengan menggunakan
DSM Screen, kemudian dimasukkan ke clear huice tank/voor kooker dan selanjutnya
dialirkan ke stasiun penguapan. Sedangkan nira kotor dimasukkan kedalam Rotary
Vacum Filter (RVF), untuk memisahkan kotoran padat (blotong), dan nira tapis. Nira
tapis tersebut kemudian dipompa kembali ke timbangan nira mentah (blougne) untuk
selanjutnya dimurnikan kembali.

23

Gambar

IV.4
Skema proses stasiun pemurnian
Keterangan :
A : Nira mentah
F : Reaction Tank
B1 : Timbangan Bolougne
G : Flash Tank
B2 : Bak Tunggu
H : Bak flokulan
C1 : Juice Heater I
I : Single Try Clarifier
C2 : Juice Heate II
J : DSM Screen
D1 : Defekator I
K : Clear Juice Tank
D2 : Defekator II
L : Rotary Vacuum Filter
E1 : Bak belerang
M : Kondensor
E2 : Dapur belerang
N : Pompa Vakum
E3 : Sublimator
P : Blotong
E4 : Tower SO2
Q : Proses penguapan

IV.2.4 Stasiun Penguapan


Di PG. Rejo Agung Baru Madiun Baru terdapat 5 evaporator barat dan 5 evaporator
timur yang disusun secara seri, akan tetapi hanya 4 yang digunakan dan satu untuk
cadangan. Sebelum diuapkan, nira jernih dari stasiun pemurnian ditampung di dalam Voor
Kooker (pre evaporator) untuk diuapkan supaya menjadi lebih kental dan membantu
mmpercepat proses pada evaporator. Terdapat 2 Voor Kooker yaitu, Voor Kooker IA dan
Voor Kooker IB. Hasil penguapan dari Voor Kooker IA akan dipompa menuju bagian timur,
sedangkan hasil dari Voor Kooker IB dipompa menuju evaporator bagian barat. Yang harus
diperhatikan dalam stasiun penguapan adalah tinggi nira yang diuapkan 1/3 dari
evaporator agar sirkulasi dapat berjalan dengan baik.
24

Gambar IV.5 Evaporator pada PG Rejo Agung Baru


Proses yang terjadi pada stasiun penguapan adalah sebagai berikut :
1. Nira yang sebelumnya telah ditampung dalam voor cokker diuapkan dalam
evaporator I dengan suhu 110C dan tekanan 0,7-0,8 kg/cm2.
2. Setelah itu nira dialirkan menuju evaporator II dengan menggunakan uap bekas dari
pemanasan evaporator I dan dipanaskan hingga suhu 95C dan tekanan 0,2 kg/cm2.
3. Nira pada evaporator II dialirkan ke evaporator III dengan menggunakan uap bekas
dari evaporator II dan dipanaskan hingga suhu 75C dan tekanan 5 cmHg.
4. Nira pada evaporator III ini kemudian dialirkan ke evaporator IV dengan
menggunakan uap bekas dari evaporator III dan dipanaskan hingga suhu 60C dan
tekanan mencapai 35 cmHg.
5. Uap panas yang keluar dari badan penguap IV dialirkan menuju kondensor dan
dikeluarkan berupa air jatuhan. Sedangkan uap nira yang yang dihasilkan pada
masing-masing badan penguap (BP) dikeluarkan berupa kondensor / kondensat. Air
konden ini ada 2 macam, yaitu : Positif dan negative. Air konden positif berarti
masih mengandung gula dan digunakan sebagai air imbibisi, sedangkan air konden
negative (tidak mengandung gula) dipergunakan sebagai air pengisi ketel.
6. Nira dari evaporator IV dialirkan menuju tower II untuk mengalami proses sulfitasi
II, sehingga nira kental direaksikan dengan gas SO2. Diharapkan kekentalan nira
antara 30-35 Be karena dengan ini maka proses pengkristalan berlangsung dengan
waktu yang tidak lama sehingga akan menghemat bahan pemanas. Apabila lebih

25

dari 35 Be nira yang dihasilkan kemungkinan sudah ada pengkristalan di


dalamnya.
7. Nira kental yang telah dihasilkan dalam bejana sulfitator dipompa ke bak
penampung nira kental pada stasiun masakan.
Uap dari evaporator I sampai ke evaporator IV tidak dipompa karena tingkat
tekanan dari masing-masing evaporator berbeda. Semakin mendekati kondensor tekanan
yang dimiliki semakin kecil atau vacuum. Dengan adanya perbedaan tekanan, uap akan
mengalir dengan sendirinya. Masing-masing badan mempunyai pipa amoniak yang
berfungsi untuk menyerap gas-gas yang tidak bisa mengembun. Uap dari badan evaporator
IV ditarik ke kondensor dan didinginkan dengan air injeksi, sedangkan nira dari evaporator
IV dipompa menuju ke proses sulfitasi.

Gambar IV.6 Skema proses penguapan


Sulfit tower II berfungsi sebagai bleaching effect (pemucat dari gula), selain itu gas
SO2 ini akan mereduksi ion ferri (Fe2+) membentuk garam ferri yang berwarna menjadi
garam ferro yang berwarna. Selain untuk pemucatan, sulfitasi ini juga berfungsi untuk
menurunkan pH nira kental sampai 5,6.
Pada proses sulfitasi ke II ini sulfur yang ditamabahkan tidak boleh lebih atau
kurang dari standar yang ditetapkan. Jika melebihi standar yang ditetapkan maka gula
Kristal yang dihasilkan tidak berwarna putih melainkan kuning kecoklatan. Namun, jika
kurang dari standar yang ditentukan maka gula yang dihasilkan sangat putih (bukan putih
yang sesungguhnya) dan jika disimpan terlalu lama maka kan kembali menjadi kuning
kecoklatan.

26

Gambar

IV.7
Skema proses sulfitasi II

Pabrik ini memiliki kondensor yang sejenis barumetrik, kondensor ini


menghasilkan vacuum sekitar 60-65 cmHg yang digunakan pada evaporator dan pan
masakan. Uap dari evaporator IV dan pan masakan masuk melalui bawah kondensor
sedangkan air injeksi dimasukan dari bagian atas kondensor. Mula-mula air injeksi
melewati sekat-sekat dan turun dengan kecepatan lebih besar. Uap yang sudah mengembun
akan turun bersama air injeksi menuju saluran pembuangan. Kemudian gas-gas yang tidak
bisa mengembun akan dikeluarkan dan ditarik dengan pompa vacuum. Jika terdapat
campuran air dengan gas tersebut air akan keluar melewati pipa pengentapan air.

Gambar IV.8 Skema Evaporator


Keterangan :
1. Lubang uap soda
2. Pipa pengambil nira

13. Pipa jiwa


14. Penangkap nira
27

3. Pipa pancingan vacuum


4. Pipa amoniak
5. Manovacuum meter
6. Thermometer
7. Badan penguapan
8. Manometer
9. Gas penduga
10. Lubang-lubang gas yang tak terembunkan
11. Pipa inlet dan pembagi nira
12. Krengsengan soda

15. Kaca penglihat


16. Pipa jiwa
17. Messing pipe/ruang nira
18. Lubang lalu orang
19. Tingkap pengaman
20. Saluran suplesi uap baru
21. Saluran uap bekas
22. Ruang pemanas
23. Saluran kondensat
24. Pipa outlet nira

Gambar IV.9 Skema kondensor


Keterangan :
1. Pipa luapan
6. Manhole
2. Pipa ke pompa vakum
7. Pipa air jatuhan
3. Peti luapan
8. Uap dari stasiun penguapan
4. Baffle
9. Uap dari stasiun masakan
5. Pipa air injeksi

IV.2.5 Stasiun Masakan


Stasiun masakan merupakan proses operasi untuk memperoleh Kristal gula yang
baik dengan cara kristalisasi. Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari
28

suatu larutan induk yang homogeny. Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padatcair yang sangat penting dalam industri. Syarat utama terbentuknya kristal dari suatu
larutan adalah larutan induk harus dibuat dalam kondisi lewat jenuh (super saturated). Yang
dimaksud dengan kondisi lewat jenuh adalah kondisi dimana pelarut (solvent) mengandung
zat terlarut (solute) melebihi kemampuan pelarut tersebut untuk melarutkan solute.
Di PG Rejoagung Baru sistem pemasakannya menggunakan three boilding system
yaitu sistem tiga tahap (A, B, dan D) dengan cara ini sistem A yang mempunyai HK
tinggi. Jenis pan yang digunakan adalah berjenis tromol dan keseluruhan berjumlah 11
buah yang terdiri sebagai berikut :
Pan masakan A berjumlah 5 buah, yaitu pan no. 1, 2, 3, 4, dan 5
Pan masakan C berjumlah 2 buah, yaitu no. 6 dan 7
Grand pan masakan D berjumlah 1 buah yaitu no. 8
Pan masakan D berjumlah 3 buah, yaitu no. 9, 10, dan 11
Pemanas yang digunakan pada pabrik ini adalah menggunakan uap bleeding dari
voor koker dan uap bekas dari sisa penggerak turbin dan mesin uap. Pada awal pemanasan
menggunakan bleeding selanjutnya pemanasannya ditambah dengan uap bekas dari ketel,
gunanya untuk mempercepat matangnya nira. Terlalu kecil tekanan kevakuman dari
kondensor dan tekanan uap pemanas naik mengakibatkan nira cepat larut. Maka untuk
menghindari hal tersebut tekanan harus seimbang yaitu mencapai 65 cmHg.
Berikut adalah istilah-istilah dalam proses masakan :
Diksap

: Nira kental yang sudah tercampur dengan gas SO2

Stroop

: Hasil samping gula dari puteran kedua

Klare

: Hasil samping gula dari puteran pertama

Fondan

: Gula halus yang digunakan untuk bibit gula D

Inwurf

: Pembibitan untuk masakan A

Pada stasiun masakan ini nira kental dibuat dalam kondisi lewat jenuh dengan 2
cara, yaitu :
a. Pengurangan Solven
Metode lain yang digunakan untuk mencapai kondisi super saturasi adalah
penguapan solven sehingga konsentrasi larutan menjai makin pekat.
b. Menurunkan Solubilitas
Solubilitas padatan dalam cairan akan menurun seiring dengan penurunan suhu
(pendingin). Seiring dengan penurunan suhu, saturasi akan meningkat sedemikian hingga,
sampai tercapai kondisi supersaturasi.
Tahap-tahap yang dilalui selama proses kristalisasi adalah :
29

1.
2.
3.
4.

Pemekatan nira kental, yaitu dengan meningkatkan penguapan air dalam nira.
Pembentukan Kristal atau inti, yaitu pada saat konsentrasi nira mencapai lewat jenuh.
Pembesaran Kristal.
Penuaan masakan.
Sebelum masuk ke dalam pan masakan, nira kental dari evaporator badan terakhir

mengalami sulfitasi II yang bertujuan untuk memucatkan atau bleaching warna Kristal gula
dengan cara mengikat ion ferri menjadi ferro, dan mengecilkan pH nira menjadi 5,6.

Gambar IV.10 Pan masakan pada stasiun masakan


Adapun tingkatan masakan yang ada di PG. Rejo Agung Baru Madiun ada 3
macam:
1. Masakan A
Bahan yang diperlukan pertama adalah klare I dan nira kental ditarik dengan
volume 500 HL, kemudian dituangkan sampai daerah meta mantap (terbentuk
benangan 2 cm), setelah itu ditambahkan bibitan C dengan volume tertentu sehingga
didapatkan nilai HK yang dikehendaki. Hasil masakan mempunyai ukuran kristal 0,6
cm yang disebut sebagai masakan A1. Hasil masakan A ini kemudian dibagi menjadi 2
pan, misalnya masing-masing 100 HL. Setiap pan ini kemudian ditambahka klare I
dan nira kental sampai volumenya menjadi 200 HL, dan Kristal yang didapatkan
berukuran 0,8 mm dan HK 84-85. Hasil masakan ini disebut A2. Untuk masakan
utama (A) bahannya adalah nira kental dan klare I ditarik 150 HL lalu dituangkan
hingga daerah meta mantap, setelah itu ditambahkan bibit A2 hingga volumenya 400
HL dan didapatkan ukuran kristal yang tepat, yaitu antara 0,8-1,1 mm dan nilai HK
80 serta sudah tidak terdapat kristal palsu (kristal halus). Baru kemudian hasil masakan

30

ini diturunkan di palung pendingin kemudian diputar di stasiun putaran untuk


menghasilkan gula produk (gula A) dan stroop A.
2. Masakan C
Stroop A dan bibita D masing-masing ditarik dengan volume tertentu kemudian
dilebur sampai menjadi larutan. Kemudian dikentalkan sampai daerah meta mantap.
Setelah itu ditambahkan bibitan D dan dilakukan pemebsaran kristal dengan jalan
penambahan stroop A secara bertahap sampai dengan volume 100 HL. Selanjutnya
dilakukan penuaan masakan sampai didapatkan ukuran kristal 0,5-0,6 mm. Setelah
laruatan tipis dan kristal palsu tidak ada, masakan C siap diturunkan ke palung
pendingin dan stasiun putaran.
3. Masakan D
Pertama disiapkan terlebih dahulu apa yang disebut D2. Bahan yang diperlukan
adalah stroop A dan babonan D ditarik dengan volume 100-110 HL kemudian
dikentalkan hingga lewat jenuh. Setelah itu ditambahkan gula halus hingga didapatkan
HL 65 dengan cara mengamati kristal yang timbul. Kemudian ditambahkan stroop A
dan klare III sampai volume 200 HL dan dijaga suhunya sekitar 65 C. Baru setelah
itu hasil masakan ini dibagi dua. Masing-masing bagian ( 100 HL) ini kemudian
ditambahkan stroop C dan klare III Hingga volumenya 200 HL dan didapatkan HK
58.
Pada pan masakan D terdapat penambahan bahan pembentuk kristal gula (Fondan).
Pembuatan fondan PG. Rejo Agung Baru Madiun dilakukan didalam laboratorium. Adapun
langakah pembuatan fondan dengan cara:
1. Memasukkan 1050 g Gula SHS ke dalam labu takar 6000 ml, kemudian menambahkan
aquadest sebanyak 282 ml lalu menmbahkan HGl encer 2,2 ml (dibuat dengan cara
mencapurkan 4,3 ml HCl pekat dalam 110 ml air) dipanaskan hingga mencapai suhu
85oC (sampai gas Cl keluar berbusa )menahannya hingga 10 menit, Memanaskan
kembali hingga mencapai suhu 105oC selama 15 menit sambil diaduk.
2. Memasukkan 500 g Gula SHS murni ke dalam labu takr 6000 ml, menambahkan
aquades murni sebanyak 150 ml , lalu memanaskannya hingga suhu mencapai 116 oC
selama 1 menit.
3. Mencapur kedua larutan diatas, kemudian mendinginkannya. Menambahkan spiritus
kedalam campuran tersebut.
Nira kental tersulfitasi dikentalkan dan dibuat lewat jenuh hingg membentuk
Kristal gula pada stasiun pemasakan ini. Adapun tujuan pengkristalan gula adalah sebagai
berikut :

31

a. Mengubah sukrosa dalam larutan membentuk Kristal gula agar diperoleh Kristal
gula sebanyak-banyaknya dan sisa gula dalam tetes sekecilnya.
b. Mendapatkan Kristal gula yang dapat dengan mudah dipisahkan pada stasiun
putaran bisa diperoleh harga kemurnian yang tinggi.

Gambar IV.11 Penampang Pan Masakan Calandria Tromol


Keterangan :
1. Uap nira ke kondensor
2. Pipa amoniak
3. Steam amoniak
4. Air kondensat
5. Diksap inlet
6. Masscuite outlet
Dalam proses kristalisasi hendaknya diusahakan agar tercapai hal-hal sebagai
berikut:
a.
b.
c.
d.

Hasil gula maksimal, baik kualitas maupun kuantitas


Kehilangan gula sekecil mungkin
Waktu proses sedikit mungkin
Biaya operasi serendah mungkin

Peralatan yang digunakan adalah :


a. Pan Masakan
Berfungsi untuk membentuk kondisi lewat jenuh larutan gula serta membentuk proses
kristalisasi.
b. Kondensor
Berfungsi untuk pendinginan uap yang keluar dari pan masakan dengan jalan
menginjeksikan air dan akan menghasilkan air jatuhan.
32

c. Palung Pendingin
Berfungsi sebagai tempat penampungan dan pendinginan masakan sekaligus sebagai
tempat terjadinya dekristalisasi (kristalisasi lanjut).
d. Alat Vakum
Berfungsi untuk pembuatan vakum (hampa udara) di dalam pan masakan karena untuk
menarik bahan dan sirkulasi uap air yang dihasilkan.
e. Peti Tunggal
Berfungsi untuk menampung klare I, stroop A, nira kental, klare III, gula SHS, gula D1 dan
D2.

Gambar IV.12 Skema proses stasiun masakan


Keterangan :
E : Diksap
C3 : Peti gula C
A : Pan masakan A
F : Grandpan masakan D
A1 : Palung pendingin A
D : Pan masakan D
A2 : Putaran SHS
D1 : Palung pendingin D
A3 : Gula produk
D2 : Palung pendingin
A4 : Mixer
E1 : Peti gula D1
C : Pan masakan C
E2 : Putaran D2
C1 : Palung pendingin C
E3 : Gula D2
C2 : Putaran C
D3 : Putaran D1
Hasil kristalisasi dari masakan adalah kristal gula dan larutan jenuh (stroop). Untuk
mendapatkan kristal murni perlu dilakukan pemisahan dengan cara pemutaran. Hasil
putaran yang baik tergantung dari kondisi sebagai berikut :
1.
2.
3.

Besarnya gaya sentrifugasi sebagai gaya dorong.


Waktu putaran.
Ukuran butir kristal yang merata.
33

4.

Viskositas stroop yang rendah

Secara umum diagram alir dalam stasiun masakan adalah seperti terlihat pada Gambar
IV.6:
Nira Kental

Pan Masakan A

Pan Masakan C

Pan Masakan D

Puteran A

Puteran C

Puteran D1

Fondan

Tetes
Gula A

Puteran
SHS

Gula D1

Gula C

Puteran D2

Gambar IV.13 Diagram alir stasiun masakan

Klare I

IV.2.6 Stasiun Putaran

Klare III

Gula D2

Gula SHS

Di stasiun ini tujuannya adalah untuk memisahkan kristal gula dengan hasil
samping berupa stroop, klare dan tetes yang tercampur dalam masakan. Pemisahan ini
dilakukan dengan bahan masuk pada putaran di ST Puteran. Sehingga dengan proses ini
akan menghasilkan atau memperoleh hasil akhir berupa gula kristal putih yang mana
sebagai produk utama.
Pada stasiun putaran ini terdapat empat unit putaran :
1. Unit Putaran A
Unit putaran A merupakan putaran batch otomatis dan merupakan jenis putaran
dengan kecepatan tinggi. Bahannya berasal dari pan masakan A yang disebut
mascuite A. Hasilnya adalah gula A yang akan dibawa ke puteran SHS untuk
menjadi gula SHS/gula produksi dan stroop A sebagai hasil samping yang
digunakan sebagai bahan untuk pan masakan C. Jumlahnya ada 3 unit putaran.
2. Unit Putaran SHS

34

Unit putaran SHS merupakan putaran batch otomatis dan merupakan jenis putaran
dengan 1300 rpm. Bhannya berasal dari unit putaran A yang disebut gula A.
Hasilnya adalah gula SHS yang siap dipasarkan dan klare I yang digunakan sebagai
bahan untuk pan masakan A. Jumlahnya ada 3 unit putaran.
3. Unit Putaran C
Unit putaran C berjumlah tiga buah putaran otomatis dengan kecepatan putarnya
antara 1600-1700 rpm. Tujuan puteran ini untuk menghasilkan gula C dan
menghasilkan hasil samping yang berupa stroop C. Hasil pemutaran ini adalah gula
yang digunakan sebagai bahan pada pan masakan A, sedangkan stroop C digunakan
sebagai bahan untuk pan masakan D. Jumlahnya ada 3 unit putaran, 2 dioperasikan
dan 1 cadangan.
4. Unit Putaran D
Unit putaran D terdiri dari dua jenis putaran, yaitu :
1. Unit putaran D1
Unit putaran D1 dengan kecepatan 2.100 rpm menghasilkan gula D1 dan tetes.
Jumlahnya ada 6 unit putaran.
2. Unit putaran D2
Unit putaran D2 dengan kecepatan 2.100 rpm menghasilkan gula D2 dan klare
III. Klare III digunakan sebagai bahan untuk pan masakan C, sedangkan sisanya
dilebur bersama gula C. Leburan ini disebut opsmelt. Jumlahnya ada 3 unit
putaran.

Gambar IV.14

Unit Putaran SHS

Proses secara umum di ST Puteran :

Masukkan masscuite pada palung pendingin. Dari palung pendingin dipompa ke


bak penampungan yang dilengkapi baling-baling serta untuk mengatur masuknya

bahan dan untuk bak penampung itu terletak di atas mesin puteran.
Masscuite masuk pada puteran pada alat puteran ini masscuite masuk ke dalam
tombol dan diputar dengan gaya sentrifugal.
35

Kemudian diberi air untuk memisahkan kristal gula dengan larutan induk (tees,
klare, dan stroop). Pemberian air juga untuk menghilangkan kotoran pada kristal.
Air yang diberikan juga tidak boleh terlalu berlebihan, sebab dapat melarutkan

sebagian kristal gula sehingga akan banyak kehilangan gula dalam larutan induk.
Dalam tromol kristal gula tersaring sedangkan larutan induk (stroop, klare, tetes)

mengalir pada bak penampung.


Kemudian kristal gula turun ke talang goyang dan siap diproduksi.

Gambar IV.15 Skema alur stasiun putaran


Keterangan :
1. Palung pendingin

11. Bibit gula

2. Puteran A

12. Palung pendingin

3. Mixer

13. Puteran C

4. Puteran SHS

14. Stroop C

5. Klare A

15. Palung pendingin

6. Talang goyang

16. Puteran D1

7. Gula produk

17. Puteran D2

8. Stroop A

18. Tangki leburan

9. Gula halus
10. Krikilan

19. Klare D
20. Tetes

IV.2.8 Stasiun Produksi (Unit Produksi)


Gula SHS yang dihasilkan dari putaran SHS turun ke talang goyang yang berfungsi
sebagai pengeringan awal. Selain berfungsi sebagai pengering, talang goyang juga

36

berfungsi sebagai penyaring. Selama perjalanan pada talang goyang, gula yang kotor dan
menggumpal dipisahkan dari gula-gula produk.
Pada stasiun ini terdapat alat-alat yang digunakan antara lain:

Talang goyang
Fungsi alat ini adalah untuk mengeringkan gula dari puteran SHS dan
digunakan untuk memisahkan antara gula kasar, halus dan produk. Selain

itu untuk transportasi menuju silo.


Bucket Elevator
Berfungsi untuk mengangkut dan memasukkan gula SHS dari talang goyang
berupa gula produk menuju ke dalam silo. Alat yang digunakan yaitu motor

listrik dan terdapat rantainya serta tempat untuk mengangkut gula produk.
Dust Collector
Berguna untuk mengumpulkan debu-debu gula agar tidak beterbangan tetapi
pada tahun ini alat tersebut tidak ada. Jadi terdapat debu-debu gula yang

berterbangan. Debu-debu itu digunakan untuk bibit.


Silo
Alat ini digunakan untuk mengumpulkan menampung produk sehingga

untuk mempermuda dalam pengemasan atau pengepakan gula produk.


Lori
Digunakan sebagai alat transportasi dari tempat pengemasan ke gudang
penyimpanan. Pada setiap lorinya berisi 100 karung . gula produk yang
tertampung di dalam silo dikemas dalam karung yang di dalamnya terdapat
plastik. Setelah dikemas dalam karung yang dilapisi plastik, ditimbang
hingga 50 kg. Sedangkan berat karungnya adalah 0,2 kg. Adi jumlah
keseluruhan adalah 50,2 kg. Stelah sesuai dengan beratnya, maka dijahit
dana menuju ke lori dibawa ke gudang penyimpanan dan akan dipasarkan
ke masyarakat. Timbangan yang digunakan berjenis berkel.

Talang goyang ini dilengkapi dengan saringan dari anyaman kawat dengan tiga
macam ukuran, yaitu :
a. Saringan berukuran 6 mesh untuk memisahkan gula kasar dan gula produk. Gula
kasar dan dilebur kembali.
b. Saringan berukuran 12 mesh untuk memisahkan gula produk dan gula halus.
c. Saringan berukuran 20 mesh untuk menghasilkan gula halus digunakan untuk
kristal masakan A
Setelah masuk kedalam talang goyang I berukuran 6 mesh, gula akan masuk
kedalam blower and drying untuk dikeringkan kembali. Debu dan gula halus akan terbang
menuju dust collector untuk dilebur kembali dalam stasiun masakan, gula produk akan
37

masuk kedalam talang goyang selanjutnya. Setelah melalui talang goyang gula SHS I (gula
produk) akan dibawa oleh bucket elevator menuju silo untuk dikemas sesuai dengan
ukuran. Gula produksi ditimbang secara otomatis dan packing dalam karung gula 50 kg
yang telah disiapkan dan siap unttuk dipasarkan. Sebelum dipasarkan gula yang dipak
disimpan dalam gudang terlebih dahulu menunggu pendistribusian ke pasaran.

38

IV.3

Gudang Bahan Baku

39

Anda mungkin juga menyukai