Bab IV Proses Produksi
Bab IV Proses Produksi
PROSES PRODUKSI
IV.1
Tebu
Tebu yang digunakan oleh PG Rejo Agung Baru, Madiun ini ada beberapa jenis
diantaranya adalah :
a. TRK I (Tebu Rakyat Kerjasama tebang ke I)
Jenis ini merupakan tebu milik petani yang ada hubungan kerjasama dengan PG. Rejo
Agung Baru Madiun, ada pengawasan dari PG Rejo Agung Baru Madiun, dan tebu hasil
tebang pertama dalam lahan tersebut. Truk pengangkut jenis tebu ini memiliki SPA (Surat
Perintah Angkut) berwarna merah dan dengan kode C.
b. TRK II (Tebu Rakyat Kerjasama tebang ke II)
Jenis ini hamper sama dengan jenis tebu TRK I. Namun, pada jenis ini merupakan tebu
hasil tebangan kedua/terakhir setelah penebangan pertama. Truk pengangkut jenis tebu ini
memiliki SPA (Surat Perintah Angkut) bewarna kuning dan dengan kode D.
c. TR KSU I (Tebu Rakyat Kerjasama Hasil Usaha tebang ke I)
Jenis ini merupakan tebu yang diolah oleh PG. Rejo Agung Baru Madiun, sehingga
diharapkan tebu memiliki kualitas tebu yang baik. Tebu ini merupakan hasil tebu tebangan
pertama dalam hal tersebut. Truk pengangkut jenis tebu ini memiliki SPA (Surat Perintah
Angkut) berwarna putih dan dengan kode A.
d. TR KSU II (Tebu Rakyat Kerjasama Hasil Usaha tebang ke II)
Jenis ini hamper sama dengan jenis tebu TR KSU I. Namun, pada jenis ini merupakan tebu
hasil tebangan kedua/terakhir setelah penebangan pertama. Truk pengangkut jenis tebu ini
memiliki SPA (Surat Perintah Angkut) bewarna hijau dan dengan kode B.
e. TRM (Tebu Rakyat Mandiri atau bisaanya dari luar Madiun)
Jenis ini merupakan tebu hasil dari pertanian diluar daerah Madiun, namun masih ada
hubungan kerjasama dengan PG. Rejo Agung Baru Madiun. Truk pengangkut jenis tebu ini
memiliki SPA (Surat Perintah Angkut) bewarna biru dan kode E.
Tebu merupakan tanaman yang berasal dari India. Namun, banyak juga literatur
yang menyatakan bahwa tebu berasal dari Polynesia. Meski demikian, menurut Nikolai
Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, yang telah melakukan ekspedisi pada 188710
1942 ke beberapa daerah di Asia, Eropa, Afrika, Amerika Selatan, dan seluruh Uni
Soviet,memastikan bahwa sentrum utama asal tanaman ini adalah India dan Indo-Malaya.
Hasil ekspedisi Vavilov menyimpulkan bahwa India merupakan daerah asal
tanaman padi, tebu, dan sejumlah besar Leguminosae serta buah-buahan. Dari sentrum
utama asal tebu di India dan Indo-Malaya, kemudian ditanam meluas secara komersial di
berbagai Negara di dunia, baik yang iklimnya tropis maupun yang iklimnya sub-tropis.
Negara-negara penghasil gula tebu di dunia, antara lain: India, Kuba, Puertorico, Brasil,
Philipina, Taiwan, Hawai, Argentina, peru, Lusiana, Australia, dan Indonesia.
Di Indonesia, komoditas tebu memiliki sejarah panjang dan berubah-ubah. Sentrum
penanaman tebu di Indonesia mulanya terpusat di Pulau Jawa, yang dirintis waktu
kolonialisasi Belanda. Pada waktu itu, penanaman tebu diberlakukan secara paksa dan
perdagangan gulanya dimonopoli oleh Belanda.
Pasca kolonialisasi Belanda, pengembangan tebu pada umumnya dalam bentuk perkebunan
swasta yang didominasi oleh orang-orang Tionghoa. Dalam beberapa tahun terakhir,
pengembangan tanaman tebu makin meluas ke berbagai daerah, termasuk dikeluarkannya
kebijakan pemerintah untuk pengembangan industri gula di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) (Ahira, 2009).
Tebu atau sugar cane dalam bahasa inggris adalah tanaman yang memiliki
klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
Genus
: Saccharum
Spesies
11
12
IV.2
2.
3.
4.
5.
Tenaga uap
Terdapat cane catter
Hasil nira lebih banyak, kapasitasnya 1414 L/jam.
Hasil ampasnya lebih halus
Gilingan Timur :
1.
2.
3.
4.
5.
Tebu dari emplacement diangkut ke stasiun gilingan dengan lori dan truk. Tebu dari
lori dan truk diangkut menggunakan crane hoist, kemudian tebu diletakkan di meja tebu
(cane table). Dari cane carrier tebu dibawa ke cane cutter dan selanjutnya tebu dibawa ke
unigrator. Setelah memasuki unigrator tebu yang telah dipukul-pukul masuk ke gilingan I,
II, III dan IV secara berturut-turut.
gilingan II sebagai imbibisi nira dan ampasnya dibawa ke gilingan IV. Sama halnya dengan
gilingan III, ampas yang memasuki gilingan IV turun ke bak penampung dan digunakan
sebagai imbibisi gilingan III dan ampasnya dibawa ke stasiun ketel.
Air imbibisi sendiri adalah air yang diberikan pada ampas tebu yang akan masuk
kedalam roll gilingan, air ini berasal dari air konden evaporator. Suhu dari air imbibisi
adalah 70 -77 0C, dikarenakan pada suhu tersebut sel ampas mudah pecah sehingga nira
yang didapat bisa maksimal. Disamping itu juga bisa mengurangi mikroba yang ada dalam
nira dan akan mengurangi jumlah kalori yang harus ditambahkan pada proses selanjutnya.
Penambahan dibawah 60 0C akan menyebabkan ikut larutnya zat lilin yang terdapat dalam
tebu sehingga akan menyulitkan dalam prose pemeran.
Keuntungannya adalah untuk merusak sel-sel yang menahan keluarnya nira ampas
sehingga sukrosa dapat diambil semaksimal mungin. Keuntungan lainnya yaitu untuk
melarutkan lebih besar dan membunuh mikroorganisme.
Ampasnya dilewatkan baggase carrier yang di bawahnya terdapat saringan yang
berfungsi memisahkan ampas halus dan kasar. Yang kasar dikirim ke ketel untuk bahan
bakar, sedangkan yang halus (bagassilo) di blower menuju mixer untuk dicampur dengan
nira kotor untuk dijadikan blotong.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemerahan gula di stasiun
penggilingan, antara lain:
a. Kualitas tebu memiliki jenis tebu, kadar sabut, umur tebu, kandungan kotoran tebu,
b.
c.
d.
e.
a. Cane Unloading Crane, alat ini berfungsi untuk memindahkan tebu dari truk atau lori
ke meja tebu dengan kapasitas 8640 Tcd.
b. Cane Table, berfungsi untuk menampung tebu dari truk atau lori untuk mengatur
pemasokan tebu ke krepyak tebu (cane carrier) sehingga posisi sejajar dengan arah
gerakan cane carrier. Dengan kapasitas 6800 Tcd.
c. Cane Carrier, berfungsi untuk membawa dan mengumpankan tebu ke alat pemotong
(cane cutter).
d. Cane Cutter, berfungsi untuk memotong dan memecah tebu menjadi bagian-bagian
pendek agar mudah digiling dengan kapasitas potong 5445 Tcd.
16
Pengertian Defekasi
Proses yang paling sederhana yang pada intinya adalah memberikan susu kapur
pada nira, sehingga terjadi pengendapan, kemudian dapat dipisahkan antara nira kotor dan
nira jernih.
17
Pada proses defekasi ini nira dari gilingan dipanaskan pada temperatur 70oC
kemudian dilakukan penambahan susu kapur sehingga pH 7,8 8 dalam peti defekator.
Kemudian dipanaskan lagi hingga titik didihnya mencapai sekitar 100 105 oC. P2O5 yang
berada dalam tebu bereaksi dengan air dari nira mentah membentuk asam phospat.
a. Defekasi dingin
b. Defikasi panas
c. Defikasi sacharate
Pengertian Karbonatasi
Secara umum, proses pemurnian nira dilakukan dengan defekasi, sulfitasi, dan
karbonatasi. Defekasi hanya menghasilkan gula kasar yang masih banyak mengandung
bahan pengotor. Pada sulfitasi, bahan pengotor yang dihilangkan masih lebih rendah
dibandingkan karbonatasi. Selain itu, sulfitasi akan menyebabkan korosi besi pada pipapipa. Bahan pengotor yang dapat dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi
adalah 12,7 %, 11,7 %, dan 27,9 % (Mathur, 1978).
Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur (Ca(OH)2)
dan gas CO2 membentuk endapan senyawa kalsium karbonat (CaCO3) melalui mekanisme
yang dapat dilihat pada persamaan di bawah (Mathur, 1978).
Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan pengotor, bahan penyebab warna,
gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini diawali dengan terbentuknya senyawa
intermediet antara sukrosa dan kalsium hidroksida. Sukrosa memiliki karakteristik kimiawi
membentuk metal sakarat. Apabila dalam larutan sukrosa diberi metal hidroksida, maka
akan terjadi reaksi yang akan membentuk suatu koloid keruh, bersifat gel, atau endapan.
Koloid tersebut adalah ikatan sukrosa dengan metal hidroksida, misalnya satu mol sukrosa
dengan satu mol kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang dinyatakan dengan rumus
C12H22O11.Ca(OH)2, C12H22O11.CaO, dan C12H22O11.Ca (Goutara dan Wijandi, 1975). Sakarat
dapat terurai oleh asam, bahkan oleh penambahan asam karbonat yang dihasilkan oleh
pemberian gas CO2. Apabila sakarat diberi perlakuan dengan penambahan sedikit asam
karbonat maka akan terbentuk senyawa intermediet (Mathur, 1978).
Peningkatan absorpsi gas CO2 dapat meningkatkan kondisi asam dan mengganggu
kestabilan senyawa intermediet sehingga senyawa tersebut terurai menjadi sukrosa dan
kalsium karbonat. Terbentuknya senyawa kalsium karbonat dapat mengadsorpsi dan
mengendapkan bahan pengotor (Goutara dan Wijandi, 1975). Namun, apabila gas CO2
yang ditambahkan berlebih dalam nira maka kalsium karbonat yang telah terbentuk akan
19
kembali menjadi senyawa bikarbonat yang larut. Mekanisme penguraian kalsium karbonat
dapat dilihat pada persamaan di bawah (Mathur, 1978).
Pada kondisi suhu 45C, karbonatasi berlangsung lambat dan kurang sempurna,
sedangkan pada suhu di atas 55C akan terjadi penguraian gula pereduksi yang
memunculkan warna coklat. Namun, kelemahan proses berlangsung pada suhu 55C, yaitu
memicu terjadinya fermentasi asam laktat. Dalam karbonatasi tunggal, sekitar 7 10 %
volume larutan gula kasar yang dipanaskan pada suhu 45 55C, membutuhkan 20
beaume susu kapur (Mathur, 1978). Pada proses karbonatasi dialiri gas CO2 sebanyak dua
kali pada suhu yang berlainan. Dengan terbentuknya endapan CaCO3 mampu menaikkan
kotoran yang melayang-layang membentuk gumpalan yang lebih besar. Hasil proses
karbonatasi adalah nira yang lebih jernih dan kadar kotorannya lebih sedikit.
Kelebihan proses karbonatasi rangkap adalah :
a. Penggilingan bahan baku gula lebih banyak
b. Gula yang dihasilkan lebih putih dn bersih
c. Kualitas gula lebih tinggi
Ada tiga cara pemurnian secara karbonatasi, yaitu :
a. Karbonatasi dingin
b. Karbonatasi panas
c. Karbonatasi Saccharate
Pengertian Sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan jika dibandingkan
cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan menggunakan Ca(OH) 2 dan gas SO2.
Penambahan Ca(OH)2 pada nira mentah dilakukan secara berlebih untuk mendapatkan
suasana basa pada nira, sebab pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira
akan lebih banyak. Kelebihan Ca(OH)2 akan dinetralkan kembali oleh gas SO2 yang
didapat dari pembakaran belerang padat.
Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara defekasi,
karena telah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Cara pemurnian ini menggunakan
kapur dan SO2 sebagai bahan pembantu pemurnian. Pemberian kapur pada cara ini
dilakukan secara berlebih, kemudian kelebihan kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO2,
sehingga terbentuk ikatan kapur yang dapat mengendap.
Reaksi Pemurnian Cara Sulfitasi:
SO2 + H2O ----> H2SO3
Ca(OH)2 + H2SO3 ----> CaSO3 + 2H2O
Ca(OH)2 + SO2 -----> CaSO3 + H2O
20
Adapun tahap-tahap yang terjadi dalam stasiun pemurnian adalah sebagai berikut:
1. Nira mentah yang telah dicampur dengan asam phospat dan susu kapur dialirkan
dalam timbangan Bolougne. Setelah timbangan terisi penuh (kapasitas 38 ku), nira
tersebut disaring dan ditampung dalam bak penampung nira, untuk kemudian dialirkan
pada juice heater.
2. Setelah itu nira dialirkan ke juice heater pertama, dan Nira yang keluar dari JH I
memiliki temperature kira-kira 70-80
Ca3(PO4)2
Proses ini berlangsung secara terus menerus dan tujuannya agar pH larutan kira-kira
11,0 11,5. Kemudian larutan dimasukkan ke reactor, pada reactor ini dialirkan gas
SO2 secara terus menerus dan terjadi reaksi sulfitasi. Tujuan penambahan gas SO 2 ini
adalah untuk pembentukan endapan CaSO3 dan dengan ini terjadi pembersihan
kotoran. Gas SO2 ini juga memiliki beberapa fungsi lainnya, antara lain untuk
mengikat unsur-unsur yang belum bereaksi di defekator, mengurangi viskositas
22
larutan (kotoran yang terendapkan akan mengurangi kekentalan nira), mereduksi ionion ferri menjadi ferro sehingga warnanya menjadi lebih pucat atau jernih.
Pengontrolan pH dilakukan sama seperti defekator. Dalam tangki ini pH nira berkisar
7,2-7,4.
Reaksi :
H2O + SO2 ---- H2SO3
H2SO3 + Ca(OH)2 ---- CaSO3 + 2H2O
6. Nira dari tangki sulfitator dipompa ke juice heater II dan dipanaskan hingga suhu
mencapai 105-110C. Pemanasan ini dilakukan agar reaksi dapat lebih sempurna,
jasad-jasad renik yang masih hidup dapat mati, gas-gas yang terlarut dapat menguap
agar tidak mengganggu proses pengendapan di clarifier.
7. Dari juice heater II, nira dibawa ke flash tank untuk menghilangkan gas-gas dalam
nira, supaya gas-gas tersebut tidak menghalangi pada proses pengendapan.
Kemudian nira dialirkan masuk ke dalam single tray clarifier dan ditambahkan
sebesar 3-3,5 ppm. Penambahan flokulan ini bertujuan agar molekul-molekul yang
terbentuk pada proses defekasi dan sulfitasi dapat saling melekat membentuk partikel
yang lebih besar sehingga lebih mudah terendapkan, sehingga diperoleh nira jernih
yang mengalir dari bagian atas secara overflow ke pipa penampung. Dan dari bawah
akan diperoleh nira kotor yang ditampung dalam bak penampung.
8. Nira jernih yang didapat dari single tray clarifier disaring dengan menggunakan
DSM Screen, kemudian dimasukkan ke clear huice tank/voor kooker dan selanjutnya
dialirkan ke stasiun penguapan. Sedangkan nira kotor dimasukkan kedalam Rotary
Vacum Filter (RVF), untuk memisahkan kotoran padat (blotong), dan nira tapis. Nira
tapis tersebut kemudian dipompa kembali ke timbangan nira mentah (blougne) untuk
selanjutnya dimurnikan kembali.
23
Gambar
IV.4
Skema proses stasiun pemurnian
Keterangan :
A : Nira mentah
F : Reaction Tank
B1 : Timbangan Bolougne
G : Flash Tank
B2 : Bak Tunggu
H : Bak flokulan
C1 : Juice Heater I
I : Single Try Clarifier
C2 : Juice Heate II
J : DSM Screen
D1 : Defekator I
K : Clear Juice Tank
D2 : Defekator II
L : Rotary Vacuum Filter
E1 : Bak belerang
M : Kondensor
E2 : Dapur belerang
N : Pompa Vakum
E3 : Sublimator
P : Blotong
E4 : Tower SO2
Q : Proses penguapan
25
26
Gambar
IV.7
Skema proses sulfitasi II
suatu larutan induk yang homogeny. Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padatcair yang sangat penting dalam industri. Syarat utama terbentuknya kristal dari suatu
larutan adalah larutan induk harus dibuat dalam kondisi lewat jenuh (super saturated). Yang
dimaksud dengan kondisi lewat jenuh adalah kondisi dimana pelarut (solvent) mengandung
zat terlarut (solute) melebihi kemampuan pelarut tersebut untuk melarutkan solute.
Di PG Rejoagung Baru sistem pemasakannya menggunakan three boilding system
yaitu sistem tiga tahap (A, B, dan D) dengan cara ini sistem A yang mempunyai HK
tinggi. Jenis pan yang digunakan adalah berjenis tromol dan keseluruhan berjumlah 11
buah yang terdiri sebagai berikut :
Pan masakan A berjumlah 5 buah, yaitu pan no. 1, 2, 3, 4, dan 5
Pan masakan C berjumlah 2 buah, yaitu no. 6 dan 7
Grand pan masakan D berjumlah 1 buah yaitu no. 8
Pan masakan D berjumlah 3 buah, yaitu no. 9, 10, dan 11
Pemanas yang digunakan pada pabrik ini adalah menggunakan uap bleeding dari
voor koker dan uap bekas dari sisa penggerak turbin dan mesin uap. Pada awal pemanasan
menggunakan bleeding selanjutnya pemanasannya ditambah dengan uap bekas dari ketel,
gunanya untuk mempercepat matangnya nira. Terlalu kecil tekanan kevakuman dari
kondensor dan tekanan uap pemanas naik mengakibatkan nira cepat larut. Maka untuk
menghindari hal tersebut tekanan harus seimbang yaitu mencapai 65 cmHg.
Berikut adalah istilah-istilah dalam proses masakan :
Diksap
Stroop
Klare
Fondan
Inwurf
Pada stasiun masakan ini nira kental dibuat dalam kondisi lewat jenuh dengan 2
cara, yaitu :
a. Pengurangan Solven
Metode lain yang digunakan untuk mencapai kondisi super saturasi adalah
penguapan solven sehingga konsentrasi larutan menjai makin pekat.
b. Menurunkan Solubilitas
Solubilitas padatan dalam cairan akan menurun seiring dengan penurunan suhu
(pendingin). Seiring dengan penurunan suhu, saturasi akan meningkat sedemikian hingga,
sampai tercapai kondisi supersaturasi.
Tahap-tahap yang dilalui selama proses kristalisasi adalah :
29
1.
2.
3.
4.
Pemekatan nira kental, yaitu dengan meningkatkan penguapan air dalam nira.
Pembentukan Kristal atau inti, yaitu pada saat konsentrasi nira mencapai lewat jenuh.
Pembesaran Kristal.
Penuaan masakan.
Sebelum masuk ke dalam pan masakan, nira kental dari evaporator badan terakhir
mengalami sulfitasi II yang bertujuan untuk memucatkan atau bleaching warna Kristal gula
dengan cara mengikat ion ferri menjadi ferro, dan mengecilkan pH nira menjadi 5,6.
30
31
a. Mengubah sukrosa dalam larutan membentuk Kristal gula agar diperoleh Kristal
gula sebanyak-banyaknya dan sisa gula dalam tetes sekecilnya.
b. Mendapatkan Kristal gula yang dapat dengan mudah dipisahkan pada stasiun
putaran bisa diperoleh harga kemurnian yang tinggi.
c. Palung Pendingin
Berfungsi sebagai tempat penampungan dan pendinginan masakan sekaligus sebagai
tempat terjadinya dekristalisasi (kristalisasi lanjut).
d. Alat Vakum
Berfungsi untuk pembuatan vakum (hampa udara) di dalam pan masakan karena untuk
menarik bahan dan sirkulasi uap air yang dihasilkan.
e. Peti Tunggal
Berfungsi untuk menampung klare I, stroop A, nira kental, klare III, gula SHS, gula D1 dan
D2.
4.
Secara umum diagram alir dalam stasiun masakan adalah seperti terlihat pada Gambar
IV.6:
Nira Kental
Pan Masakan A
Pan Masakan C
Pan Masakan D
Puteran A
Puteran C
Puteran D1
Fondan
Tetes
Gula A
Puteran
SHS
Gula D1
Gula C
Puteran D2
Klare I
Klare III
Gula D2
Gula SHS
Di stasiun ini tujuannya adalah untuk memisahkan kristal gula dengan hasil
samping berupa stroop, klare dan tetes yang tercampur dalam masakan. Pemisahan ini
dilakukan dengan bahan masuk pada putaran di ST Puteran. Sehingga dengan proses ini
akan menghasilkan atau memperoleh hasil akhir berupa gula kristal putih yang mana
sebagai produk utama.
Pada stasiun putaran ini terdapat empat unit putaran :
1. Unit Putaran A
Unit putaran A merupakan putaran batch otomatis dan merupakan jenis putaran
dengan kecepatan tinggi. Bahannya berasal dari pan masakan A yang disebut
mascuite A. Hasilnya adalah gula A yang akan dibawa ke puteran SHS untuk
menjadi gula SHS/gula produksi dan stroop A sebagai hasil samping yang
digunakan sebagai bahan untuk pan masakan C. Jumlahnya ada 3 unit putaran.
2. Unit Putaran SHS
34
Unit putaran SHS merupakan putaran batch otomatis dan merupakan jenis putaran
dengan 1300 rpm. Bhannya berasal dari unit putaran A yang disebut gula A.
Hasilnya adalah gula SHS yang siap dipasarkan dan klare I yang digunakan sebagai
bahan untuk pan masakan A. Jumlahnya ada 3 unit putaran.
3. Unit Putaran C
Unit putaran C berjumlah tiga buah putaran otomatis dengan kecepatan putarnya
antara 1600-1700 rpm. Tujuan puteran ini untuk menghasilkan gula C dan
menghasilkan hasil samping yang berupa stroop C. Hasil pemutaran ini adalah gula
yang digunakan sebagai bahan pada pan masakan A, sedangkan stroop C digunakan
sebagai bahan untuk pan masakan D. Jumlahnya ada 3 unit putaran, 2 dioperasikan
dan 1 cadangan.
4. Unit Putaran D
Unit putaran D terdiri dari dua jenis putaran, yaitu :
1. Unit putaran D1
Unit putaran D1 dengan kecepatan 2.100 rpm menghasilkan gula D1 dan tetes.
Jumlahnya ada 6 unit putaran.
2. Unit putaran D2
Unit putaran D2 dengan kecepatan 2.100 rpm menghasilkan gula D2 dan klare
III. Klare III digunakan sebagai bahan untuk pan masakan C, sedangkan sisanya
dilebur bersama gula C. Leburan ini disebut opsmelt. Jumlahnya ada 3 unit
putaran.
Gambar IV.14
bahan dan untuk bak penampung itu terletak di atas mesin puteran.
Masscuite masuk pada puteran pada alat puteran ini masscuite masuk ke dalam
tombol dan diputar dengan gaya sentrifugal.
35
Kemudian diberi air untuk memisahkan kristal gula dengan larutan induk (tees,
klare, dan stroop). Pemberian air juga untuk menghilangkan kotoran pada kristal.
Air yang diberikan juga tidak boleh terlalu berlebihan, sebab dapat melarutkan
sebagian kristal gula sehingga akan banyak kehilangan gula dalam larutan induk.
Dalam tromol kristal gula tersaring sedangkan larutan induk (stroop, klare, tetes)
2. Puteran A
3. Mixer
13. Puteran C
4. Puteran SHS
14. Stroop C
5. Klare A
6. Talang goyang
16. Puteran D1
7. Gula produk
17. Puteran D2
8. Stroop A
9. Gula halus
10. Krikilan
19. Klare D
20. Tetes
36
berfungsi sebagai penyaring. Selama perjalanan pada talang goyang, gula yang kotor dan
menggumpal dipisahkan dari gula-gula produk.
Pada stasiun ini terdapat alat-alat yang digunakan antara lain:
Talang goyang
Fungsi alat ini adalah untuk mengeringkan gula dari puteran SHS dan
digunakan untuk memisahkan antara gula kasar, halus dan produk. Selain
listrik dan terdapat rantainya serta tempat untuk mengangkut gula produk.
Dust Collector
Berguna untuk mengumpulkan debu-debu gula agar tidak beterbangan tetapi
pada tahun ini alat tersebut tidak ada. Jadi terdapat debu-debu gula yang
Talang goyang ini dilengkapi dengan saringan dari anyaman kawat dengan tiga
macam ukuran, yaitu :
a. Saringan berukuran 6 mesh untuk memisahkan gula kasar dan gula produk. Gula
kasar dan dilebur kembali.
b. Saringan berukuran 12 mesh untuk memisahkan gula produk dan gula halus.
c. Saringan berukuran 20 mesh untuk menghasilkan gula halus digunakan untuk
kristal masakan A
Setelah masuk kedalam talang goyang I berukuran 6 mesh, gula akan masuk
kedalam blower and drying untuk dikeringkan kembali. Debu dan gula halus akan terbang
menuju dust collector untuk dilebur kembali dalam stasiun masakan, gula produk akan
37
masuk kedalam talang goyang selanjutnya. Setelah melalui talang goyang gula SHS I (gula
produk) akan dibawa oleh bucket elevator menuju silo untuk dikemas sesuai dengan
ukuran. Gula produksi ditimbang secara otomatis dan packing dalam karung gula 50 kg
yang telah disiapkan dan siap unttuk dipasarkan. Sebelum dipasarkan gula yang dipak
disimpan dalam gudang terlebih dahulu menunggu pendistribusian ke pasaran.
38
IV.3
39